• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Desember 2010  Secara tahunan, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terpilih tumbuh positif.  Secara bulanan, ekspor kayu lapis mengalami ekspansi terbesar sementara

produksi sepeda motor menunjukkan kontraksi terbesar.

 Sepanjang tahun 2010, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi

tumbuh kecuali produksi minyak mentah.

 Pertumbuhan produksi subsektor tanaman perkebunan pada periode

2002-2010 rata-rata sebesar 7,26% terutama berasal dari komoditas kelapa sawit.

Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi: Tahunan

 Sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terpilih non migas pada Desember 2010 menunjukkan pertumbuhan yang positif secara tahunan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada penjualan kendaraan niaga (64,48%). Terus meningkatnya penjualan kendaraan niaga dapat menjadi cerminan dari peningkatan investasi alat angkut. Sementara itu, indikator aktivitas ekonomi migas yaitu produksi minyak mentah dan produksi kondensat mengalami pertumbuhan negatif masingmasing sebesar -5,30% dan -1,65%.

 Selama Desember 2009 Desember 2010, pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada ekspor kayu lapis (131,40%) yang terjadi pada Januari 2010. Sebaliknya, ekspor besi baja mengalami kontraksi terbesar (-25,95%) pada September 2010 (Grafik. 1).

Grafik 1.

Pertumbuhan Tahunan s.d Desember 2010

Bulanan

 Secara bulanan, indikator aktivitas ekonomi di bulan Desember 2010 mengalami pertumbuhan yang bervariasi. Ekspor kayu lapis mengalami ekspansi terbesar (15,77%) (mtm) dan sebaliknya, indikator produksi sepeda motor mengalami kontraksi terdalam (-22,48%).  Selama periode Desember 2009 Desember

2010, pertumbuhan bulanan tertinggi dan terendah dialami oleh indikator yang sama yaitu ekspor besi & baja. Pertumbuhan tertinggi pada bulan Oktober 2010 (94,13%) dan pertumbuhan terendah pada bulan April 2010 (-44,30%) (Grafik. 2).

Grafik 2.

Pertumbuhan Bulanan s.d Desember 2010

-100 -50 0 50 100 150 P ro d u ks i M in ya k M e n ta h P ro d u k s i K o n d e n s a t P ro d u ksi K e n d a ra a n N o n N ia g a P e n ju a la n K e n d a ra a n N o n N ia g a P ro d u k s i K e n d a ra a n N ia g a P e n ju a la n K e n d a ra a n N ia g a P ro d u ksi S e p e d a M o to r P e n ju a la n S e p e d a M o to r K o n su m si S e m e n E k s p o r B e s i B a ja E ks p o r K a yu L a p is E ksp o r K a yu G e rg a ji a n P e n ju a la n M in ya k D ie se l P e n ju a la n L ist ri k u / In d u st ri P e n ju a la n L ist ri k u / P e rd a g . P e n ju a la n L ist ri k T o ta l K u n j. W is m a n T in g ka t H u n ia n H o te l -Jkt T in g ka t H u n ia n H o te l -B a li (% yoy)

Desember 2009 - Desember 2010 Tertinggi Desember 2010

Desember 2009 - Desember 2010 Terendah

-50 -25 0 25 50 75 100 P ro d u ksi M in ya k M e n ta h P ro d u ks i K o n d e n sa t P ro d u k s i K e n d a ra a n N o n N ia g a P e n ju a la n K e n d a ra a n N o n N ia g a P ro d u ks i K e n d a ra a n N ia g a P e n ju a la n K e n d a ra a n N ia g a P ro d u ks i S e p e d a M o to r P e n ju a la n S e p e d a M o to r K o n s u m s i S e m e n E ks p o r B e si B a ja E k s p o r K a y u L a p is E ks p o r K a yu G e rg a ji a n P e n ju a la n M in ya k D ie se l P e n ju a la n L ist ri k u / In d u st ri P e n ju a la n L ist ri k u / P e rd a g . P e n ju a la n L ist ri k T o ta l K u n j. W is m a n H o te l O cc u p a n cy Jk t H o te l O c c u p a n c y B a li (% mtm)

Desember 2009 - Desember 2010 Tertinggi Desember 2010

Desember 2009 - Desember 2010 Terendah

INDIKATOR AKTIVITAS

EKONOMI TERPILIH

Metodologi

(2)

Pertumbuhan Indikator Ekonomi Kumulatif

Secara kumulatif selama tahun 2010 (Januari-Desember), hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Produksi dan penjualan kendaraan niaga tumbuh tertinggi diantara indikator lainnya yaitu masing-masing sebesar 83,39% dan 82,59%. Tingginya produksi dan penjualan kendaraan niaga selama tahun 2010 merupakan indikasi mulai meningkatnya investasi khususnya untuk pemenuhan kebutuhan alat angkut. Disisi lain, produksi minyak mentah mengalami pertumbuhan negatif sepanjang tahun 2010 yaitu sebesar -0,62% (Tabel 1).

Tabel 1

Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih

Sumber data : Bank Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).

Keterangan :

2009

Satuan Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

yoy mtm ytd*

Migas

- Produksi Minyak Mentah ribu barel 25.944 25.390 23.399 26.005 25.339 26.272 25.185 25.451 26.063 24.800 24.194 24.206 24.570 -5,30 1,51 -0,62 - Produksi Kondensat ribu barel 3.740 3.878 3.402 3.795 3.633 3.806 3.625 3.790 3.716 3.574 3.606 3.459 3.678 -1,65 6,34 0,50

Non Migas

- Produksi Kendaraan Non Niaga unit 46.053 36.693 34.428 40.371 41.598 37.813 45.528 46.969 41.997 31.273 47.497 46.987 45.391 -1,44 -3,40 41,00 - Penjualan Kendaraan Non Niaga unit 35.733 38.856 39.608 46.559 45.507 41.276 50.034 51.598 46.045 34.789 49.601 48.771 49.647 38,94 1,80 50,90 - Produksi Kendaraan Niaga unit 10.295 12.877 14.081 16.851 17.575 17.570 19.770 20.795 18.580 12.802 18.578 16.680 16.152 56,89 -3,17 83,39 - Penjualan Kendaraan Niaga unit 11.222 13.074 14.629 17.416 17.970 17.898 18.901 18.867 17.187 12.980 17.908 18.747 18.458 64,48 -1,54 82,59 - Produksi Sepeda Motor unit 539.594 515.962 528.302 628.967 650.001 636.023 664.767 695.974 733.021 476.354 690.194 662.363 513.461 -4,84 -22,48 25,69 - Penjualan Sepeda Motor unit 553.033 503.840 540.067 611.142 657.185 641.871 655.363 701.432 734.439 481.615 698.342 656.597 516.751 -6,56 -21,30 25,79 - Ekspor Besi dan Baja ton 102.281 133.171 125.175 149.053 83.018 102.624 79.845 130.601 142.239 80.631 156.529 150.304 145.073 41,84 -3,48 7,08 - Konsumsi Semen ribu ton 3.825 3.362 2.990 3.386 3.189 3.272 3.397 3.740 3.615 2.556 3.832 3.532 3.907 2,13 10,61 6,32 - Ekspor Kayu Lapis ton 153.304 165.928 207.430 195.985 162.841 170.098 168.424 159.949 167.561 121.397 176.638 146.744 169.887 10,82 15,77 23,24 - Ekspor Kayu Gergajian ton 36.203 33.068 31.777 36.847 39.323 36.821 36.393 40.858 40.072 25.790 39.488 38.034 42.889 18,47 12,77 25,39 - Penjualan Minyak Diesel kiloliter 10.678 10.524 14.571 11.857 13.944 11.378 15.737 11.648 14.352 13.143 10.315 12.290 12.769 19,58 3,90 17,65 - Penjualan Listrik ke Sektor Industri juta KWH 4.047 4.145 4.263 3.897 4.424 4.317 4.396 4.350 4.472 4.290 3.556 4.575 4.361 7,75 -4,67 11,50 - Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan juta KWH 1.981 2.061 2.001 1.938 2.086 2.184 2.188 2.170 2.146 2.250 2.155 2.413 2.290 15,60 -5,09 13,45 - Penjualan Listrik Total juta KWH 11.710 11.987 11.686 11.200 12.167 12.442 12.669 12.575 12.592 12.587 11.722 13.296 12.648 8,01 -4,87 10,86 - Kunjungan Wisman orang 521.630 511.314 523.135 594.242 555.915 600.031 613.422 658.476 586.530 560.367 594.654 578.152 644.221 23,50 11,43 30,59 - Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Jakarta persen 55 53 47 54 58 59 58 61 50 48 59 56 56 0,98 0,25 3,28 - Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Bali persen 60 53 57 59 59 60 65 66 61 62 65 60 61 1,86 2,17 2,03

Ekspor Non Migas Utama

- Barang dari Logam Tidak Mulia ribu ton 221 305 222 287 296 200 181 290 256 173 263 261 256 16,10 -1,83 2,89 - Batubara ribu ton 27.072 24.318 23.676 26.185 23.231 21.070 24.605 23.115 24.126 21.371 22.946 24.935 27.564 1,82 10,54 23,70 - Biji Tembaga ribu ton 349 102 188 308 143 242 150 262 181 315 92 189 277 -20,56 46,65 -1,08 - Peralatan Listrik ribu ton 57 62 60 69 65 62 65 67 72 62 74 68 67 18,02 -0,60 18,99 - Makanan Olahan ribu ton 177 139 126 140 135 127 141 189 194 126 197 208 244 38,12 17,73 5,77 - Karet Olahan ribu ton 211 207 214 253 244 246 252 261 248 228 261 243 243 15,38 0,11 18,95 - Bahan Kertas dan Kertas ribu ton 605 477 520 587 608 552 513 464 609 673 676 605 746 23,35 23,31 8,56 - Tekstil dan Produk Tekstil ribu ton 169 152 158 173 165 159 163 181 185 140 173 159 176 3,98 10,67 12,70 - Alat Angkutan dan Bagiannya ribu ton 50 53 48 61 40 38 136 55 75 69 50 67 54 7,81 -19,21 15,91 - Minyak Nabati ribu ton 2601 980 1339 1490 992 1235 1323 1259 2528 1410 2050 2045 1843 -29,14 -9,88 -3,27

Indikator Desember 2010

2010 Pertumbuhan (%)

- -

Data penjualan kendaraan niaga, non niaga dan sepeda motor mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) sejak edisi September 2010 dengan data series kebelakang.

Data tingkat hunian Hotel Berbintang di wilayah Jakarta dan Bali mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) sejak edisi Juli 2010 dengan data series kebelakang.

Data ekspor 10 komoditas utama ekspor non migas (selanjutnya disebut Ekspor Non Migas Utama) mulai ditambahkan ke dalam publikasi IAE sejak edisi Mei 2009. Ekspor Non Migas Utama dipilih berdasarkan pangsa ekspor terhadap total ekspor periode Januari-Desember 2008. Sampai dengan periode laporan, indikator Ekspor Non Migas belum masuk dalam analisis indikator aktivitas ekonomi secara bulanan, tahunan dan kumulatif. Analisis indikator aktivitas ekonomi Ekspor Non Migas Utama akan dilakukan pada saat ketersediaan data pertumbuhan secara bulanan (mtm), tahunan (yoy) dan kumulatif (ytd) telah mencukupi 12 periode.

*) Pertumbuhan kumulatif (ytd) dihitung dengan cara membandingkan data kumulatif dari bulan Januari hingga periode laporan denga n

periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan kumulatif mulai dilakukan pada periode Laporan IAE September 2008. Khusus untuk indikator Tingkat Hunian Hotel, pertumbuhan dihitung dengan cara membandingkan rata-rata data dari bulan Januari sampai dengan periode laporan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

(3)

ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SUBSEKTOR REAL ESTATE) ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SUBSEKTOR TANAMAN PERKEBUNAN)

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, PDB subsektor tanaman perkebunan secara konsisten mengalami pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,72% per tahun. Mengingat luasnya wilayah Indonesia, subsektor tanaman perkebunan memiliki peluang yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta masih dijadikan andalan sebagai subsektor yang menyerap cukup banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Tingginya potensi yang dimiliki oleh subsektor perkebunan tersebut membuat perbankan lebih banyak mengucurkan dananya pada subsektor ini dibandingkan dengan subsektor lainnya dalam sektor pertanian.

Pertumbuhan produksi subsektor tanaman perkebunan pada periode 2002-2010 rata-rata sebesar 7,26% dengan pertumbuhan tertinggi di tahun 2006. Tingginya pertumbuhan pada tahun 2006 tersebut di dorong oleh peningkatan produksi pada komoditi kelapa sawit. Pangsa komoditas kelapa sawit terhadap total produksi subsektor perkebunan sebesar 43,62% dan merupakan pangsa terbesar dalam subsektor perkebunan.

Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia. Tingginya permintaan dunia terhadap produk kelapa sawit seiring dengan penggunaannya sebagai bahan bakar nabati alternatif pengganti minyak menyebabkan harga produk tersebut meningkat cukup signifikan. Hal ini membuat komoditas kelapa sawit dijadikan sebagai salah satu komoditas perkebunan andalan yang menyokong penerimaan devisa. Untuk mendukung peningkatan daya saing komoditas sawit di pasar internasional, saat ini pemerintah telah siap menerapkan standar produksi minyak sawit berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).

A. Peranan Subsektor Tanaman Perkebunan dalam PDB

 Selama 10 tahun terakhir (2001-2010) subsektor tanaman perkebunan selalu mencatat pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,72%. Di dalam sektor pertanian, pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan lebih tinggi dari subsektor kehutanan (2,1%) dan subsektor tanaman bahan makanan (1,8%), namun masih di bawah subsektor perikanan (5,9%) dan subsektor peternakan & hasil-hasilnya (4,1%). Dalam kurun waktu 10 tahun, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2001 (7,8%) dan terendah pada tahun 2004 (0,4%). Pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan cenderung berada dalam tren yang menurun sejak tahun 2001.

 Kontribusi subsektor tanaman perkebunan rata-rata sebesar 0,09% terhadap pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya (2001 sd. 2010). Pada tahun 2010 subsektor tanaman perkebunan hanya memberikan kontribusi sebesar 0,05% terhadap perekonomian yang tumbuh 6,10%, atau naik tipis dibandingkan tahun 2009 (0,04%).

Grafik 3. Pertumbuhan Tahunan Grafik 4. Kontribusi Pertumbuhan Terhadap PDB

Sumber: BPS, diolah

 Berdasarkan struktur ekonomi, distribusi subsektor tanaman perkebunan cenderung stabil dari tahun ke tahun dengan rata-rata sebesar 2,14% dari total ekonomi (2001-2010). Dibandingkan subsektor lainnya di sektor pertanian, distribusi subsektor tanaman perkebunan merupakan ketiga terbesar setelah subsektor tanaman bahan makanan (7,27%) dan subsektor perikanan (2,48%). Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, distribusi subsektor tanaman perkebunan menyentuh level terendahnya

-4 -2 0 2 4 6 8 10 12 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Sektor Pertanian Subsek. Tanaman bahan makanan

Subsek. Tanaman perkebunan Subsek. Peternakan

Subsek. Kehutanan Subsek. Perikanan

(yoy, %) -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sektor Pertanian Subsek. Tanaman bahan makanan

Subsek. Tanaman perkebunan Subsek. Peternakan Subsek. Kehutanan Subsek. Perikanan

(4)

pada tahun 2006 sebesar 1,90% dan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 2,36%. Pada tahun 2010, distribusi subsektor tanaman perkebunan sebesar 2,11%.

 Indeks deflator subsektor tanaman perkebunan tahun 2010 naik 18,42% dibandingkan tahun 2009 dan merupakan kenaikan terbesar dalam subsektor pertanian. Tingginya kenaikan indeks deflator tersebut disebabkan oleh kenaikan harga komoditi tanaman perkebunan.

Grafik 5. Pangsa Subsektor Terhadap PDB Total Grafik 6. Indek Deflator Subsektor

Sumber: BPS, diolah

 Orientasi penjualan produk tanaman perkebunan adalah domestik. Berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Updating 2008, orientasi penjualan produk tanaman perkebunan didominasi oleh pasar domestik, dan hanya komoditas kopi dan tanaman perkebunan lainnya yang diekspor dengan porsi masing-masing sebesar 61,31% dan 52,33%. Sementara itu, produksi tanaman perkebunan mayoritas dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektor/subsektor lain. Komoditi kelapa sawit dan tebu merupakan komoditi yang hasil produksinya paling besar digunakan untuk memenuhi permintaan antara yaitu masing-masing sebesar 99,62% dan 98,30%.

Tabel 2. Input Output Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Sumber : Tabel Input Output Indonesia Updating 2008 (diolah) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Sektor Pertanian Subsek. Tanaman bahan makanan

Subsek. Tanaman perkebunan Subsek. Peternakan

Subsek. Kehutanan Subsek. Perikanan

(pangsa, %) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Sektor Pertanian Subsek. Tanaman bahan makanan

Subsek. Tanaman perkebunan Subsek. Peternakan

Subsek. Kehutanan Subsek. Perikanan

(Indek Deflator) 18,42% KonsumsiInvestasi (PMTB) Perubahan Stok Ekspor Output Domestik Impor 1 Padi 1.61 14.37 98.22 - - 1.78 0.00 99.99 0.01 2 Tanaman kacang-kacangan 0.14 1.25 55.88 36.93 - 7.00 0.19 63.43 36.57 3 Jagung 0.71 6.33 50.27 53.35 - (3.86) 0.24 98.86 1.14 4 Tanaman umbi-umbian 0.28 2.47 36.99 68.70 - (5.96) 0.27 99.42 0.58

5 Sayur-sayuran dan buah-buahan 1.72 15.37 27.94 0.00 (2.88) 0.16 95.51 4.49

6 Tanaman bahan makanan lainnya 0.02 0.15 96.99 2.91 - (0.15) 0.25 7.00 93.00

7 Karet 0.34 3.05 96.86 - 0.59 2.28 0.26 99.74 0.26 8 Tebu 0.10 0.88 98.30 0.61 - 1.08 0.01 99.95 0.05 9 Kelapa 0.18 1.60 58.77 41.66 1.29 (3.16) 1.44 99.99 0.01 10 Kelapa sawit 0.74 6.58 99.62 - 0.89 (0.89) 0.39 99.87 0.13 11 Tembakau 0.04 0.33 85.57 18.25 - (3.82) - 100.00 -12 Kopi 0.10 0.92 37.56 5.99 1.73 (6.59) 61.31 99.55 0.45 13 Teh 0.01 0.09 83.69 13.08 1.22 (0.23) 2.25 99.18 0.82 14 Cengkeh 0.03 0.25 91.08 0.08 1.44 (0.47) 7.87 99.88 0.12

15 Hasil tanaman serat 0.01 0.07 97.69 - - 1.92 0.39 6.14 93.86

16 Tanaman perkebunan lainnya 0.19 1.66 40.85 5.95 0.31 0.56 52.33 95.56 4.44

17 Tanaman lainnya 0.21 1.87 88.35 10.59 - 0.36 0.71 99.96 0.04

18 Peternakan 0.72 6.42 72.06 28.77 0.93 (2.28) 0.53 94.72 5.28

19 Pemotongan hewan 0.79 7.05 36.34 63.15 - 0.50 0.01 99.70 0.30

20 Unggas dan hasil-hasilnya 1.03 9.15 48.69 57.42 - (6.11) 0.00 99.61 0.39

21 Kayu 0.42 3.73 89.97 4.59 - 5.18 0.26 99.03 0.97

22 Hasil hutan lainnya 0.09 0.84 60.08 32.22 - 4.81 2.89 98.16 1.84

23 Perikanan 1.75 15.55 39.62 61.32 - (2.49) 1.55 99.89 0.11 11.22 100.00 Sektor Pangsa Thd Output Total (%) Pangsa Thd Output Sektor (%) Permintaan (%) Penawaran (%) Permintaan Antara Permintaan Akhir

(5)

B. Produksi dan Produktivitas Komoditi pada Subsektor Tanaman Perkebunan

 Pertumbuhan produksi subsektor tanaman perkebunan dalam 9 (sembilan) tahun terakhir (2002 -2010) rata-rata sebesar 7,26% dengan pertumbuhan tertinggi di tahun 2006 (28,06%). Tingginya pertumbuhan pada tahun 2006 tersebut di dorong oleh peningkatan produksi pada komoditi kelapa sawit sebesar 46,28%. Setelah tahun 2006 pertumbuhan produksi subsektor tanaman perkebunan mengalami perlambatan dan mencapai titik terendah pada tahun 2008 (0,22%). Namun demikian, dalam dua tahun terakhir pertumbuhan produksi subsektor tanaman perkebunan mulai menunjukkan tren yang meningkat. Dari 11 komoditi pada subsektor tanaman perkebunan, komoditas kelapa sawit mempunyai porsi terbesar yakni rata-rata 58,68% (produksi dari 2001 s.d. 2010), kemudian disusul oleh kelapa (13,95%), karet (9,53%), dan tebu (9,43%).

 Produktivitas tanaman perkebunan selama 2002-2010 rata-rata tumbuh sebesar 4,51%. Pada tahun 2010 produktivitas naik cukup signifikan sebesar 3,04% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 0,72%. Sementara itu pada tahun 2008 produktivitas tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan negatif yang disebabkan oleh lebih rendahnya pertumbuhan produksi dibandingkan dengan pertumbuhan luas lahan. Diantara komoditi tanaman perkebunan, komoditi tebu memiliki produktivitas tertinggi dan pada tahun 2010 produktivitasnya mencapai 6,20 ton/ha, sedangkan komoditi perkebunan yang produktivitas paling rendah adalah komoditi jambu mete yang hanya 0,25 ton/ha di tahun 2010.

Grafik 7. Produksi Komoditi Tanaman Perkebunan Grafik 8. Produktivitas Komoditi Tanaman Perkebunan

Sumber: Ditjen Perkebunan Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah

 Kesejahteraan petani pada subsektor tanaman perkebunan rakyat berada di atas kesejahteraan petani sektor pertanian secara umum. Hal ini tercermin dari indeks Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor tanaman perkebunan rakyat yang selalu berada di atas indeks NTP total. Tingginya peningkatan NTP tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2008 diperkirakan di dorong oleh tingginya harga komoditas internasional beberapa komoditi seperti CPO dan Kakao yang menyebabkan peningkatan penerimaan petani. Setelah itu, memasuki periode krisis akhir tahun 2008 NTP tanaman perkebunan turun cukup drastis mencapai level terendahnya sebesar 100,01 pada bulan Desember. Selanjutnya indeks NTP mulai menunjukkan tren peningkatan walaupun kenaikannya belum dapat menyamai tahun 2008. Indeks NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat pada bulan Februari 2011 sebesar 105,79, berada diatas indeks NTP sektor pertanian yaitu 103,33%.

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Karet Kakao Kelapa Kopi

Tebu Tembakau Sawit (sb.kanan) Teh

Lada Kapas Jambu Mete

(ribu ton) (ribu ton)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (ton/ha)

(6)

Grafik 9. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat

Sumber: BPS

C. Perkembangan Neraca Perdagangan

Data ekspor impor subsektor tanaman perkebunan tercermin dari data ekspor impor kelompok kopi, teh, coklat, rempah-rempah (SITC-07); kelompok tembakau & olahan tembakau (SITC-12); kelompok biji-bijian mengandung minyak (SITC-22); dan kelompok karet mentah (SITC-23). Untuk selanjutnya data ekspor impor dari keempat kelompok tersebut akan disebut data ekspor impor subsektor tanaman perkebunan.

 Proporsi ekspor dan impor subsektor tanaman perkebunan terhadap total ekspor dan impor relatif rendah. Pada tahun 2010, proporsi ekspor subsektor tanaman perkebunan terhadap total ekspor Indonesia sebesar 0,09%, sedangkan proporsi impor subsektor tanaman perkebunan terhadap total impor hanya 0,02%.

 Neraca perdagangan subsektor tanaman perkebunan mengalami net ekspor (tahun 2006 s.d. 2010). Dalam kurun waktu tersebut net ekspor subsektor tanaman perkebunan rata-rata sebesar USD5,98 miliar. Net ekspor subsektor tanaman perkebunan pada tahun 2010 mencapai angka tertinggi sebesar USD8,92 miliar. Angka ekspor tercatat USD11,24 miliar, atau naik 233% dibandingkan tahun 2009, sementara impor mengalami kenaikan 123%. Kenaikan ini terutama didorong oleh kenaikan ekspor karet dari USD1,62 miliar pada tahun 2009 menjadi USD7,30 miliar di tahun 2010, atau naik sebesar 352%. Negara tujuan ekspor karet terbesar yaitu ke negara-negara Asia (terutama negara Cina, Jepang, dan Singapura) sebesar USD 3,60 miliar (49,32%) dan negara-negara di kawasan Amerika (terutama ke negara Amerika Serikat, Brazil, dan Kanada). sebesar USD2,45 miliar (33,59%)

 Peningkatan nilai ekspor subsektor tanaman perkebunan disebabkan oleh peningkatan harga komoditi1 tanaman perkebunan. Sementara itu, pertumbuhan volume ekspor cenderung stagnan. Harga komoditi tanaman perkebunan pada tahun 2010 meningkat 197,22% dibandingkan tahun 2009, sedangkan pertumbuhan volume ekspor hanya 12,06%.

1Perhitungan harga komoditi menggunakan pendekatan nilai ekspor dibagi dengan volume ekspor

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 4000.00 85 90 95 100 105 110 115 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2008 2009 2010 2011

NTP Perkebunan Rakyat NTP Total

CPO (Sb.Kanan, MYR/MT) Cocoa (Sb.Kanan, USD/MT)

(7)

Grafik 10. Ekspor Impor Tanaman Perkebunan Grafik 11. Neraca Perdagangan Komoditi Tanaman Perkebunan

Sumber: Data EXIM BI

Grafik 12. Perkembangan Nilai, Volume, dan Harga Ekspor Tanaman Perkebunan

Sumber: Data EXIM BI

D. Keterkaitan dengan Sektor Lain

 Berdasarkan pendekatan linkages dalam tabel Input Output Indonesia Updating 2008, komoditas dalam subsektor tanaman perkebunan tercermin dari karet, tebu, kelapa, kelapa sawit, tembakau, kopi, teh, cengkeh, hasil tanaman serat, dan tanaman perkebunan lainnya.

 Komoditi tembakau memiliki derajat daya penyebaran (power of dispersion) sebesar 1,14, lebih tinggi dibandingkan komoditi tanaman perkebunan yang lain. Derajat penyebaran sebesar 1,14 berarti 1 unit output komoditi tembakau akan mendorong output komoditi sektor ekonomi lainnya sebesar 1,14 unit. Sementara itu, komoditi kelapa sawit memiliki derajat kepekaan (degree of sensitivity) tertinggi dibandingkan komoditi lainnya yaitu 1,02, yang berarti untuk menghasilkan 1 unit output komoditas kelapa sawit dibutuhkan input dari sektor ekonomi lainnya sebesar 1,02 unit.

Tabel 3. Derajat Kepekaan dan Daya Penyebaran Komoditi Subsektor Tanaman Perkebunan

Sumber: Data I-O Updating 2008 BPS, diolah

5.38 5.92 7.37 2.33 8.92 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 2006 2007 2008 2009 2010

Net Ekspor Ekspor Impor

(Miliar USD) -0.30 -0.45 -0.80 -0.58 -1.08 5.38 5.92 7.37 2.33 8.92 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 2006 2007 2008 2009 2010

TOBACCO AND TOBACCO MFD. COFFEE, TEA, COCOA, SPICES OIL SEEDS, NUTS & KERNELS CRUDE RUBBER Total

(Miliar USD) -2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 2006 2007 2008 2009 2010

Nilai (miliar USD. Sb. Kanan) Vol (Sb.kanan)

P Linear (Vol (Sb.kanan))

(Nilai/Volume)

Keterangan Indeks Derajat Kepekaan Indeks Derajat Penyebaran

Karet 0.86 0.94 Tebu 0.97 0.87 Kelapa 0.70 0.86 Kelapa sawit 1.02 0.96 Tembakau 0.64 1.14 Kopi 0.68 0.98 Teh 0.62 0.76 Cengkeh 0.64 0.79

Hasil tanaman serat 0.63 0.75

(8)

 Input utama komoditi tanaman perkebunan adalah benih komoditas tanaman perkebunan kemudian diikuti oleh pupuk dan pestisida, khusus komoditi kelapa sawit diikuti oleh lembaga keuangan. Berdasarkan alokasi outputnya, produksi tanaman perkebunan adalah hasil produksi komoditas tanaman perkebunan dan indutri pengolahan (industri minuman, industri barang karet dan plastik, industri gula, industri minyak & lemak, industri rokok, industri makananan lainnya, dan industri pemintalan).

Tabel 4. Input Utama dan Alokasi Output Komoditi Subsektor Tanaman Perkebunan

Sumber: Data I-O Updating 2008 BPS, diolah

E. Pembiayaan Kredit Subsektor Tanaman Perkebunan

 Kredit pada subsektor tanaman perkebunan terus meningkat dan mendominasi nilai kredit di sektor pertanian. Kredit pada tanaman perkebunan memiliki share yang dominan di dalam kredit sektor pertanian, yakni rata-rata sebesar 66,95%. Nilai kredit subsektor tanaman perkebunan pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp.74.433 miliar, atau 82,78% dari penyaluran kredit di sektor pertanian yang mencapai Rp.89.922 miliar.

 Selama periode 2000-2010 penyaluran kredit subsektor tanaman perkebunan meningkat rata-rata sebesar 16,35% per tahun dari Rp.13.368 miliar di tahun 2000. Dalam kurun waktu tersebut, pertumbuhan kredit tanaman perkebunan mencapai puncaknya pada tahun 2010 sebesar 42,80%. Komoditas tanaman perkebunan yang dominan dibiayai oleh kredit perbankan antara lain kelapa sawit, tembakau, karet, tebu, dan teh.

Input Utama % Komoditi Alokasi Output %

Karet 74.11 Karet 80.71

Industri pupuk dan pestisida 7.16 Industri barang karet dan plastik 10.52

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 4.42 Kegiatan yang tak jelas batasannya 2.06

Industri kimia 3.91 Industri tekstil, pakaian dan kulit 1.01

Perdagangan 1.97 Jasa lainnya 0.87

Tebu 72.63 Tebu 65.50

Industri pupuk dan pestisida 6.82 Industri gula 28.04

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 3.84 Industri minuman 2.46

Bangunan 3.62 Industri makanan lainnya 0.92

Lembaga keuangan 2.77 Industri tepung, segala jenis 0.65

Kelapa 73.80 Kelapa 90.64

Industri pupuk dan pestisida 7.76 Industri minyak dan lemak 4.78

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 4.20 Industri gula 1.54

Bangunan 2.43 Industri tepung, segala jenis 0.53

Lembaga keuangan 1.73 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 0.48

Kelapa sawit 67.52 Kelapa sawit 63.14

Lembaga keuangan 5.72 Industri minyak dan lemak 25.49

Industri pupuk dan pestisida 5.10 Industri kimia 2.89

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 3.03 Industri makanan lainnya 1.10

Bangunan 2.93 Peternakan 0.66

Tembakau 54.03 Tembakau 96.99

Industri pupuk dan pestisida 17.35 Industri rokok 2.96

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 9.16 Restoran dan hotel 0.03

Perdagangan 3.16 Angkutan udara 0.00

Lembaga keuangan 2.97 Angkutan air 0.00

Kopi 66.43 Kopi 95.94

Industri pupuk dan pestisida 11.11 Industri makanan lainnya 2.00

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 5.98 Unggas dan hasil-hasilnya 0.77

Lembaga keuangan 4.76 Peternakan 0.34

Perdagangan 3.80 Pemotongan hewan 0.21

Teh 80.73 Teh 98.78

Industri pupuk dan pestisida 6.34 Industri makanan lainnya 0.49

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 3.38 Industri minuman 0.24

Lembaga keuangan 1.95 Unggas dan hasil-hasilnya 0.19

Perdagangan 1.71 Peternakan 0.08

Cengkeh 78.42 Cengkeh 97.61

Industri pupuk dan pestisida 9.12 Industri rokok 2.33

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 4.77 Restoran dan hotel 0.03

Perdagangan 2.03 Industri minuman 0.01

Lembaga keuangan 0.82 Industri kimia 0.00

Hasil tanaman serat 82.40 Hasil tanaman serat 98.87

Industri pupuk dan pestisida 5.90 Industri pemintalan 0.63

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 3.19 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 0.27

Peternakan 1.12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 0.15

Perdagangan 0.90 Industri bambu, kayu dan rotan 0.04

Tanaman perkebunan lainnya 67.51 Tanaman perkebunan lainnya 80.32

Industri pupuk dan pestisida 11.65 Kegiatan yang tak jelas batasannya 12.22

Penambangan minyak, gas dan panas bumi 6.17 Industri makanan lainnya 1.65

Perdagangan 2.40 Industri minuman 1.04

Bangunan 2.34 Industri kimia 0.81

Karet Tebu Kelapa Kelapa sawit Tembakau Kopi Teh Cengkeh

Hasil tanaman serat

(9)

Grafik 13.

Pembiayaan Kredit Subsektor Tanaman Perkebunan Rata-rata Share Kredit Subsektor Tanaman Grafik 14. Perkebunan

Sumber: LBU, Bank Indonesia Sumber: LBU, Bank Indonesia

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Kredit Pertanian 19,389 20,359 21,788 23,671 32,286 36,598 44,946 55,864 66,095 75,392 89,922 Kredit Kelompok Tanaman Perkebunan 13,368 14,810 15,246 16,148 17,891 22,480 29,557 38,822 45,183 52,125 74,433 Growth Kredit Tanaman Perkebunan 10.79 2.94 5.92 10.79 25.65 31.48 31.35 16.39 15.36 42.80

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 -10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000 100,000 (%) (miliar Rp) Tanaman Perkebunan 67% Lainnya 11% Tanaman Pangan 7% Peternakan 6% Perikanan 5% Kehutanan dan pemotongan kayu(logging) 3% Sarana pertanian 1% Perburuan 0%

(10)

BOKS : Gambaran Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit dan CPO di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia, luas areal dan produksi kelapa sawit berdasarkan publikasi dari data statistik Ditjen Perkebunan adalah seluas 7,82 juta ha dengan produksi 19,84 juta ton pada tahun 2010 yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, penyebaran paling banyak adalah di daerah Sumatera diperkirakan seluas 5,29 Juta hektar. Berdasarkan data Oil World, 47% minyak kelapa sawit (Palm Oil) dunia pada tahun 2010 di produksi oleh Indonesia dan produksi terbesar kedua adalah Malaysia sebesar 39%. Selebihnya negara pemasok minyak kelapa sawit lainnya berasal dari negara Nigeria, Thailand, Kolombia, Ekuador, Papua Nugini, Pantai Gading, dan Brazil.

Tabel 5. Peran Indonesia dalam Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia1993 2010

Sumber: Oil World dan MPOB, Ditjen Perkebunan, CEIC A. Perkembangan Luas Lahan dan Produksi

Produksi kelapa sawit Indonesia terutama berasal dari perkebunan swasta dengan rata -rata jumlah produksi selama 10 tahun terakhir sebesar 7,17 juta ton atau sekitar 50% dari rata-rata jumlah produksi nasional sebesar 14,22 juta ton. Seiring dengan penambahan luas areal perkebunan serta berkembanganya industri kelapa sawit di berbagai wilayah serta membaiknya harga CPO dunia, mendorong produksi kelapa sawit nasional terus meningkat setiap tahun. Pertumbuhan produksi kelapa sawit nasional sebesar rata-rata 10,72% per tahun dengan pertumbuhan produksi tertinggi tahun 2006 (25,28%). Produksi kelapa sawit sempat mencatat pertumbuhan negatif pada tahun 2008 akibat turunnya produksi yang berasal dari perkebunan milik negara (-8,45%) dan perkebunan swasta (-5,56%), sementara produksi kelapa sawit dari perkebunan tanaman rakyat justru meningkat 8,88%.

Grafik 15. Produksi Kelapa Sawit

Sumber: Ditjen Perkebunan

Grafik 16. Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit

Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah

Malaysia Indonesia Nigeria Thailand Kolombia Lainnya Dunia

Produksi (000 ton) 7,403 3,421 645 297 324 1,716 13,806 Share (%) 53.62 24.78 4.67 2.15 2.35 12.43 100.00 Produksi (000 ton) 10,842 7,000 740 525 524 2,196 21,827 Share (%) 49.67 32.07 3.39 2.41 2.40 10.06 100.00 Produksi (000 ton) 15,823 17,373 835 1,020 732 2,890 38,673 Share (%) 40.91 44.92 2.16 2.64 1.89 7.47 100.00 Produksi (000 ton) 17,735 19,200 860 1,160 800 3,149 42,904 Share(%) 41.34 44.75 2.00 2.70 1.86 7.34 100.00 Produksi (000 ton)

17,565 19,400 N.A N.A N.A N.A N.A

Share(%) - - -

-Produksi (000 ton)

16,994 20,480 N.A N.A N.A N.A 43,574

Share(%) 39.00 47.00 - - - - -2009 2010 Keterangan 1993 2000 2007 2008 8.40 9.62 10.44 10.83 11.86 17.35 17.66 17.54 18.64 19.84 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara

Perkebunan Swasta Total

juta ton -20.00 -15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara

Perkebunan Swasta Total

(11)

Kepemilikan lahan kelapa sawit telah mengalami pergeseran semenjak tahun 1990-an. Semula perkebunan kelapa sawit sebagian besar dimiliki oleh perkebunan milik negara kemudian setelah terjadi investasi besar-besaran dari perkebunan swasta maka kini perkebunan swasta mendominasi perkebunan kelapa sawit. Luas areal lahan kelapa sawit milik swasta pada tahun 2010 sendiri sebesar 3,89 juta ha, sementara milik perkebunan rakyat dan milik negara masing-masing 3,31 juta ha dan 0,62 juta.

Produktivitas rata-rata perkebunan kelapa sawit tahun 2001-2010 sebesar 2,25 ton/ha. Pada tahun 2010, produktivitas perkebunan kelapa sawit mencapai 2,54 ton/ha atau tumbuh 2,15% dibanding tahun 2009.

Grafik 17. Luas Areal & Kepemilikan Perkebunan Kelapa Sawit

B. Konsumsi

Pada tahun 2010, sekitar 59% produksi minyak kelapa sawit (CPO) diekspor ke luar negeri, sementara sisanya diserap untuk konsumsi dalam negeri. Konsumsi minyak kelapa sawit domestik dominan digunakan oleh industri minyak goreng (25%), sedangkan sisanya digunakan untuk kepentingan biofuel (7%), industri oleokimia (4%), margarine (3%), dan sabun (2%).

Grafik 18. Konsumsi Kelapa Sawit

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 *) 2010 * *)

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta

(ribu ha) 59% 25% 7% 4% 3% 2% 41%

ekspor Migor Biofuel Oleokimia Margarin sabun

Domestik Ekspor

Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah

(12)

C. Harga

Seiring dengan meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu komoditi yang digunakan dalam pembuatan bio energy untuk alternatif bahan bakar, harga minyak kelapa sawit mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Sejak tahun 2002, harga komoditi tersebut telah meningkat 104,8% dari MYR1.355,87/MT menjadi MYR2.776,60/ MT. Harga minyak kelapa sawit mencapai puncaknya pada tahun 2008 sebesar MYR 2.836,78/MT, kemudian mengalami penurunan sebesar 20,11% pada tahun 2009 akibat krisis ekonomi global yang terjadi di akhir tahun 2008. Setelah mulai mengalami perbaikan ekonomi, harga komoditi tersebut kembali meningkat sebesar 22,52% di tahun 2010. Hingga bulan Maret 2011 secara rata-rata harga minyak kelapa sawit telah meningkat 34,97% dan berada pada level MYR3.747,67/MT.

Tingginya harga CPO internasional mendorong terjadinya inflasi komoditi minyak goreng dalam Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Dengan rata-rata kenaikan harga CPO Internasional sebesar 11,72%/tahun (2003-2010), IHK dan IHPB minyak goreng rata-rata mengalami inflasi sebesar 9,26% dan 4,74% per tahun. Inflasi IHK minyak goreng tertinggi terjadi pada tahun 2007 (38,86%) seiring dengan pertumbuhan harga CPO internasional yang mencapai 61,42%.

Grafik 19. Perkembangan Harga CPO & Inflasi Minyak Goreng

Sumber: BPS, CEIC D. Perkembangan Ekspor

Komoditas minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berkontribusi terhadap penerimaan devisa negara yang dapat diandalkan. Hal ini tercermin dari nilai dan volume ekspor minyak kelapa sawit yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, share ekspor komoditi minyak kelapa sawit terhadap total ekspor non migas adalah sebesar 10,54% atau berada di urutan kedua setelah komoditi batubara 13,81%. Nilai ekspor pada tahun 2010 mencapai USD13,65 miliar dengan jumlah volume ekspor 16,16 juta ton. Nilai ekspor tersebut telah meningkat 578,5% dibandingkan tahun 2002, sementara volume ekspor naik 172,4%. Negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar periode Januari 2011 yaitu India (26,6%), Malaysia (20,4%), Belanda (7,8%), dan Singapura (6,9%).

Jumlah impor produk minyak kelapa sawit tidak terlalu signifikan dibandingkan jumlah ekspor. Walaupun mengalami pertumbuhan sebesar 87,9%, namun nilai impor minyak kelapa sawit pada tahun 2009 hanya sebesar 16,82 juta ton dengan volume 24.484 ton.

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 IHPB_Migor IHK_migor Harga CPO Internasional

(Indeks) (MYR/MT)

38,86 % 104,78

(13)

Grafik 20. Perkembangan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Grafik 21. Perkembangan Impor Minyak Kelapa Sawit

Sumber: Bank Indonesia, CEIC Sumber: Ditjen Perkebunan

Untuk melindungi kebutuhan konsumsi domestik mengingat tingginya harga CPO internasional, maka pemerintah mengenakan pajak ekspor yang besarnya tergantung terhadap Harga Patokan Ekspor (HPE) CPO dengan berpedoman pada harga rata-rata minyak sawit mentah (Cost Insurance and Freight/CIF) di Rotterdam, Belanda. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar, Bea Keluar (BK) produk kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya untuk bulan Maret 2011 sebesar 25% atau tetap dibandingkan bulan sebelumnya dengan harga referensi CPO bulan Maret sebesar USD1.294,53/ metrik ton. Sementara BK untuk bulan April 2011 ditetapkan sebesar 22,5% dengan HPE USD1.207,53 per metrik ton.

E. Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah

 Isu lingkungan yang menyebabkan produk CPO Indonesia sulit menembus pasar Uni Eropa. Produk CPO Indonesia diisukan tidak ramah lingkungan dan berasal dari penggundulan hutan dan lahan gambut. Pengembangan kebun sawit ini diperkirakan melepaskan jutaan ton karbon dioksida (CO2) dan membuat Indonesia menjadi kontributor emisi CO2 terbesar ketiga di dunia sehingga menimbulkan efek rumah kaca dan mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim. Saat ini di UE terdapat aturan EU Directive mengenai ketentuan emisi rumah kaca yang akan diberlakukan pada 2011. Dalam aturan tersebut negara UE tidak bisa mengimpor CPO karena dianggap komoditas tersebut tidak memenuhi ketentuan mengenai pembatasan emisi mereka. Akibatnya, CPO tidak bisa masuk ke pasar UE2 . Namun demikian saat ini Pemerintah sedang menjajagi kerjasama dengan Serbia-Montenegro untuk ekspor CPO ke negara tersebut. Hal ini dilihat sebagai potensi bagi produk CPO Indonesia untuk dapat memasuki pasar kawasan Eropa Timur.

 Infrastruktur industri CPO nasional termasuk akses jalan dan konektivitasnya dengan pengangkutan di pelabuhan masih kurang memadai. Selama ini jalan di sentra-sentra perkebunan sawit, terutama di kabupaten, untuk mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit) masih banyak yang rusak.

 Masalah lain yang dihadapi industri CPO adalah pertumbuhan industri yang kurang selaras dengan pertumbuhan industri turunannya. Pertumbuhan industri CPO dan produk CPO selama ini hanya diikuti pertumbuhan industri hulu, seperti industri fatty acid, fatty alcohol, glycerine, methyl esther. Pemanfaatan CPO belum dilakukan secara optimal untuk pengembangan industri hilir. Produk

2Sumber : http://www.sawitwatch.or.id; http://www.datacon.co.id/CPO2-2009Sawit.html

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Volume (ribu ton) Nilai (juta USD) Harga CPO (sb.kanan)

MYR/MT 4,745 3,267 5,094 8,366 2,494 7,036 8,953 16,822 0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Nilai (Sb.Kiri) Volume (Sb.Kanan)

(Ton) (ribu USD)

(14)

industri hilir hasil olahan CPO seperti surfactant, farmasi, kosmetik, dan produk kimia dasar organik pengembangannya masih cukup minim4.

 Program pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 hanya satu yaitu peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Kegiatan yang fokus dilakukan terkait dengan komoditi kelapa sawit yaitu revitalisasi perkebunan, penyediaan bahan tanaman sumber bahan bakar nabati/bio-energi, pengembangan komoditi ekspor, serta dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan.

Tabel 5. Fokus pembangunan perkebunan tahun 2011

Sumber: Dirjen Perkebunan

 Pemerintah telah siap menerapkan standar produksi minyak sawit berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) untuk mendukung peningkatan daya saing komoditas sawit di pasar internasional. ISPO merupakan rangkuman dari beberapa produk hukum terkait penyelenggaraan industri minyak sawit seperti undang-undang tentang kehutanan, undang-undang tentang perkebunan, undang-undang tentang lingkungan hidup dan undang-undang tentang tenaga kerja. Tujuan ISPO untuk meningkatkan kepedulian pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelanjutan, meningkatkan tingkat kompetisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia, dan mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Saat ini sifat ISPO masih berupa Surat Edaran dan belum menjadi kewajiban sampai dengan 20123.

(15)

GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR TERPILIH

Grafik 22. Produksi Minyak Mentah

Grafik 23. Produksi Kondensat

Grafik 24.

Produksi Kendaraan Non Niaga

Grafik 25.

Penjualan Kendaraan Non Niaga

Grafik 26. Produksi Kendaraan Niaga

Grafik 27. Penjualan Kendaraan Niaga

-12.0 -8.0 -4.0 0.0 4.0 8.0 12.0 16.0 -8.0 -4.0 0.0 4.0 8.0 12.0 16.0 20.0 24.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm) -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm ) -40.0 -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 -60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm) -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm) -60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 -80.0 -60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm) (% yoy) -40.0 -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 -60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm) (% yoy)

(16)

Grafik 28. Produksi Sepeda Motor

Grafik29. Penjualan Sepeda Motor

Grafik 30. Ekspor Besi dan Baja

Grafik 31. Konsumsi Semen

Grafik 32. Ekspor Kayu Lapis

Grafik 33. Ekspor Kayu Gergajian

-40.0 -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm) -40.0 -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm) -60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 -80.0 -60.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm) (% yoy) -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 -40.0 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm) -75.0 -50.0 -25.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 -75.0 -50.0 -25.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm) (% yoy) -50.0 -25.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 -100.0 -75.0 -50.0 -25.0 0.0 25.0 50.0 75.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm)

(17)

Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih

17

Grafik 34.

Penjualan Minyak Diesel

Grafik 35.

Penjualan Listrik ke Sektor Industri

Grafik 36.

Penjualan Listrik ke Bisnis/Perdagangan

Grafik 37. Penjualan Listrik Total

Grafik 38. Kunjungan Wisman

Grafik 39.

Tingkat Hunian Hotel - Jakarta

-50.0 -25.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 -75.0 -50.0 -25.0 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm) (% yoy) -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm ) (% yoy) -6.0 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% m-t-m ) (% yoy) -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% mtm ) (% yoy) -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm ) -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm )

(18)

Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih

18

Grafik 40.

Tingkat Hunian Hotel - Bali

-30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 -25.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 2009 2010 yoy mtm (% yoy) (% mtm )

Gambar

Grafik 3. Pertumbuhan Tahunan  Grafik 4. Kontribusi Pertumbuhan Terhadap PDB
Grafik 5. Pangsa Subsektor Terhadap PDB Total  Grafik 6. Indek Deflator Subsektor
Grafik 7. Produksi Komoditi Tanaman Perkebunan  Grafik 8. Produktivitas Komoditi Tanaman  Perkebunan
Grafik 9. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat
+7

Referensi

Dokumen terkait

efektivitas dari mesin/peralatan adalah dengan metode OEE ( Overall Equipment2. Effectiveness) , metode OEE adalah besarnya efektivitas yang dimiliki

Setiap stasiun televisi memiliki kekuatan berbeda-beda dalam mengakuisisi program, contohnya di RCTI, mereka lebih banyak mengakuisisi program lokal dibanding dengan

yang mana rataan total biaya produksi tertinggi pada perlakuan P0 (Penggunaan ransum kontrol dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0% dan tepung ikan komersil

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Berat Badan Domba Ekor Tipis yang Diinfeksi Haemonchus contortus adalah

Sesuai  dengan  Pasal  3  Anggaran  Dasar  Perseroan,  maksud  dan  tujuan  Perseroan  adalah  berusaha  dalam  bidang  industri  konstruksi,  industri 

Teknik aplikasi yang digunakan adalah dengan melakukan penyemprotan pada tanaman uji sesuai dengan petak-petak perlakuan yang sudah dibagi dengan rancangan acak

adanya peningkatan nilai rata-rata pascates yang signifikan antara siswa kelas eksperimen yang menggunakan video keindahan alam dengan siswa kelas kontrol yang

Perancangan Dinding Penahan Gabion Sebagai Alternatif Perkuatan Badan Jalan Ruas Cantilan – Subang STA 0 + 400 sampai STA 0 + 425, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Tugas Akhir