• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1. Rerangka Penelitian 25. xiv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1. Rerangka Penelitian 25. xiv"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penerimaan pajak tahun 2012 diperkirakan mencapai 74,8 persen dari total perkiraan penerimaan negara (Suplemen Pajak: Manfaat Pajak Untuk Kesejahteraan, 2012). Sementara memasuki tahun 2013, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.193 triliun atau sekitar 78 persen dari total penerimaan negara (Manurung, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pajak telah menjadi tulang punggung penyelenggaraan negara. Tidak akan mungkin negara ini bisa berdiri dan mensejahterakan rakyatnya tanpa pajak (Siregar, 2012).

Salah satu fungsi pajak adalah sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya (Mardiasmo, 2011). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menegaskan bahwa pajak digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kebutuhan masyarakat memerlukan dana besar yang tidak dapat disediakan oleh individu ataupun masyarakat sendiri sehingga diperlukan adanya pemerintah yang menjembatani kebutuhan ini melalui pengumpulan pajak dari warga negaranya (Murkur, 2001 dalam Fagbemi et al., 2010). Bentuk-bentuk penggunaan pajak adalah diantaranya untuk pembangunan fasilitas dan infrastruktur, pendidikan murah, kesehatan murah, pertahanan dan keamanan, subsidi BBM, energi dan pangan, penegakan hukum yang adil, penanggulangan bencana yang cepat dan tuntas, pelestarian budaya sampai

(3)

2

penyelenggaraan pemilihan umum yang aman, tertib dan lancar (Suplemen Pajak: Manfaat Pajak Untuk Kesejahteraan, 2012). Maka, penerimaan pajak menjadi hal yang penting dan perlu ditingkatkan.

Untuk meningkatkan penerimaan pajak, kepatuhan pajak adalah hal yang diharapkan pemerintah setiap negara. Pemerintah Indonesia sendiri menginginkan adanya peningkatan persentase kepatuhan wajib pajak (Manurung, 2013). Kepatuhan pajak (tax compliance) adalah melaporkan penghasilan sesuai dengan peraturan pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tepat waktu dan membayarnya dengan tepat waktu (Franzoni, 1999 dalam Manurung, 2013).

Namun kenyataan yang ada tidak sesuai dengan harapan kepatuhan tersebut. Pengelakan pajak atau tindakan manipulasi pajak justru menjadi fenomena umum di banyak negara dan menyebabkan kerugian pada negara. Di Amerika, hal ini menimbulkan kerugian negara sekitar US$300 miliar (billion) setahun (About the show: The American Tax Cheat, 2011). Di Italia, jumlah yang tidak terbayar akibat pengelakan pajak mencapai €285 miliar (D.L., 2013). Di China, Pengelakkan Pajak bahkan diperlombakan oleh beberapa eksekutif dan menyebabkan pemerintah China kehilangan lebih dari 1 triliun yuan (Epoch Times Staff, 2012). Sementara di Indonesia, Pengelakkan Pajak menimbulkan kerugian negara sebesar Rp158 triliun (Prabowo, 2012).

Berbagai model telah dikembangkan para ekonom untuk meningkatkan kepatuhan pajak dengan melihat ke dalam berbagai perspektif: perspektif ekonomik (Allingham & Sandmo, 1972 dalam Molero & Pujol, 2012), perspektif filosofis (Crowe, 1944 dalam McGee, 2006), dan perspektif perilaku manusia atau moralitas (Molero & Pujol, 2012; Maciejovsky et al., 2012; Alm & Torgler, 2011).

(4)

3

Perspektif ekonomik atau sering disebut juga perspektif keuangan publik menemukan variabel-variabel yang berkaitan dengan utilitas finansial pembayar pajak, yaitu peluang diaudit dan tingkat denda jika tertangkap. Guru Besar Fakultas Ekonomi Manajemen IPB, Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si juga menemukan dalam penelitiannya bahwa semakin tinggi peluang pemeriksaan pajak dan semakin besar denda, semakin besar pula kepatuhan wajib pajak (Media Indonesia, 2010).

Namun untuk meningkatkan peluang pemeriksaan pajak dibutuhkan tenaga pemeriksa atau fiskus yang banyak. Padahal, jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak sampai dengan akhir tahun 2011 hanya sebesar 31.736 orang (Direktorat Jenderal Pajak, 2011) dari total 65 juta wajib pajak yang diperkirakan memiliki penghasilan kena pajak (Suplemen Pajak: Manfaat Pajak Untuk Kesejahteraan, 2012) atau sekitar 0.05%. Direktur Humas P2 Pajak, Kismantoro Petrus mengungkapkan bahwa jumlah pegawai pajak yang minim menyebabkan penerimaan negara menjadi sangat rendah (Kusuma, 2013). Hingga tahun 2013, Dirjen Pajak masih mengaku kekurangan pegawai sehingga banyak area yang belum tersentuh pajak (Hida, 2013). Maka, solusi pemecahan dari perspektif lain diperlukan untuk mengatasi masalah keterbatasan Sumber Daya Manusia ini.

Pengelakan pajak tidak bisa dijelaskan hanya dari pertimbangan keuangan saja (Alm & Torgler, 2011). Orang rasional akan selalu melaporkan Penghasilan Kena Pajaknya lebih rendah untuk memaksimalkan utilitasnya. Tetapi pada kenyataannya, bahkan di negara-negara dengan tingkat pengelakan pajak yang tinggi pun, tetap saja ada orang-orang yang benar-benar membayar pajaknya sepanjang waktu (Alm & Torgler, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor

(5)

4

lain yang mempengaruhi kepatuhan pajak selain utilitas atau pertimbangan keuangan.

McGee (2006) melakukan studi literatur dari perspektif filosofis suku-suku bangsa dan menyimpulkan tiga pandangan tentang pengelakan pajak: pengelakan pajak tidak pernah etis, pengelakan pajak selalu etis, dan pengelakan pajak etis dalam kondisi tertentu. Kesimpulan pada penelitian McGee (2006) menyatakan bahwa mungkin lebih baik memeriksa kekuatan atau kelemahan argumen-argumen dari suatu pandangan daripada melihat segmen mana dari populasi yang menyakini pandangan tertentu. Jika hal ini dilakukan, maka mungkin pengelakan pajak dapat dinilai etis dalam beberapa kondisi khusus.

Perspektif perilaku manusia (moralitas) merupakan pengembangan dari perspektif filosofis dengan melihat argumen-argumen pandangan tiap filosofi. Perspektif perilaku manusia banyak diteliti dengan berbagai variabel perilaku manusia yang mempengaruhi pandangan atau justifikasinya terhadap pengelakan pajak. Dalam hubungannya dengan kepatuhan pajak, semakin tinggi justifikasi etis pengelakan pajak, kepatuhan pajak akan semakin rendah, vice versa (Maciejovsky et al., 2012).

Di Indonesia, studi empiris terdahulu menemukan faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kemauan membayar pajak, yaitu pengetahuan tentang pajak (Anintyarini, 2004; Nugroho & Zulaikha, 2012); pelayanan fiskus yang berkualitas (Dewi, 2011; Nugroho & Zulaikha, 2012); dan persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan (Nugroho & Zulaikha, 2012).

Menjawab faktor-faktor ini, modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan sejak tahun 2007 telah menekankan reformasi pada manajemen SDM

(6)

5

(terkait pelayanan fiskus yang berkualitas), pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan edukasi perpajakan (terkait pengetahuan tentang pajak), dan penerapan tata kelola yang baik (terkait efektivitas sistem perpajakan) (Direktorat Jenderal Pajak, 2007). Rasio kepatuhan mengalami peningkatan tajam dari 30,21% menjadi 58,16% sejak tahun 2007 hingga 2010, namun mengalami sedikit penurunan menjadi 52,74% pada tahun 2011 (Direktorat Jenderal Pajak, 2011).

Meski secara umum telah mengalami peningkatan rasio kepatuhan, namun data empiris menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum membayar pajak padahal mampu membayar pajak. Data Empiris dari Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan bahwa dari 60 juta Orang Pribadi (OP) yang diperkirakan memiliki penghasilan di atas PTKP dan 5 juta Badan Usaha yang diperkirakan memiliki laba usaha, hanya terdapat 8,8 juta wajib pajak OP yang melaporkan SPT pada tahun 2011 dan 520 ribu wajib pajak Badan yang melaporkan SPT pada tahun 2011. Rasio SPT OP terhadap OP bekerja di atas PTKP adalah sebesar 14,7% dan rasio SPT Badan terhadap Badan Usaha adalah sebesar 10,4% (Suplemen Pajak: Manfaat Pajak Untuk Kesejahteraan, 2012). Penelitian Suwardi (2013) juga menunjukkan adanya praktik pengurangan pajak melalui manajemen laba. Lebih lanjut, Aviliani, Pengamat Ekonomi sekaligus Komisaris Independen BRI, berpendapat bahwa masih ada lebih dari 80 persen potensi pajak yang bisa terus digali (Suplemen Pajak: Manfaat Pajak Untuk Kesejahteraan, 2012). Aviliani juga mengungkapkan bahwa sektor informal jumlahnya sekitar 70% dan tidak tersentuh secara langsung oleh pajak. Kondisi ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kepatuhan pajak masih rendah dan ada faktor

(7)

6

lain selain yang telah ditemukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat meningkatkan kepatuhan pajak.

Molero & Pujol (2012) meneliti moral pajak atau mentalitas dengan empat variabel independen. Variabel-variabel independen tersebut adalah keluhan dalam makna absolut, keluhan dalam makna relatif, rasa tanggung jawab, dan rasa solidaritas. Penelitian Molero & Pujol menunjukkan bahwa justifikasi pengelakan pajak dapat dijelaskan oleh variabel keluhan dalam makna absolut dan keluhan dalam makna relatif. Rasa tanggung jawab dan rasa solidaritas juga mempengaruhi, namun pada tingkat yang lebih rendah. Selanjutnya, penelitian Maciejovsky et al. (2012) menunjukkan bahwa justifikasi pengelakan pajak mempengaruhi kepatuhan pajak. Maka, empat variabel independen yang diteliti Molero & Pujol berpotensi menjadi faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia.

Hasil penelitian Molero & Pujol cukup signifikan dengan sampel di Spanyol. Namun hasil ini belum tentu sama bila diterapkan di Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan oleh teori relativisme etis. Relativisme etis adalah teori bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan-keyakinan yang berbeda, dan tidak ada cara rasional untuk menentukan apakah suatu tindakan benar atau salah secara moral selain dengan menanyakan kepada orang-orang di masyarakat tersebut apakah mereka meyakini tindakan tersebut benar atau salah secara moral (Velasquez, 2006).

Kondisi nyata masih rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia dan sulitnya solusi dari sisi pemeriksaan karena terbatasnya SDM pegawai pajak menyebabkan solusi dari sisi etika relevan untuk dipertimbangkan. Variabel yang digunakan

(8)

7

oleh Molero & Pujol (2012) akan digunakan dalam penelitian ini untuk diuji hubungannya dengan kepatuhan pajak di Indonesia. Variabel-variabel ini, sejauh pengetahuan penulis, belum diteliti di Indonesia, sementara variabel-variabel yang sudah diteliti ternyata masih kurang ampuh dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Karena kondisi-kondisi tersebut, penelitian ini menjadi relevan dari sisi praktis maupun teoretis.

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan mengikuti penelitian Molero dan Pujol (2012), yaitu pada mahasiswa, untuk menghilangkan intervensi faktor manfaat pengelakan pajak. Molero dan Pujol (2012) berargumen bahwa mahasiswa belum pernah merasakan manfaat melakukan pengelakan pajak sehingga pengaruh faktor manfaat pengelakan pajak dapat dihilangkan dengan pemilihan sampel mahasiswa. Hal ini penting dalam meningkatkan reliabilitas studi agar variabel-variabel yang diuji serendah mungkin dipengaruhi variabel lain yang tidak relevan.

1.2 Rumusan masalah

Bagian latar belakang telah menunjukkan bahwa kepatuhan pajak perlu ditingkatkan melalui berbagai upaya. Salah satu upaya yang sesuai dan relevan dalam kondisi keterbatasan Sumber Daya Manusia saat ini adalah dengan melihat pada aspek perilaku manusia atau moralitas. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah variabel-variabel perilaku manusia mempengaruhi kepatuhan pajak.

(9)

8

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menguji secara empiris apakah keluhan dalam makna absolut mempengaruhi justifikasi pengelakan pajak

b. Untuk menguji secara empiris apakah keluhan dalam makna relatif mempengaruhi justifikasi pengelakan pajak

c. Untuk menguji secara empiris apakah rasa tanggung jawab mempengaruhi justifikasi pengelakan pajak

d. Untuk menguji secara empiris apakah rasa solidaritas mempengaruhi justifikasi pengelakan pajak

e. Untuk menguji secara empiris apakah justifikasi pengelakan pajak mempengaruhi kepatuhan pajak

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Bagi dunia akademis sebagai bukti empiris tentang faktor-faktor perilaku manusia yang mempengaruhi kepatuhan pajak melalui justifikasi pengelakan pajak,

b. Bagi dunia praktis untuk mendukung pengambilan keputusan.

a. Pertama, jika penelitian ini menunjukkan bahwa keluhan dalam makna absolut mempengaruhi kepatuhan pajak, maka pemerintah sebagai pembuat kebijakan dapat merancang sistem perpajakan yang tidak menimbulkan keluhan tersebut, seperti menurunkan

(10)

9

tarif pajak yang terlalu tinggi; memastikan dana publik tidak dihamburkan; menurunkan tingkat korupsi uang pajak; atau menurunkan tingkat penerimaan uang gelap untuk memperlancar suatu perizinan,

b. Kedua, jika penelitian ini menunjukkan bahwa keluhan dalam makna relatif mempengaruhi kepatuhan pajak, maka pemerintah harus melakukan sosialisasi untuk memberitahukan kepada masyarakat luas bahwa pengelakan pajak sulit untuk dilakukan oleh siapa pun dengan sistem yang baru,

c. Ketiga, jika penelitian ini menunjukkan bahwa rasa tanggung jawab mempengaruhi kepatuhan pajak, maka pemerintah dapat melakukan usaha sosialisasi atau pendidikan sejak dini untuk meningkatkan rasa kewajiban generasi pembayar pajak kini dan masa depan,

d. Keempat, jika penelitian ini menunjukkan bahwa rasa solidaritas mempengaruhi kepatuhan pajak, maka pemerintah harus melakukan upaya untuk meningkatkan rasa solidaritas di dalam masyarakat.

1.5 Sistematika penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan disusun sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

(2014), yang menyatakan apabila nilai 4 indikator tersebut semuanya positif, maka komoditas tersebut berdaya saing sangat tinggi. Namun, dalam penelitiannya diperoleh hasil

[r]

Hasil survey awal yang dilakukan terhadap rumah 24 orang pasien TB paru yang peneliti lakukan pada tanggal 22 November 2017 di wilayah kerja Puskesmas IV

Berdasarkan banyaknya calon tenaga kerja yang ingin bekerja ke luar negeri, maka diambil dari 5 orang sebagai contoh penerapan metode Multi Objective Optimization On The

Dalam penyusunan perda RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2014-2019, selain beberapa peraturan perundang-undangan terkait yang menjadi landasan hukum namun masih

Keterkaitan antara penelitian relevan tersebut dengan penelitian ini yaitu penggunaan metode sugesti imajinasi dapat meningkatkan keterampilan menulis peserta didik,

Buatlah aplikasi VB tanpa form akan tetapi jika ingin membuat aplikasi yang di tulis dengan VB menggunakan form, sebaiknya Anda bersiap-siaplah untuk migrasi

Rendahnya kecernaan bahan kering pada jonga-jonga dan kulit buah coklat dapat pula disebabkan oleh faktor metodologi seperti karakteristik pakan yang