• Tidak ada hasil yang ditemukan

A00188

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " A00188"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Kemusisian seorang Musisi Akademik dan Musisi Swadidik

Manakah yang lebih penting antara pendidikan formal akademik dan kualitas kesenimanan seorang musisi? Atau bila pertanyaan ini disederhanakan menjadi: apakah gelar akademik diperlukan dalam sebuah penyajian seni (dalam hal ini musik)? Pertanyaan ini nampaknya telah memicu sebuah perdebatan yang tiada habisnya. Salah satu alasan utama pemicu perdebatan ini yaitu kenyataan di lapangan bahwa ada sebagian musisi penyandang gelar akademik musik, namun yang dalam praktiknya kurang mengesankan dibandingkan musisi-musisi swadidik. Sehingga pertanyaan sarkastik ini seolah-olah melegitimasi kesangsian publik akan luaran yang dihasilkan oleh institusi pendidikan tinggi seni. Muncul kesan bahwa luaran yang dihasilkan oleh institusi pendidikan tinggi seni seringkali kurang mengikuti perkembangan seni musik di dunia nyata.

Dalam sebuah diskusi antara Rizal Alexander Tandrio dan Michael Budiman Mulyadi berkaitan dengan tulisan Michael berjudul “Bila Gelar menjadi Alat Intimidasi”, Michael menuliskan sebagai berikut: “…… Dalam dunia pertunjukan saya pun sering melihat pertunjukan yang mengagungkan gelarnya tapi dalam hal kualitas permainan di atas panggung tidak sesuai, padahal gelarnya sudah mencolok di atas poster…”. Michael yang merupakan pengaba utama Orkes Universitas Indonesia memang bukanlah seorang musisi akademik, namun ia merupakan seorang kritikus musik yang baik. Pendapatnya di atas bisa saja merepresentasikan sikap apriori sebagian orang terhadap musisi akademik di Indonesia.

Artikel ini sendiri akan mencoba mendiskusikan kedua polaritas ini secara proporsional, dengan melihat kelebihan maupun kekurangan dari masing-masing kutub. Sehingga diharapkan pembaca dapat memperoleh informasi yang seimbang untuk membuat sebuah penilaian apakah pendidikan akademik relevan dan signiikan dengan dengan kualitas kesenimanan seorang musisi.

Kelebihan dan Kekurangan Musisi Swadidik dan Akademik

Aisha Pletscher, seorang pianis Indonesia ternama pernah berkata bahwa gelar hanya berlaku di dunia akademik. Dengan kata lain Aisha ingin mengatakan bahwa di luar dunia akademik, kualitas kemusisian seseorang ditentukan berdasarkan karyanya dan bukan sederetan gelar yang mentereng. Pendapat ini bisa saja benar bila dikaitkan dengan fakta yang terjadi di Indonesia terutama bila contohnya adalah paduan suara. Sebagian besar musisi koral papan atas yang saat ini mendominasi dunia paduan suara Indonesia, misalnya: Adi Didut Nugroho, Agustinus Bambang Jusana, Agus Yuwono, Aning Katamsi, Arvin Zeinullah, Roni Sugiarto dan Yosafat Rannu Leppong, bukanlah musisi jebolan institusi tinggi seni musik. Bila kita ingin membuat pengecualian, maka mungkin Aning satu-satunya musisi diantara nama-nama di atas yang menempuh jalur pendidikan non formal musik yang kuat. Namun toh demikian latarbelakang pendidikan musik non formal yang ditempuhnya di Yayasan Pendidikan Musik Jakarta tetaplah berbeda dengan jalur pendidikan musik formal.

Proses pembelajaran

Karena sistem pembelajaran yang murni bergantung pada observasi dan partisipasi, maka para musisi swadidik menempuh waktu pendidikan yang jauh lebih panjang dibandingkan dengan musisi akademik. Namun sistem pendidikan yang sepenuhnya

mendasarkan pada pengalaman langsung dan uji coba ini, biasanya akan melekat lama dalam ingatan dibandingkan materi-materi tertulis yang disampaikan secara tutorial dalam perkuliahan. Selain itu musisi-musisi swadidik biasanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sangat spesiik dan sesuai dengan minat mereka. Sebagai contoh bila mereka menggeluti paduan suara, maka pengetahuan dan ketrampilannya akan berkutat di sekitar topik paduan suara saja.

Berkaitan dengan gelar akademik dan pengalaman, almarhum Steve Jobbs pernah berkata, “Saya tidak akan mengabaikan nilai pendidikan yang tinggi, hanya saja itu akan mengurangi pengalaman.” Steve Jobbs

Apakah Gelar Diperlukan dalam Sebuah Penyajian Musik?

Ditulis oleh Agastya Rama Listya

(2)

etiket berkendaraan belum tentu ia memiliki kedua hal tersebut.

Idealnya seorang musisi yang baik bukan hanya memiliki ketrampilan praktis bermusik, namun juga dibekali pengetahuan musik yang bersifat fundamental. Pengetahuan akademik yang diperoleh seseorang dapat diibaratkan sebagai fondasi yang kokoh dalam membangun karir seorang musisi. Pengetahuan musik yang baik dapat menolong seorang musisi mengembangkan musikalitasnya secara optimal. Pengalaman sangat penting, namun pengetahuan sebagai dasar juga tidak kalah

pentingnya. Jadi pendidikan atau gelar akademik tidak

hanya memiliki korelasi dengan dunia akademik, namun juga dengan karir kesenimanan seorang musisi.

Apabila dalam kenyataan yang ada sebagian musisi akademik di Indonesia belum menunjukkan performa yang selaras dengan pendidikan akademik yang dijalaninya, maka itu sepenuhnya bersifat kasuistik. Sudah seharusnya kenyataan ini menjadi teguran bagi para musisi akademik untuk menyelaraskan antara capaian akademik dan prestasi musikalnya sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pendidikan dan kualitas kesenimanannya.

Salatiga, 16 Desember 2015 berpendapat demikian karena ia menilai bahwa

pengalaman merupakan salah satu hal penting yang biasanya terabaikan dalam dunia pendidikan. Walaupun belakangan paradigma pendidikan sudah mulai berubah ke pemecahan masalah (problems solving) yang berorientasi pada pengalaman, namun sayangnya paradigma pendidikan musik di Indonesia masih terpusat pada guru sebagai pemberi informasi tunggal. Jadi dalam sistem pembelajaran seperti ini, tugas utama mahasiswa atau siswa adalah merekam dan mengingat apa yang diajarkan oleh dosen atau gurunya.

Belajar dengan cara melakukan atau mengalami (learning by doing atau experiencing) merupakan sebuah metode pembelajaran yang sangat efektif. Walaupun harus diakui bahwa melalui metode ini jawaban terhadap suatu permasalahan tidak akan didapatkan secara langsung, namun pengalaman yang diperoleh akan mengendap lama. Seorang pembelajar swadidik biasanya akan lebih mudah menularkan pengalamannya kepada para anggotanya yang

mengalami permasalahan yang sama terutama dalam bidang olah vokal. Penyebab utamanya adalah karena ia sendiri pernah melewati kesulitan yang sama dan berhasil mengatasinya.

Namun pada saat yang sama seorang musisi swadidik juga akan mengalami kesulitan dalam mencari

pemecahan terhadap permasalahan teknis yang belum pernah dialaminya samasekali. Keterbatasan rujukan inilah yang berpotensi menjadi penghambat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan teknis atau substansial dalam paduan suara.

Walaupun sistem pembelajaran musik di bangku pendidikan tinggi seni musik masih belum

meninggalkan paradigma lama, namun bagaimanapun juga materi perkuliahan pada umumnya bersifat metodik dan sistematik. Penyajian materi bersifat runut, bertahap dan komplementer sehingga mahasiswa dapat menyerap informasi yang

diberikan dengan baik dan bertahap. Karena itulah musisi akademik pada umumnya memiliki fondasi pengetahuan yang lebih kokoh dibandingkan dengan musisi swadidik.

Kebebasan berekspresi

Tetapi lepas dari beberapa kendala teknis yang

dihadapi oleh para musisi swadidik, penulis

mengamati bahwa dalam menampilkan karya-karya musik yang telah dipersiapkan, para musisi ini tampil lebih ekspresif dan spontan dibandingkan musisi akademik. Salah satu alasannya bahwa mereka tidak dibelenggu oleh aturan-aturan baku. Sebaliknya pengetahuan tentang aturan-aturan yang sebagian besar berisi tentang ‘benar’ dan ‘salah’ yang dipelajari oleh para musisi akademik telah menjadi pasung dalam kebebasan berekspresi musisi akademik.

Interpretasi

Salah satu titik lemah lain dari para musisi swadidik biasanya terletak pada ranah interpretasi musik. Ranah ini cukup kompleks karena di dalamnya melibatkan bukan hanya satu tetapi beberapa komponen signiikan seperti: harmoni, kontrapung (bila merupakan komposisi polifonik), dan sejarah musik. Ketiga komponen ini biasanya dipelajari di bangku pendidikan tinggi seni musik dalam kurun waktu yang relatif panjang. Dalam menghadapi isyu tentang interpretasi musik, sebagian musisi swadidik mencari jawabannya melalui rekaman musik yang sama yang telah dibawakan oleh penyaji lain, misalnya melalui situs YouTube atau piringan cakram. Sekali lagi analisis musikal yang bersifat teknis nyaris tidak disentuh oleh para musisi swadidik.

Sebaliknya bagi para musisi akademik, interpretasi musik dipahami sebagai hal yang bersifat substansial dan teknis. Sehingga seringkali mereka terjebak dalam kompleksitas teknis sehingga melupakan esensi dari interpretasi itu sendiri. Sehingga tidak mengherankan bila apa yang disajikan sebagian musisi akademik kadang-kadang terdengar sangat kaku (rigid) dan formal.

Penutup

Sesungguhnya memperdebatkan antara gelar akademik dan kemusisian seseorang ibarat membandingkan seorang pengemudi lulusan sekolah mengemudi John Player’s School dan ketrampilan mengemudinya. Sudah seyogyanya seorang pengemudi yang menimba ilmu di sekolah mengemudi bukan hanya memiliki pengetahuan dan etiket mengemudi yang baik, namun juga trampil berkendaraan. Sebaliknya seorang pengemudi swadidik kemungkinan besar trampil dalam mengemudi, namun dalam hal pengetahuan dan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka menjamin pasien memperoleh pelayanan asuhan keperawatan berkualitas, maka perawat sebagai pemberi pelayanan harus bermutu, kompeten, etis

Menurut data dari Profil Kesehatan DIY, bahwa pola penyakit pada semua Menurut data dari Profil Kesehatan DIY, bahwa pola penyakit pada semua golongan umur telah mulai didominasi

Kualitas kenyamanan termal (temperatur dan kelembaban) ruang perkantoran Lantai I dan aula Gedung Islamic Center UIN Suska Riau berdasarkan hasil analisa kenyamanan

Penubuhan sekolah MAIK untuk pelajar perempuan, pemantapan sekolah Arab MAIK yang memberikan peluang untuk pendidikan tinggi agama, pertambahan sekolah naungan MAIK,

• Observasi dapat menangkap seluruh peristiwa ketika peristiwa itu terjadi di dalam situasi yang sesungguhnya • Data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan.. sampai

tenang, bebas dari rasa takut dan kecemasan bagi wisatawan dalam melakukan perjalanan atau berwisata ke destinasi tersebut. Selain itu keamanan juga berarti

Mengamati Pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar, khususnya proses kegiatan belajar mengajar bahasa Arab Mulok terjemah Al-Qur’an pada siswa kelas VIII MTsN

Untuk mengatasi atau meminimalisir defect sponge dan kurang merekat, Menggnati material lem yang lebih bagus dari sebelumnya dan memberikan waktu standar pengeringan