Salam Redaksi
Senang sekali kami dapat kembali menSenang sekali kami dapat kembali menyapa pembaca Buletin Cuaca Antariksa di manapun Anda berada. Tak terasa, telah satu tahun kami menemani pembaca dengan berbagai informasi mengenai cuaca antariksa melalui media ini. Semoga pembaca dapat memperoleh banyak manfaat dari Buletin Cuaca Antariksa yang telah terbit dalam satu tahun terakhir. Dalam perjalanan penerbitan Buletin ini, Tim Redaksi mengalami suka dan duka. Meski demikian, kami yakin bahwa itu semua menjadi pendorong bagi kami agar Buletin Cuaca Antariksa ini dapat terbit dengan lebih baik lagi. Kami juga banyak belajar dalam menampilkan isi buletin ini agar dapat lebih menarik dan berguna bagi pembaca.
Pada edisi sebelumnya, pembaca kami suguhi dengan berbagai materi dengan tema-tema dan terminologi dasar tentang cuaca antariksa. Dari edisi-edisi tersebut, kami berharap pembaca dapat menambah wawasan tentang peristiwa yang terjadi di antariksa, serta ruang lingkup cuaca antariksa yang begitu luas. Atas dasar itu, mulai edisi ini, kami akan menyajikan tema-tema perkembangan penelitian cuaca antariksa, terutama yang dilakukan Untuk pemesanan Buletin
Cuaca Antariksa Kirim faks permohonan langganan Buletin Cuaca
Antariksa ke :
Contact Person :
(022) 6038 005
Annis Siradj
0813 2121 0002
Korona adalah lapisan terluar atmosfer matahari yang dapat dilihat p a d a s a a t g e r h a n a a t a u menggunakan instrumen khusus
yaitu Daerah ini adalah
asal angin matahari, dengan ketinggian dari permukaan dapat mencapai hingga 1 juta km dan temperatur yang sangat panas hingga mencapai temperatur 1-2 juta derajat Celcius, jauh lebih panas dibandingkan fotosfer matahari dan jauh lebih rendah kerapatannya yaitu 10-12 kali kerapatan fotosfer matahari. Pada temperatur tinggi ini, baik hidrogen maupun helium (unsur utama di matahari), di matahari terlepas dari elektronnya. Bahkan unsur-unsur lainnya seperti oksigen, nitrogen, karbon terlepas sama sekali dari intinya. Hanya unsur berat seperti besi dan kalsium yang dapat tetap mempertahankan elektronnya. Unsur-unsur yang mengalami ionisasi ini adalah materi korona yang disebut .
koronagraf.
plasma
Fitur matahari yang terlihat pada
korona antara lain dan
lengkungan-lengkungan magnetik. Korona tampak terang pada panjang g e l o m b a n g s i n a r - X k a r e n a temperatur yang sangat tinggi. Pada korona terdapat suatu daerah gelap yang disebut dengan lubang korona.
Lubang korona adalah daerah dengan kerapatan yang lebih rendah dari sekitarnya, dengan medan magnet terbuka. Lubang korona dapat diamati sebagai daerah gelap di permukaan matahari yang diukur dalam spektrum UV dan radiasi sinar-X, atau juga diamati sebagai daerah dengan intensitas terendah yang diukur di atas tepi matahari, yang terlihat selama gerhana matahari total atau dengan . Citra lubang korona pertama kali dibuat oleh pada panjang gelombang sinar-X resolusi tinggi pada tahun 1973.
Berdasarkan lokasi, lubang korona dapat diklasifikasikan sebagai lubang korona di kutub, dan lubang korona lintang menengah (Wang et al., 1996). Sepanjang aktivitas matahari rendah, lubang korona
streamer, plumes
plasma
koronagraf
Skylab
lebih sering terdapat di kutub utara dan selatan matahari. Pada periode yang lebih aktif, lubang korona dapat terjadi di berbagai posisi lintang matahari. Rata-rata kuat medan magnet lubang korona
berkisar 3 - 4 pada saat
aktivitas minimum dan bisa mencapai 30 - 36 pada saat aktivitas matahari maksimum.
Istilah lubang korona juga dimaksudkan untuk menyebut suatu daerah medan terbuka yang menjadi bagi aliran angin matahari dengan kecepatan tinggi.
Gauss
Gauss
[image:2.1191.53.742.13.817.2]footpoint
Gambar 1.Struktur atmosfer matahari. Oleh :
Rasdewita Kesumaningrum
Bidang Matahari dan Antariksa
Buletin Cuaca Antariksa| Juli - September 2013 3
oleh LAPAN. Dengan begitu, pembaca dapat menambah pemahaman tentang cuaca antariksa dengan lebih dalam lagi. Selain itu, diharapkan pembaca juga dapat mengikuti perkembangan kemajuan penelitian mengenai cuaca antariksa, terutama di Indonesia.
Meskipun demikian, kami tetap menyampaikan berbagai rubrik yang menjadi ciri khas Buletin Cuaca Antariksa. Pembaca dapat memperoleh informasi tersebut dalam rubrik-rubrik mengenai laporan kondisi cuaca antariksa dalam tiga bulan terakhir. Kami juga menyampaikan informasi seputar kegiatan yang diadakan oleh Pusat Sains Antariksa (Sainsa) LAPAN dalam rubrik Warta LAPAN. Tidak ketinggalan, kami juga menampilkan beberapa peristiwa astronomi yang akan terjadi dalam tiga bulan kedepan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia Buletin Cuaca Antariksa. Semoga edisi kali ini dapat memberi lebih banyak manfaat bagi pembaca sekalian. Selamat membaca dan sampai jumpa lagi di edisi berikutnya!
Gambar : www.phototips.biz
ISSN 2303-2707
Diterbitkan oleh
Pelindung
Redaktur
Editor
Kontributor
Penata Letak
Sekretariat
Alamat
Pusat Sains Antariksa (Pussainsa)
LAPAN
Kepala LAPAN
Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan
Drs. Jiyo, M.Si.
Endah Oktaviani, S.Ds.
Penanggung Jawab
Kepala Pusat Sains Antariksa
Irvan Fajar Syidik, S.T. Johan Muhamad, S.Si
Abdul Rachman, M.Si. Santi Sulistiani, S.Si.
Fitri Nuraeni, S.Si. Rasdewita Kesumaningrum,
M.Si
Visca Welyanita, S.Si.
Timbul Manik, M.Eng. Siti Mutiara Fitry, S.Sos.
Varuliantor Dear, S.T. Annis Siradj Mardiani,A.Md
Sucipto, S.A.B.
L. Muhammad Musafar K., M.Sc. Asnawi, M.Sc
Jl. Dr. Djundjunan No.133 Bandung 40173
Phone. (022) 6012 602 / 6038 005 Cell. 0813 2121 0002 Fax. (022) 6014 998 / 6038 005
Cuaca Antariksa
03 05 07
09
Lubang Korona Matahari Populasi Sampah Antariksa Monitoring Sintilasi Ionosfer di Indonesia
VLF Receiver
11 12 13 14
Aktivitas Matahari Aktivitas Geomagnet
Indeks T Regional Indonesia : Cuaca Antariksa pada Puncak Siklus Matahari Review
16
17
18 19
Pulsa Magnetik di Magnetosfer Bumi
Warta LAPAN: International Workshop on Space Weather in Indonesia 2013
[image:2.1191.616.1166.14.352.2]Kalender Astronomi Teka Teki Silang
Daftar Isi
[image:2.1191.992.1158.587.744.2]Populasi sampah antariksa ditentukan oleh beberapa faktor. Peluncuran satelit baru (yang suatu saat akan menjadi sampah) dan jumlah benda jatuh hanyalah dua di antaranya. Pecahnya benda terutama akibat bertubrukan dengan benda lain adalah faktor yang semakin lama semakin besar perannya. Peluncuran satelit dan pecahnya benda menjadi faktor penambah ( ) populasi sampah antariksa, sedangkan jatuhnya benda adalah faktor pengurang ( ). Penumpukan sampah akan terjadi jika faktor p e n g u r a n g t i d a k m a m p u mengimbangi faktor penambah.
sources
sinks
Jika dilihat perkembangannya sejak awal peluncuran satelit, penumpukan sampah antariksa secara umum terus terjadi (Gambar 1). Terlihat pada gambar tersebut bahwa kontributor yang paling b e r p e r a n a d a l a h p e c a h a n
( ). Lonjakan
serpihan secara mencolok terjadi pada awal 2007, 2008, dan 2009 dikarenakan pecahnya satelit Fengyun 1C milik Cina pada 11 Jan 2007, pecahnya Cosmos 2421 milik Rusia pada 14 Mar 2008, dan pecahnya Iridium 33 milik Amerika Serikat dan Cosmos 2251 milik Rusia akibat bertabrakan pada 10
fragmentation debris
Feb 2009. Peristiwa pecahnya satelit atau roket telah menjadi kontributor terbesar sampah antariksa setelah menggantikan peristiwa ledakan bekas roket.
Matahari memegang peran yang sangat penting terkait populasi sampah antariksa. Peningkatan a k t i v i t a s M a t a h a r i a k a n menurunkan ketinggian benda-benda buatan di orbit rendah yang didominasi oleh sampah antariksa. Pengaruh peningkatan aktivitas Matahari pada sampah antariksa juga dikuatkan oleh rasio luas permukaan terhadap massa (area per mass) sampah antariksa yang
Sampah antariksa saat ini mencapai 94% dari seluruh benda antariksa buatan yang
mengorbit Bumi. Dari sekitar 17 ribu benda antariksa buatan, hanya sekitar 1000 di antaranya
berupa satelit aktif (masih berfungsi). Studi sampah antariksa penting karena sampah
tersebut dapat bertabrakan dengan satelit-satelit aktif dan jatuh ke Bumi jika ketinggiannya
sudah cukup rendah sehingga berpotensi menimbulkan korban.
[image:3.1191.608.1184.10.247.2]Gambar 1.Perkembangan populasi sampah antariksa sejak 1957 hingga 2012 (Sumber: NASA Orbital Debris Program Office).
Gambar 2.Perbandingan aktivitas Matahari yang dinyatakan oleh indeks F10.7 dengan jumlah satelit + bekas roket yang jatuh.
Oleh :
Bidang Matahari dan Antariksa
Abdul Rachman
Gambar : http://www.ssloral.com/
Populasi
Sampah Antariksa
Lubang korona dapat berasosiasi dengan lontaran massa korona
( – CME) atau
e r u p s i f i l a m e n . S a l a h s a t u mekanisme yang menjelaskan kaitan lubang korona dan filamen serta CME adalah ketika di bawah lubang korona terdapat filamen yang mengalami erupsi, lubang korona berperan memantulkan filamen kembali ke permukaan matahari dan
Coronal Mass Ejections
memicu terjadinya CME di atas lubang korona (Jiang et al., 2007).
L u b a n g k o r o n a d a p a t mempercepat angin matahari. Sebagai contoh, meskipun angin matahari pada kecepatan normal sekitar 400 km/s, namun angin matahari yang berasal dari pusat lubang korona dapat mencapai 800 km/s. Ketika partikel ini mencapai Bumi, sekitar 2 hingga 4 hari bergantung kecepatannya, badai geomagnet skala menengah dapat terjadi. Hembusan angin matahari kecepatan tinggi ini juga dapat mengganggu satelit pada orbit bumi.
[image:3.1191.39.199.213.537.2]Meskipun lubang korona bukan fitur spektakuler seperti halnya flare, daerah aktif atau CME, lubang korona tetap menarik perhatian karena merupakan sumber aliran angin matahari berkecepatan tinggi yang dapat
Gambar 4.Ilustrasi aliran angin matahari dari lubang korona yang memengaruhi magnetosfer Bumi, mengancam satelit orbit Bumi serta memicu gangguan cuaca antariksa, menyebabkan di lintang tinggi. (Credit: Janet Kozyra, NASA, & J. Geophys. Res.)
aurora
Gambar 3.Lengkungan medan magnet di
[image:3.1191.32.588.223.821.2]matahari yang tertutup (A) dan terbuka (B). Pada medan magnet terbuka, terjadi aliran materi plasma ke ruang antar planet dibawa oleh angin matahari.
Gambar 2. Citra Korona matahari hasil pengamatan AIA SDO pada EUV 193 Å. Terlihat adanya wilayah gelap yang disebut lubang korona, ditunjukkan dengan tanda panah. Atas: lubang korona pada saat aktivitas matahari minimum; bawah: lubang korona saat aktivitas matahari m a k s i m u m ( b a w a h ) . ( C r e d i t : NASA/SDO)
menimbulkan badai geomagnet besar. Adanya arus angin matahari kecepatan tinggi akan bertumbukan dengan ar us angin matahari b e r k e c e p a t a n r e n d a h d a n membentuk
(CIR) di ruang antar planet dan interaksi antara CIR dan m a g n e t o s f e r B u m i a k a n meningkatkan fluks elektron energetik (Cranmer, 2009)
Corotating Interaction Region
¥
Sumber:
Cranmer, S., 2009, Coronal Holes, Liv.Rev. Sol. Phys., 6.3.
Jiang, Yunchung, Liheng Yang, Kejun Li, Yuandeng Shen, 2007, Magnetic Interaction: An Erupting Filament and A Remote COronal Hole, Astrophys. Journal, 667: L105 - L108.
Wang, Yi-Ming, Scott H. Hawley, dan Neil R. Sheeley Jr., 1996, The Magnetic Nature of Coronal Holes, Science Vol. 271 no. 5248 pp. 464-469.
http://www.sohonascom.nasa.gov http://sdo.gsfc.nasa.gov
http://physics.carleton.ca
[image:3.1191.626.1156.593.761.2]cenderung lebih besar dibanding benda-benda utuh seperti satelit dan bekas roket. Benda-benda yang rapuh (area per mass-nya besar) memang lebih mudah meluruh ketinggiannya dibanding benda-benda yang lebih padat.
Tidak mudah melihat korelasi a k t i v i t a s M a t a h a r i d e n g a n pertumbuhan populasi sampah antariksa karena banyaknya faktor lain yang turut berperan. Namun, ada cara sederhana untuk melihatnya yakni dengan mengabaikan serpihan walau efek aktivitas Matahari memang paling berpengaruh ke serpihan tersebut. Hasilnya, walau masih kurang jelas, terlihat pada Gambar 2.
Peningkatan aktivitas Matahari akan mengakibatkan adanya aliran massa dalam populasi sampah antariksa. Benda-benda yang turun dari suatu ketinggian tergantikan oleh benda-benda baru yang berasal dari ketinggian di atasnya. Oleh k a r e n a i t u , p e n t i n g u n t u k mengetahui bagaimana kondisi p o p u l a s i s a m p a h a n t a r i k s a khususnya sekitar ketinggian satelit Indonesia yang berada di orbit rendah. Saat ini Indonesia memiliki satu satelit di orbit rendah yakni LAPAN-TUBSAT.
D e n g a n m e n g a n a l i s i s perkembangan jumlah benda antariksa yang mengorbit dan yang jatuh di masa peningkatan aktivitas Matahari sejak Desember 2008 hingga Oktober 2012 (Gambar 3) ditemukan bahwa populasi sampah
antariksa secara umum meningkat meski jumlah yang jatuh terus menerus bertambah (Gambar 4). Jika dirata-ratakan, 2,7 sampah antariksa bertambah setiap hari, sedangkan yang jatuh rata-rata hanya 1,1 setiap hari. Besarnya persentase sampah Fengyun 1C, Cosmos 2251, dan Iridium 33 yang masih mengorbit menjadi faktor utama peningkatan populasi tersebut.
[image:4.1191.201.559.49.254.2]Di ketinggian antara 600 dan 700 km yang bisa didefinisikan sebagai ketinggian di sekitar LAPAN-TUBSAT, ditemukan peningkatan jumlah sampah secara kontinu sejak Desember 2008 hingga Oktober 2 0 1 2 ( G a m b a r 5 ) . D e n g a n
Gambar 3.Grafik rata-rata harian aktivitas Matahari yang dinyatakan indeks F10.7 dan smoothed value-nya sejak Jan 2009 hingga Okt 2012.
Gambar 4.Grafik pertumbuhan populasi benda buatan yang berada di orbit (kiri) dan yang jatuh (kanan) sejak Des 2008 hingga Okt 2012.
menggunakan pendekatan teori gas kinetik dengan model distribusi dapat dihitung bahwa probabilitas tabrakan LAPAN-TUBSAT pada Oktober 2012 adalah 33,8% lebih tinggi dibanding probabilitasnya pada Desember 2008.
Selain memicu terjadinya aliran massa dalam populasi sampah antariksa, aktivitas Matahari juga mengurangi akurasi prediksi orbit benda-benda antariksa. Akibatnya, resiko terjadinya tabrakan semakin b e s a r k a r e n a b e r k u r a n g n y a pengetahuan tentang orbit benda. Poisson
¥ Gambar 5.Perbandingan jumlah benda buatan dengan ketinggian dalam rentang 600 – 700
km dengan benda di bawah ketinggian 600 km.
Ionosfer adalah bagian atas atmosfer bumi yang ber-ion. Kerapatan elektron di ionosfer pada ketinggian dan lokasi tertentu bergantung pada sinar ultra violet kuat, komposisi muatan netral, dan dinamika angin netral, serta medan listrik. Dinamika dan perubahan kerapatan ion dan elektron di ionosfer bervariasi sebagai respon adanya perubahan cuaca antariksa.
Pengamatan ionosfer adalah bagian dari pengamatan cuaca antariksa karena perubahan ion, elektron dan arus medan listrik di i o n o s f e r m e n j a d i i n d i k a t o r perubahan cuaca antariksa. Lapisan ionosfer akan merespon setiap perubahan cuaca antariksa yang dipicu oleh aktivitas matahari, seperti kemunculan CME dan partikel berenergi tinggi yang dibawa oleh angin matahari dan masuk pada sistem magnetosfer dan ionosfer sehingga memicu badai geomagnet dan badai ionosfer.
Badai ionosfer adalah salah satu bentuk gangguan pada ionosfer yang dapat menyebabkan masalah pada aplikasi gelombang radio seperti radio komunikasi, sistem navigasi sehingga penelitian gangguan ionosfer menjadi subjek yang penting dalam kontribusi riset cuaca antariksa. Sebelum mencapai Bumi, sinyal harus melalui ionosfer yang banyak mengandung ion-ion dan elektron dan akan memantulkan, membelokan, bahkan melemahkan gelombang radio dari satelit. Ketakteraturan kerapatan eletron di ionosfer akan menyebabkan gangguan pada putaran sinyal dan sinyal mengalami fluktuasi secara cepat pada amplitudo dan fasa yang diterima di Fluktuasi ini dikenal sebagai sintilasi ionosfer.
Penelitian gangguan sintilasi fluks
flare,
faraday
receiver.
ionosfer pada sinyal satelit telah dimulai tahun 1970. Sampai saat ini telah banyak penelitian dan metode yang dikembangkan untuk meneliti sintilasi ionosfer dan salah satunya adalah dengan memanfaatkan sinyal
satelit GPS ( ).
Sinyal satelit GPS pada pita f r e k u e n s i L ( 1 , 5 G H z ) dimanfaatkan untuk meneliti perubahan kerapatan ionosfer, jumlah elektron total ionosfer
(TEC, ) dan
sintilasi ionosfer.
Fenomena sintilasi memiliki k a i t a n d e n g a n ke mu n c u l a n
gelembung yang terjadi
setelah matahari terbenam. Proses fisis kemunculan gelembung plasma adalah ketidakstabilan Sedangkan proses kimianya dikontrol dari efek Global Postioning System
Total Electron Content
plasma
Rayleigh-Taylor.
Monitoring Sintilasi Ionosfer
di Indonesia
Oleh :
Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
[image:4.1191.809.1186.99.795.2]Asnawi
Gambar 1. Sinyal satelit yang melewati
ionosfer terganggu oleh gelembung plasma.
Gambar 2.Sistem perima GPS (GISTM) dan PC pemroses data yang digunakan untuk monitoring sintilasi ionosfer.
Buletin Cuaca Antariksa| Juli - September 2013 7 Juli - September 2013 |Buletin Cuaca Antariksa
rekombinasi antara elektron dan ion p o s i t i f, y a n g m e n y e b a b k a n terjadinya vertikal profil kerapatan elektron setelah matahari terbenam. Apabila ketidakstabilan terus berlanjut maka dapat memicu bagian bawah lapisan F ionosfer yang telah berkurang kerapatannya bergerak ke bagian atas yang lebih rapat. Fenomena pergerakan ini dikenal sebagai gelembung .
Saat terjadi gelembung plasma maka akan terjadi gradien keraptan elektron yang cukup tajam di ionosfer sehingga menyebabkan ketidakteraturan ionosfer dari skala kecil hingga menengah. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa gelembung pada plasma adalah
identik dengan penurunan
k e r a p a t a n e l e k t r o n . Ketidakteraturan plasma akibat terbentuknya gelembung tersebut akan menyebabkan fluktuasi pada sinyal satelit yang melewatinya sehingga terjadi sintilasi.
Pengamatan fenomena sintilasi ionosfer dilakukan dengan peralatan GISTM (
), yaitu penerima GPS yang ditempatkan di Loka dan Balai pengamatan dirganta milik LAPAN dan stasiun kerjasama.
GISTM telah dipasang di Loka dan Balai Pengamat Dirgantara LAPAN serta stasiun pengamat dirgantara kerjasama antara LAPAN dan Universitas untuk memantau sintilasi ionosfer. Lokasinya di Kototabang - Sumatra Barat,
gradien
plasma
GPS Ionospheric Scintillation and TEC Monitor
Monitoring Sintilasi ionosfer
Bandung, Pontianak, Manado (kerjasama UNSRAT-LAPAN) dan Kupang (kerjasama UNDANA-LAPAN). Lokasi dari GISTM ditunjukkan pada Gambar 3. Dengan distribusi letak GISTM ini
maka diharapkan dapat
m e n c a k u p s e l u r u h w i l ay a h Indonesia. Beberapa stasiun pengamat dirgantara tersebut telah terhubung jaringan internet via VPN sehingga data dapat diperoleh dengan mudah.
Pe n g a m a t a n ke mu n c u l a n sintilasi dilakukan untuk semua sinyal satelit yang dalam satu hari. Grafik pada Gambar 4 adalah contoh indeks sintilasi dari 30 satelit (PRN) pada tanggal 30 Maret 2012. Setiap sinyal satelit yang ditangkap penerima GPS dalam satu hari pengamatan diberi tanda dan warna yang berbeda sehingga dapat diketahui dengan mudah sinyal satelit yang mengalami sintilasi ionosfer. Gambar 4 adalah contoh kemunculan sintilasi pada kategori kuat dengan indeks S4 > 0.5. Sintilasi kuat terjadi sekitar pukul 13:00 hingga 18:00 UT atau sekitar pukul 20:00 WIB hingga pukul 01:00 WIB dini hari. Dalam rentang waktu tersebut beberapa sinyal satelit mengalami sintilasi yaitu satelit (PRN) 4,7,11,13 dan 23.
Untuk melihat karakteristik kemunculan sintilasi maka data satu tahun pengamatan dikemas dalam bentuk kontur. Dari kontur dapat
monitoring
visible
Variasi Sintilasi ionosfer
[image:5.1191.624.974.52.281.2]Gambar 4.Kemunculan sintilasi kuat S4> 0.5 yang terjadi pada 30 Maret 2012 jam 19:00 – 01:00 WIB.
[image:5.1191.395.561.452.666.2]Gambar 3. Distribusi letak GISTM dan lintasan satelitnya di seluruh wilayah Indonesia.
Gambar 5.Kemunculan sintilasi ionosfer
selama 2012 di atas Kototabang.
dilihat perubahan kemunculan sintilasi pada setiap bulan. Hasil pengamatan dalam satu tahun dalam bentuk kontur ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 adalah contoh kemunculan sintilasi dalam satu tahun pengamatan di Loka Pengamatan Atmosfer Kototabang tahun 2012, yang menunjukkan sintilasi kuat muncul secara
dominan pada bulan yaitu
Maret April dan September -Oktober.
Peningkatan kemunculan sintilasi pada bulan terkait dengan terminator matahari dan meridian medan magnet yang terbentuk pada bulan-bulan tersebut. Formasi medan magnet d a n t e r m i n a t o r m a t a h a r i
menyebabkan arus ExB
di lapisan F ke arah ekuator s e h i n g g a m e n i n g k a t k a n k e t i d a k t e r a t u r a n p l a s m a . Ketidakteraturan ini terkait juga dengan meningkatnya gelembung plasma pada bulan-bulan tersebut sehingga sintilasi terjadi secara intens pada bulan-bulan tersebut.
equinox
equinox
drift dynamo
¥
VLF adalah peralatan
untuk memantau gelombang VLF
( ), spektrum 3-30
kHz) yang berasal dari alam (petir) maupun dari pemancar VLF tetap
( ). Rentang
frekuensi yang lebih rendah (<10 kHz) untuk pengamatan gelombang VLF bersumber dari petir, sedang rentang frekuensi yang lebih tinggi (>10 kHz) untuk yang bersumber dari pemancar VLF. Manfaat pemantauan spektrum VLF ini tergantung dari sumber dan rentang frekuensi yang dipantau, meliputi
receiver
Very Low Frequency
fixed frequency transmitter
pemantauan SID akibat aktivitas matahari, pemantauan lapisan b a w a h i o n o s f e r d a n r a d i o a t m o s f e r i k , p e m a n t a u a n magnetosfer dan pada saat kondisi geomagnet tenang maupun saat tergang gu, deteksi dan penentuan lokasi sambaran petir dan lain-lain.
Penulis mencoba memaparkan beberapa peralatan VLF
terkait penelitian di LAPAN, baik yang sudah beroperasi, yang akan dioperasikan maupun yang sedang dalam pengembangan.
whisler
receiver
UKRAA VLF Receiver, SID Monitor, dan SuperSID Monitor
AWESOME dan Pontianak VLF
Ketiga jenis peralatan ini, merupakan peralatan pemantau SID
( ), yaitu
perubahan ionosfer yang terjadi tiba-tiba akibat perubahan aktivitas matahari/ /CME. UKRAA VLF Receiver adalah buatan
(UKRAA), sedang SID dan SuperSID Monitor buatan
.
Prinsip kerja masing-masing peralatan sama, yaitu sinyal gelombang VLF yang sangat lemah yang dipantulkan oleh ionosfer-Bumi dapat mencapai ratusan hingga ribuan kilometer dari sumbernya, yang terpengaruh oleh adanya perubahan di ionosfer, diterima oleh antena VLF (biasanya m e n g g u n a k a n a n t e n a ) ,
diperkuat dengan sekitar
1000 kali, di- , dan dikonversi ke sinyal digital menggunakan AD . Selanjutnya berupa kuat sinyal dapat dibaca pada alat
ukur, data , maupun PC .
Data yang diperoleh tidak memerlukan kalibrasi karena merupakan pengukuran sinyal dari matahari secara tidak langsung
( ). Hal yang penting
dari pengukuran ini adalah waktu perekaman sinyal ( ).
SuperSID merupakan
generasi lanjutan, dari SID Monitor, lebih baik dan lebih kuat, tetapi berbiaya lebih murah. Kalau
SID dirancang untuk
menerima frekuensi gelombang VLF tunggal, maka
dapat me- dan merekam
beberapa gelombang VLF secara
bersamaan. Pada ,
konversi sinyal analog ke digital
dilakukan pada PC .
Kalau UKRAA VLF SID Monitor, dan
Sudden Ionospheric Disturbance
flare
United Kingdom Radio Astronomy Association
Stanford University
l o o p pre-amp filter
converter output
logger software
indirect recording
timing monitor
upgrade
monitor
SuperSID monitor monitor
SuperSID monitor
sound card
Receiver, SuperSID Monitor
receiver Gambar 1. VLF Receiver
SID Monitor SuperSID Monitor
UKRA , antena dan , , dan radio
(atas); , antena , SID monitor, , dan PC; dan , antena loop, SID monitor, PC untuk AD dan PC data l (bawah).
loop tuning unit receiver sky pipe data
logging software loop data logger
sound card converter ogging software
VLF
Receiver
Oleh :
Bidang Teknologi Pengamatan
Timbul Manik
[image:5.1191.630.971.498.739.2]ditujukan untuk edukasi, maka Stanford University juga membuat yang lebih sensitif untuk tujuan riset dan edukasi, dinamai AWESOME (
).
Ada empat bagian besar komponen utama AWESOME yaitu antena ( dan GPS) dan kabel,
, main serta PC dan
. GPS digunakan untuk yang akurat, dan antena dua untuk menerima sinyal dari dua arah yang berbeda, biasanya U-S dan B-T. Jenis antena yang digunakan tergantung pada spesifikasi sistem penerima. Sinyal yang diterima kemudian diperkuat pada pre-amplifier yang ditempatkan di dekat antena, lalu diteruskan ke main di dalam ruangan melalui kabel yang panjang. Sinyal kemudian di- , sinkronisasi data dengan GPS, dan dikonversi menggunakan
AD , untuk selanjutnya
diteruskan ke sistem PC untuk akuisisi data.
Ada dua jenis data yang disimpan. Pertama, data
gabungan dari dua antena U-S dan B-T, yang bisa mencapai 1,5 GB per jam, sehing g a umumnya dilakukan pengambilan data dengan format sinoptik, yaitu misalnya 1 menit dari 5 menit data. Kedua, data sinyal frekuensi tertentu, yaitu amplitudo dan fasa dari sinyal receiver
Atmospheric Weather Electromagnetic System for Observation Modeling and Education
loop pre-amplifier amplifier, software timing loop amplifier filter converter broadband
frekuensi tunggal dari pemancar VLF yang dipantau.
VLF Pontianak memiliki
prinsip kerja yang sama dengan AWESOME, terdiri dari empat bagian besar, antena (digunakan tiga
jenis antena: , dan ,
dan GPS) dan kabel,
dipasang dekat antena, ,
serta PC dan . Sinyal yang diterima oleh masing-masing antena
diperkuat pada , dan
kemudian diteruskan ke
di ruangan untuk selanjutnya disimpan pada PC untuk akuisisi data. GPS bertugas mensinkronkan waktu pengamatan.
Perbedaan dengan AWESOME
adalah VLF Pontianak
menambahkan dua jenis antena,
antena untuk deteksi dan
penentuan lokasi petir, antena untuk pemantauan pemancar VLF pada frekuensi yang lebih tinggi (LF). AWESOME dan VLF
Po n t i a n a k d i g u n a k a n u n t u k memantau gelombang VLF dari aktivitas petir dan dari
VLF.
Satu lagi jenis VLF yang sedang dikembangkan adalah VLF
berbasis PC. VLF
ini umumnya bekerja dengan sampel frekuensi tertentu, biasanya 44,1/48,0 kHz. Pada sistem ini umumnya menggunakan antena
receiver
loop dipole monopole pre-amplifier main amplifier software pre-amplifier main amplifier receiver monopole dipole Receiver transmitter receiver receiver soundcard receiver loop.
[image:6.1191.596.797.542.740.2]VLF receiver berbasis soundcard
Gambar 2.Kiri, AWESOME, antena loop, GPS, pre-amp, main amp, dan PC software.
Kanan, contoh data AWESOME di India. Gambar atas adalah tampilan spektrogram data, garis-garis vertikal adalah pertanda petir, disebut sferik, garis datar menunjukkan sinyal dari pemancar VLF frekuensi tunggal. Gambar bawah kiri adalah pembesaran sinyal frekuensi tunggal, dan kanan pembesaran fungsi waktu dari satu gelombang petir.
Sinyal yang diterima kemudian diubah menjadi frekuensi audio sekitar 650 Hz. Frekuensi audio ini dilewatkan melalui
dengan sekitar 100 Hz.
K e m u d i a n d i k o n v e r s i
menggunakan yang
terdapat pada untuk
selanjutnya dilakukan analisis spektrum menggunakan
analisis spektrum yang tersedia,
antara lain , ,
dan lain-lain.
PC yang digunakan juga tidak perlu memiliki spesifikasi yang tinggi. Kelebihan VLF berbasis antara lain dapat
menerima frekuensi dari
b e b e r a p a p e m a n c a r s e c a r a bersamaan, sederhana dan lebih murah dibanding VLF
konvensional. Kelemahannya antara lain tidak dapat menerima sinyal dengan frekuensi di atas 22 kHz karena keterbatasan . PC dan kelengkapan lainnya seperti PC merupakan sumber sinyal gangguan ( ) yang harus diperhatikan pada saat pemrosesan data.
VLF yang sudah
dioperasikan dan sedang diuji coba saat ini di LAPAN adalah UKRAA VLF Receiver di Bandung untuk
memantau SID; VLF di
Pontianak untuk memantau SID dan mengamati gelombang VLF d a r i a k t iv i t a s p e t i r ( r a d i o atmosferik), serta menentukan jarak dan lokasi sambaran petir. VLF Pontianak dioperasikan simultan dengan peralatan sejenis dalam jaringan Asia VLF
(AVON). LAPAN juga
memiliki monitor yang
sedang dipersiapkan untuk dapat segera dioperasikan. filter narrow-band bandwidth D/A converter sound card software
Spectrum Lab Spectran
s o u n d c a r d
multiple
receiver
soundcard
monitor
noise
r ecei ver
receiver receiver Observation Network SuperSID ¥
X pertama kali terjadi di NOAA 1748 ketika daerah aktif ini masih berada di belakang tepi timur piringan matahari pada 13 Mei pukul 02:17 UT. Lalu X2.8 dengan puncak pada 13 Mei pukul 16:05 UT, X3.2 pada 14 Mei pukul 01:11 UT, dan pada 15 Mei terjadi X1.2 yang mencapai puncak pukul
01:48 UT. Keempat X ini
berasosiasi dengan semburan radio dan CME cepat.
Pada 17 Mei dideteksi CME yang
berkaitan dengan M3.2 di
NOAA 1748 pukul 08:57 UT. Pada 22 Mei sekitar pukul 13:30 UT, NOAA 1748 menghasilkan sebuah M5 di tepi barat dengan sebuah CME yang tiba di bumi pada 24 Mei sekitar pukul 18:00 UT dan mengakibatkan peningkatan laju angin matahari sampai sekitar 700 k m / s d a n m e n g a k i b a t k a n
komponen medan magnet
antarplanet mencapai puncak sebesar -12 nT.
Flare flare flare flare flare flare flare Bz ¥
Aktivitas Matahari
Maret-Mei 2013
Sebuah M1.2 terjadi tanggal 5 Maret dari NOAA 1686, mencapai puncak pukul 07:54 UT. Dari ini dideteksi semburan radio matahari tipe II dan III. Pada 12 Maret terjadi CME setelah LDE kelas C2.0 dari NOAA 1690. CME ini tiba di bumi pada 15 Maret dengan sedikit peningkatan pada laju, densitas, dan temperatur angin matahari dan t u r b u l e n s i m e d a n m a g n e t antarplanet.
Pada 15 Maret terjadi M1.2, disertai CME halo yang tiba di bumi tanggal 17 Maret sekitar pukul 06:00 UT dengan lonjakan pada laju, kerapatan, dan temperatur angin matahari dan komponen medan magnet antarplanet mencapai hampir -20 .
flare flare flare flare Bz nT
Tanggal 21 Maret pukul 22 UT terjadi M1.6 di NOAA 1692. Tanggal 17 Maret sekitar pukul 15 UT terdeteksi CME halo yang berasosiasi dengan filamen di sisi timur piringan matahari. CME ini memiliki laju 400 km/s dan tiba di bumi pada 20 Maret pukul 17 UT. ACE mencatat lonjakan medan magnet antar planet sampai 11 .
Pada 30 Maret sekitar 13:20 UT dideteksi semburan radio tipe II yang berasosiasi dengan B4.8 di NOAA 1708, namun tidak dideteksi adanya CME. Sebuah M6.5 yang mencapai puncak pukul 07:16 UT dideteksi pada 11 April di NOAA 1719, disertai oleh semburan tipe II yang dimulai sekitar pukul 07:02 UT.
Menurut data SDO/AIA ini
juga disertai CME halo yang pertama kali dideteksi oleh C2 LASCO/SOHO pukul 07:24 UT dengan laju linier sekitar 930 km/s, menimbulkan gangguan yang tiba di bumi pada 13 April.
Aktivitas matahari selama bulan Mei diwarnai oleh banyak peristiwa kelas M dan beberapa kelas X. Pada 5 Mei terjadi M1.4 di NOAA 1739. Pada 10 Mei sebuah flare M3.9 terjadi di NOAA 1744 dan M1.3 di NOAA 1745. Sebuah erupsi filamen besar terjadi dekat N35 W40 sekitar 21:45 UT pada 11 Mei, berasosisasi dengan CME yang tiba di bumi pada 15 Mei.
flare nT flare flare flare flare flare flare
Gambar 1.Peristiwa flare X3.2 di NOAA 1748 (tepi timur/kiri) yang direkam oleh instrumen SDO tanggal 14 Mei 2013. (Sumber: Solar Dynamic Observatory)
Oleh : Santi Sulistiani
Bidang Matahari Dan Antariksa
Buletin Cuaca Antariksa| Juli - September 2013 11 Juli - September 2013 |Buletin Cuaca Antariksa
10
Prakiraan
Bilangan Sunspot Bulanan
Periode Desember 2012
-November 2013
Keterangan:Prediksi ini tidak
memodelkan kemungkinan kemunculan dua puncak dalam satu siklus.
Bulan Prediksi BilanganSunspot
[image:6.1191.36.381.589.725.2]Selama bulan Maret hingga Mei 2013 telah terjadi 1 badai dan beberapa badai menengah, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Badai yang terjadi pada tanggal 17 Maret 2013 telah menyebabkan pengurangan kuat medan magnet hingga mencapai -132 . Badai pada tanggal tersebut didahului dengan adanya SSC. Sedangkan pada bulan April kondisi magnetosfer dapat dikatakan tenang, hal tersebut dapat dilihat pada nilai yang tidak menunjukkan adanya depresi.
nT
Dst
Aktivitas
Geomagnet
http:\\www.ucar.edu
Gambar 1.PlotDstindex bulan Maret – Mei 2013
Regional
73
72
71
69
65
62
61
60
58
57
56
55
Meskipun selama satu tahun kedepan trend indeks T mengalami penurunan, namun menurut NASA (
) selama periode Juli – Desember 2013, aktivitas matahari masih diprediksi tinggi. Dari pengamatan jaringan stasiun
ALE ( )
sirkit Bandung – Watukosek selama bulan Mei 2013 dapat dilihat bahwa keberhasilan komunikasi cukup tinggi pada frekuensi 7, 10, 14 MHz. Sedangkan keberhasilan http:// solarscience. msfc. nasa. gov/predict. shtml
Automatic Link Establishment
komunikasi pada frekuensi 18 MHz umumnya terjadi pada waktu siang sampai sore hari. Sebagai acuan pemilihan frekuensi serta waktu komunikasi selama bulan Juli – September 2013, operator dapat melihatnya pada buku prediksi frekuensi komunikasi HF triwulan III – 2013 yang diterbitkan oleh PUSAINSA LAPAN. Berikut prakiraan indeks T regional Indonesia periode Juli 2013 – Juni 2014.¥
Indeks T
Regional Indonesia
Oleh :
Annis Siradj Mardiani
Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Oleh :
Fitri Nuraeni
Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa
p a d a b u l a n M e i m e nu n j u k k a n a d a n y a b a d a i menengah terjadi pada tanggal 1 dan 18. Badai yang terjadi pada tanggal 1 Mei 2013 menurunkan nilai kuat medan magnet sampai ke – 72 . Pada badai tangal 1 Mei ini tidak didahului oleh SSC dan nilai nya menurun secara gradual sehingga kemungkinan badai ini disebabkan oleh adanya . Sedangkan badai tanggal 18 Mei 2013 yang menurunkan nilai kuat magnet
D s t
nT Dst
magnetic cloud
hingga mencapai -60 nT termasuk badai menengah tanpa didahului oleh SSC dan kemungkinan disebabkan oleh kelas X pada tanggal 13 – 15 Mei 2013. yang terjadi pada tanggal 13-15 Mei 2013 tersebut termasuk kedalam kelas X, tetapi ia tidak menyebabkan badai besar karena posisinya berada disamping piringan matahari sehingga arahnya tidak mengarah kebumi.
flare
Flare
¥
Gambar 1. Grafik Keberhasilan Komunikasi antara Watukosek - Bandung selama
bulan Mei 2013.
[image:7.1191.13.1191.64.819.2]Cuaca Antariksa
pada Puncak Siklus Matahari
C u a c a a n t a r i k s a m e n g g a m b a r k a n ko n d i s i d i antariksa yang meliputi kondisi pada m a t a h a r i , a n g i n m a t a h a r i , m a g n e t o s f e r, i o n o s f e r, d a n termosfer. Aktivitas matahari seperti sunspot, prominensa, filamen, lontaran massa korona (
) merupakan faktor penting yang memengaruhi cuaca antariksa yang dapat menekan magnetosfer dan memicu terjadinya badai geomagnet.
Matahari melepaskan partikel energetik melalui peristiwa CME. Untuk mencapai lingkungan Bumi, par tikel ber muatan tersebut membutuhkan waktu sekitar 3 hari bergantung pada kecepatan angin m a t a h a r i , s e d a n g k a n
merupakan peningkatan radiasi e l e k t r o m a g n e t s e h i n g g a pengaruhnya dapat mencapai bumi dalam waktu 8 menit.
flare,
Coronal Mass Ejection – CME
f l a r e
Salah satu daerah aktif yang kompleks, NOAA 1748
berpotensi menghasilkan atau CME). Sejak kemunculannya di tepi timur piringan matahari melepaskan beberapa yang sangat kuat yaitu kelas X berturut-turut X1.7 (13 Mei pkl. 02:17 UT), X2.8 (13 Mei pkl. 16:09 UT), X3.2 (14 Mei pkl. 01:17 UT), dan X1.2 (15 Mei pkl. 01:52). Selain beberapa yang sangat kuat dari daerah aktif 11748, d a e r a h a k t i f t e r s e b u t j u g a menghasilkan kelas M yaitu tanggal 16 Mei M1.3 pukul 21:53 UT dan kelas M3.2 tanggal 17 Mei pukul 08:50 UT. Terjadi CME yang mengikuti rangkaian tersebut yaitu tanggal 13 dan 17 Mei 2013.
dengan konfigurasi magnet βγδ (
, konfigurasi yang sangat
beta-gamma-delta flare flare flare flare flare flare flare flare flare flare flare flare
Kejadian dan CME
tersebut berasal dari daerah aktif yang baru muncul di tepi timur piringan matahari sehingga partikel energetik dibawa oleh angin matahari menjauhi bumi. Meskipun dampak pada lingkungan bumi sangat rendah namun terdapat kemungkinan adanya sebagian partikel yang masuk ke bumi dimana terdeteksi adanya semburan radio tipe II yang mengikuti tanggal 17 Mei 2013, diamati di Loka Pengamat Dirgantara (LPD) Lapan Sumedang, Culgoora, L e a r m o n t h d a n b e b e r a p a observatorium dari grup Callisto.
S e m b u r a n r a d i o i n i mengindikasikan adanya lontaran massa korona yang akan berdampak pada atmosfer atas Bumi karena terjadinya badai geomagnet yang diindikasikan penurunan pada hari berikutnya. Pengamatan tanggal 18 Mei 2013 pukul 05.00 UT menunjukkan nilai sebesar - 63 (badai menengah) dengan Indeks 5 (badai) dan terdeteksi peningkatan densitas angin matahari tanggal 22 - 23 Mei 2013.
A k t i v i t a s m a t a h a r i i n i berdampak pada per ubahan kerapatan elektron di ionosfer. Hasil peng amatan ionosfer menunjukkan terjadi variasi dan
peningkatan dan ,
sehingga frekuensi HF yang dipantulkan oleh ionosfer juga bervariasi. Pengamatan aktivitas matahari yang kuat pada daerah aktif NOAA1748 ini menunjukkan
flar e flare Dst Dst nT Kp foF2 TEC Oleh :
Rasdewita Kesumaningrum
[image:8.1191.39.379.221.408.2]Bidang Matahari dan Antariksa
Gambar 1.Citra flare X2,8 tanggal 13 Mei 2013 yang diamati pada panjang gelombang 131 armstrong. (Credit:Nasa/SDO)
review
bahwa besarnya gangguan yang terjadi di lingkungan Bumi sangat ditentukan oleh posisi daerah aktif, dan CME pada piringan matahari. Bila berada di tepi timur, maka pengaruhnya sangat rendah.
Pengaruh aktivitas matahari p a d a g e o m a g n e t y a n g diklasifikasikan sebagai badai besar terjadi pada 17 Maret 2013 dimana nilai turun sampai dengan -132 pada pukul 21.00 UT. Peristiwa badai ini berkaitan dengan CME halo yang terjadi pada tanggal 15 Maret 2013 pukul 07.12 UT dengan kecepatan 726 km/s. Gangguan dari CME untuk sampai ke Bumi dipicu oleh peristiwa kelas M1.2 pada tanggal 15 Maret 2013 yang mencapai puncaknya pada pukul 07:03 UT. Peningkatan angin matahari terjadi pada tanggal 20 Maret 2013 sekitar pukul 18.00 UT yang diikuti oleh nilai negatif. Sedangkan ionosfer dinyatakan tenang karena tidak ada badai yang dinyatakan dengan indek T Regional 90. Hal ini dapat terlihat pada peta
prediksi dan di atas
wilayah Indonesia dengan mencapai maksimum 15 MHz, dan TEC
pada jam yang sama di atas wilayah Indonesia.
Aktivitas matahari menengah yang dapat berpotensi menimbulkan badai antara lain dikarenakan adanya kelas M, misalnya pada tanggal 11 April 2013 dari hasil pengamatan satelit GOES terjadi cukup kuat (M6.5) pukul 07:16-07:54 UT (14:16-14:54 WIB), bersumber dari flare Dst nT flare Bz foF2 TEC foF2 flare flare
mencapai maksimum 86 TECU (TEC Unit)
NOAA 1719. Setelah kejadian tersebut, ter jadi CME yang mengarah ke bumi dengan laju diperkirakan berkisar 1430 km/jam, dan mencapai bumi dalam waktu 30 jam kemudian yakni sekitar tanggal 12-13 April 2013.
Loka Pengamatan Dirgantara Sumedang mengamati adanya semburan radio tipe II pada 07:02-07:29 UT. Ada indikasi peningkatan angin matahari proton pada 10:55 UT diamati oleh GOES 13. Arah medan magnet antarplanet tanggal 11 April 2013 positif (arah utara) namun dalam 24 jam berikutnya cenderung ke arah selatan (Bz negatif). Kondisi ini berpotensi menimbulkan badai magnet. Dari hasil pengamatan geomagnet, Indeks terendah adalah -22 nT pada tanggal 16 April 2013 pukul 00:00 UT dengan Indeks 3+ (tenang) pada tanggal 14 April 2013, sehinga aktivitas matahari tersebut dinyatakan tidak menimbulkan badai di lingkungan Bumi.
Sedangkan pada lingkungan ionosfer, kondisi ionosfer relatif t e n a n g n a m u n a d a s e d i k i t
peningkatan dan , yang
dapat diakibatkan oleh flare. Selain dan CME pada tanggal 11 April 2013, daerah aktif tersebut juga m e n g h a s i l k a n b a n y a k
menengah, salah satunya kelas C6.5 pada tanggal 18 April 2013 pukul 18:22 UT. Diiringi dengan peristiwa CME yang terdeteksi pada pukul 18:48 UT, dengan kelajuan 975 km/detik. Hanya diikuti oleh semburan radio pada pukul 18:16-flare
Dst
Kp
foF2 TEC
flare
f l a r e flare
18:28 UT (sebagai indikasi peningkatan densitas angin matahari) namun tidak ada ikutan semburan radio tipe I. Nilai positif atau medan magnet antarplanet mengarah utara sehingga tidak memungkinkan terjadinya rekoneksi dan tidak ada potensi terjadi badai magnetik di atmosfer atas Bumi. Indeks terendah adalah -63 (badai menengah) pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 05.00 UT dengan Indeks 5 (badai)
Dalam kondisi matahari berada sekitar puncak siklus pada Mei 2013, matahari relatif tenang. Selain serangkaian kuat pada tanggal 13-15 Mei 2013, yang merupakan kuat pertama pada tahun 2013 ini, matahari cenderung melepaskan menengah kelas C dan
beberapa kelas M. Badai
geomagnet yang terjadi sebagian besar berada dalam kategori badai menengah bahkan cenderung tidak terjadi badai. Sedangkan kondisi ionosfer cenderung normal dan hanya sedikit mengalami variasi
pada atau .
http://www.nasa.gov http://www.swpc.noaa.gov/Solar Cycle/ http://sidc.oma.be/cactus/catalog .php. http://www.solarmonitor.org Bz Dst nT Kp flare flare flare flare
foF2 TEC¥
Sumber:
Buletin Cuaca Antariksa| Juli - September 2013 15 Juli - September 2013 |Buletin Cuaca Antariksa
Mode- (kanan) muncul akibat pergeseran garis medan dalam arah azimut terkait dengan perturbasi magnetik dalam arah azimut. Sedangkan mode- l (tengah) terkait dengan perturbasi dalam arah radial. Mode-dominan teramati di antariksa sedangkan mode- sudah tereksitasi karena untuk mode ini garis medan dalam arah radial pada daerah yang berdekatan berosilasi dengan frekuensi berbeda-beda.
Sedangkan sumber internal gelombang ULF berasal dari berbagai ketidakstabilan di magnetosfer. Frekuensi gelombang dikontrol oleh sifat-sifat distribusi partikel yang terjebak dalam medan dipol Bumi. Frekuensi gelombang ULF terkait dengan fenomena yang terjadi di magnetosfer Bumi. Sebagai contoh, pulsa magnet d i b a n g k i t k a n m e l a l u i ketidakstabilan ion siklotron, melalui resonansi dari titik cermin magnetik di belahan utara dan selatan, dan terkait dengan resonansi dengan partikel ketika bergerak melewati medan magnet dan dewasa ini sangat bermanfaat dalam mempelajari pembentukan sabuk radiasi elektron.
Pulsa magnet dan merupakan perubahan tekanan dinamis angin surya dan peristiwa badai magnet. Selain itu, pulsa magnet pembangkitan terkait dengan percepatan partikel yang diinjeksi dari magnetotail ke ionosfer kutub yang mana sangat erat kaitannya dengan badai aurora. Sedangkan sangat terkait dengan osilasi frekuensi tinggi di ionosfer. Dari hal-hal tersebut dapat dikatakan bahwa pulsa magnet dapat menggambarkan kondisi cuaca antariksa. toroidal poloida toroidal poloidal plasma Pc1 Pc4 bounce Pc5 drift Pc3 Pc5 Pi2 Pi1 ¥
Pulsa magnet merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan osilasi hidromagnetik di lingkungan antariksa Bumi; ruang antar-planet di sekitar Bumi, magnetosfer dan ionosfer. Pulsa magnet memiliki frekuensi pada rentang ULF (
) yaitu 1mHz – 1Hz. Klasifikasi g elombang ULF ditunjukkan dalam Gambar 1.
Berdasarkan bentuk dan sifat gelombangnya, pulsa magnetik dibedakan menjadi dua yaitu pulsa magnet kontinyu ( ) dan pulsa magnet iregular ( ). Pulsa magnet kontinyu mer upakan osilasi hidromagnetik yang muncul secara kuasi-kontinyu pada periode tertentu dan pulsa magnet ini dibagi lagi berdasarkan rentang periodenya menjadi 5 kelas yang di kenal sebagai
, , , , dan .
Sedangkan pulsa magnet iregular muncul secara impulsif/transien dan dibagi menjadi dua kelas yaitu
dan .
Kemunculan pulsa magnet dapat diamati melalui osilasi dalam medan m a g n e t m e n g g u n a k a n magnetometer permukaan atau osilasi medan listrik dan medan m a g n e t m e n g g u n a k a n magnetometer yang di bawa oleh satelit.
ultra-low frequency
Pc Pi
Pc1 Pc2 Pc3 Pc4 Pc5
Pi1 Pi2
Kemunculan pulsa magnet dalam data magnetometer satelit maupun permukaan Bumi. Ada dua sumber pulsa magnet yaitu sumber eksternal dan internal magnetosfer Bumi. Sumber eksternalnya adalah angin
surya, , dan
. Gelombang ULF yang bersumber dari angin surya berasal dari matahari yang dibawa dan menjalar melalui angin surya.
Variasi komponen medan magnet antar-planet dan kecepatan serta kerapatan plasma angin surya terjadi dalam orde frekuensi g elombang ULF. Per ubahan parameter angin surya tersebut memberi kontribusi pada perubahan
foreshock ion bow-shock magnetopause
tekanan angin surya sehingga juga bervariasi dalam skala waktu gelombang ULF. Perubahan tekanan angin surya ini mengakibatkan magnetosfer Bumi mengalami ekspansi dan kontraksi dengan frekuensi osilasi pada orde g e l o m b a n g U L F d a n m e n g a k i b a t k a n t e r j a d i n y a perubahan global dalam medan magnet di dalam magnetosfer Bumi.
G e l o m b a n g U L F y a n g
bersumber dari muncul
sebagai akibat dari gerak ion di sepanjang garis medan magnet dalam arah tangensial terhadap . Saat ion bergerak di daerah
berinteraksi angin sur ya foreshock ion
shock upstream
menghasilkan gelombang dengan frekuensi yang bergantung pada kekuatan medan magnet angin surya. Gelombang yang dihasilkan dari interaksi tersebut memiliki frekuensi pada rentang gelombang ULF.
adalah diskontinuitas dan merupakan gelombang berdiri mode-cepat yang terbentuk melalui superposisi gelombang dalam berbagai frekuensi berbeda di daerah angin surya. pada
merupakan daerah sumber gelombang ULF yang dapat menjalar menuju dan pada kondisi tertentu dapat memasuki magnetosfer Bumi.
Bow-shock
Shock-parallel bow-shock
downstream
yang merupakan daerah batas antara magnetosfer dan ruang antar-planet juga merupakan s u m b e r g e l o m b a n g U L F. Gelombang ULF di magnetopause dihasilkan oleh fluktuasi tekanan dinamis angin surya.
G e l o m b a n g U L F y a n g dibangkitkan di bagian luar magnetosfer menjalar melewati menuju magnetosfer dan ionosfer hingga akhirnya teramati oleh magnetometer permukaan Bumi. Ada dua proses transfer energi gelombang ULF dari luar ke dalam magnetosfer, yaitu melalui proses resonansi garis medan dan resonansi . Rongga antara berbagai bekerja sebagai yang beresonansi atau sebagai pandu-gelombang. Dalam proses transfer energi tersebut garis medan dipol Bumi bekerja seperti pegas dan menghasilkan dua mode utama gelombang yaitu mode- l dan m o d e - s e b a g a i m a n a ditunjukkan dalam Gambar 2.
Magnetopause magnetopause cavity boundary cavity toroida p o l o i d a l
Pulsations Continuous Pulsations Irregular
Pi 2 Pi 1
Pc 4
Pc 5 Pc 3 Pc 2 Pc 1
10-4 10-3 10-2 10-1 100 101 FREQUENCY HERTZ W A VE TYPE
The Classification of ULF Waves Irregular Pulsations
[image:9.1191.10.755.9.324.2]Class Pi 2 Pi 1 Low Period(s) High Period(s) 15C 45 45 1 Continuous Pulsations Class Pc 5 Pc 4 Pc 3 Pc 2 Pc 1 Low Period(s) High Period(s) 60C 15C 45 10 5 150 45 10 5 0.2
Gambar 1.Klasifikasi gelombang ULF (Jacobs, dkk., 1964)
bx
by
by H:Parallel D:Antiparallel
bx H:Parallel D:Antiparallel
N S H D bx bx by by
by by
Odd Mode Even Mode Z bx N S H D
Gambar 2.Mode osilasi resonansi garis medan (McPherron, 2005)
PULSA
MAGNETIK
DI MAGNETOSFER BUMI
http://siappudannapogos.files.wordpress.com/Oleh :
La Ode Muhammad Musafar K.
[image:9.1191.226.563.585.763.2](NICT, ,
dan ), India
(NARL), dan Indonesia (LAPAN dan ITB).
Di antara kegiatan workshop diadakan juga sesi poster. Sesi ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada peserta yang menyajikan poster dan memberi ulasan singkat tentang hasil penelitiannya.
STELab Nagoya University RISH Kyoto University
introduction
¥
INTERNATIONAL WORKSHOP
ON SPACE WEATHER
IN INDONESIA 2013
Bandung – Cuaca Antariksa
( ) adalah kondisi di
m a t a h a r i d a n a n g i n s u r y a , m a g n e t o s f e r, i o n o s f e r, d a n t e r m o s f e r y a n g d a p a t m e m p e n g a r uh i ko n d i s i d a n kemampuan sistem teknologi, baik yang landas bumi maupun ruang angkasa, dan membahayakan kehidupan dan kesehatan manusia. Cuaca antariksa disebabkan adanya aktivitas matahari yang melontarkan milyaran ton partikel dan plasma berenergi tinggi serta radiasi gelombang elektomagnetik.
Pusat Sains Antariksa Lapan telah melakukan upaya-upaya membangun informasi tentang cuaca antariksa, seperti pengamatan aktivitas matahari, pengamatan geomagnet, pengamatan ionosfer, pembangunan sistem informasi cuaca antariksa dan lain-lain. Bersama dengan
(RISH) . Pusat Sains Antariksa menyepakati suatu
Space Weather
Research Institute for Sustainable Humanosphere
Kyoto University
kerjasama berkaitan dengan cuaca antariksa. sehingga dapat saling memberikan data dan informasi cuaca antariksa dalam lingkup
regional ( ). Untuk
melihat capaian hasil kerjasama penelitian tersebut maka LAPAN dan RISH telah menyelenggarakan kegiatan “
” pada 25-26 Maret 2013 deng an tema “
”.
Workshop dibuka secara resmi oleh Deputi Sains, Pengkajian, dan I n f o r m a s i K e d i r g a n t a r a a n , L e m b a g a Pe n e r b a n g a n d a n Antariksa Nasional, dan dihadiri oleh Kepala Pusat Sains Antariksa (Pussainsa), para pejabat struktural dari Pussainsa dan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, pejabat Fungsional Peneliti, Perekayasa, dan Litkayasa. Peserta yang hadir sebanyak 71 orang dari lembaga penelitian yang ada di Jepang
Asia Oceania
2013 Inter national Workshop on Space Weather in Indonesia
R e s e a r c h Enhancement and System Establishment for Space Weather in Indonesia
3 t h
Oleh :
Siti Mutiara Fitry
Bidang Matahari dan Antariksa
Buletin Cuaca Antariksa| Juli - September 2013 19 Juli - September 2013 |Buletin Cuaca Antariksa
18
kalender
8 Juli 2013
Bulan Baru
Bulan akan tepat berada di antara Bumi dan Matahari sehingga tidak tampak dari Bumi. Fase ini terjadi tepat pada pukul 07:14 UT.
22 Juli 2013
Bulan Purnama
Bulan Purnama - Bulan akan berada pada oposisi dengan Bumi dari Matahari dan akan tersinari secara sempurna oleh Matahari. Fase ini tepatnya terjadi pada pukul 18:15 UT.
12-13 Agustus 2013
Hujan Meteor Perseid
Salah satu hujan meteor terbaik dengan kemunculan meteor bisa mencapai 60 meteor per jam pada saat puncaknya. Puncak hujan meteor biasanya terjadi pada 13-14 Agustus, tetapi sebagian meteor dari hujan meteor ini dapat terlihat sepanjang 23 Juli-23 Agustus. Titik radian dari hujan meteor ini berada pada arah rasi Perseid di sebelah Timur Laut. Hujan meteor ini teramati dengan baik setelah tengah malam.
21 Agustus 2013
27 Agustus 2013
Bulan Purnama
Oposisi Neptunus
Bulan akan berada pada oposisi dengan Bumi dari Matahari dan akan tersinari secara sempurna oleh Matahari. Fase ini tepatnya terjadi pada pukul 01:45 UT.
Planet Neptunus akan berada pada posisi terdekat dengan Bumi dan akan tersinari sempurna oleh Matahari. Saat ini merupakan waktu yang paling tepat untuk mengamati Neptunus.
5 September 2013
Bulan Baru
Bulan akan tepat berada di antara Bumi dan Matahari sehingga tidak tampak dari Bumi. Fase ini terjadi tepat pada pukul 11:36 UT.
19 September 2013
22 September 2013
Bulan PurnamaBulan akan berad pada oposisi dengan Bumi dari Matahari dan akan tersinari secara sempurna oleh Matahari. Fase ini tepatnya terjadi pada pukul 11:13 UT.
Terjadi pada pukul 20:44 UT. Matahari akan bersinar tepat di khatulistiwa dan di seluruh belahan Bumi akan terjadi lama siang dan malam dalam waktu yang hampir sama. Hari ini juga akan menjadi awal musim
gugur ( ) di belahan
Bumi Utara dan menjadi awal musim semi ( ) di belahan Bumi Selatan.
Equinox September
autumnal equinox vernal equinox
28-29 Juli 2013
6 Agustus 2013
Hujan Meteor Delta-Aquarid Selatan
Bulan Baru
Hujan meteor ini dapat menghasilkan 20 meteor dalam satu jam pada saat puncaknya. Puncak hujan meteor ini terjadi antara 28-29 Juli, tetapi hujan meteor ini dapat terlihat sepanjang 18 Juli - 18 Agustus. Titik radian dari hujan meteor ini adalah pada arah rasi Aquarius. Peristiwa ini terlihat paling baik di sebelah Timur setelah tengah malam.
Bulan akan tepat berada di antara Bumi dan Matahari sehingga tidak tampak dari Bumi. Fase ini terjadi tepat pada pukul 21:51 UT.
Juli - September 2013
Warta LAPAN
RALAT
“Faktor utamanya adalah asteroid berukuran kecil (diameter di bawah 100 meter). Walau sangat banyak jumlahnya di sekitar Bumi tapi sangat redup."
“Faktor utamanya adalah redupnya kebanyakan asteroid yang banyak terdapat disekitar Bumi."
Buletin Cuaca Antariksa Vol.2/No.2 April - Juni 2013 pada artikel “Pemantauan Benda Jatuh Antariksa” Halaman 7, Kolom 1