• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN MAQASID AL-SHARI’AH TERHADAP SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73/KMA/HK.01/IX/2015 TENTANG PENYUMPAHAN ADVOKAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN MAQASID AL-SHARI’AH TERHADAP SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73/KMA/HK.01/IX/2015 TENTANG PENYUMPAHAN ADVOKAT."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN MAQA>S{ID AL-SHARI>’AH TERHADAP SURAT

KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73/KMA/HK.01/IX/2015

TENTANG PENYUMPAHAN ADVOKAT

SKRIPSI

Oleh:

ANDRE NASRUL KAMAL NIM. C03212035

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM

SURABAYA

(2)

i

TINJAUAN MAQA>S{ID AL-SHARI’AH TERHADAP SURAT

KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73/KMA/HK.01/IX/2015

TENTANG PENYUMPAHAN ADVOKAT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu Syariah

Oleh

:

Andre Nasrul Kamal NIM: C03212035

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Maqa>{si>d Al-Shari’ah terhadap Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat” Skripsi ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diantaranya: Bagaimana pertimbangan ketua mahkamah agung dalam Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang penyumpahan advokat?, Tinjauan maqa>s{id

al-shari>’ah terhadap pertimbangan ketua mahkamah agung dalam Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang penyumpahan advokat?

Dengan adanya permasalahan di atas, maka penyusun mengkaji dan meneliti untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi atau penelaahan terhadap buku, literatur, catatan, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan. Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik deskriptif analisis verifikatif dengan pola pikir deduktif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas dalam hal ini data terkait dengan Surat Ketua Mahkamah Agung.

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukaan oleh penulis dapat diketahui bahwa: ketua Mahkamah Agung menerbitkan Surat Ketua Mahkamah Agung yang baru Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 perihal penyumpahan advokat dengan beberapa pertimbangan yakni dikarenakan banyaknya organisasi-organisasi advokay yang mengklaim sebagai organisasi-organisasi advokat yang sah, kurangnya tenaga advokat di beberapa daerah di Indonesia serta menjamin hak untuk bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan putusan tersebut Mahkamah Agung secara explicit mengakui serta melegalkan seluruh organisasi advokat, dengan kata lain Mahkamah Agung menetapkan tatanan organisasi advokat menjadi multibar yang sebelumnya singlebar. Kedua, Surat Ketua Mahkamah Agung tersebut sesuai dengan prinsip maqa>s{id al-shari>’ah. Surat Ketua Mahkamah Agung tersebut bertujuan untuk melindungi kemaslahatan organisasi advokat sekaligus agar terhindar dari mafsadat.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

(9)

BAB II MAQA<S{ID AL-SHARI<’AH ... 22

A. Definisi Maqa>s{id al-Shari>’ah ... 22

B. Tujuan Penerapan al-Shari><’Ah ... 24

C. Maslahah Menurut Al-Gazali ... 27

D. Prinsip dalam Maqa>s{id al-Shari>’ah ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM POLEMIK DALAM ORGANISASI ADVOKAT DAN DESKRIPSI SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73/HK.01/IX/2015 TENTANG ADVOKAT .... 40

A. Latar Belakang Dikeluarkannya Surat Ketua Mahkamah Agung No. 73/HK.01/IX/2015 tentang Advokat ... 40

B. Deskripsi Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Advokat ... 46

BAB IV ANALISIS MAQA>S{ID AL-SHARI>’AH TERHADAP SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73/KMA/HK.01/IX/2015 TENTANG PENYUMPAHAN ADVOKAT ... 52

A. Pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat ... 58

B. Analisis Maqa>s{id al-Shari>’ah terhadap Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Advokat ... 58

BAB V PENUTUP ... 62

A. Kesimpulan ... 62

(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbincangan mengenai hukum di Indonesia pastinya tidak terlepas

dari lembaga penegak hukum, tidak terkecuali organisasi advokat. Istilah

advokat bukan asli bahasa Indonesia namun berasal dari bahasa Belanda

yaitu Advocaat, yang berarti orang yang memberikan jasa hukum baik

diberikan di dalam atau di luar sidang.1 Sedangkan pengertian advokat

menurut pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang

advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam

maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan

ketentuan undang-undang yang mengatur.2 Organisasi advokat sendiri

adalah sebuah wadah profesi advokat yang didirikan dengan tujuan

meningkatkan kualitas profesi advokat dengan dasar pendirian organisasi

advokat adalah undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat.

Tugas utama advokat antara lain membela kepentingan klien yang

terkena masalah hukum dan melindungi kepentingan klien pada saat

berlangsungnya proses peradilan.3 Pada awal orde baru para advokat

Indonesia memiliki banyak organisasi advokat, namun sebenarnya yang

1 Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, (Jakarta: sinar Grafika, 2010), 2. 2 Ibid., 3

(12)

2

paling diakui keberadaannya dalam lingkup Nasional adalah Persatuan

Advokat Indonesia atau lebih dikenal dengan nama Peradin. Dikarenakan

memang Peradin didirikan dengan tujuan mentransformasikan ke dalam

sebuah organisasi advokat yang lebih besar. Dengan berkembangnya waktu

Peradin berhasil menjalankan peran yang signifikan bagi perbaikan tidak

hanya profesi advokat, melainkan juga sistem hukum dan peradilan

Indonesia. Namun pada kelanjutannya Peradin dilemahkan dengan berbagai

cara diantaranya, dengan melegitimasi pembentukan berbagai organisasi

advokat baru seperti Himpunan Penasihat Hukum Indonesia (HPHI), Pusat

Bantuan dan Pengabdian Hukum (Pusbadi), serta Forum Studi dan

Komunikasi Advokat (Fosko Advokat)4.

Setelah munculnya berbagai organisasi advokat, pemerintah

mengambil keputusan untuk menjadikan organisasi dalam satu wadah

tunggal yang telah disetujui yakni dengan nama Ikatan Advokat Indonesia

(Ikadin). Ikadin didirikan di Jakarta pada tanggal 10 November 1985 yang

ide pendiriannya pertama kali ditawarkan dalam kongres Peradin 1980 di

Surabaya5. Meskipun Ikadin sudah lahir tetap saja bermunculan berbagai

organisasi advokat baru, baik yang pembentukannya dilatarbelakangi oleh

konflik internal maupun alasan lain, dan akhirnya terbentuklah Komite

Kerja Advokat Indonesia (KKAI) oleh Ikadin, AAI, IPHI, Asosiasi

Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar

(13)

3

Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan

Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), ditambah dengan Asosiasi

Pengacara Syariah Indonesia (APSI).6

Dalam perkembangan organisasi advokat selanjutnya telah lahir dasar

untuk mengemban profesi sebagai advokat serta wujud untuk mempertegas

pengakuan negara terhadap profesi advokat yakni undang-undang nomor 18

tahun 2003 tentang advokat, namun dalam undang-undang nomor 18

Tahun 2003 tentang advokat yang perlu dikaji adalah pasal 4 ayat (1) dan

pasal 28 ayat (1). Dalam pasal 28 ayat (1) diamanatkan untuk membentuk

wadah tunggal organisasi advokat dan pada akhirnya pada tanggal 21

Desember 2004, kedelapan organisasi advokat yang tergabung dalam

KKAI tersebut membulatkan tekad untuk membentuk organisasi advokat

melalui Deklarasi Pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia pada tanggal

21 Desember 2004 yang kemudian lahirlah PERADI (Perhimpunan

Advokat Indonesia).

Terbentuknya Peradi ternyata tidak otomatis membuat advokat berada

pada satu naungan organisasi, seiring berjalannya waktu tetap berdiri

berbagai organisasi advokat di Indonesia, beberapa organisasi menyatakan

diri sebagai organisasi advokat yang sah dan sesuai dengan mandat dari

undang-undang nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat, bahkan dalam

perkembangannya di internal organisasi advokat itu sendiri malah terjadi

(14)

4

perpecahan, sehingga muncul lagi organisasi advokat lain yaitu KAI

(Konggres Advokat Indonesia) dan AAI (Asosiasi Advokat Indonesia).

Kemudian dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan: “Sebelum menjalankan

profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji

dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi Negeri di

wilayah domisili hukumnya”. Bunyi sumpah advokat sesuai dengan

undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat dalam pasal 4 ayat2

yaitu:

“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : a). Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; b). Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini,langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga’ c). Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan; d). Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani; e). Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai advokat; f). Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang advokat”.7

Di sisi lain Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 089/KMA/2010

Tanggal 25 Juni 20010 yang pada pokoknya ketua Pengadilan Tinggi dapat

mengambil sumpah para advokat yang telah memenuhi syarat dengan

ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh pengurus

Peradi, sesuai dengan penjelasan di atas ternyata kesepakatan itu tidak

(15)

5

dapat diwujudkan sepenuhnya bahkan Peradi yang dianggap sebagai wadah

tunggal sudah terpecah belah dan masing-masing saling mengklaim sebagai

pengurus yang sah.

Dari permasalahan tersebut, Mahkamah Agung dengan berbagai

pertimbangan membuat keputusan dengan menerbitkan Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan

advokat dengan harapan dapat memecahkan polemik yang sedang terjadi

dalam organisasi-organisasi advokat yang saling menyatakan dirinya

sebagai organisasi yang sah menurut undang-undang nomor 18 Tahun 2003

tentang advokat. Mengingat kewenangan Mahkamah Agung yang

tercantum dalam UUD 1945 sebagai berikut:8

1. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada

tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang

berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang

menentukan lain;

2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

terhadap undang-undang; dan

3. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

Para ahli pun berpendapat tentang tugas Mahkamah Agung yaitu tugas

hakim/badan peradilan sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya

(16)

6

dan sebuah Mahkamah Konstitusi.9 Serta Mahkamah Agung juga memiliki

beberapa fungsi yaitu:

1. Fungsi mengadili, yaitu memeriksa dan memutus perkara permohonan

kasasi dan peninjauan kembali.

2. Fungsi menguji peraturan perundang-undangan, yaitu untuk menilai

apakah suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tidak

bertentangan dengan perundang-undangan yang dibawahnya.

3. Fungsi pengaturan, yaitu untuk mengisi kekosongan hukum.\

4. Fungsi memberi nasehat dan pertimbangan hukum, yaitu memberikan

nasehat hukum kepada presiden dalam hal permohonan grasi dan

rehabilitasi serta memberi pertimbangan hukum ke lembaga tinggi

negara lain.

5. Fungsi membina dan mengawasi yaitu membina dan mengawasi

peradilan dan hakim di bawahnya.

6. Fungsi administrasi yaitu mengelolah administrasi keuangan dan

organisasinya sendiri.

Apabila dihubungkan dengan polemik yang terjadi dalam

organisasi-organisasi advokat, Mahkamah Agung mempunyai kewajiban untuk

mengisi kekosongan hukum, dengan ini Mahkamah Agung mengambil

tindakan dengan mengeluarkan atau menerbitkan Surat Ketua Mahkamah

Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat.

(17)

7

Dalam surat ketua Mahkamah Agung tersebut berisikan bahwa setiap

organisasi advokat bisa mengajukan penyumpahan untuk para anggotanya

kepada Pengadilan Tinggi Negeri.10

Dalam hukum Islam sendiri menentukan sebuah hukum harus

berdasarkan atas kemaslahatan hidup manusia dengan mendatangkan

manfaat dan menghindari madharat, untuk meninjau hal tersebut ada

sebuah metodologi untuk mengetahui apa tujuan dari ditetapkannya hukum

yakni maqa>s{id al-shari>’ah. Dimana Imam al-Sha>tibi dalam kitab

al-muwa>faqat berkata: “sekali-kali tidaklah syariat itu dibuat kecuali untuk

merealisasikan manusia baik di dunia maupun di akhirat dan dalam rangka

mencegah kemafsadatan yang akan menimpa mereka”.11 Tujuan dari

hukum syariat adalah untuk merealisasikan kemaslahatan hidup manusia

dengan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat, dari sini penulis

tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan menggunakan analisis maqa>s{id

al-shari>’ah untuk mengetahui apakah dari Surat Ketua Mahkamah Agung

nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 sudah mencerminkan kemaslahatan atau

sebaliknya yakni kemad}aratan.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari paparan latar belakang di atas maka pokok yang akan dikaji dalam

pembahasan ini adalah:

10 Surat Ketua Mahkamah Agung No. 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang advokat lembaran Negara Republik Indonesia

(18)

8

1. Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015

tentang Penyumpahan Advokat

2. Pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua Mahkamah

Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat

3. Dampak dari terbitnya Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat

4. Tata cara pelaksanaan sumpah di muka sidang terbuka pengadilan

tinggi wilayah domisili

5. Status advokat yang belum melakukan sumpah advokat

6. Kedudukan organisasi advokat

7. Peran dan fungsi organisasi advokat

8. Tinjauan maqa>s{id al-shari>’ah terhadap pertimbangan ketua Mahkamah

Agung dalam Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat.

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, perlu diperjelas batasan

atau ruang lingkup persoalan yang akan dikaji/diteliti dalam penelititan ini

agar penelitian ini dapat terarah permasalahan yang akan dikaji/diteliti,

adapun batasan masalah dalam pembahasan ini yaitu:

1. Pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua Mahkamah

Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat

2. Tinjauan maqa>s{id al-shari>’ah terhadap pertimbangan Ketua Mahkamah

Agung dalam Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

(19)

9

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang di

atas adalah:

1. Bagaimana Pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang

penyumpahan advokat?

2. Bagaimana Analisis maqa>s{id al-shari>’ah terhadap pertimbangan Ketua

Mahkamah Agung dalam Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang

sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.12

Penelitian mengenai organisasi advokat ini banyak diteliti oleh peneliti

sebelumnya. Tema yang berkaitan diantaranya yaitu:

1. Penelitian saudara Kusaeri pada tahun 2004 tentang respon lembaga

bantuan hukum Surabaya terhadap undang-undang nomor 18 Tahun

(20)

10

2003 tentang advokat, Penelitian ini memfokuskan membahas tentang

tanggapan lembaga bantuan hukum terhadap undang-undang nomor 18

Tahun 2003 tentang advokat yang masih belum jelas mengenai

existensi advokat syari’ah yang secara yuridis mempunyai kewenangan

untuk melakukan advokasi/pendampingan hukum dan mempunyai

kewenangan sama dengan advokat yang berbasis perguruan tinggi

umum sehingga perlu untuk diajukan judicial review.13

2. Penelitian saudara M. Johan Kurniawan pada tahun 2011 tentang

eksistensi dan wewenang advokat dalam mendampingi terdakwa

ditinjau dalam hukum Islam yang membahas tentang konsep

perwakilan dalam sebuah perkara ditinjau dari sudut pandang hukum

Islam. Berdasarkan kajian yang diteliti dari penelitian tersebut adalah

pada existensi dan wewenang advokat menurut undang-undang nomor

18 tahun 2003 tentang advokat dalam mendampingi terdakwa adalah

memberikan bantuan hukum kepada terdakwa, baik di dalam

persidangan maupun di luar persidangan; bisa sebagai wakil dalam

beracara maupun tidak atau memberikan jalan yang harus ditempuh

ketika seseorang tersangkut perkara di pengadilan.14

Dari dua penelitian yang sudah ada, terlihat bahwa dari segi tema ada

kesamaan yakni mengenai organisasi advokat, perbedaan utama dengan

penelitian yang sudah ada yaitu terletak pada pembahasannya, penelitian

13Kusaeri, “Respon Lembaga Bantuan Hukum Surabaya terhadap Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang advokat”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel 2003).

(21)

11

sebelumnya membahas tentang tanggapan dari lembaga bantuan hukum

terhadap undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat yang lebih

fokus pada eksistensi advokat berbasis perguruan tinggi syari’ah.

Sedangkan penelitian yang kedua, menganalisis konsep perwakilan dalam

berperkara yang dilihat dari sudut pandang hukum Islam

Mengingat pembahasan mengenai analisis maqa>s{id al-shari>’ah

terhadap Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015

tentang penyumpahan advokat belum pernah dikaji dan untuk menghindari

multi tafsir dalam Sura\t Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat, terlebih melihat

fenomena yang terjadi saat ini dimana banyak organisasi advokat yang

saling berselisih.

E. Tujuan Penelitian

Setiap penulisan ilmiah tentu memiliki tujuan pokok yang akan dicapai

atas pembahasan materi tersebut. Oleh karena itu, penulis merumuskan

tujuan penelitian skripsi sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dalam

Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015

tentang penyumpahan advokat.

2. Untuk mengetahui analisis maqa>s{id al-shari>’ah terhadap pertimbangan

Ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

(22)

12

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini mencakup kegunaan

teoritis dan kegunaan praktis yaitu:

a. Segi teoritis yaitu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan, pemikiran, dan pengetahuan bagi penelitian

selanjutnya serta dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya pada program studi Hukum Pidana Islam

(Jinayah), jurusan Hukum Publik Islam, Fakultas Syariah dan Hukum.

b. Segi praktis yaitu diharapkan para akademisi dapat dijadikan rujukan

dalam berijtihad, juga sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas

hukum, khususnya pada Mahkamah Agung, dalam pengambilan

keputusan bila nantinya menghadapi problematika yang serupa.

G. Definisi Operasional

Perlu dijelaskan secara operasional untuk memahami maksud kajian

dan uraian lebih lanjut, agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memberi

orientasi terhadap penelitian ini.

1. Maqa>s{id al-shari>’ah secara etimologi adalah gabungan dari dua kata:

maqa>s{id dan al-shari>’ah. Maqa>s{id adalah bentuk plural dari maqs}ad

yang merupakan derivasi dari kerja qas}ada-yaqs}udu yang mempunyai

banyak arti, seperti menuju suatu arah, tujuan, tengah-tengah, adil,

(23)

13

berlebih-lebihan dan kekurangan, sementara kata shari>’ah , secara

etimologi bermakna jalan menuju mata air. Dari kedua kata bila

dinisbatkan maka yang segera terlintas adalah tujuan-tujuan hukum

syara’ (Fiqh), baik maqa>s{id al-shari>’ah sebagai teori penggalian hukum

maupun sebagai contoh penerapan hukum dengan basis maqa>s{id

al-shari>’ah15. Dalam penelitian ini penulis mengkonsentrasikan maqa>s{id

al-shari>’ah pada maslahah al-mursalahnya untuk mengetahui tujuan

dari penetapan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat. Maslahah

al-mursalah sendiri mempunyai definisi secara bahasa dapat diartikan

segala sesuatu yang dapat mewujudkan kebaikan dan terhindar segala

macam mad}arrah (bahaya) atau mafsadah (kerusakan) dalam

kehidupan manusia.16

2. Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015

tentang penyumpahan advokat adalah surat keputusan (beschikking)

yang dikeluarkan ketua Mahkamah Agung, pada penelitian ini Surat

Ketua Mahkamah Agung mengenai penyumpahan advokat.17

H. Metode Penelitian

15 A. Halil Thahir, Ijtihad Maqasidi Rekonstruksi Hukum Islam Berbasis Interkoneksitas Maslahah..., 15.

16 Ibid.,16.

(24)

14

Metode penelitian adalah tata cara yang digunakan untuk

mengumpulkan atau mengolah bahan dan menemukan kebenaran dalam

suatu penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dapat digolongkan dalam

jenis penelitian kualitatif (kepustakaan) dengan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis dari dokumen,

undang-undang, bahan-bahan pustaka (library research), artikel-artikel dan

sumber-sumber yang berkaitan dengan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat. Untuk

mendapatkan hasil yang akurat dalam menjawab rumusan masalah dalam

penelitian ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data yang akan dihimpun atau

digali melalui sumber-sumber data yang berkaitan dengan Surat Ketua

Mahkamah Agung No. 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang

penyumpahan advokat. Data yang digunakan untuk menjawab

pertanyaan dalam rumusan masalah adalah:

a) Pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang

penyumpahan advokat

(1) Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 089/KMA/VI/2010

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009

(3) Undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang advokat

(25)

15

(1) Definis maqa>s{id al-shari>’ah

(2) Prinsip maqa>s{id al-shari>’ah

(3) Tujuan penerapan al-shari’ah

(4) Maslahah al-mursalah

2. Sumber data

Sumber data yakni sumber penggalian data, baik primer maupun

skunder.18 dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data

yaitu:

a) Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang paling utama, terikat

dengan penelitian yang dilakukan, dan memungkinkan untuk mendapat

sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian,

sumber primer dari penulisan ini yaitu:

1) Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat

2) Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 089/KMA/VI/2010

3) Undang-undang nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat

b) Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah sumber data yang bersifat membantu dan

melengkapi sumber primer, sumber skunder dari penulisan ini yaitu :

1) Pandangan ulama tentang maqa>s{id al-shari>’ah

(26)

16

2) A. Halil Thahir, Ijtihad Maqasidi Rekonstruksi Hukum Islam

Berbasis Interkoneksitas Maslahah, LKIS printing cemerlang:

Jogjakarta, 2015.

3) Asmawi, “teori maslahat dan relevansinya dengan perundang

-undangan pidana kghusus di Indonesia”, Badan litbang dan

diklat KEMENAG RI, Jakarta, 2010.

4) Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Logos Wacana

Ilmu, Jakarta, 1997.

5) Miftahul Arifin, Usul Fiqih Kaidah-Kaidah Penerapan Hukum

Islam, Citra Media, Surabaya, 1997.

6) Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel

Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, Surabaya, 2014.

7) Henry P. Pangabean, Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik

Sehari-Hari, sinar harapan, jakarta, 2001.

8) Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, Studi

tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Pusat

Study Hukum dan Kebijakan Indonesia: Jakarta, 2001.

9) Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, sinar Grafika: Jakarta,2010.

10) Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Kencana: Jakarta, 2011

(27)

17

Teknik pengumpulan data adalah teknik pengumpulan data yang

secara riil (nyata) digunakan dalam penelitian, bukan yang disebut

dalam literatur metodologi penelitian.19 Penulis mengumpulkan data

ini dengan cara dokumentasi, yaitu mencari pokok-pokok bahasan yang

sesuai dengan pembahasan karya ilmiah ini. Kemudian penulis

membaca, menulis, mengkaji, merangkum, dan mengumpulkan data

yang berkaitan dengan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat, tersebut.

4. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penggalian sumber-sumber data tersebut

diolah dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing yaitu Melakukan pemeriksaan kembali terhadap data yang

diperoleh secara cermat baik dari sumber primer maupun sumber

sekunder, dengan tinjauan maqa>s{id al-shari>’ah terhadap Surat

Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang

penyumpahan advokat.

b. Organizing yaitu mengatur dan Menyusun data secara sistematis

mengenai kajian maqa>s{id al-shari>’ah terhadap Surat Ketua

Mahkamah Agung no 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang

penyumpahan advokat sehingga dapat memperoleh gambaran yang

sesuai dengan rumusan masalah serta mengelompokkan data yang

diperoleh.

(28)

18

c. Analyzing yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap

hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari

sumber-sumber data dengan menggunakan teori-teori dan maqa>s{id

al-shari>’ah sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

d. Translitrasi yaitu teknik mengubah bahasa Arab ke bahasa latin

(bahasa Indonesia) agar dapat dipahami oleh orang-orang yang

membaca, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman dalam

memahami penelitiaan ini.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis verifikatif dengan

pola pikir deduktif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas

dalam hal ini data terkait dengan Surat Ketua Mahkamah Agung

nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat,

kemudian dianalisis dan diverifikasi dengan teori maqa>s{id al-shari>’ah.

Metode ini digunakan penulis untuk mengetahui tujuan dari

diterbitkannya Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat.

I. Sistematika Pembahasan

Yang dimaksud sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah

(29)

19

bahasan skripsi.20 Agar tercapainya pembahasan penelitian ini menjadi

sistematis dan kronologis yang sesuai dengan alur berpikir ilmiah, maka

dibutuhkan sistematika pembahasan yang tepat, adapun sistematika

pembahasan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan awal yang memaparkan secara global tentang

latar belakang masalah yang dikaji. Hal ini merupakan langkah awal untuk

melangkah pada bab-bab selanjutnya. Bab ini meliputi, latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan dan kegunaan penelitian, devinisi operasional, metode

penelitian dan sistematika pembahsan.

Bab kedua, akan menjelaskan secara detail semua tentang maqa>s{id

al-shari>’ah, diantaranya berisi tentang definisi maqa>s{id al-shari>’ah, tujuan

penerapan al-shari>’ah, prinsip maqa>s{id al-shari>’ah, dan maslahah al

mursalah.

Bab ketiga, akan menjelaskan secara detail semua tentang deskripsi

singkat polemik dalam organisasi advokat, penjabaran Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan

advokat dan pertimbangan ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan

advokat.

Bab keempat, memuat tentang analisis mengenai Surat Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan

(30)

20

advokat dan analisis maqa>s{id al-shari>’ah terhadap Surat Ketua Mahkamah

Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat.

Bab kelima, memuat penutup yang berisi kesimpulan tentang

pertimbangan ketua Mahkamah Agung dalam Surat Ketua Mahkamah

Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat,

kandungan maslahah dalam Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang penyumpahan advokat, serta saran yang

(31)

BAB II

MAQA<S{ID AL-SHARI<’AH

A. Definisi Maqa>s{id al-Shari>’ah

Secara bahasa maqa>s{id al-shari>’ah terdiri dari dua bahasa, yakni:

maqa>s{id dan shari>’ah. Kata maqa>s{id merupakan bentuk jama’ dari maqs}ad

yang berarti maksud dan tujuan, sedangkan kata shari>’ah mempunyai

pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk manusia agar

dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.

Jika keduanya dinisbatkan maka maqa>s{id al-shari>’ah berarti maksud atau

tujuan disyariatkan hukum Islam.1 Dengan demikian maqa>s{id al-shari>’ah

mempunyai arti kandungan nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum,

dalam arti lain maqa>s{id al-shari>’ah adalah tujuan-tujuan yang hendak

dicapai dari suatu penetapan hukum.2

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa yang menjadi bahasan

utama dalam maqa>s{id al-shari>’ah adalah hikmah dan illat ditetapkan suatu

hukum. Dalam kajian ushul fiqh, hikmah berbeda dengan illat. Illat adalah

sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objektif (zahir), dan ada

tolak ukurnya (mund}abit) dan sesuai dengan ketentuan hukum (munasib)

yang keberadaannya merupakan penentu adanya hukum. Sedangkan

hikmah adalah sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud disyariatkannya

(32)

23

hukum dalam wujud kemaslahatan bagi manusia. Dalam kajian filsafat

hukum Islam yang menjadi titik utama sama dengan maqa>s{id al-shari>’ah

sehingga dapat dikatakan bahwa istilah maqa>s{id al-shari>’ah identik dengan

filsafat hukum Islam.3

Menjaga dan memelihara kemaslahatan serta untuk menghindari

mafsadat umat manusia adalah tujuan dari diterapkannya syariat,

sebagaimana dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 201-202.4

ّنل ع نق ةنسح رخآ يف ةنسح ينّدل يف نتآ نّب لوقي نم م نم

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Qs. al-Baqarah : 201-202).”5

Dari ayat tersebut secara explicit menggambarkan bahwa hukum Islam

compatible bagi segala kebutuhan dan tuntutan kehidupan manusia.

Hukum Islam (syari'ah) melalui teks-teks sucinya (al-nusu>s al-muqaddasah)

dapat mewujudkan maslahat pada setiap ketentuan hukumnya dan tidak

satupun masalah hukum yang muncul kecuali sudah ada di dalam al-Qur’an

dan Hadis sebagai petunjuk jalan, hukum Islam selaras dengan fitrah yang

memperhatikan segenap sisi kehidupan manusia dan menawarkan tuntunan

hidup yang berkeadilan bahkan hukum Islam selaras dengan moralitas

3 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam…,123.

(33)

24

kemanusiaan yang luhur, yang membebaskan manusia dari cengkraman

kuasa hawa nafsu yang destruktif, dengan kata lain hukum Islam bervisi

dan bermisi mulia serta senantiasa memperhatikan realisasi maslahat bagi

setiap hamba-Nya, karena itu maslahat menjadi dasar bagi para mujtahid

untuk mengetahui hukum Allah atas perkara yang tidak ditegaskan dalam

al-Qur’an, sehingga memiliki relevansi dengan konteks zaman.6

B. Tujuan Penerapan al-Shari>’ah

Tujuan dari penerapan hukum Islam adalah untuk mewujudkan

kemaslahatan hidup manusia dengan mendatangkan manfaat dan

menghindari madharat. Maslahat secara umum dapat dicapai melalui dua

cara:

1. Mewujudkan manfaat, kebaikan dan kesenangan untuk manusia yang

disebut dengan istilah jalb al-manafi’, manfaat ini bisa dirasakan

secara langsung saat itu juga atau tidak langsung pada waktu yang

akan datang.

2. Menghindari atau mencegah kerusakan dan keburukan yang sering

diistilahkan dengan dar al-mafsid.

Adapun yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik buruknya

(manfaat dan mafsadahnya) sesuatu yang dilakukan adalah apa yang

menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Tuntunan kebutuhan

(34)

25

bagi kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat, yakni kebutuhan primer,

sekunder dan tersier. Dalam karyanya al-muwa>faqat imam al-Sha>tibi

berkata bahwasannya “Sekali-kali tidaklah syariat itu dibuat kecuali untuk

merealisasikan manusia baik di dunia maupun di akhirat dan dalam rangka

mencegah kemafsadatan yang akan menimpa mereka”.7

Untuk memperoleh penjelasan yang lebih jelas dari tujuan maqa>s{id

al-shari>’ah, maka perlu diketahui bahwa dalam maqa>s{id al-shari>’ah terdapat

tingkatan kepentingan atau kebutuhannya. al-Gaza>li mengkategorikan

berdasarkan segi substansinya (quwwatiha fi dza>tiha) dimana menjadi 3

tingkatan.8 Tingkatan-tingkatan tersebut yakni:

1. Al-Umur al-daru>riyya>t (pokok) adalah memelihara

kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia, Tujuan

primer dalam hukum Islam ialah tujuan hukum yang mesti ada demi

adanya kehidupan manusia. Apabila tujuan itu tidak dicapai, maka

akan mengganggu kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat,

bahkan merusak kehidupan itu sendiri. Kebutuhan hidup yang primer

ini hanya bisa dicapai bila terpeliharanya lima tujuan hukum Islam

yang disebut al-d{aru’riyya>t al-khams, kelima tujuan itu ialah,

memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara

keturunan, dan memelihara harta.9

7Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), 225.

8 Yusuf al-Qaradawi, Fiqh Maqashid syariah: Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Aliran Liberal, terjemahan, Arif Munandar Riswanto, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007) 27.

(35)

26

2. Al-Umur al-ha>jiya>t (primer) adalah kebutuhan yang dapat

menghindarkan manusia dari kesulitan dalam hidupnya. Tujuan

sekunder dalam hukum Islam ialah terpeliharanya tujuan kehidupan

manusia yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder hidup manusia

itu. Kebutuhan hidup sekunder ini bila tidak terpenuhi atau terpelihara

akan menimbulkan kesempitan yang mengakibatkan kesulitan hidup

manusia. Untuk memenuhi kebetuhan yang dapat menghindarkan dari

kesulitan dalam hidupnya. Tidak terpeliharanya kelompok ini tidak

mengancam eksistensi kelima pokok di atas, tetapi hanya akan

menimbulkan kesulitan.10 Kebutuhan hidup yang bersifat sekunder ini

terdapat dalam hal adat, muamalah, ibadah, uqubah, dan jinayat.

3. Al-Umur al-tah{si>niyyat (sekunder) adalah bertitik tolak kepada segala

sesuatu yang membuat indah keadaan manusia, dan membuat hal itu

sebagai dengan tuntutan norma dan akhlak mulia. Tujuan tersier dalam

hukum Islam ialah tujuan hukum yang ditujukan untuk

menyempurnakan hidup manusia dengan cara melaksanakan apa-apa

yang baik dan yang paling layak menurut kebiasaan dan menghindari

hal-hal yang tercela menurut akal sehat, seperti halnya dalam bidang

ibadah, Islam mensyariatkan bersuci (toharoh) untuk badan, pakaian,

tempat, menutup aurat. Islam menganjurkan berhias ketika hendak

pergi ke masjid dan sebagainya, dalam bidang muamalah, Islam

mengharamkan memalsu, menipu, melampaui batas, menggunakan

(36)

27

setiap yang najis dan bahaya juga melarang seseorang menyaingi

secara tidak sehat atas jual beli orang lain dan sebagainya, dalam

bidang uqubah, Islam melarang membunuh anak-anak dan kaum

wanita dalam peperangan, juga melarang penyiksaan dan sebagainya,

dan dalam bidang adat, seperti memelihara adab makan, adab minum,

menjauhi makanan-makanan yang najis dan tidak berlebih-lebihan.11

C. Maslahah Menurut Al-Gazali

Imam al-Gazali bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin

Muhammad al- Gazali al-Tufi al-Shafi’i lahir pada tahun 450 H / 1058 M

di sebuah kota kecil di Khurasan (Iran) bertepatan dengan setelah tiga

tahun kaum Saljuk (satu persukuan bangsa Turki) yang berkuasa di

baghdad.12 Orang tua al-Ghazali adalah seorang pemintal benang dari bulu

dan dikenal sebagai orang yang saleh dan hidup sederhana.

Pada waktu kecil, atas wasiat ayahnya sebelum meninggal, al-Ghazali

menimba ilmu pada Ahmad bin Muhammad al-Razikani. Kemudian dia

mengembara ke Nisabur untuk belajar di Madrasah Niza>miyyah yang

dipimpin oleh al-Haramayn al-Juwaini al-Shafi’i (478 H). Di madrasah ini

al-Ghazali mendalami berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti tasawuf,

fiqh, tauhid, filsafat dan logika. Kecerdasan dan kedalaman ilmu

pengetahuan al-Ghazali dia buktikan dalam sebuah forum diskusi ilmiah

yang dihadiri oleh para ulama cendekia dan Niza>m al-Muluk, pendiri

11 Ibid., 255.

(37)

28

Madrasah Niza>miyah yang juga menjabat sebagai Perdana Mentri Sultan

Saljuk Malik Syah. Penampilan al-Ghazali yang memukau seluruh ulama

dan termasuk juga Niza>m al-Muluk, menghantarkannya untuk

mendapatkan kepercayaan sebagai tenaga pengajar di Madrasah Niza>miyah

pada tahun 484 H. Dan lima tahun kemudian al-Ghazali diangkat menjadi

kepala madrasah tersebut.

Secara bahasa, maslahah dalam terminologi usu>l al-fiqh diartikan

segala sesuatu yang dapat mewujudkan kebaikan dan terhindarnya segala

macam mad{arah (bahaya) atau mafsadah (kerusakan) dalam kehidupan

manusia. Dengan demikian, ada atau tidaknya maslahah. Sebaliknya bila

terjadi bahaya, ketimpangan, ketidak adilan dan sebagaimana, berarti hal

yang demikian itu disebut mafsadah (kerusakan) atau madarah (bahaya).

Al-Ghazali mendefinisikan maslahah adalah memelihara tujuan-tujuan

syari’at serta yang dijadikan pertimbangan hukum adalah tujuan atau

maslahah menurut pandangan Allah Swt. Tidak semata maslahah dalam

persepsi manusia, kemaslahatan tersebut bukan berarti untuk kepentingan

Tuhan, melainkan untuk kemaslahatan dan kebaikan umat manusia dalam

menjalani hidup di dunia hingga akhirat kelak. Ditinjau dari aspek diakui

atau tidaknya oleh syari’at, menurut al-Ghazali maslahah terbagi dalam

tiga kategori:

1. Maslahah mu’tabarah yaitu maslahah yang sejalan dengan kehendak

(38)

29

haramnya minum segala sesuatu yang memabukkan karena diqiyaskan

dengan arak (al-khamr).

2. Maslahah batilah (mulghah) yaitu maslahah yang bertentangan dengan

kehendak Allah Swt.

3. Maslahah nash (teks al-Qur’an maupun al-Hadits) membiarkannya

tanpa ada kejelasan, apakah termasuk muslahah mu’tabarah

(dibenarkan menurut syara’), atau maslahah mulghah (ditolak oleh

syara’). Kemaslahatan jenis ini disebut maslahah mursalah (lepas tanpa

ketentuan). Kemaslahatan tipologi ini, menurut al-Ghazali, selagi

termasuk dalam hal yang mendesak dan mencakup kemaslahatan

umum adalah boleh melakukannya, seperti dibolehkannya menyerang

orang-orang kafir yang menjadikan orang-orang Islam sebagai tameng,

walaupun tindakan tersebut bisa jadi mengakibatkan jatuhnya korban

dari salah satu kaum muslimin yang dijadikan tameng tersebut.13

Di sisi lain, al-Ghazali juga mengkategorisasi masalahat berdasarkan

segi kekuatan substansinya (quwwatiha fi dza>tiha) dimana maslahat itu

dibedakan menjadi tiga yaitu:14

1. Maslahat level al-daru>ra>t,

2. Maslahat level al-h~a<<>ja>t

3. Maslahat level al-tab~si>natlal-tazyi>nat.

13 Ibid., 38

(39)

30

Masing-masing bagian disertai oleh maslahat penyempurna/pelengkap.

Pemeliharaan lima tujuan/prinsip dasar yang berada pada level al-d~arura>t

merupakan level terkuat dan tertinggi dari maslahat. Kelima tujuan/prinsip

dasar mencakup sebagai berikut:

1. Memelihara Agama (Hifzh al-Di>n).

Menjaga atau memelihara agama, berdasarkan kepentingannya,

dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

a) Memelihara agama dalam peringkat daru>riyya>t, yaitu memelihara

dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat

primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat itu

diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama.

b) Memelihara agama dalam peringkat ha>jiyya>t, yaitu melaksanakan

ketentuan agama, dengan maksud menghindari kesulitan, seperti

shalat jamak dan shalat qashar bagi orang yang sedang bepergian.

Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan

mengancam eksistensi agama, melainkan hanya akan mempersulit

bagi orang yang melakukannya.

c) Memelihara agama dalam peringkat tah{si>niyyat, yaitu mengikuti

petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia,

sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap tuhan.15

Agama merupakan persatuan antara aqidah, dalam hal amaliyah,

Islam mewajibkan mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa, dan

(40)

31

ibadah haji. Sedangkan dalam hal khuluqiyah, Islam mewajibkan anak

berbakti kepada kedua orang tuanya, tidak boleh sombong dan

angkuh.16

2. Memelihara Jiwa (Hifzh al-Nafs)

Memelihara jiwa, berdasarkan tingkat kepentingannya, dapat

dibedakan menjadi tiga peringkat:

a) Memelihara jiwa dalam peringkat daru>riyya>t, seperti memenuhi

kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.

Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan, maka akan berakibat

terancamnya eksistensi jiwa manusia.

b) Memelihara jiwa, dalam peringkat haj>iyya>t, seperti diperbolehkan

berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal.

Kalau kegiatan ini diabaikan, maka tidak akan mengancam

eksistensi manusia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.

c) Memelihara jiwa dalam peringkat tah{si>niyyat, seperti

ditetapkannya tata cara makan dan minum. Kegiatan ini hanya

berhubungan dengan kesopanan dan etika, sama sekali tidak akan

mengancam eksistensi jiwa manusia, ataupun mempersulit

kehidupan seseorang.17

Untuk melestarikan jiwa, Islam mensyariatkan perkawinan untuk

kelangsungan keturunan serta kelanggengan jenis manusia. Dan juga

16 Miftahul Arifin, Usul Fiqih Kaidah-Kaidah Penerapan Hukum Islam, (Surabaya: Citra Media, 1997), 250.

(41)

32

dengan memelihara jiwa, Islam mensyariatkan hukum qishas atau

hukum setimpal, diyat atau denda, dan kafarah atau tebusan terhadap

orang yang menganiaya jiwa.18

3. Memelihara Akal (Hifzh al-‘Aql)

Memelihara akal, dilihat dari segi kepentingannya, dapat

dibedakan menjadi tiga peringkat:

a) Memelihara akal dalam peringkat darur>iyya>t, seperti diharamkan

meminum minuman keras. Jika ketentuan ini tidak dijalankan

maka akan berakibat terancamnya eksistensi akal.

b) Memelihara akal dalam peringkat ha>jiyya>t, seperti dianjurkannya

menuntut ilmu pengetahuan. Sekiranya hal itu dilakukan, maka

tidak akan merusak akal, tetapi akan mempersulit diri seseorang,

dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan.

c) Memelihara akal dalam peringkat tah{si>niyyat. Seperti

menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu

yang tidak berfaedah. Hal ini erat kaitannya dengan etiket, tidak

akan mengancam eksistensi akal secara langsung.

Untuk memelihara akal, Islam mensyariatkan haramnya khamer

dan setiap yang memabukkan.

4. Memelihara Keturunan (Hifzh al-Nasl)

Memelihara keturunan, jika ditinjau dari tingkat kebutuhannya,

dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

(42)

33

a) Memelihara keturunan dalam peringkat darur>iyya>t, seperti

disyariatkan untuk menikah dan larangan untuk zina. Kalau

keduanya ini diabaikan, maka eksistensi keturunan akan terancam.

b) Memelihara keturunan dalam peringkat haj>iyya>t, seperti

ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada

waktu akad nikah dan diberikan hak talaq kepadanya. Jika mahar

itu tidak disebutkan pada waktu akad, maka suami akan

mengalami kesulitan, karena ia harus membayar mahar misl.

Sedangkan dalam kasus talak, suami akan mengalami kesulitan,

jika ia tidak menggunakan hak talaknya, padahal situasi rumah

tangganya tidak harmonis.

c) Memelihara keturunan dalam peringkat tah{si>niyyat, seperti

disyariatkan khitbah atau walimat dalam perkawinan. Hal ini

dilakukan dalam rangka melengkapi kegiatan perkawinan. Jika hal

ini diabaikan, maka tidak akan mengancam eksistensi keturunan,

dan tidak pula mempersulit orang yang melakukan perkawinan. 19

Untuk memelihara kehormatan, Islam mensyariatkan hukuman

dera seratus kali bagi lelaki atau perempuan yang berzina. Dan

hukuman dera delapan puluh kali bagi penuduh zina.

5. Memelihara Harta (Hifzh al-Ma>l)

Dilihat dari segi kepentingannya, memelihara harta dapat

dibedakan menjadi tiga peringkat.

(43)

34

a) Memelihara harta dalam peringkat daru>riyya>t, seperti syariat

tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta

orang lain dengan cara yang tidak sah. Apabila aturan ini

dilanggar, maka berakibat terancamnya eksistensi harta.

b) Memelihara harta dalam peringkat ha>jiyya>t, seperti syariat tentang

jual beli dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai, maka

tidak akan mengancam eksistensi harta, melainkan akan

mempersulit orang yang memerlukan modal.

c) Memelihara harta dalam peringkat tah{si>niyyat, seperti ketentuan

tentang menghindarkan diri dari penipuan. Hal ini erat kaitannya

dengan etika bermuamalah atau etika bisnis. Hal ini juga akan

berpengaruh kepada sah tidaknya jual beli itu, sebab peringkat

yang ketiga ini juga merupakan syarat adanya peringkat yang

kedua dan pertama. 20

Untuk mendapatkan harta, Islam mensyariatkan wajib usaha

mencari rezeki dan menetapkan hukum jual beli serta mudlarabah (bagi

hasil). Dan untuk memelihara dan menjaga harta, Islam menetapkan

haramnya pencurian dan memberi hukuman potong tangan kepada

pencuri, baik lelaki maupun perempuan.

(44)

35

D. Prinsip dalam Maqa>s{id al-Shari>’ah

Untuk memahami maqa>s{id al-shari>’ah perlu diketahui bawasannya

maqa>s{id al-shari>’ah terbagi menjadi 2 hal pokok, yakni maksud

syari’ (qashdu al-syari’) dan maksud mukallaf (qashdu al-mukallaf).21

a. Qasd al-sya>ri’ fi wad’i al-shari>’ah (tujuan Sha>ri>’ dalam

menetapkan syariat).

Allah menurunkan syariat (aturan hukum) tiada lain selain untuk

mengambil kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (jalbul

mashalih wa dar’ul mafasid). Dengan bahasa yang lebih mudah,

aturan-aturan hukum yang Allah tentukan hanyalah untuk

kemaslahatan manusia itu sendiri.

b. Qasdu al-Sya>ri’ fi Wad’i al-Shari’ah li al-Ifha>m (tujuan Sha>ri’

dalam menetapkan syari’ahnya agar dapat dipahami).

Bagian ini merupakan pembahasan yang paling singkat karena

al-Qur’an turun dengan bahasa Arab, maka untuk dapat memahaminya

dengan benar, seseorang harus menguasai betul kaidah-kaidah bahasa

(45)

36

"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”22

ني ّم ىبرع سلب

"dengan bahasa Arab yang jelas.23"

Disamping itu, syari’at Islam bertujuan untuk mewujudkan

kemaslahatan bagi umat Muhammad yang berpredikat “ummiyyah”

(tidak bisa membaca dan menulis). Dengan demikian, syari’at Islam

juga bersifat “ummiyyah”.24

c. Qashdu al-Sya>ri’ fi Wad’i al-Syari>’ah li al-Takli>f bi Muqtada>ha>

(tujuan Sha>ri’ dalam menetapkan syari’at untuk dilaksanakan

sesuai dengan yang dituntut oleh Allah).

Bagian ini menyatakan bahwa maksud Syari’ dalam

menentukan syari’at adalah untuk dilaksanakan sesuai dengan yang

dituntut-Nya. Masalah yang dibahas dalam bagian ini ada pada dua

masalah pokok yaitu: Pertama, taklif yang di luar kemampuan

manusia (at-taklif bima laa yuthaq). Pembahasan ini tidak akan

dibahas lebih jauh karena sebagaimana telah diketahui bersama bahwa

tidaklah dianggap taklif apabila berada di luar batas kemampuan

(46)

37

mengisyaratkan perbuatan di luar kemampuan manusia, maka harus

dilihat pada konteks, unsur-unsur lain atau redaksi sebelumnya.

Misalnya, firman Allah: “Dan janganlah kalian mati kecuali dalam

keadaan muslim”, Ayat ini bukan berarti larangan untuk mati karena

mencegah kematian adalah di luar batas kemampuan manusia. Maksud

larangan ini adalah larangan untuk memisahkan antara keislaman

dengan kehidupan di dunia ini karena datangnya kematian tidak akan

ada yang mengetahui seorangpun.

Kedua, taklif yang di dalamnya terdapat masyaqqah, kesulitan

(al-takli>f bima> fihi masyaqqah). Dengan adanya taklif, Sha>ri’ tidak

bermaksud menimbulkan masyaqqah bagi pelakunya (mukallaf) akan

tetapi sebaliknya di balik itu ada manfaat tersendiri bagi mukallaf.

Dalam masalah agama misalnya, ketika ada kewajiban jihad, maka

sesungguhnya tidak dimaksudkan dengannya untuk menceburkan diri

dalam kebinasaan, tetapi untuk kemaslahatan manusia itu sendiri yaitu

sebagai wasilah amar makruf nahi munkar. Demikian pula dengan

hukum potong tangan bagi pencuri, tidak dimaksudkan untuk merusak

anggota badan akan tetapi demi terpeliharanya harta orang lain.

d. Qashdu al-Sha>ri’ fi Dukhu>l al-Mukallaf Tahta Ahka>m al-Syari’ah

(tujuan sha>ri’ dalam membawa manusia ke bawah naungan

hukum).

Maslahah yang menjadi tujuan syariat Islam adalah maslahah yang

(47)

38

kehidupan akhirat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, maslahah

yang hanya memenuhi aspek duniawi dan mengesampingkan aspek

akhirat adalah bukan tujuan syariat. Untuk itu, dalam mewujudkan

maslahah harus terbebas dari nafsu duniawi.

Untuk mengetahui maqa>s{id al-shari>’ah setidaknya dibutuhklan 3

syarat, yaitu:25

1. Memiliki pengetahuan bahasa arab. Syarat ini menjadi suatu yang

mutlak dikuasai karena al-Qur’an sebagai sumber utama hukum

Islam bahasa arab.

2. Memiliki pengetahuan tentang sunnah. Pengetahuan tentang

sunnah sebagai syarat ijtihad tidak hanya terbatas dalam hal-hal

yang berkaitan dengan kualitas sunnah dan makna yang ditunjuk

oleh teks sunnah, tapi juga mensyaratkan adanya pengetahuan

tentang tujuan-tujuan (Maqa>s{id) dari sunnah itu sendiri, baik

Maqa>s{id yang bersifat umum (‘amah) maupun yang bersifat

khusus (khasah) dengan tetap mempertimbangkan aspek kekuatan

kemaslahatan yang terkandung di dalamnya yakni maslahah

daruriyat (pokok), hajiyyah (primer), Tahsiniyyah (sekunder).

3. Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat. Melakukan analisis

terhadap lafal perintah (al-ammar) dan larangan (al-nahy) dan

(48)

39

analisis terhadap ’illah (alasan ditetapkannya hukum) yang

(49)

BAB III

GAMBARAN UMUM POLEMIK DALAM ORGANISASI ADVOKAT DAN DESKRIPSI SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NO. 73/HK.01/IX/2015

TENTANG ADVOKAT

A. Latar Belakang Dikeluarkannya Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73/HK.01/IX/2015 tentang Advokat

Dalam sejarah perkembangan organisasi advokat sering terjadi

perseteruan antar oraganisasi advokat yang saling mengklaim sebagai

organisasi yang legal, polemik dalam organisasi advokat dimulai dari

bersatunya berbagai organisasi advokat menjadi satu wadah yakni

Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) dikarenakan memang peradin

didirikan untuk mentransformasikan oraganisasi advokat kedalam

oragnisasi yang lebih besar, namun pada kelanjutannya peradin menjadi

lemah karena disahkannya organisasi advokat lainnya seperti Himpunan

Penasihat Hukum Indonesia (HPHI), Pusat Bantuan dan Pengabdian

Hukum (Pusbadi), serta Forum Studi dan Komunikasi Advokat (Fosko

Advokat), dan lain-lain.1 Selanjutnya dalam perkembangan terakhir

organisasi advokat dijadikan menjadi satu wadah tunggal lagi yakni dengan

didirikannya Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), namun masih

saja bermunculan berbagai organisasi advokat di Indonesia, beberapa

organisasi menyatakan diri sebagai organisasi advokat yang sah dan sesuai

(50)

41

dengan mandat dari undang-undang nomor 18 tahun 2003, bahkan dalam

perkembangannya di internal organisasi advokat itu sendiri malah terjadi

perpecahan dengan berdirinya Konggres Advokat Indonesia (KAI) dan

Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

Di samping itu Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara

dalam sistem ketatanegaraan Indonesia juga merupakan salah satu

pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Konstitusi

dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi

badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan

Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha

Negara. Mahkamah Agung yaitu tugas hakim/badan peradilan sebagai

penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan dibawahnya dan sebuah Mahkamah

Konstitusi2. Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi menurut UUD

1945 ada 5, yaitu:

1. Fungsi Peradilan

a) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung

merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina

keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan

peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan

(51)

42

undang diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia diterapkan

secara adil, tepat dan benar.

b) Di samping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah

Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat

pertama dan terakhir.

c) Semua sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan

peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (pasal 28, 29,30,33 dan 34 undang-undang

Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985).

d) Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan

muatannya oleh kapal perang.

e) Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (pasal 33

dan pasal 78 undang-undang Mahkamah Agung nomor 14 tahun

1985).

f) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil,

yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan

perundangan di bawah undang-undang tentang hal apakah suatu

peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan

peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (pasal 31 undang-undang

Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985).

2. Fungsi Pengawasan

a) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap

(52)

43

agar peradilan yang dilakukan pengadilan diselenggarakan dengan

seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang

sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan

hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (pasal 4 dan

pasal 10 undang-undang ketentuan pokok kekuasaan nomor 14

tahun 1970).

b) Terhadap pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan

perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang

berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman,

yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan

menyelesaikan.

c) Setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan

tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta

memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa

mengurangi kebebasan hakim (pasal 32 undang-undang Mahkamah

Agung nomor 14 tahun 1985).

d) Terhadap penasehat hukum dan notaris sepanjang yang

menyangkut peradilan (pasal 36 undang-undang Mahkamah Agung

nomor 14 tahun 1985).

3. Fungsi Mengatur

a) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang

diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila

(53)

44

tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi

kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi

kelancaran penyelenggaraan peradilan (pasal 27 undang-undang

nomor 14 tahun 1970, pasal 7 undang-undang nomor 14 tahun

1985).

b) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri

bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang

sudah diatur undang-undang.

4. Fungsi Nasihat

a) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau

pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada

Lembaga Tinggi Negara lain (pasal 37 undang-undang Mahkamah

Agung nomor 14 tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan

nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka

pemberian atau penolakan grasi (pasal 35 undang-undang

Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985). Selanjutnya perubahan

pertama UUD 1945 pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung

diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada

Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi,

namun demikian dalam memberikan pertimbangan hukum

mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan

(54)

45

b) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan

memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan

dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 25 undang-undang

nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman. (pasal 38 undang-undang nomor 14 tahun

1985 tentang Mahkamah Agung).

5. Fungsi Administratif

a) Badan-badan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana

dimaksud pasal 10 Ayat (1) undang-undang nomor 14 tahun 1970

secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini

masih berada di bawah departemen yang bersangkutan, walaupun

menurut pasal 11 (1) undang-undang nomor 35 tahun 1999 sudah

dialihkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

b) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung

jawab, susunan organisasi dan tata kerja kepaniteraan pengadilan

(undang-undang nomor 35 tahun 1999 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan

pokok kekuasaan kehakiman).

Mengingat fungsi makamah agung di atas, Mahkamah Agung

mepunyai kewajiban untuk mengisi kekosongan hukum yang ada

khususnya dalam ruang lingkup oragnisasi advokat guna melerai

(55)

46

organisasi advokat, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pada

tanggal 25 September 2015 menerbitkan Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 perihal penyumpahan

advokat.3

B. Deskripsi Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor

73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Advokat

Sebagai lembaga tinggi negara yang bertempat di Jl. Merdeka Utara

Nomor 9-13 Jakarta (6’10’13LU 106’49’35’BT/6.17028’106.82639’BT),

dengan diketuai oleh Prof Dr. M. Hatta Ali, S.H., M.H., Mahkamah Agung

menerbitkan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

73/KMA/HK.01/IX/2015 dengan faktor banyaknya surat yang masuk ke

Mahkamah Agung dari berbagai pengurus advokat dan perorangan maupun

lembaga negara tentang penyumpahan advokat dan terkait putusan

Mahkamah Konstitusi nomor 101/PUU-VII/2009 tanggal 29 Desember

2009 serta surat Ketua Mahkamah Agung nomor 089/KMA/VI/2010

tanggal 25 Juni 2010 tentang penyumpahan advokat jo nomor

052/KMA/HK.01/III/2011 tanggal 23 Maret 2011 tentang penjelasan Surat

Ketua Mahkamah Agung nomor 089/KMA/VI/2010, Mahkamah Agung

memberikan petunjuk sebagai berikut:

(56)

47

1. Bahwa berdasarkan pasal 4 ayat (1) undang-undang nomor 18 tahun

2003 tentang advokat, sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib

bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh

di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.

2. Bahwa berdasarkan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor

089/KMA/VI/2010 tanggal 25 juni 2010 yang pada pokoknya Ketua

Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumbah para advokat yang telah

memenuhi syarat, dengan ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut

harus diajukan oleh pengurus Peradi sesuai dengan jiwa kesepakatan

tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya, bahkan Peradi yang

dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan

masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah. Di samping itu berbagai

pengurus advokat dari organisasi-organisasi lainnya juga mengajukan

permohonan penyumpahan

3. Bahwa UUD Negara Republik Indonesia 1945 menjamin hak untuk

bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

hak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja (tidak terkecuali advokat) sesuai dengan ketentuan

pasal 27 ayat (2) dan pasal 28D ayat (2).

4. Bahwa di beberapa daerah tenaga advokat dirasakan sangat kurang

karena banyak advokat yang belum diambil sumpah atau janji sehingga

tidak bias beracara di pengadilan sedangkan pencari keadilan sangat

Referensi

Dokumen terkait

Perumus- kan masalah yang akan di teliti adalah “Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran koopera- tif metode jigsaw pada layanan bimbingan klasikal dalam meningkatkan

Surat jalan dibuat oleh bagian admin yang diberikan ke bagian pengiriman untuk dikirim bersama barang pesananan yang kemudian distempel atau di tandatangani oleh bagian

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui, baik simultan maupun parsial besarnya pengaruh indeks harga saham bursa global, yang terdiri

Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan asam formiat dalam pembuatan silase limbah udang terhadap kandungan zat-zat makanan produk yang dihasilkan serta

Pemberian kombinasi herbal A, herbal B dan herbal C terbukti memberikan perubahan pada aktivitas fagositosis makrofag dan produksi ROI mencit Balb/C yaitu

Pelanggaran oleh petugas parkir yang sering ditemui adalah petugas tidak memberikan karcis kepada pengguna jasa parkir sebagai bukti pembayaran retribusi sebagaimana

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hasim selaku petugas PK Bapas Kelas I Makassar yang menangani klien anak yang mendapatkan pembinaan di BRSAMPK Toddopuli Makassar,