SKRIPSI
Oleh:
YUSDA ILYAS MUHAMMAD NIM: D01213057
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi berjudul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Mi Al-Ma’ruf Denpasar Bali”
Kata kunci: perceraian orang tua, dan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menjawab
rumusan masalah mengenai analisis Dampak perceraian orang tua di MI Al-Ma’ruf
Denpasar Bali dan analisis Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam peserta didik di
MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan wali kelas, orang tua dan peserta didik, observasi, dan dokumentasi kartu keluarga yang bercerai dan nilai raport.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Dampak perceraian orang tua terhadap prestasi
belajar peserta didik pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di MI Al-Ma’ruf
Denpasar Bali, secara psikologis perceraian berpengaruh terhadap perubahan sikap, tanggungjawab dan stabilitas emosional anak. Menurut hasil pengamatan, dalam kesehariannya perilaku anak-anak tersebut kurang baik, karena kurangnya bimbingan dan kasih sayang dari orang tuanya. Tetapi dalam segi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam, ada 8 dari 12 peserta didik yang orang tuanya bercerai mengalami peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dari semester ganji ke semester genap, namun ada 4 peserta didik yang mengalami penurunan prestasi belajar.
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
ABSTRAK ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Penelitian Terdahulu ... 10
F. Definisi Oprasional ... 13
BAB II : LANDASAN TEORI
A.Perceraian Orang Tua ... 18
1. Pengertian Perceraian Orang Tua ... 18
2. Pengertian Perceraian Menurut Undang-Undang dan Menurut Syara’ a. Menurut Undang-Undang………19 b. Menurut Syara’………21
3. Hukum Perceraian Menurut Islam...22
4. Bentuk-bentuk Perceraian Menurut Islam...26
5. Penyebab Perceraian………..32
B. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 33
1. Pengertian Presatasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 33
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 35
3. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Agama Islam ... 37
4. Aspek-aspek Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 38
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ... 42
C.Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ... 51
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 56
B.Kehadiran Peneliti ... 57
F. Analisa Data ... 63
G.Tahap-tahap Penelitian... 65
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 67
1. Sejarah Berdirinya MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 67
2. Letak Geografis MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 68
3. Visi dan Misi MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 68
4. Program di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 68
5. Struktur Organisasi MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 69
6. Keadaan Guru dan Karyawan MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali .... 70
7. Keadaan Siswa MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 73
8. Sarana dan Prasarana MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 74
B. Penyajian Data ... 75
1. Data Perceraian Orang Tua Siswa MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 75
2. Data Prestasi Siswa MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 76
3. Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali ... 79
BAB V : PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 94
B. SARAN ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 96
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada dasarnya, setiap pasangan yang menikah menginginkan
terciptanya sebuah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yakni keluarga
yang penuh ketentraman, kebahagiaan dan kasih sayang. Hubungan harmonis
antara suami, istri dan anak merupakan salah satu tujuan yang paling
didambakan oleh sebuah keluarga. Namun pada kenyataannya, mewujudkan
keluarga harmonis bukan perkara yang mudah seperti membalikan telapak
tangan. Berbagai perselisihan dan masalah yang timbul antara suami istri
dapat memicu pertengkaran yang berujung perceraian. Pada akhirnya, tidak
dapat terelakkan, anak juga ikut menanggung akibatnya.
Di mata hukum, perceraian tentu tidak dapat terjadi begitu saja.
Artinya harus ada alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan suatu
perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang notabene
berwenang memutuskan, apakah suatu perceraian layak atau tidak untuk
dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang menyangkut konsekuensi
terjadinya perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan
perceraian. Misalnya soal perebutan hak asuh anak, pemberian nafkah mantan
istri dan anak, serta pembagian harta gono gini.1
2
Hukum perceraian merupakan bagian dari hukum perkawinan, karena
perceraian adalah penyebab putusnya perkawinan, selain kematian dan
putusan pengadilan. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 terdapat pasal-pasal
(memuat asas-asas dan norma-norma hukum positif) yang mengatur mengenai
perceraian, yang tidak dapat dipisahkan dari pasal-pasal (yang mengandung
asas-asas dan norma-norma hukum positif) yang mengatur mengenai
perkawinan secara sistematik. Menurut Abdul Ghofur Anshori, hukum
perkawinan sebagai bagian dari hukum perdata merupakan
peraturan-peraturan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang
laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup bersama untuk waktu yang
lama menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang.
Kebanyakan isi atau peraturan mengenai pergaulan hidup suami istri diatur
dalam norma-norma keagamaan, kesusilaan, atau kesopanan.2
Keputusan orang tua untuk melakukan perceraian tak lepas dari
dampak yang akan diterima oleh anak. Perceraian salah satunya dapat
berdampak terhadap kualitas hidup anak. Walaupun pada dasanya penyebab
turunnya kualitas hidup pada anak, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama belum diketahui secara pasti. Namun hal ini dapat terjadi
karena kondisi orang tua merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan anak. Karena kualitas hidup anak bukan hanya diukur dari segi
2 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Hukum Positif),
fisik atau mental namun juga dari segi kesejahteraan ekonomi, konsumsi
pangan, kesehatan, pendidikan, peroleh informasi, kepedulian orang tua,
interaksi sosial dan perilaku menyimpang. Dengan kondisi orang tua yang
tidak lengkap dan kondisi anak yang cenderung menghadapi banyak masalah
sehingga perkembangan anak dapat terganggu. Selain itu, interaksi anak
dengan orang tua merupakan salah satu faktor interpersonal yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak. Adapun status pernikahan orang tua,
pendidikan orang tua, dan waktu perceraian orang tua merupakan faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak.3
Pasangan yang bercerai berusaha semaksimal mungkin untuk
mengurangi dampak buruk dari perpecahan rumah tangga mereka dengan
berbagai cara agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan serius
pada anak-anak mereka. Namun sulit untuk dihindari, perceraian dan
perpisahan orang tua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi
pembentukan perilaku dan kepribadian anak nantinya. Bagi anak, keluarga
sebagai tempat untuk berlindung dan memperoleh kasih sayang. Peran
keluarga sangatlah penting untuk mencapai tugas perkembangan anak pada
masa-masa mendatang, baik psikologis maupun fisik. Dampak yang
ditimbulkan dari sebuah perceraian merupakan masalah yang serius sehingga
perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Banyak kasus anak
3 http://macampenyakit.com/6-dampak-perceraian-orang-tua-terhadap-kualitas-hidup-anak/
4
terlantar dan kenakalan remaja dilatar belakangi oleh keadaan keluarga yang
tidak sehat.
Perceraian salah satu faktor yang menyebabkan anak memiliki akhlak
dan perangai yang tidak baik, tidak mengikuti perintah Allah SWT dan tidak
menjauhi larangan-Nya. Terlebih lagi jika setelah perceraian, orang tua yang
menjadi wali siswa dalam keadaan fakir dan tidak mencukupi kebutuhan
hidupnya. Dengan kejadian seperti ini, minimal anak akan merasakan dua hal.
Pertama, jika yang menjadi wali adalah ayahnya, ia tidak merasakan kasih
sayang dari seorang ibu. Kedua, apabila ibu yang menjadi walinya, ia pun
tidak akan merasakan seorang ayah yang melindunginya, menjaganya dan
bersenda gurau dengannya, meskipun sang ibu sudah menikah lagi dengan
laki-laki lain.
Ada sebuah kaidah dalam Fiqih Islam, permudah pernikahan, persulit
perceraian. Ketika perceraian adalah pilihan, seperti halnya menikah, seorang
muslim tidak boleh salah pilih. Salah menentukan pilihan dalam menikah bisa
berakibat kehancuran dalam rumah tangga. Salah dalam bercerai atau tidak
bercerai juga berpotensi menghancurkan kebahagiaan hidup seseorang. Baik
dalam jangka waktu terbatas, atau bahkan selama-lamanya.4
Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu “prestasi” dan “belajar”.
Dalam Bahasa Inggris, prestasi biasanya disebut dengan achieve achievement
yang berasal dari kata achieve yang berarti meraih, sedangkan achievement
diartikan hasil atau prestasi. Dalam kamus Bahasa Indonesia, prestasi artinya
hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan atau dikerjakan).5
Pengertian prestasi menurut para ahli. Secara etimologi menurut WJS.
Poerwadarminta bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan,
dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan secara terminologi menurut Mas’ud
Khasan Abdul Qahar, memberi batasan prestasi dengan apa yang telah dapat
diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja. Menurut Nasrun Harahap, prestasi adalah
penilaian guru tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan
dengan penugasan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta
nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.6
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran
terhadap siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah
mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrument
tes atau instrument yang relevan. Jadi, prestasi belajar adalah hasil
pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk
symbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai
oleh setiap anak pada periode tertentu.7
5 Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h. 787.
6 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), h. 20-21.
6
Adapun pengertian belajar menurut usman diartikan sebagai
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi Antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya.8 Sedangkan
menurut Darsono belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar
untuk mendapat sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Dari hasil
aktivitas belajar terjadilah perubahan dari dalam diri individu. Dengan
demikian belajar bisa dikatakan berhasil bila terjadi perubahan pada diri
individu, sebaliknya bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka
belajar dikatakan tidak berhasil.9
Jadi setelah penjelasan mengenai prestasi dan belajar tersebut dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar Pendidikan Agama Islam yaitu hasil yang
telah dicapai anak didik dalam menerima dan memahami serta mengamalkan
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru atau
orang tua berupa Pendidikan Agama Islam di lingkungan sekolah dan
keluarga serta masyarakat, sehingga anak memiliki potensi dan bakat sesuai
yang dipelajarinya sebagai bekal hidup di masa mendatang, mencintai
negaranya, kuat jasmani dan ruhaninya, serta beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT, memiliki solidiritas tinggi terhadap lingkungan sekitar. Seorang
pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya
8 Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdekarya offset, 1993), h. 4.
9 Max Darsono, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: CV. IKIP Semarang Press,
tanggung-jawab mereka di hadapan Allah SWT terhadap pendidikan
putra-putri Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Tahrim: 6,
ٓ ي
ا ُي
أ
ٓٱ
ٓ نيِ
َ
ذ
ٓ
ٓ ا ُن ما ء
ٓ
ٓ ُق
ٓ آ
ٓ ُك سُفن
أ
ٓ
ٓ ه
أ و
ٓ ُكيِ
ٓ
ٓمرا ن
آ
ا هُد ُق و
ٓٱ
ٓ ُساذن
ٓٓ و
ٱ
ِٓ
ل
ُٓ را ا
ٓ
ٓ ع
ٓ ي
ا ٓ
ٓ ل م
ٓ ة كِئ
ٓ
ٓ ظ َِغ
ٓ
ٓ دا دِش
ٓ
ٓ
ذ
ّ
ٓ
ٓ ع ي
ٓ ن ُص
ٓٱ
ٓ ذّ
ٓ
ٓ ا م
ٓ
ٓ ُه ر م
أ
ٓ
ٓ ف ي و
ٓ ن ُ ع
ٓ
ا م
ٓ
ٓ ؤُي
ٓ نوُر م
ٓ
٦
ٓ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.10
Demikianlah pentingnya tanggung jawab orang tua, tanggung jawab
sebagai pendidik dan sebagai partner peserta didik di rumah ataupun sekolah.
Apabila keharmonisan dalam rumah tangga terganggu maka berpengaruh
pada kehidupan anak. Seperti dalam kutipan sebagai berikut:
Keharmonisan keluarga ternyata memang sangat berpengaruh pada prestasi maupun kemampuan sosial anak. Studi terbaru yang dilakukan oleh University of Wisconsin-Madison menemukan, anak-anak dari orang tua yang bercerai sering ketinggalan dalam pelajaran matematika dibandingkan teman-teman sekelasnya. Selain itu, kemampuan bersosialisasi mereka juga ikut terpengaruh akibat paparan rasa cemas, stres, dan juga rendahnya rasa percaya diri.11
Sumarso melakukan penelitian terhadap 20 siswa dari SMAN I Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Para siswa ini berasal dari keluarga yang bercerai. Dari hasil penelitian tersebut terlihat hanya tiga siswa yang lulus sekolah tersebut dan diterima di Perguruan Tinggi Negeri terkemuka di Indonesia. Selebihnya mereka bisa lulus, namun tidak bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri. "Yang menyebabkan prestasi belajar mereka menurun, antara lain karena faktor psikologi mereka setelah perceraian kedua orang tuanya,"
terang Harsono saat mempertahankan desertasinya tersebut.12
Melihat dari kutipan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
dampak perceraian orang tua terhadap prestasi belajar sangatlah berdampak
10
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Madinatul HMI, 2012), h.
560.
11Perceraian Orang Tua Pengaruhi Prestasi Sekolah Anak, Kompas (Jakarta), 02 September
2011.
8
negatif tetapi tentu semua itu tergantung bagaimana kedua orang tua yang
bercerai mengambil keputusan untuk kehidupan anak dikemudian hari, supaya
dampak negatif tersebut tidak terjadi pada anak mereka kelak.
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Ma’ruf Denpasar adalah salah satu
sekolah yang berbasis Islam yang mengedepankan keunggulan di bidang
keagamaan, hal ini bisa dilihat dari program kurikulum yang memberikan
porsi lebih dari pada mata pelajaran lainnya. Selain keunggulan tersebut MI
Al-Ma’ruf Denpasar juga mempunyai prestasi akademik dan non akademik,
dan MI Al-Ma’ruf Denpasar juga telah meluluskan seratus persen siswa
-siswinya pada Ujian Akhir Nasional (UAN), mulai dari tahun pelajaran
2009/2010 hingga sampai tahun pelajaran 2015/2016. Inilah alasan utama,
mengapa penulis mengambil obyek penelitian di MI Al-Ma’ruf Denpasar.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Dampak Perceraian Orang Tua terhadap
Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam di Mi Al-Ma’ruf Denpasar Bali” hal ini perlu diungkapkan mengenai
dampak perceraian terhadap prestasi belajar PAI serta bagaimana penanganan
guru dalam kasus yang dialami murid di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan perceraian orang tua peserta didik di MI Al-Ma’ruf
2. Bagaimana prestasi belajar Pendidikan Agama Islam peserta didik di MI
Al-Ma’ruf Denpasar Bali?
3. Bagaimana dampak perceraian orang tua terhadap prestasi belajar peserta
didik pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di MI Al-Ma’ruf
Denpasar Bali?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan keadaan perceraian orang tua peserta didik di MI
Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
2. Untuk mendeskripsikan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam peserta
didik di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
3. Untuk menjabarkan dampak perceraian orang tua terhadap prestasi belajar
peserta didik pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di MI
Al-Ma’ruf Denpasar Bali. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sebagai hasil
pengamatan langsung dan dapat memahami dampak perceraian orang
tua terhadap prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca
10
perceraian orang tua terhadap prestasi belajar peserta didik pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada orang
tua yang mempunyai masalah rumah tangga tentang bagaimana
dampak perceraian orang tua terhadap prestasi belajar peserta didik
agar tidak sampai terjadi perceraian.
b. Dapat menunjukan bagaimana dampak perceraian orang tua terhadap
prestasi belajar peserta didik.
c. Untuk lembaga pendidikan dapat memberikan motivasi kepada
peserta didik yang mengalami permasalahan perceraian kedua orang
tua mereka agar lebih semangat untuk meraih prestasi belajar yang
lebih baik.
E. Penelitian Terdahulu
Setelah melakukan pengecekan skripsi yang ada diperpustakaan UIN
Sunan Ampel Surabaya, penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini
adalah penelitian yang disusun oleh Asmaul Khusnah (D03303038) yang
berjudul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Anak: (Study Kasus di SMPN 5 Sidoarjo)”. Adapun metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Kesimpulan dari isi skripsi ini adalah ada 3 faktor yang menyebabkan
pria idaman lain. Dengan adanya perceraian tersebut membuat prestasi belajar
siswa cenderung kurang. Dari 10 siswa yang orang tuanya bercerai, hanya 3
siswa yang prestasinya baik, sedangkan 7 siswa lainnya tidak baik.
Di dalam skripsi lain yang disusun oleh Siti Hanifah (CO.2.3.93.116)
yang berjudul “Perceraian Dengan Alasan Nafkah Versi Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i (Study Komparatif)”. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Kesimpulan dari
skripsi ini adalah persoalan perceraian dengan nafkah ini termasuk persoalan
yang ijtihad, oleh karena itu yang lebih penting adalah mencari pendapat yang
memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia, sebagaimana tujuan syara
dalam memberikan menetapkan suatu hukum.
Di dalam skripsi yang lain yang disusun oleh Burhanuddin Al-Hakam
(C01206064) yang berjudul “Hak Asuh Anak Angkat Akibat Perceraian Orang Tua Angkat (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Mojokerto No.
1225/Pdt.G/2009/PA. Mr Tentang Cerai Gugat)”. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah dalam hukum Islam anak angkat yang telah
berumur 13 tahun telah dianggap mumayyiz dan berhak memilih ikut ibunya
atau ikut ayahnya, dalam banyak hal anak angkat yang orang tuanya bercerai
hukum Islam memandang anak angkat dapat disamakan dengan anak kandung
dikarenakan tidak adanya dalil nash yang menjelaskan bahwa anak angkat
12
orang tua angkat, serta mengikuti kepada dalil ‘Amm (kitab yang khusus
tertuju kepada seseorang dan seluruh umat memberikan faedah menunjukkan
umum, kecuali apabila diketahui ada dalil yang menunjukkan khusus bagi
orang itu saja). Sedangkan nafkah Hadanah menjadi tanggung jawab ayah
angkat.
Di dalam skripsi yang lain yang disusun oleh Hilyatul Jannah
(D57213129) yang berjudul “Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Fiqih Materi
Shalat kelas VI di MI Islamiyah Kec. Semampir Kota Surabaya” adapun metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah penggunaan metode diskusi
dalam pembelajaran fiqh materi shalat khususnya kelas VI dalam rangka
meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih
siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru,
memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Di dalam skripsi yang lain yang disusun oleh M Nurul Huda
(D51206191) yang berjudul “Hubungan Antara Asal Sekolah dengan Prestasi
Belajar Siswa dalam Kelompok Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di
kuantitatif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah dari penelitian dan pengolahan
data serta pengujian hipotesis yang dilakukan di MTs. Negeri Kencong Tahun
Pelajaran 2008/2009 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara asal sekolah dengan prestasi belajar siswa dalam bidang studi
Pendidikan Agama Islam.
Melihat dari skripsi di atas, maka peneliti mengambil judul “Dampak
Perceraian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali” dengan
lebih menspesifikkan terkait kepribadiannya, dan prestasi belajar Pendidikan
Agama Islam. Persamaan dengan skripsi di atas adalah membahas terkait
perceraian orang tua dan prestasi belajar peserta didik.
F. Definisi Operasional
Guna menghindari kesimpangsiuran dan agar memperoleh data yang
relevan, maka peneliti memberikan batasan pada istilah-istilah yang ada pada
judul proposal. Istilah-istilah yang dimaksud adalah :
1. Perceraian Orang Tua
Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pisah atau putus hubungan sebagai suami istri. Sedangkan menurut istilah fiqh
disebut talak yang berarti membuka ikatan, membatalkan perjanjian.
14
istilah itu digunakan oleh para ahli fiqh sebagai suatu istilah yang berarti
perceraian suami istri.13
Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa orang tua
artinya ayah dan ibu.14 Sedangkan menurut Miami M. Ed, dikemukakan
bahwa orang tua adalah pria dan wanita yang terikat perkawinan dan siap
sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari
anak-anak yang dilahirkannya.15
Jadi dapat disimpulkan bahwa, perceraian orang tua adalah putusnya tali
ikatan perkawinan antara ayah dan ibu peserta didik di depan sidang
Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam, dan di depan Pengadilan
Negeri bagi yang tidak beragama Islam.
2. Prestasi Belajar PAI
Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu “prestasi” dan “belajar”. Dalam Bahasa Inggris, prestasi biasanya disebut dengan achieve
achievement yang berasal dari kata achieve yang berarti meraih,
sedangkan achievement diartikan hasil atau prestasi. Dalam kamus
Bahasa Indonesia, prestasi artinya hasil yang telah dicapai (dari yang
telah dilakukan atau dikerjakan).
13 Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 16-17.
14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), h. 1022.
15 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, Sari Psikologi Terapan, (Jakarta:
Prestasi belajar PAI adalah perubahan perilaku individu.Individu akan
memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari
dan sebagainya. Purwanto menyatakan bahwa prestasi belajar adalah
perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. R. M. Gagne menyatakan
bahwa prestasi belajar adalah kecakapan manusiawi yang meliputi
informasi verbal, kecakapan intelektual (diskriminasi, konsep konkrit,
konsep abstrak, aturan dan aturan yang lebih tinggi), strategi kognitif,
sikap dan kecakapan motorik. Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
merupakan kemampuan yang meliputi segenap ranah psikologi (kognitif,
afektif dan psikomotorik) yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar peserta didik.16
Prestasi belajar pendidikan agama Islam yaitu hasil yang telah dicapai
peserta didik dalam menerima dan memahami serta mengamalkan materi
pelajaran pendidikan agama Islam yang diberikan oleh guru atau orang
tua berupa pendidikan agama Islam di lingkungan sekolah dan keluarga
serta masyarakat khususnya di MI Al-Ma’ruf Denpasar.
3. MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Ma’ruf Denpasar merupakan salah satu
Lembaga Pendidikan Dasar yang berazaskan Ajaran/Syariat Islam dengan
16 Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Manajemen kelas (Classroom Management)Guru
Profesional yang Inspiratif, Kreatif, Menyenangkan, dan Berprestasi, (Bandung: Alfabeta, 2014),
16
paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yang berlokasi di Jalan Angsoka
Cargo Permai I/12 Banjar Batur Kelurahan Ubung Denpasar Bali,
Kecamatan Denpasar Utara.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika
penulisan sebagai berikut.
Adapun bab satu pendahuluan, penulis membahas tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
operasional, penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika
pembahasan.
Sedangkan bab dua kajian teori, penulis membahas tentang perceraian
orang tua, pengertian perceraian menurut undang-undang dan menurut syara’,
hukum perceraian, bentuk-bentuk perceraian menurut islam, penyebab
perceraian. Prestasi belajar pendidikan agama islam: pengertian presatasi
belajar pendidikan agama islam, dasar dan tujuan pendidikan agama islam,
ruang lingkup materi pendidikan agama islam, aspek-aspek prestasi belajar
pendidikan agama islam, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
pendidikan agama islam. Dampak perceraian orang tua terhadap prestasi
belajar peserta didik pada mata peajaran pendidikan agama islam.
Selanjutnya bab tiga metode penelitian, penulis membahas tentang
data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan
penelitian, dan tahap-tahap penelitian.
Kemudian bab empat paparan data dan temuan penelitian, penulis
membahas tentang sejarah berdirinya MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali, letak
geografis MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali, visi dan misi MI Al-Ma’ruf Denpasar
Bali, program di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali, struktur organisasi MI
Al-Ma’ruf Denpasar Bali, keadaan guru karyawan dan siswa-siswi MI Al-Ma’ruf
Denpasar Bali, saranan dan prasarana MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali, penyajian
dan analisis data tentang dampak perceraian orang tua dalam mempengaruhi
prestasi belajar pendidikan agama islam di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali, hasil
prestasi belajar pendidikan agama islam di MI Al-Ma’ruf Denpasar Bali.
BAB II
KAJIAN TEORI A. Perceraian Orang Tua
1. Pengertian Perceraian Orang Tua
Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pisah atau putus hubungan sebagai suami istri. Sedangkan menurut istilah fiqh disebut
talak yang berarti membuka ikatan, membatalkan perjanjian.17
Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa orang tua
artinya ayah dan ibu.18
Perceraian orang tua menurut istilah adalah melepaskan ikatan
perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri
melalui ucapan, tulisan atau isyarat dalam waktu tertentu atau selamanya.19
Jadi dapat disimpulkan bahwa, perceraian orang tua adalah putusnya tali
ikatan perkawinan antara ayah dan ibu di depan sidang Pengadilan Agama
bagi yang beragama Islam, dan di depan Pengadilan Negeri bagi yang tidak
beragama Islam.
17 Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, h. 15.
18 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1022.
19 Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, (Jakarta: Pustaka Al-sofwa,
2. Pengertian Perceraian Menurut Undang-Undang dan Menurut Syara’
a. Perceraian Menurut Undang-Undang
Perceraian menurut pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 adalah putusnya
perkawinan. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan menurut pasal 1
UU No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, perceraian adalah
putusnya ikatan lahir batin antara suami istri yang mengakibatkan
berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri
tersebut.20
Di dalam undang-undang perkawinan tidak diatur secara terperinci
mengenai cara-cara perceraian seperti yang diatur dalam hukum Islam,
melainkan hanya menyebut secara umum mengenai putusnya hubungan
perkawinan ini dalam tiga golongan seperti yang tercantum dalam pasal
38 sebagai berikut:
1) Karena kematian salah satu pihak
2) Perceraian
3) Atas putusan pengadilan
Putusnya hubungan perkawinan karena kematian salah satu pihak
tidak banyak menimbulkan persoalan sebab putusnya perkawinan di sini
20
bukan atas kehendak bersama ataupun kehendak salah satu pihak, tetapi
karena kehendak Tuhan, sehingga akibat putusnya perkawinan seperti ini
tidak banyak menimbulkan masalah.
Oleh sebab itu yang akan diuraikan di sini adalah masalah putusnya
hubungan perkawinan karena perceraian dan putusnya perkawinan
karena keputusan pengadilan.
Selanjutnya dalam pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah
pihak. Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Ernaningsih dan Putu
Samawati menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan
pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya
tidak perlu ikut campur tangan pihak ketiga, tetapi demi menghindari
tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami (karena pada
umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga
untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga
peradilan.21
Sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa perceraian harus
dilakukan di depan sidang pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga
bagi mereka yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum
21 Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, (Palembang: PT.
Islam tidak menentukan bahwa perceraian itu harus dilakukan di depan
sidang pengadilan. Namun karena ketentuan ini lebih banyak
mendatangkan kebaikan bagi kedua belah pihak, maka sudah
sepantasnya apabila orang Islam wajib mengikuti ketentuan ini.22
b. Perceraian Menurut Syara’
Perceraian menurut syariat Islam adalah pelepasan akad perkawinan
atau bubarnya hubungan perkawinan antara suami istri. Muhammad
Thalib menegaskan bahwa perceraian yang dilakukan secara wajar
adalah perbuatan yang tidak terlarang menurut pandangan Islam. Oleh
karena itu, Allah tidak menjadikannya sebagai perbuatan yang dibenci.
Kualitas Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, dari Abdullah bin Umar, yang artinya “Perbuatan halal yang
paling dibenci oleh Allah adalah perceraian”.23 Selain itu, dalam
al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 229, Allah telah menyatakan:
ٱ
ٰ قل َطل
ٰ ݎ
ٰ
ٰ قنܛقتَܱق
ٰ
ٰ قܗقف
ٰ كܛ قس
ٰ
ٰ عقݙقب
ٰ ففو ܱ
ٰ
ٰ و
ق
أ
ٰ
ٰق س
قت
ٰ ُۢ
ٰ
ٰ حقܗقب
ٰ قس
ٰ لݚٰ
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰ ݔق قَ
ٰ
ٰ ݗ كقل
ٰ
ن
ق
أ
ٰٰ
ܕقت
ٰ او ܰ خ
ٰ
ٰكܛَݙق
ٰ
ٰ يقتاقء
َٰݚ هݠ ݙ ت
ٰ
ٰ قش
لا
ٰ
ٰك
َ
لقإ
ٰ
ن
ق
أ
ٰ
ٰكܛقفܛق قَ
ٰ
ٰ
َ
ل
ق
أ
ٰ
ܛقݙيقݐ ي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰهقَل
ٰ
ٰ نقܗقف
ٰ
ٰ ݍقخ
ٰ ݗ ت
ٰ
ٰ
َ
ل
أ
ق
ٰ
ܛقݙيقݐ ي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ قلقف
ٰ
ٰقحܛقݜ ج
ٰ
ٰ يقݖقع
ܛقݙقݟ
ٰ
ܛقݙيقف
ٰٱ
ٰ ف
ٰ تقܯقت
ٰ
ٰقݝقب
ٰ ۦٰ
ٰ ݖقت
ٰقݑ
ٰ
ٰ لو ܯ ح
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ قلقف
ٰ
ٰ عقت
ٰ ܛقهو ܯقت
ٰ
ݚقمقو
ٰ
َٰܯقعقتقي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰقَل
ٰ
ٰ قل و
ܕقف
ٰقݑقئ
ٰ
ٰ ݗ ه
ٰٱ
ٰ َظل
ٰقنݠ ݙقݖ
ٰ
٩
ٰ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu
22 Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta, 2007), h. 127-128.
22
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka
itulah orang-orang zalim”.24
Ayat di atas menjadi dasar hukum khuluk dan penerimaan ‘iwad.
Khuluk yaitu hak istri untuk bercerai dari suaminya dengan membayar
‘iwad melalui pengadilan.
3. Hukum Perceraian Menurut Islam
Adapun asal hukum perceraian adalah makruh, karena hal itu
menghilangkan kemaslahatan perkawinan dan mengakibatkan keretakan
keluarga. Perceraian yang dilakukan tanpa alasan yang benar atau tanpa ada
kebutuhan untuk melakukannya maka hukumnya adalah makruh.
Dalam situasi dan kondisi bagaimanapun bahwa tidak selamanya
perceraian itu mendatangkan keburukan bagi seorang istri, bahkan terkadang
mendatangkan kebaikan baginya dan bagi suami dalam beberapa situasi dan
kondisi.25
Para ahli fiqh telah berpendapat bahwa hukum asal perceraian/talak
adalah terlarang kecuali terdapat alasan yang dapat dibenarkan. Hal inisesuai
dengan hadist Nabi yang berbunyi:
ص ََِِنلا َنَا َرَمُع ِنْبا ِنَع
َاق
ّزع هّللا ََِا ِلَاَحا ُضَغْ بَا :َل
َطلا ّلجو
هجاج نباو وواوابا اُ.َا
24 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 36.
25
Artinya: dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla adalah thalaq”
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).26
Menurut golongan Hambali lebih lanjut menjelaskan secara terperinci
bahwa thalak ada kalanya wajib, mubah, sunnah, haram. Hal tersebut
tergantung situasi dan kondisi dikala terjadinya perceraian tergantung ilat
(sebab-sebab dan waktunya), yaitu sebagai berikut:
a. Wajib, yaitu cerainya orang yang melakukan ila’ (sumpah suami
untuk tidak menggauli istri) setelah masa menunggu apabila ia
menolak fai’ah (kembali menyetubuhi istrinya), dan cerai yang
dilakukan dua hakam dalam kasus percekcokan apabila keduanya
melihat cerai lebih baik bagi pasangan suami istri itu. Allah
berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 226 yang berbunyi,
ٰقݚيق ََقكل
ٰ
ٰ ܖ ي
ٰقنݠ
ٰ
ݚقم
ٰ
ٰكܛ قسقكن
ٰ ݗقݟقئ
ٰ
ٰ ܹ بقܱقت
ٰ
ٰ ر
ق
أ
ٰقܟقعقب
ٰ
ٰ ش
ق
أ
ٰ لܱ ݟ
ٰ
نقܗقف
ٰ
ٰكܛقف
و ء
ٰ
َٰنقܗقف
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ رݠ ݍقغ
ٰ
ٰ ݗيقحَر
ٰ
٦
ٰ
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa´ isterinya diberi tangguh
empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.27
Jadi hukumnya wajib dikarenakan suami sudah bersumpah untuk
tidak menggauli istrinya dan tidak mau membayar karafah sumpah
agar dapat bergaul dengan istrinya kembali.
26 Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulus Salam III, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1992), h. 609.
27
24
b. Mubah, yaitu cerai ketika ada hajat, baik karena buruknya perangai
istri dan pergaulannya, dan karena istri dirugikan tanpa mencapai
tujuan.28 Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’: 128 yang berbunyi,
ٰقنِ
ٰٱ
ٰ
ٰ ة
ق
أقܱ
ٰ
ٰ ܠقفܛقخ
ٰ
ٰ ݚقم
ٰ
ٰ عقب
ܛقݟقݖ
ٰ
ا زݠ ܸ ن
ٰ
ٰ و
ق
أ
ٰ
ٰ عقإ
ٰمضاقܱ
ܛٰ
ٰ قلقف
ٰ
ٰقحܛقݜ ج
ٰ
ٰ يقݖقع
ٰكܛقݙقݟ
ٰ
ن
ق
أ
ٰ
ٰ ص ي
ܛقحقݖ
ٰ
ٰ يقب
ܛقݙ ݟقݜ
ٰ
ٰ ݖ ص
ٰمح
ٰ ܛٰ
ٰقوٱ
ٰ ݖ ص
ٰ ۢ
ٰ
ٰ يقخ
ٰ
ٰ ح
أقو
ٰقتق قِ
ٰٱ
ٰ
ق
ل
ٰ ݍُ
ٰٱ
ٰ َۢ ܸ
ٰ
نِ
ٰ
ٰ
ت
ٰ اݠ ݜقس
ٰ
ٰ اݠ ݐَتقتقو
ٰ
َٰنقܗقف
ٰ
ٱ
ٰق َل
ٰ
ٰقن قَ
ٰ
ܛقݙقب
ٰ
ٰ عقت
ٰقنݠ ݖقݙ
ٰ
ٰميقܞقخ
اٰ
٨
ٰ
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.29
Jadi perceraian boleh dilakukan apabila memang hal itu perlu
terjadi dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian
itu dan juga ada manfaat dari perceraian itu.
c. Sunnah/Dianjurkan, yaitu ketika istri melalaikan hak-hak Allah
yang wajib, seperti shalat dan sebagainya, dan suami tidak dapat
memaksanya, atau suami mempunyai istri yang tidak menjaga
kesucian moral.30 Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 229 yang
berbunyi,
28 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1981), h.
13.
29
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 99.
30
ٱ
ٰ قل َطل
ٰ ݎ
ٰ
ٰ قنܛقتَܱق
ٰ
ٰ قܗقف
ٰ كܛ قس
ٰ
ٰ عقݙقب
ٰ ففو ܱ
ٰ
ٰ و
ق
أ
ٰ
ٰق س
قت
ٰ ُۢ
ٰ
ٰ حقܗقب
ٰ قس
ٰ لݚٰ
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰ ݔق قَ
ٰ
ٰ ݗ كقل
ٰ
ن
ق
أ
ٰٰ
ܕقت
ٰ او ܰ خ
ٰ
ٰكܛَݙق
ٰ
ٰ يقتاقء
َٰݚ هݠ ݙ ت
ٰ
ٰ قش
لا
ٰ
ٰك
َ
لقإ
ٰ
ن
ق
أ
ٰ
ٰكܛقفܛق قَ
ٰ
ٰ
َ
ل
أ
ق
ٰ
ܛقݙيقݐ ي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰهقَل
ٰ
ٰ نقܗقف
ٰ
ٰ ݍقخ
ٰ ݗ ت
ٰ
ٰ
َ
ل
ق
أ
ٰ
ܛقݙيقݐ ي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰ
ٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ قلقف
ٰ
ٰقحܛقݜ ج
ٰ
ٰ يقݖقع
ܛقݙقݟ
ٰ
ܛقݙيقف
ٰٱ
ٰ فٰقت
ٰ تقܯ
ٰ
ٰقݝقب
ٰ ۦٰ
ٰ ݖقت
ٰقݑ
ٰ
ٰ لو ܯ ح
ٰٱ
ٰقَل
ٰ
ٰ قلقف
ٰ
ٰ عقت
ٰ ܛقهو ܯقت
ٰ
ݚقمقو
ٰ
َٰܯقعقتقي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ قل و
ܕقف
ٰقݑقئ
ٰ
ٰ ݗ ه
ٰٱ
ٰ َظل
ٰقنݠ ݙقݖ
ٰ
٩
ٰ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya barang siapa melanggar
hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim”.31
Jadi perceraian itu hukumnya sunnah apabila dalam keadaan rumah
tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan apabila dipertahankan
maka kemudharatan yang lebih banyak akan timbul.
d. Haram/Dilarang, yaitu cerai sewaktu haid atau dalam masa suci di
mana suami telah menyetubuhinya.32 Allah berfirman dalam QS.
Al-Baqarah: 231 yang berbunyi,
اقمِ
ٰ
ٰ ݐَݖ قط
ٰ ݗ ت
ٰٱ
ٰكܛ قسقكنل
ٰقءٰ
ٰ غقݖقܞقف
ٰقݚ
ٰ
َٰݚ ݟقݖقج
ق
أ
ٰ
ٰ
ق
ܕقف
َٰݚ هݠ ݓقس
ٰ
ٰ عقݙقب
ٰ ففو ܱ
ٰ
ٰ و
ق
أ
ٰ
ٰقك قس
َٰݚ هݠ ح
ٰ
ٰ عقݙقب
ٰ لفو ܱ
ٰ
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰ ݙ ت
َٰݚ هݠ ݓقس
ٰ
ٰمراق قِ
اٰ
ٰ عق ق
ّ
ك
ٰ او ܯقت
ٰ
ݚقمقو
ٰ
ٰ ݍقي
ٰ ݔقع
ٰٰ
قذ
ٰقݑق
ٰ
ٰ ܯقݐقف
ٰ
ٰقݗقݖ قظ
ٰ
ٰ ݍقن
ٰ ݝ قس
ٰ ۥٰ
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰكو ܰقܮَتقت
ٰ اٰ
ٰ قياقء
ٰقܠ
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰمو ܲ ه
ٰ اٰ
ٰقوٱ
ٰ م
ٰ او ܱ ك
ٰ
ٰ عقُ
ٰقܠقݙ
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ يقݖقع
ٰ ݗ ك
ٰ
ٰكܛقمقو
ٰ
ٰقلقُܲ
ق
أ
ٰ
ٰ يقݖقع
ݗ ك
ٰ
ٰقݚقكم
ٰٱٰ ل
ٰ قتقݓ
ٰقܜ
ٰ
ٰقوٱ
ٰق
ل
ٰ ݓ
ٰقܟقݙ
ٰ
ݗ ك ظقعقي
ٰ
ٰقݝقب
ٰ ۦٰ
ٰقوٱ
ٰ اݠ ݐَت
ٰٱ
ٰق َل
ٰٰقو
ٱ
ٰ ع
ٰكݠ ݙقݖ
ٰ اٰ
َٰن
ق
أ
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰق
كݔ كقب
ٰ
ٰ قش
ٰفءٰ
ٰ ݗيقݖقع
ٰ
١
ٰ
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma´ruf,
31
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 36.
26
atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma´ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.33
Jadi perceraian dikatan haram apabila perceraian dilakukan tanpa
alasan, sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam
masa itu ia telah digauli.
4. Bentuk-bentuk Perceraian Menurut Islam
Hukum islam menentukan bawha hak talak adalah pada suami dengan
alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan
pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu dari pada wanita yang
biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan yang demikian
tadi diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil, kemungkinannya dari
pada apabila hak talak diberikan kepada istri.34
a. Talak
Talak adalah suatu bentuk perceraian yang umum yang banyak
terjadi di Indonesia, sedangkan cara-cara dan bentuk lain kurang dikenal.
Mengenai perceraian dengan cara talak dapat pula dikemukakan
beberapa hal seperti di bawah ini:
33
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 37.
1) Seorang suami diakui menurut hukum mempunyai hak talak yaitu
berdasarkan beberapa hal tertentu berwenang menjatuhkan talak
kepada istrinya.
2) Asal hukum talak itu adalah haram kemudian karena Illahnya
maka, hukum talak itu menjadi halal atau mubah atau kebolehan.35
Adapun beberapa alasan lain yang memberikan wewenang/hak talak
pada suami, antara lain:
1) Akad nikah dipegang oleh suami. Suamilah yang menerima ijab
dari pihak istri waktu dilaksanakan akad nikah.
2) Suami wajib membayar mahar kepada istrinya waktu akad nikah
dan dianjurkan membayar uang mut’ah (pemberian sukarela dari
suami kepada istrinya) setelah suaminya mentalak istrinya.
3) Suami wajib memberi nafkah istrinya pada masa perkawinannya
dan pada masa iddah apabila ia mentalaknya.
4) Perintah-perintah mentalak dalam al-Qur’an dan Hadist banyak
ditujukan pada suami.36 Salah satu ayat dalam al-Qur’an surah
At-Talaq ayat 1 yang berbunyi:
ٰ قي
ܛقݟ ي
ق
أ
ٰٱ
ٰ قبَن
ٰ
اقمقإ
ٰ
ٰ ݐَݖ قط
ٰ ݗ ت
ٰٱ
ٰكܛ قسقكنل
ٰقء
ٰ
َٰݚ هݠ ݐقكݖ قطقف
ٰ
َٰݚقݟقتَܯقعقل
ٰ
ٰ ح
ق
أقو
ٰ اݠ ص
ٰٱٰ ل
ٰهقةَܯقع
ٰٰقو
ٱ
ٰ اݠ ݐَت
ٰٱ
ٰقَل
ٰ
ٰه ݗ كَبقر
ٰ
ٰ
ق
ل
ٰ
ٰ
ت
َٰݚ هݠ جقܱ
ٰ
ٰ ݚقم
ٰ
َٰݚقݟقتݠ ي ب
ٰ
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰ قَ
ٰ ج ܱ
ٰقݚ
ٰ
ٰك
َ
لقإ
ٰ
ن
ق
أ
ٰ
ٰ
ܕقي
ٰقيقت
ٰ
ٰ قفقب
ٰلܟ قܸقح
ٰ
ٰ لܟقݜقكيقܞ م
ٰ
ٰ ݖقتقو
ٰقݑ
ٰ
35 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.101.
28
ٰ لو ܯ ح
ٰٱ
ٰ قَل
ٰ
ݚقمقو
ٰ
َٰܯقعقتقي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ ܯقݐقف
ٰ
ٰقݗقݖ قظ
ٰ
ٰ ݍقن
ٰ ݝ قس
ٰ ۥٰ
ٰ
ق
ل
ٰ
ٰ ܯقت
يقر
ٰ
َٰݔقعقل
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ َ
ٰ ثقܯ
ٰ
ٰ عقب
ٰقܯٰ
ٰ قذ
ٰقݑق
ٰ
ٰ
ق
أ
ٰمܱا
ٰ
١
ٰ
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah
mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”37
b. Talak Khuluk
Talak khuluk atau talak tebus ialah bentuk perceraian atas
persetujuan suami istri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada istri
dengan tebusan harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan cerai
dengan khuluk.38
Dasar memperbolehkan talak khuluk ialah al-Qur’an surat al-Baqarah
ayat 229 yang berbunyi:
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰ ݔق قَ
ٰ
ٰ ݗ كقل
ٰ
ن
ق
أ
ٰ
ٰ
ܕقت
ٰ او ܰ خ
ٰ
ٰكܛَݙق
ٰ
ٰ يقتاقء
َٰݚ هݠ ݙ ت
ٰ
ٰ قش
لا
ٰ
ٰك
َ
لقإ
ٰ
ن
ق
أ
ٰ
ٰكܛقفܛق قَ
ٰ
ٰ
َ
ل
ق
أ
ٰ
ܛقݙيقݐ ي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰهقَل
ٰ
ٰ نقܗقف
ٰ
ٰ ݍقخ
ٰ ݗ ت
ٰ
ٰ
َ
ل
ق
أ
ٰ
ܛقݙيقݐ ي
ٰ
ٰقلو ܯ ح
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰ قلقف
ٰ
ٰقحܛقݜ ج
ٰ
ٰ يقݖقع
ܛقݙقݟ
ٰ
ܛقݙيقف
ٰٱ
ٰ ف
ٰ تقܯقت
ٰ
ٰقݝقب
ٰ ۦٰ
yang artinya “...Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya...”39
37 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 558.
38 Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan, h. 110.
Dari ayat tersebut kita peroleh ketentuan bahwa apabila sudah tidak
ada persesuaian antara suami istri dalam hidup perkawinannya dan
keadaannya sudah sedemikian rupa sehingga tidak tertahan lagi, dan istri
menghendaki perceraian, maka istri dapat minta talak kepada suaminya
dengan memberi tebusan pada suaminya, harta yang pernah diterimanya
sebagai maskawin. Dalam pelaksanaannya supaya khuluk ini menjadi
sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Perceraian dengan khuluk itu harus dilaksanakan dengan kerelaan
dan persetujan suami istri.
2) Besar kecilnya jumlah uang tebusan harus ditentukan dengan
persetujuan bersama antara suami istri.
Apabila tidak terdapat persetujuan antara keduanya mengenai jumlah
uang penebus, Hakim Pengadilan Agama dapat menentukan jumlah uang
tebusan tersebut. Khuluk dapat dijatuhkan sewaktu-waktu tidak usah
menanti istri dalam keadaan suci dan belum dicampuri, hal ini
disebabkan karena khuluk terjadi atas kehendak istri sendiri.
c. Syiqaq40
Syiqaq itu berarti perselisihan atau menurut istilah fiqh berarti
perselisihan suami istri yang diselesaikan dua orang hakam, satu dari
30
pihak suami dan yang satu dari pihak istri. Hal ini dijelaskan dalam
firman Allah surah An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:
ٰ نِ
ٰ
ٰ ݍقخ
ٰ ݗ ت
ٰ
ٰققܛقݐقش
ٰ
ٰ يقب
ܛقݙقݟقݜ
ٰٰقف
ٱٰ ب
ٰ اݠ ثقع
ٰ
ٰمݙقݓقح
ܛٰ
ٰ ݚقكم
ٰ
ٰ ه
ق
أ
ٰقݝقݖ
ۦٰ
ٰمݙقݓقحقو
ܛٰ
ٰ ݚقكم
ٰ
ٰ ه
ق
أ
ٰكܛقݟقݖ
ٰ
نقإ
ٰ
ٰكاقܯُقܱ ي
ٰ
ٰ صقإ
ٰ قل
ٰمح
ܛٰ
ٰقݎق
كفقݠ ي
ٰٱ
ٰ َل
ٰ
ٰ يقب
ٰ كܛقݙ ݟقݜ
ٰ
َٰنقإ
ٰٱ
ٰق َل
ٰ
ٰقن قَ
ٰ
ܛ ݙيقݖقع
ٰ
ٰميقܞقخ
اٰ
٥
ٰ
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu”.41
Mengenai arti hakam ini ada perbedaan pendapat antara para ahli
fiqh. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, sebagaimana pengikut
Imam Hambali, Syafi’i, Ahmad, Ulama-ulama Dhahiri, Syi’ah Zaidiyah, hakam itu berarti wakil. Sebagai wakil maka hakam tidak boleh
menjatuhkan talak sebelum ada persetujuan dari orang yang diwakili
yaitu suami istri. Jadi hakam dari pihak suami tidak boleh menjatuhkan
talak sebelum ada persetujuan dari pihak suami demikian pula hakam
dari pihak istri tidak boleh mengadakan khuluk sebelum mendapatkan
persetujan dari pihak istri.
Menurut pendapat Imam Malik dan sebagian lain pengikut Imam
Hambali dan qaul jadid dari Imam Syafi’i, hakam itu berarti hakim sebagai hakim maka hakam boleh memberi keputusan untuk
menceraikan suami istri itu atau berusaha mendamaikan tanpa harus
minta persetujuan terlebih dahulu dari suami istri. Pendapat yang kedua
ini dikuatkan oleh tindakan khalifah Ali bin Abu Talib yang pernah
mengangkat hakam dengan pemberian kekuasaan penuh kepada hakam
yang diangkatnya itu untuk mengambil keputusan mana yang lebih
maslahat antara melangsungkan hubungan perkawinan itu atau
menceraikan hubungan suami istri itu.42
d. Fasakh
Seacara etimologi, fasakh berarti membatalkan. Kemudian secara
terminologi fasakh bermakna pembatalan ikatan pernikahan oleh
Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami yang dapat
dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah
terlanjur menyalahi hukum pernikahan. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah surah An-Nisa’ ayat 22 yang berbunyi:
ٰ
ق
لقو
ٰ
ٰ اݠ حقݓݜقت
ٰ
ܛقم
ٰ
ٰقۢقكقُ
ٰ
ٰكܛقباقء
ݗ ك ؤ
ٰ
ٰقݚقكم
ٰٱ
ٰكܛ قسقكنل
ٰقءٰ
ٰ
َ
لقإ
ٰ
ܛقم
ٰ
ٰ ܯقق
ٰ
ٰ قف
قݖقس
ٰ
ٰ ݝَُقإ
ۥٰ
ٰقن قَ
ٰٰ قف
ٰمܟ قܸقح
ٰ
ٰ ݐقمقو
ٰمتܛ
ٰ
ٰكܛقسقو
ٰقءٰ
ٰ ليقبقس
ٰ
٢
ٰ
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”.43
Pengertian fasakh dijelaskan oleh Sajuti Thalib ialah diputuskannya
hubungan perkawinan karena menemui cacat celanya pada pihak lain
atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum
berlangsungnya perkawinan. Perkawinan yang telah ada adalah sah
42 Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan, h. 112.
32
dengan segala akibatnya dan dengan di fasakhannya oleh Hakim
Pengadilan Agama, maka bubarlah hubungan perkawinan itu. Hal ini
berarti pelaksanaan putusnya hubungan perkawinan dalam hal pihak lain
merasa tertipu dalam perkawinan itu memajukan permintaan kepada
Hakim Pengadilan Agama.44
5. Penyebab Perceraian
Dalam pernikahan pastinya ada yang namanya perceraian dan hal itu
pastinya mempunyai suatu penyebab terjadinya perceraian tersebut, maka
ada beberapa hal yang akan dipaparkan terkait penyebab-penyebab
perceraian, antara lain:45
a. Tidak senang lagi, rasa tidak senang atau hilang rasa senang seseorang
kepada pasangannya dapat dijadikan alasan untuk menceraikan
pasangannya atau mengajukan permohonan perceraian.
b. Penganiayaan, istri mempunyai hak untuk tidak dianiaya oleh suaminya,
baik secara lahir maupun batin. Karena itu, kalau ternyata istri
mengalami penganiayaan dari suami, baik bersifat lahir maupun batin, ia
berhak memperkarakan kasusnya kepada pengadilan dan menuntut
bercerai dari suaminya.
44 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1981), h.
117.
45 M. Thalib, 15 Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya, (Bandung: Irsyad Baitus
c. Mengidap penyakit, bila salah seorang istri atau suami mengidap
penyakit, lalu pasangannya tidak menerima keadaan tersebut sebab tidak
dapat lagi menciptakan suasana kemesraan suami istri, maka yang
bersangkutan boleh bercerai.
d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.
Menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 39, peraturan
pemerintah No. 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam pasal 116
dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi apabila salah satu pihak
mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai suami istri.46
B. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu “prestasi” dan “belajar”. Dalam Bahasa Inggris, prestasi biasanya disebut dengan achieve
achievement yang berasal dari kata achieve yang berarti meraih, sedangkan
achievement diartikan hasil atau prestasi. Dalam kamus Bahasa Indonesia,
prestasi artinya hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan atau
dikerjakan).47
46Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Karya Anda, 1996), h. 71.
34
Menurut R. Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di
mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Sedangkan menurut Burton dalam Usman dan Setiawati diartikan sebagai
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi Antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya.48
Apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar
sering disebut prestasi belajar. Tentang apa yang telah dicapai oleh siswa
setelah melakukan kegiatan belajar, ada juga yang menyebutnya dengan
istilah hasil belajar seperti Nana Sudjana. Pencapaian prestasi belajar atau
hasil belajar siswa merujuk kepada aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Oleh karena itu, ketiga aspek ini juga harus menjadi indikator
prestasi belajar. Artinya prestasi belajar harus mencakup aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Sudjana, ketiga aspek ini tidak
berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,
bahkan membentuk hubungan hierarki.49
Hamalik menjelaskan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap serta kemampuan peserta
48 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri, 2013), h. 3.
49 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
didik. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta
didik setelah menerima pengalaman belajarnya.50
Menurut Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.51
Abdurrahman an-Nahlawi menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah
penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk
taan pada Islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan
individu dan masyarakat.
Prestasi belajar pendidikan agama Islam yaitu hasil yang telah dicapai
peserta didik dalam menerima dan memahami serta mengamalkan materi
pelajaran pendidikan agama Islam yang diberikan oleh guru atau orang tua
berupa pendidikan agama Islam di lingkungan sekolah dan keluarga serta
masyarakat.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam Undang-undang tentang pendidikan, terdapat perbedaan definisi
istilah pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Posisi pendidikan
Islam di dalam Undang-undang cukup strategis dan kuat.
Selanjutnya dalam peraturan pemerintah No. 55 Tahun2007 tentang
pendidikan agama yang diklasifikasikannya ke dalam tiga jenis, yaitu:52
50 Kunandar, Penilaian Autentik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 62.
51 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
36
a. Pendidikan agama, diselenggarakan dalam bentuk pendidikan agama
Islam di satuan pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan.
b. Pendidikan umum berciri Islam, pada satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, prndidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada
jalur formal dan non/informal.
c. Pendidikan keagamaan Islam pada berbagai satuan pendidikan diniyah
dan pondok pesantren yang diselenggarakan pada jalur formal dan
non/informal.
Jadi untuk menjadikan pendidikan Islam menjadi bagian dalam
kehidupan seseorang, keterpaduan ketiga instuisi itu harus mutlak
diperlukan. Kesimpulannya adalah, walaupun secara sistematik pendidikan
Islam merupakan sub-sistem pendidikan nasional, akan tetapi ia
sesungguhnya memegang peranan penting dan strategis dalam pencapaian
tujuan pendidikan nasional, yang menjadi cita-cita kita semua.53
Tujuan pendidikan agama Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islami
dalam pribadi peserta didik yang diihtiarkan oleh pendidik melalui proses
yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa, dan berilmu
pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah
yang ta’at.
52 Baharuddin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 14.
3. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang merujuk kepada nilai-nilai
ajaran islam, yang menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai rujukan dan
sumber material pendidikan.54 Pe