BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
OLEH:
NAMA : EVI DWI PEBRIANI
NPM : 1422090207
PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA KONSENTRASI : MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT UJIAN PROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
ii Pembimbing
iii
Ketua merangkap anggota,
Tintin Sri Murtinah, SE, MM
Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Subandi, MM
Anggota,
iv
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada Bapak Dr. Asropi, S. IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan memberikan arahan dalam menyusun skripsi ini serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyusun skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Makhdum Priyatno, MA selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Jakarta.
2. Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT selaku atasan yang telah memberikan rekomendasi tugas belajar.
3. Bapak Dr. Subandi, MM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan skripsi ini.
4. Ibu Tintin Sri Murtinah, SE., MM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan skripsi ini.
v dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa STIA-LAN Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Para dosen dan karyawan karyawati STIA-LAN Jakarta atas ilmu dan dukungan yang telah diberikan.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun penulis telah mencoba menyusun dengan mencurahkan segenap waktu, tenaga, dan kemampuan penulis. Hal ini disebabkan oleh kekurangan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Asa penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan lebih lanjut atas manajemen keuangan negara di Indonesia.
Jakarta, 14 Desember 2015
vi
AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN) PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA SEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Skripsi, xii hlm. 100 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini meliputi pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware & software, kualifikasi & kodefikasi, transaksi BMN, kebijakan akuntansi BMN, serta prosedur dan pelaporan BMN. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah reduksi data dan triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I adalah:
1. Pembentukan unit akuntansi SIMAK-BMN pada Satker Deputi I sudah dibentuk namun belum sepenuhnya sesuai dengan PMK No.213/PMK.05/2013.
2. Sudah ada penetapan petugas SIMAK-BMN namun belum memenuhi kriteria PMK No.213/PMK.05/2013.
vii No.213/PMK.05/2013.
6. Kebijakan akuntansi yang diterapkan sudah sesuai dengan ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013.
7. Prosedur akuntansi dan pelaporan sudah dilaksanakan sesuai ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013, kecuali masalah Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan pengarsipan dokumen.
Untuk itu penulis menyarankan kepada Satker Deputi I untuk: 1. Pemisahan yang jelas antara UAKPB, UPKPB, dan UAKPA. 2. Penambahan SDM verifikator SIMAK-BMN yang berkompeten. 3. Monitoringhardware danupdate softwaresecara kontinyu. 4. Melakukanupdate pelabelan BMN.
5. Transaksi diharapkan terekam tepat pada waktunya. 6. Membuat BAR untuk rekonsiliasi internal.
Nama : EVI DWI PEBRIANI
NPM : 1422090207
Program Studi : ILMU ADMINISTRASI NEGARA Konsentrasi : Manajemen Keuangan Negara
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini dengan judul Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I Tahun Anggaran 2015 Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila dikemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan dari orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan dan tata tertib di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Jakarta, 02 Desember 2015 Penulis,
viii A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci...11
ix
B. Teknik Pengumpulan Data...67
1. Metode Pengumpulan Data...67
a. Wawancara...67
b. Observasi...69
c. Telaah Dokumen...69
2. Sumber Data...69
a. Data Primer...70
b. Data Sekunder...71
C. Prosedur Pengolahan Data...71
1. Teknik Pengolahan Data...71
2. Teknik Analisis Data...72
Bab IV Hasil Penelitian A. Pembentukan Unit Akuntansi...75
B. Pengelola BMN...80
C. HardwaredanSoftware...82
D. Klasifikasi dan Kodefikasi...83
E. Transaksi BMN...87
F. Kebijakan Akuntansi BMN...91
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN...92
Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan...97
B. Saran...99 Daftar Pustaka
Lampiran
i
Gambar 2.1 Kerangka Umum SAPP...23
Gambar 2.2 Struktur SDM Organisasi UAKPB...46
Gambar 2.3 Skema Kode Lokasi BMN...49
Gambar 2.4 Skema Kode Barang BMN...50
Gambar 2.5 Skema Kode Registrasi BMN...51
Gambar 2.6 Model Berfikir...63
Gambar 4.1 Struktur Organisasi UAKPA/B...79
Gambar 4.2 Skema Kodefikasi BMN...85
ii Lampiran II Transkrip Hasil Wawancara Lampiran III Pedoman Observasi
Lampiran IV Transkrip Hasil Observasi Lampiran V Pedoman Penelaahan Dokumen Lampiran VI Transkrip Penelaahan Dokumen
Lampiran VII Matriks Pengembangan Instrumen Penelitian
BAB I
PERMASALAHAN PENELITIAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Pengelolaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan good governance and clean government sebagai salah satu amanat reformasi. Dengan bergulirnya reformasi di bidang manajemen keuangan negara yang diinisiasi dengan lahirnya 3 (tiga) paket Undang-Undang (UU) Keuangan Negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara telah membentuk pilar-pilar utama dalam reformasi manajemen keuangan khususnya pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dengan harapan sistem pengelolaan keuangan negara dapat lebih efektif dan efisien serta tercapainya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
pemerintahan LKPP tidak hanya merupakan alat pertanggungjawaban keuangan pemerintah saja, akan tetapi juga merupakan indikator kredibilitas dari pemerintah itu sendiri. Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas Barang Milik Negara (BMN) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Perihal terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban BMN, dalam LKPP masuk komponen penyusunan Neraca. Salah satu upaya konkrit dalam mewujudkan azas akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah dengan mengharuskan setiap entitas pelaporan pengelola keuangan negara untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan.
siklus pengelolaan secara keseluruhan menjadi lebih baik, sehingga upaya konkret dalam mewujudkan 3 (tiga) T, yaitu tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik dapat terlaksana.
Era baru proses penatausahaan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan setiap entitas pelaporan pengelola keuangan negara ditandai dengan pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan RI melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Kewajiban untuk melaksanakan SIMAK-BMN disampaikan dengan jelas pada Bab IV tentang Sistem Akuntansi Instansi (SAI) bagian satu Pasal 18 PMK No.171/PMK.05/2007 yang menyatakan bahwa setiap Kementerian Negara/Lembaga wajib menyelenggarakan SAI untuk menghasilkan laporan keuangan. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), SIMAK-BMN, Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Perhitungan dan Pembiayaan (SA-BAPP).
diamanatkan dalam Pasal 36 ayat 1 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 70 ayat 2 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 36 ayat 1 UU No.17 Tahun 2003 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran. Pasal 70 ayat 2 UU No.1 Tahun 2004 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya pada tahun 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
Keputusan Kepala BPOM RI No.HK.04.1.24.12.13.6072 Tahun 2013 tentang Penerapan Pedoman Penatausahaan BMN BPOM.
SIMAK-BMN sebagai sub-sistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) selain Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) disajikan untuk meningkatkan pemahaman serta kontrol yang sistematis, sehingga sesuai struktur Unit Akuntansi Barang melekat kewajiban untuk penyusunan laporan BMN, dalam rangka penyusunan laporan keuangan instansi. SIMAK-BMN dan SAK dalam lingkup instansi yang merupakan sub-sistem harus saling berjalan simultan, sehingga bisa dilakukan check and balanceantara arus uang dan arus barang.
TABEL 1.1
Perkembangan Opini BPK Tehadap LKKL Tahun 2006-2014
No. Opini 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1. WTP 07 16 35 45 50 61 62 65 62
2. WDP 38 31 30 26 25 17 22 19 18
3. TMP 36 33 18 8 02 02 03 03 07
4. TW - 01 - - -
-Jumlah 81 81 83 79 77 80 87 87 87
Sumber: http//www/bpk.go.id/lkpp
GAMBAR 1.1
Grafik Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL Tahun 2006 - 2014
0 10 20 30 40 50 60 70
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terakhir Nomor 74 tanggal 25 Mei 2015, BPK telah memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2014. LKKL pada tahun 2014 dipaparkan dengan rincian sebanyak 62 LKKL-Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 18 LKKL-WDP, 7 LKKL-Tidak Memberikan Pendapat (TMP), dan tidak ada LKKL-Tidak Wajar (TW). Jumlah LKKL-WTP tersebut menurun dibandingkan dengan jumlah LKKL-WTP pada tahun 2013 yaitu sebanyak 65 LKKL. Temuan-temuan pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2014 masih terdapat permasalahan dalam penatausahaan dan pengamanan aset yang juga merupakan temuan pemeriksaan tahun 2012 dan 2013 silam.
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Tahun 2014 berkenaan dengan BMN di antaranya: i) penatausahaan, pencatatan, dan pelaporan Persediaan pada 35 K/L belum memadai; ii) penatausahaan dan pengamanan Aset Tetap pada 56 K/L kurang memadai dan terdapat kelemahan pengendalian atas proses Normalisasi Data BMN; dan iii) belum diterapkan Amortisasi atas Aset Tak Berwujud.
dengan memperoleh opini WDP dan terakhir tahun 2014 dengan opini WTP bisa diraih kembali. Salah satu temuan auditor BPK terhadap LKKL Badan POM RI yang selalu muncul setiap tahunnya adalah berkaitan dengan pengelolaan, penatausahaan, dan pelaporan BMN termasuk didalamnya adalah laporan keuangan Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Hal ini sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam LHP BPK yang terakhir yang menyampaikan bahwa masalah berkaitan tentang BMN masih selalu muncul dari tahun ke tahun.
Salah satu bahan pertimbangan BPK dalam memberikan opini adalah terkait dengan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai entitas akuntansi di lingkungan Badan POM RI secara tidak langsung turut mempengaruhi kualitas laporan keuangan Badan POM RI. Karena pada hakekatnya laporan keuangan Badan POM RI merupakan hasil kompilasi dari seluruh laporan keuangan entitas akuntansi yang ada.
B. Fokus Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka
fokus permasalahan penelitian ini adalah tentang “Bagaimana
pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA Semester Satu (I) Tahun Anggaran (TA)
2015 Badan POM?”
C. Tujuan Penelitian
Merujuk pada fokus masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA
2015 Badan POM.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Terhadap Dunia Akademik
Manfaat penulisan ini untuk kepentingan dunia akademik, diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan pemikiran di dunia
manajemen keuangan negara terutama yang berkaitan dengan BMN.
Serta dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya sebagai referensi dalam
rangka penyempurnaan dan memperluas penelitian. Selain itu penelitian
ini untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat ujian kesarjanaan strata
satu ilmu administrasi pada STIA-LAN serta dapat meningkatkan daya
2. Manfaat Terhadap Dunia Praktis
Manfaat penulisan ini terhadap dunia praktis, yaitu hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan saran-saran untuk para
pejabat dan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelaporan BMN
sehingga tercipta tertib administrasi sekaligus meningkatkan kinerja
satuan kerja pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci
1. Tinjauan Teori
a. Pengertian Pelaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) pengertian
pelaksanaan adalah “proses, cara, perbuatan melaksanakan dari suatu
rancangan keputusan dan sebagainya”.
Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana
pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky
mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky
mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan (Usman, 2002:70).
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa
pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula (Abdullah,1988:40).
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah tindakan dari sebuah
rancangan atau rencana yang saling menyesuaikan untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III yang
dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan
kebijakan, yaitu :
a. Komunikasi
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang berkewajiban melaksanakan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
b. Sumber Daya (resources)
c. Kecenderungan-kecenderungan atau Tingkah laku-tingkah laku.
Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi penting bagi pelaksanaan kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
d. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2002:126-151).
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter
dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung
pelaksanaan kebijakan yaitu:
a. Ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan, tujuan dan sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena pelaksanaan tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
b. Sumber Kebijakan
Sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar pelaksanaan yang efektif.
c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Pelaksanaan dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.
d. Karakteristik organisasi pelaksana
e. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik dapat mempengaruhi organisasi pelaksana dalam pencapaian pelaksanaan kebijakan.
f. Kecenderungan para pelaksana
Intensitas kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Winarno, 2002:110).
Menurut Bambang Sunggono (Sunggono, 1994:149-153),
implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:
a. Isi Kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
c. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada proses implementasinya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Sunggono, 1994:149-153).
Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan
maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai.
Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat
terlaksana dengan baik, yaitu:
a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, dimana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam
melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
d. Obyek peraturan, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum objek peraturan tersebut, kepatuhan hukum, dan perilaku seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan (Sunggono, 1994:158).
b. Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi menurut Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung
operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
Sistem informasi merupakan suatu perkumpulan data yang terorganisasi beserta tatacara penggunaannya yang mencangkup lebih jauh dari pada sekedar penyajian. Istilah tersebut menyiratkan suatu maksud yang ingin dicapai dengan jalan memilih dan mengatur data serta menyusun tatacara penggunaannya. Keberhasilan suatu sistem informasi yang diukur berdasarkan maksud pembuatannya tergantung pada tiga faktor utama, yaitu: keserasian dan mutu data, pengorganisasian data, dan tatacara penggunaannya. Untuk memenuhi permintaan penggunaan tertentu, maka struktur dan cara kerja sistem informasi berbeda-beda bergantung pada macam keperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Suatu persamaan yang menonjol ialah suatu sistem informasi menggabungkan berbagai ragam data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Untuk dapat menggabungkan data yang berasal dari berbagai sumber suatu sistem alih rupa (transformation) data sehingga jadi tergabungkan (compatible). Berapapun ukurannya dan apapun ruang lingkupnya suatu sistem informasi perlu memiliki ketergabungan (compatibility) data yang disimpannya (Al Fatta, 2009:9).
Sutabri (2003:42) mengemukakan definisi sistem informasi adalah
sebagai berikut:
Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
sistem informasi adalah sekumpulan prosedur organisasi yang
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yaitu memberikan informasi
c. Pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
Menurut Barry E.Cushing, Sistem Informasi Manajemen adalah
“kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu
organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data
untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan
manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian”
(Jogiyanto, 2005:14).
Sistem Informasi Manajemen menurut Frederick H.Wu (Jogiyanto,
2005:14) adalah kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan
informasi untuk mendukung manajemen.
Gordon B. Davis menyampaikan bahwa “Sistem Informasi
Manajemen merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi-fungsi untuk
menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi
organisasi” (Jogiyanto, 2005:15).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem
Informasi Manajemen adalah kumpulan sumber daya yang
mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang
berguna untuk mendukung manajemen dalam setiap operasi organisasi.
Terdapat beberapa definisi sistem informasi akuntansi yang telah
dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:
Menurut Bodnar dan Hopwood (2010:1) sistem informasi akuntansi
such as people and equipment, design to transform financial and other
data into information”. Pernyataan Bodnar dan Hopwood menjelaskan
bahwa sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya,
seperti manusia dan peralatan yang dirancang untuk mengubah data
keuangan dan data lainnya ke dalam informasi.
Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2009:28) sistem informasi akuntansi adalah “An acconting information system is a system that collect, records, stores and processes data to produce information for decision makers”. Pernyataan yang dikemukakan oleh Romney dan Steinbart menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data sehingga menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan.
Adapun menurut Wilkinson (2010:7), bahwa sistem informasi
akuntansi adalah
“Unfined structure within an entity such as business firm that employes phsycal resources and other components to transform economics data into accounting information with purpose if statisfying the information needs of variety of users”.
Definisi yang disampaikan oleh Wilkinson menjelaskan bahwa sistem
informasi akuntansi adalah bersatunya sebuah struktur dalam entitas
seperti bisnis perusahaan yang mempekerjakan sumber daya dan
komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke informasi akuntansi
dengan tujuan memuaskan kebutuhan para pengguna.
Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sistem
yang mengumpulkan data dan sumber daya keuangan untuk kemudian
diproses sehingga menghasilkan informasi yang memudahkan
d. Pengertian Akuntansi Pemerintahan
Pengertian Akuntansi Pemerintahan tidak bisa lepas dari pengertian
akuntansi secara umum. Pengertian akuntansi mengalami perkembangan
dari tahun ke tahun, Charles T. Horngren dan Water T. Harrison (2007:4)
menyatakan bahwa: “akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur
aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan, dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan”.
Menurut Warren, Reev, Fees (2008:10), “akuntansi adalah sistem
yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan itu
meliputi kreditor, pemasok, investor, karyawan, pemilik, dan lain-lain”.
Pengertian akuntansi dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan: “Akuntansi adalah proses pencatatan,
pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran, transaksi dan kejadian
keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah
kegiatan memproses data transaksi dan kejadian keuangan melalui
pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran menjadi
sebuah laporan yang hasilnya untuk membantu para pengguna informasi
dalam pengambilan keputusan.
Akuntansi pemerintahan merupakan satu bagian dari akuntansi itu
sendiri yang ditetapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Pengertian
akuntansi pemerintahan yang digunakan secara luas sebagai rujukan
Governmental Accounting (NCGA). Menurut NCGA akuntansi
pemerintahan diartikan sebagai:
Accounting may be defined as the composite activities of analyzing, recording, summarizing and interpreting the finacial transaction of any economic enterprise. Governmental accounting may be said to comprise these same activities for governmental entity, that organized legislative, executive, and judicial machinery of the state which by law governs and provide public service.
Bachtiar Arif dkk (2002:3) memberikan pengertian akuntansi
pemerintahan secara umum sebagai berikut:
Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut.
Dari pengertian akuntansi pemerintahan seperti tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi pemerintahan tidak berbeda
dengan definisi akuntansi kecuali bahwa akuntansi pemerintahan
diterapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Akuntansi pemerintahan
adalah suatu proses aktivitas untuk menyediakan informasi transaksi
ekonomi dan keuangan pemerintah berdasarkan serangkaian kegiatan
analisis, pencatatan, pengikhtisaran, pelaporan, serta penafsiran
transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh unit-unit organisasi
pemerintah.
e. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPP)
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut SAPP adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Pemerintah Pusat.
Pemerintah pusat mencakup seluruh instansi pemerintah dan sub
bagiannya yang berada dalam kelompok: Lembaga-lembaga Tinggi
Negara, Kementerian Negara/Lembaga, serta pemerintah daerah yang
sumber dananya berasal dari APBN. Pemerintah pusat disini tidak
termasuk pemerintah daerah otonom yang sumber dananya berasal dari
APBD, Lembaga Keuangan Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
SAPP mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi keuangan
yang diperlukan dalam hal ini perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, pengendalian, perumusan kebijakan pengambilan
keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. SAPP juga mempermudah
pemeriksaan terhadap unit-unit organisasi pemerintah pusat oleh aparat
pengawasan secara efektif dan efisien. Selain itu SAPP bertujuan untuk
mendukung transparansi laporan keuangan pemerintah dan akuntabilitas
keuangan negara dalam mencapai pemerintahan yang baik. Berikut
jabaran tujuan dan ciri-ciri pokok SAPP yang tertuang dalam PMK
No.213/PMK.05/2013:
1) SAPP bertujuan untuk:
konsisten sesuai dengan standar dan praktik akuntansi yang diterima secara umum;
b) Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
c) Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan; dan
d) Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
2) Ciri-ciri pokok SAPP:
a) Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual. Penerapan basis kas tetap digunakan dalam penyusunan Laporan Realisasi Anggaran sepanjang APBN disusun menggunakan pendekatan basis kas. b) Sistem Pembukuan Berpasangan
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu Aset = Kewajiban + Ekuitas. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. Namun demikian untuk akuntansi atas anggaran dilaksanakan secara single entry (pembukuan tunggal).
c) Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
d) Bagan Akun Standar
SAPP menggunakan bagan akun standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.
e) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam melakukan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan entitas pemerintah pusat.
Kerangka umum SAPP sebagaimana disebutkan dalam PMK
GAMBAR 2.1
KERANGKA UMUM SAPP
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Sub sistem akuntansi yang ada di SAPP yakni Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan SAI
memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan kualitas dari
laporan keuangan. Berikut jabaran dari subsistem yang ada di dalam
SAPP sebagaimana tertuang dalam PMK No.213/PMK.05/2013:
a. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (SA-BUN)
SABUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan
Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara
(BA-BUN). SA-BUN terdiri dari beberapa subsistem, yaitu:
1. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (SiAP);
2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah
(SAUP);
4. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi
Pemerintah (SAIP);
5. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan
Penerusan Pinjaman (SAPPP);
6. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah
(SATD);
7. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi
(SABS);
8. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lainnya
(SABL);
9. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
(SATK); dan
10. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan
Keuangan Badan Lainnya (SAPBL).
Dalam pelaksanaan SABUN, Kementerian Keuangan selaku BUN
membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum
Negara sebagai berikut:
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (UABUN);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara
Umum Negara (UAPBUN);
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa
Bendahara Umum Negara tingkat Kantor Wilayah
(UAKKBUN-Wilayah);
5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara
Umum Negara Tingkat Daerah/KPPN
(UAKBUN-Daerah/KPPN);
6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Anggaran Eselon I Bendahara Umum Negara (UAPPA-E1
BUN); dan
7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna
Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN).
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lingkup BUN
dapat disesuaikan dengan karakteristik entitas.
b. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi (SAI)
Untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan
penilaian kinerja pemerintah. Serta sebagai upaya mempercepat
penyajian laporan keuangan dan memudahkan pemeriksaan aparat
pengawas fungsional secara efektif dan efisien, maka disusunlah SAI. SAI
dilaksanakan oleh K/L yang memproses transaksi keuangan baik arus
uang maupun barang. Sebagaimana disebutkan dalam PMK
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan pada kementerian negara/lembaga. Lebih lanjut disampaikan
dalam Bab IV Pasal 20 bahwa:
1) Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan SAI.
2) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara
berjenjang mulai tingkat Satker sampai tingkat kementerian
negara/lembaga termasuk Satker BLU dan SKPD yang
mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas
Pembantuan.
3) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan
b) Akuntansi dan Pelaporan BMN.
4) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproses data transaksi
keuangan, barang, dan transaksi lainnya.
5) Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk
menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian
negara/lembaga.
Atas dasar pernyataan ayat (5) Pasal 20 tersebut di atas, SAI terdiri
dari dua subsistem yang mempunyai hubungan data dan informasi yaitu:
SAK adalah subsistem dari SAI yang merupakan serangkaian
prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen
sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan
neraca dan laporan realisasi anggaran serta laporan manajerial
lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK-BMN)
SIMAK-BMN adalah sistem terpadu yang merupakan gabungan
prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan
data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu
SIMAK-BMN juga menghasilkan daftar barang, laporan barang, dan
berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi
pengelolaan BMN.
SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur-unsur pokok
sebagai berikut:
1. Formulir/Dokumen Sumber
2. Jurnal
3. Buku besar
4. Buku pembantu
5. Laporan
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan akan berjalan dengan
baik, apabila dalam suatu organisasi selaku unit yang melaksanakan
dapat mengkoordinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan yang
dilaksanakan oleh Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Dengan
alasan tersebut maka untuk melaksanakan SAI, K/L harus membentuk
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi sesuai dengan
hierarki organisasi dengan tujuan agar proses akuntansi dapat berjalan
dengan baik.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Instansi terdiri dari Unit Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan dan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN.
Pembentukan kedua unit akuntansi dan pelaporan tersebut dimaksudkan
agar penyelenggaraan pencatatan atas transaksi aset berupa BMN terjadi
check and balance sebagai bagian dari penyelenggaraan pengendalian
internal di masing-masing unit akuntansi dan pelaporan pada K/L.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, terdiri dari:
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran
(UAKPA) yang berada pada tingkat satuan kerja, termasuk SKPD
yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPA
Dekonsentrasi) dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas
Pembantuan (UAKPA Tugas Pembantuan);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Anggaran Wilayah (UAPPA-W) yang berada pada tingkat wilayah,
termasuk UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-W Tugas
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1) yang berada pada tingkat Eselon 1;
dan
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran
(UAPA) yang berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Sedangkan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN, terdiri dari :
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Barang (UAKPB)
yang berada pada tingkat Satuan Kerja, termasuk SKPD yang
mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPB Dekonsentrasi)
dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan
(UAKPB Tugas Pembantuan);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang
Wilayah (UAPPB-W) yang berada pada tingkat wilayah, termasuk
UAPPB-W Dekonsentrasi dan UAPPB-W Tugas Pembantuan;
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang
Eselon 1 (UAPPB-E1) yang berada pada tingkat eselon 1; dan
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pengguna Barang (UAPB) yang
berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan secara berjenjang dari
mulai UAKPA, UAPPA-W, UAPPA-E1, sampai dengan UAPA, maupun
Unit Akuntansi Pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk
tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing K/L
khususnya dengan memperhatikan struktur organisasi K/L.
Pada tingkat wilayah, untuk kementerian negara/lembaga yang tidak
memiliki Kantor Wilayah, maka menunjuk salah satu satuan kerja sebagai
UAPPA-W/UAPPB-W. Sedangkan apabila dalam satu K/L terdapat
beberapa UAKPA dari beberapa eselon I yang berbeda, namun demikian
hanya memiliki satu Kantor Wilayah, maka UAPPA-W dapat dibentuk
untuk masing-masing eselon I.
Untuk K/L yang tidak memiliki kantor vertikal di daerah dan bukan
pengguna Dana Dekonsentrasi atau DanaTugas Pembantuan tidak perlu
membentuk UAPPA-W/UAPPB-W, sehingga jenjang pelaporannya dari
UAKPA langsung ke UAPPA-E1. Semuanya sesuai dengan yang
diamanatkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013.
Mengingat pentingnya pembentukan unit akuntansi dan pelaporan,
PMK No.213/PMK.05/2013 menyampaikan bahwa K/L wajib menetapkan
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan serta Unit Akuntansi dan
Pelaporan Barang pada level unit akuntansi dan pelaporan instansi. Hal ini
bertujuan agar dalam pelaksanaan akuntansi dapat berjalan lebih tertib
dan masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan bertanggung jawab
sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan akan terkait dengan
sumber daya manusia yang akan melaksanakannya. Pengendalian
Keuangan-Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang dilaksanakan oleh
pelaksana yang berbeda. Namun demikian, apabila dalam Unit Akuntansi
dan Pelaporan mengalami kendala dalam jumlah sumber daya manusia,
maka apabila terjadi rangkap tugas harus dilakukan supervisi dengan
ketat untuk menghindari kecurangan dan kesalahan penyajian laporan
keuangan.
Unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Tingkat Instansi melaksanakan
fungsi akuntansi dan pelaporan atas pelaksanaan anggaran dan
penatausahaan BMN sesuai dengan tingkat organisasinya. Proses
akuntansi dan pelaporan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang
merupakan bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas
pengelolaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimilikinya
sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Proses akuntansi dan
pelaporan juga menghasilkan laporan BMN yang selain digunakan
sebagai bahan penyusunan neraca juga dapat digunakan untuk tujuan
manajerial.
Proses akuntansi dimulai dari verfikasi Dokumen Sumber. Dokumen
Sumber utama atas terjadinya transaksi keuangan di lingkup entitas
pemerintah terdapat pada UAKPA, sehingga proses akuntansi terhadap
dokumen sumber dilaksanakan oleh UAKPA. Unit Akuntansi dan
Pelaporan pada level yang lebih atas, mulai UAPPA-W sampai dengan
bertugas menggabungkan Laporan Keuangan dari Unit Akuntansi dan
Pelaporan di bawahnya.
Selain proses penelaahan dokumen sumber dan proses akuntansi
lainnya, untuk meyakinkan data atas Laporan Keuangan sebelum disusun
menjadi Laporan Keuangan dan disampaikan kepada stakeholder
sesuai dengan ketentuan, dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi
meminimalisasi terjadinya perbedaan pencatatan yang berdampak
pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam Laporan Keuangan.
Dalam hal terjadi perbedaan data, rekonsiliasi dapat mendeteksi dan
mengetahui penyebab- penyebab terjadinya perbedaan. Pelaksanaan
rekonsiliasi data Laporan Keuangan ini juga merupakan amanat dari Pasal
33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Rekonsiliasi pada Unit Akuntansi dan Pelaporan instansi dibagi
menjadi 2 (dua) macam yaitu:
1. Rekonsiliasi internal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan
laporan keuangan yang dilaksanakan antar subsistem pada
masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan dan/atau antar Unit Akuntansi
dan Pelaporan yang masih dalam satu entitas pelaporan,
misalnya antara Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran
(SAKPA) dengan SIMAK-BMN;
2. Rekonsiliasi eksternal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan
Pelaporan yang satu dengan Unit Akuntansi dan Pelaporan yang lain
atau pihak lain yang terkait, tidak dalam satu entitas pelaporan,
misalnya rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKBUN-Daerah.
f. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN)
Dalam akuntansi pemerintahan, BMN merupakan bagian dari aset
pemerintah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi
yang dikuasai dan/atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat,
serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non
keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum
dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan
budaya.
Secara umum barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan
satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur dan ditimbang, tidak
termasuk uang dan surat berharga. UU No.1 Tahun 2004 menyampaikan
bahwa BMN “semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Perolehan lainnya yang
sah seperti disebutkan dalam Lampiran PMK PMK No.213/PMK.05/2013
Bab III antara lain berasal dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh ketentuan hukum tetap. Sebagaimana tertuang dalam PP
No.6 Tahun 2006 pengertian BMN adalah ”semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang
sah”.
Berdasarkan lampiran bagian keempat PMK No.171/PMK.05/2007,
dijelaskan bahwa BMN meliputi unsur-unsur aset tetap, aset lancar, aset
lainnya, dan aset bersejarah. Aset lancar adalah aset yang diharapkan
segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu
12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset tetap adalah aset
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Sedangkan aset lainnya adalah aset yang tidak bisa
dikelompokkan ke dalam aset tetap maupun aset lancar. Adapun aset
bersejarah merupakan aset yang mempunyai ketetapan hukum sebagai
aset bersejarah dikarenakan karena kepentingan budaya, lingkungan, dan
sejarah. Aset bersejarah tidak wajib disajikan dalam neraca tetapi harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. BMN yang
merupakan aset lancar adalah persediaan. Sedangkan BMN yang berupa
aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dimasukkan ke dalam pos
aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMN.
Pengamanan tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan
administratif, dan pengamanan hukum. Dalam rangka pengamanan
administratif dibutuhkan sistem penatausahaan yang dapat menciptakan
pengendalian atas BMN. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem
penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan
manajemen pemerintah di dalam perencanaan pengadaan,
pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan.
Oleh karenanya sistem penatausahaan BMN tersebut di dukung
dengan perangkat lunak (software) yang disebut BMN.
SIMAK-BMN merupakan sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem
terdahulunya yaitu Sistem Akuntansi Aset Tetap berdasarkan Kep. Ka.
BAKUN No.KEP-09/AK/2002 dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
berdasarkan PMK No.59/PMK.06/2005. Berikutnya peraturan pertama
yang mengatur tentang SIMAK-BMN adalah PMK No.171/PMK.05/2007
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
yang sudah mengalami dua kali revisi. Revisi terakhir yaitu PMK
No.213/PMK.05/2013.
SIMAK-BMN memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual
dan mengurangi tingkat kesalahan manusia dalam pelaksanaannya.
memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan barang. Oleh
karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas
manajerialnya. Selain itu, SIMAK-BMN juga menyatukan konsep
manajemen barang dengan pelaporan untuk tujuan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dalam bentuk neraca. Sehingga dengan demikian
SIMAK-BMN dapat memenuhi kebutuhan manajerial dan
pertanggungjawaban sekaligus.
Informasi BMN yang dihasilkan dari SIMAK-BMN memberikan
dukungan yang signifikan dalam laporan keuangan (neraca) terutama
berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap maupun aset lainnya.
Sehingga jika keluaran (output) SIMAK-BMN kurang baik maka akan
mempengaruhi kualitas neraca itu sendiri. Berdasarkan Lampiran Bab III
PMK No.213/PMK.05/2013 dijelaskan dokumen/laporan yang dihasilkan
dari SIMAK-BMN pada proses pencatatan dan pelaporan pada Unit
Akuntansi dan Pelaporan Barang, antara lain terdiri dari:
a. Daftar BMN;
b. Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah;
c. Kartu Inventaris Barang (KIB) Bangunan Gedung;
d. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Angkutan Bermotor;
e. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Persenjataan;
f. Daftar Inventaris Lainnya (DIL);
h. Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP);
i. Laporan Kondisi Barang (LKB); dan
j. Laporan terkait dengan Penyusutan Aset Tetap.
Daftar BMN meliputi:
a. Daftar Barang Intrakomptabel,
b. Daftar Barang Ekstrakomptabel,
c. Daftar Barang Bersejarah,
d. Daftar Barang Persediaan, dan
e. Daftar Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP).
Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP meliputi:
a. LBKP Intrakomptabel,
b. LBKP Ekstrakomptabel,
c. LBKP Gabungan,
d. LBKP Persediaan,
e. LBKP Barang Bersejarah, dan
f. LBKP KDP.
LBKP Gabungan merupakan hasil penggabungan LBKP
Intrakomptabel dan LBKP Ekstrakomptabel. LBKP Barang Bersejarah
hanya menyajikan kuantitas tanpa nilai.
Transparansi pengelolaan keuangan negara dalam hal ini
pengelolaan BMN dapat tercermin dari laporan BMN. Karakteristik
sebagai prasyarat normatif yang diperlukan agar informasi dari laporan
keuangan dapat memenuhi kualitas baik berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP), harus memiliki karakteristik dasar sebagai berikut:
1) Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau
masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian,
informasi laporan BMN yang relevan dapat dihubungkan dengan
maksud penggunaannya. Informasi dapat dikatakan relevan jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau
mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa
yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian
masa kini.
c) Tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh
dan berguna dalam pengambilan keputusan.
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap
mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dengan
memperhatikan kendala yang ada. Informasi yang
melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat
dalam laporan BMN diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan
dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
Agar informasi yang disajikan dapat relevan maka informasi yang
disajikan dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada
kebutuhan informasi para pengguna laporan BMN pemerintah.
2) Andal
Informasi dalam laporan BMN bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta
secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan,
tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka
penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan
dan merugikan pengguna laporan BMN. Informasi yang andal
memenuhi karakteristik:
a) Penyajian Jujur
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara
wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
Informasi yang disajikan dalam laporan BMN dapat diuji, dan
apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang
berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak
berbeda jauh.
c) Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak
pada kebutuhan pihak tertentu.
Agar informasi yang dihasilkan dapat dipercaya (andal) maka
penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
disajikan secara menyeluruh.
3) Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat membandingkan laporan BMN entitas antar
periode. Informasi yang termuat dalam laporan BMN akan lebih
berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan BMN periode
sebelumnya atau laporan BMN entitas pelaporan lain pada
umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu
entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke
tahun.
Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama.
lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan,
perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.
Agar informasi yang disajikan dapat dibandingkan maka penyajian
laporan BMN pemerintah minimal harus disajikan dalam 2 (dua)
periode atau 2 (dua) tahun anggaran.
4) Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah
dikatakan dapat dipahami jika pengguna mengerti dengan
informasi-informasi yang disajikan dan mampu menginterpretasikannya. Hal ini
dapat terlihat dari manfaat informasi yang disajikan tersebut terhadap
pengambilan keputusan. Untuk itu, penyajian informasi dalam
laporan BMN pemerintah harus menggunakan format/bentuk serta
istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.
Pengguna harus diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai
atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta
memiliki kemauan untuk mempelajari informasi yang disajikan dalam
laporan BMN pemerintah.
Dalam kenyataannya, pemerintah masih menghadapi beberapa
kendala-kendala dalam menyajikan informasi yang relevan dan andal
tersebut. Kendala tersebut merupakan suatu keadaan yang tidak
memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan
karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal yang menimbulkan kendala
dalam penyajian laporan BMN pemerintah tersebut, yaitu:
a. Materialitas
Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan BMN
pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi
kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian
untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang
diambil atas dasar laporan BMN. Selama seluruh informasi yang
material telah disajikan dalam laporan maka laporan BMN
pemerintah tersebut dapat dikatakan wajar. Hal inilah yang
mengakibatkan mungkin saja ada suatu informasi yang tidak
disajikan dalam laporan BMN pemerintah.
b. Pertimbangan Sehat
Penyusun laporan BMN adakalanya menghadapi ketidakpastian
peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian semacam itu diakui
dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan
menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan
laporan BMN. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian
pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian,
sehingga semua dapat dinyatakan secara wajar.
Keseimbangan antar karakteristik kualitatif yang diperlukan untuk
mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan
normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan BMN pemerintah.
Bisa saja untuk mementingkan dipenuhinya keandalan suatu
informasi, menyebabkan informasi tersebut kurang relevan, begitu
pula sebaliknya jika relevansinya dipentingkan, mengakibatkan
informasi tersebut kurang andal. Kepentingan relatif antar
karakteristik dalam berbagai kasus mungkin akan berbeda, terutama
antara relevansi dan keandalan, adakalanya pengguna lebih
membutuhkan informasi yang andal dibandingkan informasi yang
relevan, namun bisa saja pengguna lebih mementingkan
kerelavansian dari pada keandalannya. Untuk itu, dibutuhkan suatu
pertimbangan profesional dalam penentuan tingkat kepentingan
antara dua karakteristik kualitatif tersebut agar dapat menyediakan
informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat terdapat beberapa aspek
yang terkait dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi
Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015
Badan POM, aspek SIMAK-BMN yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan Unit Akuntansi
Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan,
masing-masing unit dapat dibagi secara jelas serta untuk mendukung
terciptanya ketertiban pencatatan BMN dalam rangka mendukung
penyusunan laporan keuangan. Untuk melaksanakan SIMAK-BMN, K/L
membentuk Unit Akuntansi BMN (UAB). Secara umum, struktur organisasi
UAB sebagaimana ditetapkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013 adalah
sebagai berikut:
a. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Barang (UAPB);
b. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Barang (UAPPB-E1);
c. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Barang Wilayah (UAPPB-W); dan
d. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Barang
(UAKPB).
2. Pengelola BMN
Pengelola BMN merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
menjadi faktor sentral dalam suatu unit organisasi pengelolaan BMN,
apapun bentuk serta tujuannya, suatu unit organisasi dibuat berdasarkan
berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya
dikelola dan diurus oleh manusia itu sendiri yaitu pengelola BMN. Jadi
manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan unit
organisasi. Dalam mencapai tujuannya tentu suatu unit organisasi
memerlukan SDM sebagai pengelola sistem. Agar suatu sistem bisa
aspek penting seperti pelatihan, pengembangan kemampuan, motivasi,
dan aspek-aspek lainnya. Hal ini akan menjadikan SDM pengelola BMN
sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan unit
organisasi BMN secara efektif dan efisien.
Pengelola BMN merupakan aset unit organisasi pengelolaan BMN
yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak dapat digantikan
oleh sumber daya lainnya. Walaupun kenyataannya telah banyak peran
dan fungsi SDM yang digantikan oleh teknologi peralatan. Semutakhir
apapun teknologi yang digunakan atau seberapa banyak data dan dana
yang disiapkan, namun tanpa SDM pengelola yang profesional semua
menjadi tidak bermakna. Dalam strategi SDM pengelola yang baik
diperlukan SDM yang berkualitas dan memiliki kompetensi tinggi sebagai
modal atau kekayaan yang penting dalam organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Berikut ini gambaran kebutuhan SDM pengelola BMN untuk struktur
akuntansi yang diperlukan di level organisasi UAKPB yang tercantum
GAMBAR 2.2
STRUKTUR SDM ORGANSASI UAKPB
Keterangan:
Penanggung Jawab
Petugas Akuntansi BMN
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Mengingat ketidakseragaman jenis dan kultur unit organisasi
pemerintah yang disebabkan adanya ciri khas/keunikan pada beban kerja
dari masing-masing unit. Maka pemenuhan kebutuhan SDM pengelola
BMN disesuaikan dengan kapasitas SDM yang dimiliki oleh
masing-masing level unit organisasi.
KASUBAG UMUM/TU/PEJABAT YANG DITETAPKAN
PETUGAS
VERIFIKASI KEPALA
SATUAN KERJA
A
PETUGAS
3. Hardware dan Software
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang sangat pesat
belakangan ini memberikan banyak kemudahan di lingkungan
pemerintahan. Peran TI dalam berbagai aspek kegiatan pemerintah dapat
dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitikberatkan pada
pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer. TI dapat
memenuhi kebutuhan informasi dengan sangat cepat, tepat waktu,
relevan, dan akurat. Penerapan TI di lingkungan pemerintah mempunyai
peranan penting dan sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap entitas
atau unit pemerintahan terutama dalam menjalankan atau memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim
harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan
yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan
mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error). Adapun software
yang dikembangkan untuk mendukung sistem akuntansi BMN adalah
software yang berbasis microsoft fisual foxpro, dan lebih dikenal dengan
nama aplikasi SIMAK-BMN. Seperti yang dikemukakan dalam buku
Pedoman Penatausahaan Barang Milik Negara Badan Pengawas Obat
dan Makanan (2013:14), “aplikasi SIMAK-BMN merupakan sistem terpadu
yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam
rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan
laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk
menunjang fungsi pengelolaan BMN”.
4. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN
Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan
dengan cara tertentu sehingga memberikan kemudahan dalam
pengelolaannya. PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan
Kodefikasi Barang Milik Negara sebagai pengganti PMK
No.97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik
Negara membagi BMN dalam klasifikasi golongan, bidang, kelompok, sub
kelompok, dan sub-sub kelompok.
Pengkodean BMN diperlukan untuk memudahkan pencatatan dan
pengendalian, BMN selain diberikan identifikasi berupa nama, juga
diberikan identifikasi dalam bentuk kode. Pemberian kode BMN
sepenuhnya mengacu kepada PMK No.29/PMK.06/2010 tentang
Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Untuk memberikan
identitas, BMN diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut
pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya).
Kode Lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi
unit penanggung jawab akuntansi BMN. Kode ini terdiri dari 16 (enam
belas) angka yang memuat kode UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W, UAKPB,