• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU

KONSUMTIF SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Brinna Kusumaning Dwi Gebyar Pangastuti NIM 08104244010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“ Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu”

-Amsal 16 : 3-

“We cannot all do great things. But we can do small things with great love” -Mother Theresia-

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Persembahan karya ku sebagai tanda kasihku kepada:

1. Bapak dan Ibu: cinta, kasih sayang, dan doa yang tak pernah absen dari hidupku.

2. Kakak tercinta: cinta, kasih sayang, doa, dukungan, dan perhatian yang selalu kalian berikan.

3. Keluarga besarku: dukungan dan doa yang kalian berikan. 4. Sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku.

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

Oleh

Brinna Kusumaning Dwi Gebyar Pangastuti NIM 08104244010

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsepdiri dengan perilaku konsumtif siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, jenis penelitian korelasional dengan sampel purposive siswa SMA kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta sebanyak 86 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan skala. Tehnik analisis data menggunakan teknik analisis statistik dan uji hipotesis menggunakan uji korelasi Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta mempunyai tingkat konsep diri dalam kategori sangat rendah 0,00%, kategori rendah 0,00%, kategori sedang 31,4%, tinggi 62,79% dan kategori sangat tinggi 5,81%, sedangkan tingkat perilaku konsumtif dalam kategori sangat rendah 2,33%, kategori rendah 84,88%, kategori sedang 12,79%, kategori tinggi 0,00%, dan kategori sangat tinggi 0,00% . Berdasarkan hasil uji korelasi antara konsep diri dengan perilaku konsumtif diperoleh nilai rhitung sebesar -0,345 dengan nilai N 86 dan rtabel (0,312). Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif, artinya semakin tinggi konsep diri, maka semakin rendah tingkat perilaku konsumtif, sebaliknya semakin rendah konsep dirinya, maka akan semakin tinggi perilaku konsumtif.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Engkau sungguh baik yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya dan tidak pernah terlambat pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrips ini dengan baik sebagai syaratmemperoleh gelar SarjanaPendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnyakepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini.

4. IbuProf. Dra. Sri Rumini dosen pembimbing I yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tiada henti di sela-sela kesibukannya.

5. Ibu Eva Imania Eliasa, M.Pd dosen pembimbing II yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tiada henti di sela-sela kesibukannya.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi peneliti.

(9)

ix

8. Kepala sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah memberikan izi nuntuk mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Guru bimbingan dan konseling SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah

member bantuan serta waktunyadalam proses penelitian.

10.Siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah berkenan member bantuan informasi dan kesempatan untukmelakukan penelitian.

11.Bapak dan ibu tercinta yang telah mengorbankan tenaga dan waktu untuk mendoakan, membesarkan, mendidik serta membiayai kuliah demi tercapainya cita-citaku dan kesuksesanku.

12.Kakakku Puput Pawestri Pambajeng Larasati, buat segala dukungan dan semangat yang selalu diberikan.

13.Keluarga besar: Mbak wanti, Om Lukas, Mbak Ndaru, Om Priyo, Om Tri, Mas Junari, Kikan, Zico, Gabriel, Nando dan Reza . Terimakasih karena selalu memberikan motivasi dan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman teman terbaik ku : Ria widianingsih, Aiu, Dori, Mas Ferdy, Poliem, Devi, Kak Cindy, Dilla, Rizal, yang selalu medukung, selalu member semangat,

(10)

x

16.Para patner kerja di “Warung Leko” Ayu, Isna, Saud, Yuni, Nanda, Pak Cahyo, Mbak Helen, Mas Miko, Tio, Tony, Adi, Kuntil, Aland, Dimas, Mas Bolang, Ari, Mbak Tia, Andi, Mamak, si Sur dan teman-teman yang lain, terimakasih buat semangat yang kalian berikan buat aku, buat ejekan kalian yg membuatku termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsiku.

17.R. Sukmantya Jatu, aku buktikan kalau aku bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk waktu, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan. Banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan dari kamu.

18.Teman-teman mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan angkatan 2008 khususnya kelas B atas semangat dan dukungannya selama penulis menempuh studi.

19.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan demi terselesainyaskripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritikdan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pembaca.

Yogyakarta, Januari 2014

(11)

xi A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. IdentifikasiMasalah ... 7

C. PembatasanMasalah ... 8 1. PengertianPerilaku Konsumtif ... 10

2. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumtif ... 11

3. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif ... 16

4. Indikator Perilaku Konsumtif ... 19

(12)

xii

2. KarakteristikSiswa SMA yang sepadandenganmasaremaja.. ... 31

3. TugasPerkembanganMasaRemaja... .... 35

D. Kerangka Pikir ... 42

E. ParadigmaPenelitian ... 44

F. Hipotesis Penelitian... 45

BAB III. METODE PENELITIAN A.PendekatanPenelitian ... 46

B.TempatdanWaktuPenelitian ... 47

C.PopulasidanSampelPenelitian ... 47

D.VariabelPenelitian ... 49

E. DefinisiOperasionalVariabelPenelitian ... 49

F. TehnikPengumpulan Data ... 50

G.InstrumenPenelitian ... 51

H.TeknikAnalisis Data... 63

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.HasilPenelitian 1. DeskripsiSubjekPenelitian ... 66

2. Persiapan ... 67

3. HasilUjiCoba ... 67

B.Analisis Data danPengujian Data ... 68

C.Pembahasan ... 74

(13)

xiii BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian... 48

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Konsep Diri(Tennesse Self Concept Scale). 54 Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif... 55

Tabel 4. Skor Penilaian Skala Konsep Diri... 56

Tabel 5. Skor Penilaian Skala Perilaku Konsumtif... 57

Tabel 6. Interpretasi Koefisien Reliabilitas... 61

Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian... 68

Tabel 8. Kriteria Kategori... 69

Tabel 9. Kategorisasi Skor Variabel Konsep Diri... 70

Tabel 10. Kategorisasi Skor Variabel Perilaku Konsumtif... 71

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1.SkalaUjiCoba………..… 83

Lampiran 2.Uji Validitas Konsep Diri dan Perilaku Konsumtif……….... 91

Lampiran 3.Skala Konsep Diri dan Perilaku Konsumtif………... 100

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena selera barat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, hal ini dapat dilihat dari menjamurnya restoran-restoran makanan siap saji (fast food) dan munculnya tempat-tempat hiburan seperti kafe, klub malam, serta maraknya pembangunan toko-toko swalayan dan departement store. Salah satu yang mempengaruhi perilaku membeli

masyarakat adalah banyaknya penawaran produk yang beredar, baik secara langsung maupun melalui media massa. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian secara berlebihan atau biasa disebut perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif bukan lagi untuk memenuhikebutuhan tapi untuk memenuhi keinginan yang sifatnya menaikkan prestise, menjaga gengsi, mengikuti mode dan berbagai alasan yang kurang penting.

Perilaku konsumtif sudah menjadi problem dalam kehidupan banyak orang. Gencarnya iklan-iklan yang ditayangkan membombardir pikiran sehingga sulit untuk memisahkan antara kebutuhan dan keinginan.

(18)

2

cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Di Indonesia, fenomena adanya kecenderungan perilaku konsumtif yang banyak terjadi dikalangan remaja semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey AC Nielsen pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa jumlah orang Indonesia khususnya remaja yang membelanjakan uangnya di toko swalayan cenderung meningkat ditahun 2004 dibandingkan 2003. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh AC Nielsen pada bulan Agustus tahun 2005 menunjukkan 93% konsumen yaitu remaja menganggap belanja ke mall merupakan hiburan atau rekreasi. Mall telah menjadi budaya warga kota, khususnya anak muda untuk menghindari stereotip kampungan (Deddy Kurniawan Halim, 2008:128).

Peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berada pada rentang usia antara 15-18 tahun. Dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada fase remaja pertengahan.

Dikalangan siswa SMA yang memiliki orangtua dengan kelas ekonomi yang cukup berada terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal model itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

(19)

3

mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika (e.psikologi.com), misalnya saja Angelina Sondakh. Dia adalah sosok yang ideal, secara fisik dia cantik, dia juga pintar, banyak penghargaan yang didapatnya. Kehidupan lingkungan yang menuntut dirinya agar tampil sebaik mungkin membuat dirinya melakukan berbagai hal, salah satunya adalah berperilaku konsumtif. Angelina sondakh bisa berbelanja hingga milyaran rupiah semata-mata hanya karena ingin dipandang oleh lingkungannya. (http :alkhoirot.wordpress.comdiunduh tanggal 26 Desember 2013). Angelina sondakh adalah contoh ketika bahwa perilaku konsumtif dapat memberikan pengaruh buruk dalam kehidupan apalagi sejak dari remaja.

Perilaku konsumtif pada siswa SMA sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia siswa SMA yang termasuk golongan remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu.

(20)

4

ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Jumlah populasi remaja dan fakta bahwa remaja kurang terampil dalam mengelola keuangan.

Konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri yang meliputi dimensi pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan mengenai diri sendiri, dan penilaian tentang diri sendiri. Berbeda dengan kepribadian, konsep diri bukanlah faktor bawaan, tetapi konsep diri berkembang dalam diri seseorang melalui pengalaman, kemudian dipelajari, serta adanya interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan semua perasaan, kepercayaan dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya sendiri serta adanya pengaruh dalam hubungan dengan orang lain.

Konsep diri merupakan evaluasi secara menyeluruh baik dari persepsi atau pandangan-pandangan terhadap dirinya sendiri. Konsep diri merupakan identitas diri sebagai skema dasar yang terdiri atas kumpulan keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisir (Baron, R. A. & Bryne, D 2004).

(21)

5

yang mempunyai konsep diri positif adalah individu yang mempunyai pandangan yang menyenangkan terhadap dirinya.

Konsep diri merupakan salah satu faktor perilaku konsumtif yang berarti konsep diri mempunyai andil dalam mempengaruhi perilaku konsumtif. Di satu sisi, remaja memiliki konsep dan prinsip tentang cantik, namun di sisi lain mereka terkadang tidak kuasa menolak tawaran konsep cantik itu sehingga keputusan memakai barang-barang dengan alasan ingin terlihat menarik (Meilarartri,2004).

(22)

6

Berdasarkan wawancara kepada guru BK di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta menjelaskan bahwa sebagian besar siswa mempunyai perilaku konsumtif yang tinggi khususnya kelas 2. Siswa sering sekali membawa barang-barang hanya untuk dipamerkan kepada teman-temannya. Siswa merasa bangga ketika mempunyai barang yang belum dimiliki oleh teman mereka. Mereka selalu mengupdate segala sesuatu mulai dari sepatu, aksesoris serta handphone. Kebanyakan siswa masih menggunakan uang dari orang tua mereka sehingga mereka membeli apa yang mereka inginkan bukan apa yang mereka butuhkan.

(23)

7

adanya korelasi antara konsep diri dengan perilaku konsumtif, jika memang ada hubungan, dapat dijadikan pembelajaran untuk siswa agar tidak terjerumus dalam berperilaku konsumtif karena dapat membuat masa depan suram.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat diuraikan identifikasi masalah, sebagai berikut :

1. Banyaknya iklan menyebabkan remaja mudah terpengaruh untuk melakukan perilaku konsumtif

2. Beberapa kasus perilaku konsumtif yang terjadi dipengaruhi oleh perilaku konsep diri yang negatif

3. Perilaku konsumtif pada remaja dilakukan dengan menggunakan uang dari orang tua,

4. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai konsep diri sehingga mempengaruhi perilaku konsumtif

5. Kebanyakan para siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta membeli barang yang mereka inginkan bukan apa yang mereka butuhkan.

(24)

8 C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi penelitian pada hubungan antara konsep diri dengan perilaku konsumtifsiswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

D. Rumusan masalah

Dari uraian batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana hubungan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif pada siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah yang telah diuraikan. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

F. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, antara lain sebagai berikut.

(25)

9

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang Bimbingan dan Konseling mengenai hubungan konsep diri dan perilaku konsumtif pada remaja.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Siswa diharapkan dapat lebih memahami pentingnya konsep diri agar lebih bisa mengendalikan perilaku konsumtifnya dan juga lebih bisa mengatur keuangan sehingga tidak boros.

b. Bagi Orang Tua

Orang Tua dapat selalu mengawasi putra-putrinya dalam berperilaku konsumtif karena dapat membuat siswa menjadi pribadi yang konsumtif.

c. Bagi Guru BK

Guru BK selaku pembimbing remaja disekolah diharapkan dapat memberikan layanan bimbingan pribadi tentang konsep diri dan cara mengendalikan perilaku konsumtif.

d. Bagi Peneliti selanjutnya

(26)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Depdiknas (2002:590) mengartikan istilah konsumtif yaitu bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri). Lebih lanjut Tim Prima Pena (2006:263) mendefinisikan kata konsumtif sebagai pemakaian (pembelian) atau pengkonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan karena tuntutan kebutuhan yang dipentingkan.

Definisi perilaku konsumif juga dapat dipahami melalui definsi perilaku konsumen seperti yang diungkapkan oleh Sumartono(2002) bahwa perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan meggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merk lain atau membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang menggunakan barang tersebut.

(27)

11

lagi. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (Sumartono, 2002) yang mengatakan perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan fakor keinginan daripada kebutuhan.

Asry (2006) mengatakan sebagai berikut “bahwa konsumtif menjelaskan mengenai keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Konsumtif juga biasanya digunakan untuk menunjukan perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok”.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif merupakan kecenderungan individu membeli dan mengkonsumsi barang-barang tanpa batas dan pertimbangan yang rasional ataupun mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan, dimana hal tersebut didorong oleh keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata daripada kebutuhan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

(28)

12

a. Faktor Internal

Faktor internal ini juga terdiri dari dua aspek, yaitu faktor psikologis dan faktor pribadi.

1) Faktor psikologis, juga sangat mempengarui seseorang dalam bergaya hidup konsumtif, diantaranya :

a) Motivasi, dapat mendorong karena dengan motivasi tinggi untuk membeli suatu produk, barang / jasa maka cenderung akan membeli tanpa menggunakan faktor rasionalnya.

b) Persepsi, berhubungan erat dengan motivasi. Dengan persepsi yang baik maka motivasi utuk bertindak akan tinggi dan ini menyebabkan orang tersebut bertindak secara rasional.

(29)

13

2) Faktor Pribadi. Keputusan untuk membeli sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yaitu :

a) Usia, pada usia remaja kecenerungan seseorang untuk berperilaku konsumtif lebih besar daripada orang dewasa.

b) Pekerjaan, mempengaruhi pola konsumsinya. Seseorang dengan pekerjaan yang berbeda tentunya akan mempnyai kebutuhan yang berbeda pula. Hal ini dapat menyebabkan seseorang berperilaku konsumtif untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

c) Keadaan ekonomi orang yang mempunyai uang yang cukup akan cenderung lebih sering membelanjakan uangnya untuk membeli barang, sedangkan orang dengan ekonomi rendah akan cenderung hemat.

d) Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian dan konsep diri dapat menentukan pola hidup seseorang demikian juga perilaku konsumtif pada seseorang dapat dilihat dari tipe kepribadian tersebut.

(30)

14

b. Faktor Eksternal / Lingkungan

Perilaku konsumtif dipengruhi oleh lingkungan di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor eksternal dan mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial, dan keluarga.

1). Kebudayaan

Faktor budaya memiliki pengaruh yang mendalam. Hal ini disebabkan karena budaya bertindak sebagai penentu keinginan dan perilaku yang mendasar. Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Manusia dengan kemampuan akal budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem perilaku demi keperluan hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling fungsional dari keinginan dan perilaku seeorang. 2). Kelas sosial

(31)

15

hubungannya dengan perilaku konsumtif. Mangkunegara (2005 : 43) mengkarakteristikan anatara lain :

a) Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap, konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapa menjadi warisan bagi keluarganya.

b) Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang untuk menampakan kekayaannya, membeli barang denga jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli kendaraan, rumah mewah, dan perabot rumah tangga. c) Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli

barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.

3) Keluarga

(32)

16

yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli (Mangkunegara, 2005:44). Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang dibelinya. Orang yang berbeda dalam suatu keluarga dapat memainkan peran sosial yang berbeda dan menampakan perilaku yang berbeda pada saat mengambil keputusan dan mengkonsumsi.

3. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Konsumtif menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Berdasarkan definisi ini maka dalam perilaku konsumtif , Tambunan (2001 : 1) berpendapat secara garis besar ada dua aspek mendasar, yaitu :

a. Adanya suatu keinginan mengkonsumsi secara berlebihan.

Hal ini akan menimbulkan pemborosan dan bahkan inefisiensi biaya, apalagi bagi remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri.

1). Pemborosan

(33)

17

keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

2). Inefisiensi Biaya

Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.

b. Perilaku tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai kepuasan semata.

Kebutuhan yang dipenuhi bukan merupakan kebutuhan yang utama melainkan kebutuhan yang dipenuhi hanya sekedar mengikuti arus mode, ingin menciba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau tidak. Padahal hal ini justru akan menimbulkan kecemasan. Rasa cemas di sini timbul karena merasa harus tetap mengikuti perkembangan dan tidak ingin dibilang ketinggalan.

1). Mengikuti Mode

(34)

18

sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

2). Memperoleh Pengakuan Sosial

Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in.

Berbeda dengan Swastha dalam (Gunita,2006 : 34) mengemukakan ada beberapa aspek dalam perilaku membeli, dan di sini adalah kecenderungan perilaku membeli dan belum menjurus ke perilaku yang konsumtif, intinya sebagai berikut:

1) Pengenalan kebutuhan

(35)

19

ada sepeti mempertimbangkan implikasi dari tindakan yang dibuat sebelum memutuskan untuk membeli.

2) Emosional

Motif pembelian barang berkaitan dengan emosi seseorang. Biasanya konsumen membeli barng hanya karena pertimbangan kesenangan indera atau bisa juga karena ikut-ikutan.

Penelitian ini akan tidak menggunakan aspek-aspek perilaku konsumtif yang dikemukakan oleh salah satu pendapat diatas, namun peneliti akan mengambil aspek-aspek perilaku konsmtif dari kajian teori mengenai definisi perilaku konsumtif. Peneliti memandang bahwa aspek-aspek yang diambil dari definisi perilaku konsumtif akan lebih aplikatif. Lebih dapat diamati secara langsung dan lebih sesuai dengan kondisi subjek dilapangan.

4. Indikator Perilaku Konsumtif

(36)

20

Sumartono (2002:111) menyebutkan bahwa mode rambut,pakaian, musik, dan teknologi komunikasi baru seperti telepon genggam sebagai tren yang dianggap dapat mewakili simbol gaya hidup baru dan lambang prstise dari penampilan masyarakat modern. Di plasa, pasar atau di mana saja, termasuk sekolah, simbol gaya hidup tersebut terefleksi dalam penampilan dari dan menjadi aksesoris yang terkadang tanpa disadari justru merupakan bukti telah berkembangnya sikap pamer status.

Pengakuan akan status yang diperoleh melalui pemilikan barang-barang tertentu telah menjadi suatu hal yang bersifat kompetitif. Pemborosan materi tanpa disadari telah menjadi hal yang bersifat prestisius yaitu hanya untuk memperoleh pengakuan sebagai orang yang modern dalam kehidupan. Hal ini menyebabkan banyak remaja berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang-barang dan jasa agar dapat menampilkan gaya hidup modern yang sesuai dengan standar dari lingkungan sosialnya bukan atas dasar kebutuhan.

Sumartono (2002 : 119) memberikan indikator perilaku konsumtif secara oprasional sebagai berikut : a) membeli produk karena iming-iming hadiah; b) membeli produk karena kemasannya menarik; c) membeli roduk karena demi menjaga gengsi dan penampilan diri; d) membeli produk atas pertimbangan harga, bukan atas dasar manfaat dan kegunaan; e) membli produk hanya karena menjaga simbol status; f) munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga maha akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi; g) memakai suatu karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan; h) mencoba lebih dari dua produk sejenis dengan merk yang berbeda.

(37)

21

a. Pembelian produk berdasarkan fungsi simbolik yang dimiliki sesuatu produk dalam hal ini keputusan untuk membeli lebih didasarkan untuk meningkatkan status individu. Individu mengkonsumsi suatu produk karena adanya keinginan yang bersifat prestisius dengan cara membeli barag-barang yang dapat menunjang penampila dirinya untuk menjaga gengsi dan meningkakan rasa percaya diri sehingga dapat memperoleh pengakuan yang diharapkan dari lingkungan sosialnya.

b. Pembelian produk tanpa pertimbangan yang rasional dan cenderung berlebihan. Individu mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan untuk memenuhi keinginannya, bukan untuk suatu kebutuhan. Individu kurang memperhatikan mafaat fungsional dari suatu produk, tetapi lebih didasarkan pada pengamatan terhadap stimulasi. Stimulasi yang berpa kemasan produk, hadiah, ataupun iklan dan promosi suatu produk.

5. Ciri-ciri dan Bahaya Perilaku Konsumtif

Untuk mengetahui tingkah laku konsumtif, Sarwono (Dian Anita, 2003 : 33) secara ringkas menyebutkan tingkah laku konsumtif dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Tingkah laku investasi

(38)

22

2) Investasi jangka panjang, misalnya : menyekolahkan anak agar kelak memperoleh penghasilan yang besar atau membayar asuransi.

b. Tingkah laku yang semata-mata konsumtif

Tidak mudah untuk mengetahui mana yangtermasuk pada tingkah laku investasi dan mana yang termasuk kepada tingkah laku konsumtif. Karena perbedaan antara kebutuhan dan keinginan sifatnya kualitatif. Tindakan perilaku konsumsi seseorang sangat dipengarui oleh tujuan dan manfaat dari barang yang dibeli serta keterjagkauan dari harga barang yang ingin dimilikinya.

Dari uraian sebelumnya diketahui ciri-ciri perilaku konsumtif yaitu :

a. Membeli suatu barang atau jasa bukan karena kebutuhan (needs) melainkan karena keinginan (wants);

b. Tidak digunakan sebagai sesuat yang dihasilkan (poduktif) melainkan hanya untuk menunjukan harga diri (prestise) dari pemakai.

(39)

23

Perilaku konsumtif dapat menimbulkan kerugian-kerugian (bahaya), sebagai berikut (Dian Anita, 2003;34-35)

a. Jika orang tua tidak mampu maka akan menimbulkan masalah ekonomi bagi keluarganya;

b. Perilaku konsumif akan melekat pada diri remaja, kelak mereka akan menjadi orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif, jika finansial tidak mencukupi maka cara untuk memenuhinya dapat melalui cara-cara yang tidak sehat atau menggunakan cara ept misalnya menipu orang tua atau orang lain, melakukan tindakan asusila. c. Budaya konsumtif dapat membuat remaja berpikiran

bahwa kesenangan, kebahagiaan dan ketenangan hanya diperoleh dari materi, akhirnya jadilah remaja yang matrealistis.

d. Budaya konsumif cepat merugikan bangsa, karena gaya hidup konsumtif akan cenderung membeli produk-produk luar negeri karena kebanyakan produk-produk-produk-produk luar negeri dianggap lebih melambangkan kemewahan sehingga mengakibatkan produk-produk dalam negeri tidak berkembang;

(40)

24

f. Perilaku konsumti dapat menimbulkan stress dan ketidakbermaknaan hidup. Makna hidup diredukasi menjadi sebatas yang dapat memberikan kesenangan materi, namun setelah semuanya tercapai mulailah dirasakan hilangnya tujuab hidup.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif pada siswa dapat beragam bentuknya seperti membelanjakan uang dengan tujuan menjaga penampilan dan gengsi, membeli karena tertarik dengan kemasan barang, hadiah, dan konformitas dengan idola. Berbagai bentuk perilaku konsumtif tersebut pada dasarnya merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang tanpa pertimbangan secara rasional melainkan hanya bersifat kesenangan semata.

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

(41)

25

Menurut Calhoun dan Cocella (dalam Habibullah 2010) konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri yang meliputi dimensi pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan mengenai diri sendiri, dan penilaian tentang diri sendiri. Lain halnya dengan kepribaian konsep diri bukanlah faktor bawaan, tetapi konsep diri berkembang dalam diri seseorang melalui pengalaman, kemudian dipelajari, serta adanya interaksi dengan orang lain.

Konsep diri adalah bagaimana kita berfikir dan mengevaluasi diri kita seperti apa yang meliputi fisik, moral, personal, keluarga dan dimensi situasi sosial. Konsep diri juga dipengaruhi oleh identitas diri. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah pendapat dan penilaian orang lain erhadap kita serta perbandingan cara sosial dan persepsi yang sama atau berbeda dengan orang lain.

Menurut Sutisna (2001), konsep diri diatur oleh dua prinsip yaitu keinginan untuk mencapi konsistensi dan keinginan untuk meningkatkan harga diri. Keinginan untuk mencapai konsistensi adalah seberapa besar keinginan konsumen dalam konsistensian terhadap diri sendiri dalam perilaku pembelian. Keinginan untuk meningkatkan harga diri lebih kepada pandangan orang lain terhadap dirinya sendiri.

Menurut Sutisna (2001), konsep diri dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu

(42)

26

b) Konsep ideal self ( diri yang ideal) ini berhubungan dengan self esteem yang merupakan sikap positif dari seseorang terhadap dirinya sendiri. Self esteem yang tinggi adalah seseorang yang menyukai dirinya sendiri, sedangkan seseorang yang memiliki self esteem yang rendah lebih mudah diprediksi. Hal ini dikarenakan skema diri yang negatif lebih diorganisir dibandingkan dengan skema diri yang positif. Faktor budaya juga mempengaruhi hal yang penting bagi self esteem individu tersebut (Baron Robert A, Byrne Donn 2004).

c) Konsep extended self (diri yang diperluas) yaitu bukan hanya dari citra diri yang mempengaruhi pembelian suatu produk tetapi produk yang dipilih juga mempunyai pengaruh terhadap citra diri kita.

2. Pembentukan Konsep Diri

Menurut Erikson dalam buku Kozier et al. (2010), “sepanjang hidup individu menghadap tugas perkembangan yang terkait dengan delapan tugas perkembangan yang terkait dengan delapan tahap psikososial yang memberikan kerangka kerja teoritis. Keberhasilan idividu menyelesaikan tugas perkembangan ini sangat menentukan perkembangan konsep diri”.

Ketidakmampuan menyelesaikan tugas perkembangan menimbulkan masalah konsep diri pada saat tersebut, dan sering kali, pada masa mendatang.

Orang-orang berpikir untuk mendasarkan konsep dirinya pada bagaimana mereka merasakan dan mengevaluasi diri mereka sendiri pada area berikut :

(43)

27

c. Penampilan personal dan ketertarikan fisik d. Ketertarikan dan penampilan seksual e. Diskusi orang lain

f. Kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah g. Kemandirian

h. Bakat tertentu

Menjaga dan mengevaluasi konsep diri individu merupakan proses berkelanjutan. Kejadian atau situasi apat mengubah tingkat konsep diri sepanjang waktu. Pada saat individu mencapai kedewasaan, konsep diri dasar mereka relatif berkembang baik. Memiliki konsep diri dasar mencakup bagaimana kita dipandang oleh orang lain.

3. Dimensi Konsep Diri

Konsep diri merupakan faktor yang menjelaskan tentang penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya yang menyangkut dimensi internal dan dimensi eksternal.

Secara garis besar menurut Fitts (1971), konsep diri dibagi menjadi dua dimensi, yaitu :

(44)

28

b) Dimensi eksternal (persepsi individu mengenai dirinya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya) yang meliputi persepsi individu terhadap dirinya secara fisik, persepsi individu mengenai hubungan dengan Tuhan, persepsi mengenai keadaan pribadinya, persepsi individu mengenai dirinya dengan keluarga, dan persepsi individu engenai dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain.

4. Aspek-aspek konsep diri

Aspek diri merupakan bagian dari diri yang dapat dilihat oleh orang lain pada diri seorang individu, sedangkan dimensi diri (seperti yang telah dikemukakan), adalah bagian dari diri yang hanya dapat diketahui oleh diri individu yang bersangkutan sendiri.

Staines (dalam Rahmat, 2000, h.81) menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep diri, yaitu :

a. Konsep diri dasar

Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya.

b. Konsep diri sosial

Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi.

c. Konsep diri ideal

(45)

29

Hurlock ( 1990, h. 237), mengemukakan bahwa konsep diri memiliki dua aspek, yaitu :

a. Fisik

Aspek ini meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, ksesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan gengsi dihadapan orng lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya. Hal penting yang berkaitan dengan keadaan fisik adalah daya tarik dan penampilan tubuh dihadapan orang lain.

b. Psikologis

Aspek ini meliputi penilaian individu teradap keadaan psikis dirinya seperti rasa percaya diri, harga diri, serta kemampuan dan ketidakmampuannya. Penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya.

(46)

30

rambut keriting akan merasa rendah diri sehingga akan melakukam perilaku konsumtif misalnya rebonding.

C. Perkembangan Siswa SMA

1. Pengertian siswa SMA

Peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berada pada rentang usia antara 15-18 tahun. Dalam konteks psikologi perkembangan individu berada fase remaja pertengahan.

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa lati adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif da orang-orang prubakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Mohammad Ali & Mohammad Asrori, 2004).

(47)

31

banyaknya kesulitan yang dialami anak pada masa perubahan ini ( Endang Poerwanti dan Nur Widodo, 2002 :106).

Mappiare (Mohammad Ali & Mohammad Asrori, 2008 : 9) mengatakan seperti ini, masa remaja berlangsung antara umur 12 sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan 17/18 tahun smapai 21/22 tahun ada remaja akhir.

Sedangkan Hurlock (Mohammad Ali & Mohammad Asrori 2008 :9), menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan tahun seperti ketentuan sebelumnya. Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk dibangku sekolah menengah.

Dari beberapa pengertian sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan psikologis, kognitif dan sosial-emosional serta berlangsung antara umur 12 sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.

2. Karakteristik Siswa SMA yang sepadan dengan masa remaja

(48)

32

a. Masa remja sebagai periode penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting pada masa remaja disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Masa remaja merupakan peralihan dari masak kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

(49)

33

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas

Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang menyebabka krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk menunjukan siapa dirinya dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.

e. Usia bermasalah

Pemecahan maslah pada remaja sudah tidak seperti masa sebelumnya yang dibantu oleh orang tua dan gurunya. Pada saat remaja, masalah yang dihadapi akan diselesaikan secara mandiri, mereka menolak bantuan dari orang tua dan guru lagi. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan

ketakutan/kesulitan

(50)

34

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Pada masa ini remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih cita-citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berpikir rasional remaja memandang diri dn orang lain semakin realistik.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

(51)

35

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Secara garis besar menurut Havighurst (Mohammad Ali & Mohammad Asrori, 2008 : 165-169), ada sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik oleh remaja, yaitu

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

1) Hakikat tugas

Mempelajari peran anak perempuan sebagai wanita dan anak laki-laki sebagai pria, menjadi dewasa diantara orang dewasa, dan belajar memimpin tanpa menekan orang lain. 2) Dasar biologis

Secara biologis, manusia terbagi menjadi dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Kematangan seksual dicapai selama masa remaja. Daya tarik seksual menjadi suatu kebutuhan yang dominan dalam kehidupan remaja.

3) Dasar psikologis

(52)

36

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita 1) Hakikat tugas

Mempelajari peran sosial sesuai dengan jenis kelaminya sebagai pria atau wanita.

2) Dasar biologis

Ditinjau dari kekuatan fisik, remaja putri menjadi orang yang lebih lemah dibandingkan dengan remaja putra. Namun, remaja putri memiliki kekuatan lain meskipun memiliki kelemahan fisik.

3) Dasar psikologis

Peranan sosial pria dan wanita memang berbeda. Remaja putra perlu menerima peranan sebagai seorang pria dan remaja putri perlu menerima peranan sebagai seorang wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara efektif 1) Hakikat tugasnya

Menjadi bangga atau sekurang-kurangnya toleran dengan kondisi fisiknya sendiri, mnjaga dan melindungi, serta menggunakannya secara efektif.

2) Dasar biologis

(53)

37

tahun tubuhnya mencapai bentuk akhir. Adapun pada pemuda keadaan ini akan dicapai sekitar usia 18 tahun. 3) Dasar psikologis

Terjadinya perubahan bentuk tubh yang disertai dengan perubahan sikap dan minat remaja. Remaja suka memperhatikan perubahan tubuh yang sedang dialaminya sendiri.

d. Mencari kemandirian emosional dari oang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

1) Hakikat tugas

Membebaskan sifat kekanak-kanakan yang selalu menggantungkan diri pada orangtua. Mengembangkan sikap perasaa tertentu kepada orangtua tanpa menggantungkan diri padanya dan mengembangkan sikap hormat kepada orang dewasa tanpa menggantungkan diri padanya.

2) Dasar biologis

Kematangan seksual individu. Individu yang tidak memperoleh kepuasaan didalam keluarganya akan keluar untuk membangun ikatan emosional dengan teman sebaya. 3) Dasar psikologis

(54)

38

dunia dewasa itu cukup rumit dan asing baginya. Dalam keadaan semacam ini remaja masih mengharapkan perlindungan orangtua, sebaliknya orang tua menginginkan anaknya berkembang menjadi lebih dewasa.

e. Mencapai jaminan kebebasan ekonomis 1) Hakikat tugas

Merasakan kemampuan membangun kehidupan sendiri 2) Dasar biologis

Tidak ada dasar biologis yang berarti utuk pelaksanaan tugas ini meskipun kekuatan dan ketrampilan fisik sangat bermanfaat untuk mencapai tugas ini.

3) Dasar psikologis

Berkaitan erat dengan hasrat untuk berdiri sendiri. f. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan

1) Hakikat tugas

Memilih pekerjaan yang memerlukan kemampuan serta mempersiapkan pekerjaan.

2) Dasar biologis

Ukuran dan kekuatan badan pada sekitar usia 18 tahun sudah cukup kuat dan tangkas untuk memiliki da menyiapkan diri memperoleh lapangan pekerjaan.

(55)

39

Dasar hasil penelitian mengeni minat dikalangan remaja ternyata pada kaum remaj berusia 16-19 tahun. Minat utamanya tertuju kepada pemilihan dan mempersiapkan lapangan pekerjaan.

g. Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga. 1) Hakikat tugas

Mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan berkeluarga. Khusus untuk remaja putri termasuk didalamnya kesiapan untuk mempunyai anak.

2) Dasar biologis

Kematangan seksual yang normal yang menumbuhkan ketetarikan antar jenis kelamin.

3) Dasar psikologis

Sikap remaja terhadap perkawinan sangat bervariasi. Ada yang menunjukan rasa takut tetapi ada juga yang menunjukan sikap bahwa perkawinan justru mrupakan suatu kebahagiaan hidup.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan

1) Hakikat tugas

(56)

40

2) Dasar biologis

Pada usia 14 tahun, sistem syaraf dan otak telah mencapai tahap ukuran kedewasaan.

3) Dasar psikologis

Berkembangnya kemampuan kejiwaan yang cukup besar dan perbedaan individu dalam perkembngan kejiwaan yang sangat erat hubungannya dengan perbedaan dalam penguasaan bahasa pemaknaan, perolehan konsep-konsep, minat dan motivasi.

i. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.

1) Hakikat tugas

Berpratisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat dan mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku. 2) Dasar biologis

(57)

41

3) Dasar psikologis

Proses untuk mengikatkan diri individu kepada kelompok sosialnya telah berlangsung sejak ndividu dilahirkan. Ini berlangsung sampai dengan individu itu mencapai fase remaja.

j. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai pedoman tingkah laku.

1) Hakikat tugas

Membentuk suatu himpunan nilai-nilai sehingga memungkinkan remaja mengembangkan dan merealisasikan nilai-nilai, mendefinisikan posisi individu dalam huungannya dengan idividu lain, dan memegang suatu gambaran dunia dan suatu nilai untuk kepentingan hubungan dengan individu lain.

2) Dasar psikologis

Banyak remaja yang menaruh perhatian pada problem filosofis dan agama.

Erickson (papalia, Olds & Fieldman, 2001 :340) menjelaskan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identitas versus kebimbangan identitas (identity versus identity confusion) yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan

(58)

42

Tugas perkembangan pada masa remaja merupakan tugas yang penting. Hal ini mengingat bahwa apabila remaja mampu melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik maka akan mengarahkan remaja kepada keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan selanjutnya. Demkian juga sebaliknya.

Berdasarkan beberapa tugas perkembangan dan karakteristik pada remaja salah satu tugas perkembangan yang penting adalah mencapai kemandirian ekonomi. Dalam hal ini remaja sebagai konsumen seharusnya sudah memiliki keberanian dalam mengambil keputusan dalam pembelian dan memiliki kemampuan dalam mengatur uangnya sendiri dan membelanjakannya. Keberhasilan remaja dalam menjalani tugas perkembangan tersebut akan dapat mengarahkan remaja pada perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan secara rasional, cenderung berlebihan sehingga dapat memunculkan perilaku konsumtif.

D. Kerangka Pikir

(59)

43

penasarannya yang tinggi. Karakteristik tersebut menjadikan siswa yang masih tergolong dalam masa remaja dijadikan sebagai sasaran konsumen yang dianggap potensial dikalangan produsen.

Seiring dengan tugas perkembangan pada siswa terutama remaja dalam kemandirian, remaja merupakan tahap dimana sudah harus mampu untuk mandiri dalam mengambil keputusan. Salah satu kemandirian dalam mengambil keputusan tersebut yaitu dalam hal membeli suatu barang sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Namun, disisi lain remaja juga memiliki karekteristik sebagai konsumen yang mudah terpengaruh oleh bujuk rayu penjual dan iklan, tertarik dengan kemasan produk yang menarik, cenderung boros, tidak realistis, romantis dan impulsif. Karakteristik remaja sebagai konsumen dapat mengarahkan remaja kepada pembelian yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional atau sesuai kebutuhan tetapi lebih kepada hal-hal yang sifatnya emosional dan cenderung untuk memenuhi hasrat keinginan atau kepuasan semata. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumtif pada remaja. Salah satu faktor pribadi yang penting dalam mempengaruhi perilaku konsumtif pada siswa adalah konsep diri.

(60)

44

Berdasarkan paparan tersebut, dapat dipahami bahwa konsep diri ikut berperan dalam perilaku konsumtif pada siswa karena remaja berorientasi pada diri sendiri sehingga mengalami konsep diri yang rendah, bila dilihat secara psikologis remaja dalam keadaan labil akan mudah terpengaruh dalam perilaku konsumtifnya. Remaja yang mengalami konsep diri tinggi akan menerima apa yang dimilikinya dan tidak akan mudah terpengaruh. misalnya perkembangan handphone, bagi remaja berkonsep diri rendah, akan merasa malu menggunakan

handphone keluaran lama dan melakukan berbagai cara agar dapat mengikuti perkembangannya, sedangkan bagi remaja berkonsep diri tinggi tidak akan mudah terpengaruh dan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya.

E. Paradigma Penelitian

(61)

45

H

Gambar 1. Paradigma Penelitian

Keterangan :

X : Variabel bebas

Y : Variabel Terikat

H : Hipotesis

: Garis penghubung

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif pada siswa kelas 2 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Artinya, adanya konsep diri yang negatif dapat meningkatkan perilaku konsumtif pada siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, begitupun sebaliknya.

(62)

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan data-data yang terkumpul berupa angka-angka yang kemudian dianalisis menggunakan analisis statistika. Penelitian ini menggunakan korelasi karena bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel. Suharsimi Arikunto (2010: 4) mengungkapkan bahwa penelitian korelasi atau penelitian hubungan adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih.

(63)

47 B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta , khususnya pada siswa kelas XI. Pertimbangan peneliti dalam menentukan tempat pelaksanaan penelitian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah lokasi sekolah yang berada dipusat kota dan berdekatan dengan pertokoan, sehingga memudahkan siswa melakukan perilaku konsumtif. Perilaku siswa yang mudah dalam melakukan perilaku konsumtif tersebut memungkinkan untuk dijadikan subjek dalam penelitian ini. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013.

C. Populasi dan Sampel/ Subjek Penelitian

1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 173), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Pendapat lain diungkapkan oleh Sugiyono (2010: 117) bahwa populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari.

(64)

48

Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian

No. Kelas Jumlah Siswa

1. XI Bahasa 9

2. XI IPA1 23

3. XI IPA2 25

4. XI IPS1 29

5. XI IPS2 27

Jumlah 113

Alasan peneliti mengambil siswa Kelas XI sebagai subjek penelitian adalah siswa berada dalam rentang usia 15-17 tahun yang memiliki karakteristik tertentu sebagai remaja seperti keadaan psikologis yang labil, konformitas teman sebaya yang tinggi, dan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Remaja pada masa ini senang mencoba hal-hal yang baru dan cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Remaja juga mulai meninggalkan stereotipnya sebagai kanak-kanak dan menganggap bahwa dirinya sudah dewasa.

2.Sampel

(65)

49

dalam rentan usia 15-17 tahun. Pada penelitian ini jumlah sampelnya sebanyak 86 siswa.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 60). Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu sebagai berikut.

1.Variabel Independen (Bebas)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, dan antecedent. Variabel independen atau bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen atau terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsep diri.

2.Variabel Dependen (Terikat)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen. Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku konsumtif.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Perilaku Konsumtif

(66)

50

tidak rasional demi mencapai kepuasan dan kesenangan. Barang-barang yang dibeli, digunakan, dan dimanfaatkan merupakan barang-barang yang dapat merawat diri, menunjang penampilan diri dan prestise.

2. Konsep diri

Konsep diri adalah evaluasi individu tentang dirinya yang bersifat unik baik secara fisik, psikis, sosial maupun moral dan bagaimana pandangan orang lain mengenai dirinya yang diperoleh dari hasil interaksi dengan orang lain. Persepsi dari konsep diri tersebut terdiri dari bagaimana siswa melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana siswa merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana siswa menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Suharsimi Arikunto (2010: 192) menyatakan bahwa metode atau teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan agar dapat memperoleh data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Jenis-jenis metode atau instrumen pengumpulan data yaitu tes, angket atau kuesioner (questionnaires), wawancara (interview), observasi, skala bertingkat

(rating scale), dan dokumentasi (Suharsimi Arikunto, 2010: 193-202).

(67)

51

Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Suharsimi Arikunto, 2010: 194).

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2010: 148). Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 203) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian (Djaali & Pudji, 2008: 59).

Sesuai dengan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket dengan menggunakan skala Likert. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Butir-butir atau item-item kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan, dengan pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

(68)

52

Dayakisni, (2003) yang kemudian dimodifikasi sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini. Instrumen tersebut digunakan untuk keperluan pengumpulan data.

Dalam menyusun instrumen, peneliti akan mengikuti prosedur pengadaan atau penyusunan instrumen yang baik yang telah dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2010: 209). Prosedur penyusunan instrumen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan, meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel, kategorisasi variabel.

2. Penulisan butir soal atau penyusunan skala. 3. Penyuntingan.

4. Uji coba instrumen.

5. Penganalisaan hasil, analisis item, melihat pola jawaban peninjauan saran-saran, dan sebagainya.

6. Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik, dan mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.

Berikut ini uraian mengenai prosedur dalam penyusunan instrumen di atas adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah: a. Perumusan tujuan.

(69)

53

pada responden. Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

b. Menentukan variabel penelitian.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel konsep diri dan variabel perilaku konsumtif. Variabel konsep diri sebagai variabel independen atau bebas, variabel perilaku konsumtif sebagai variabel

dependen atau terikat.

c. Kategorisasi variabel penelitian.

Kategorisasi untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1)Variabel konsep diri

Dalam penelitian ini, penyusunan skala untuk mengungkap konsep diri responden yang akan disusun oleh peneliti mengacu pada aspek-aspek konsep diri yaitu sebagai berikut.

a) Konsep diri fisik b) Konsep diri pribadi c) Konsep diri sosial

(70)

54

Kisi-kisi skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel3.

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Konsep Diri

(Tennesse Self Concept Scale)

No. Variabel Indikator Deskriptor + Item Instrumen - Jumlah 1. Konsep

Diri diri fisik Konsep Pandangan, individu terhadap

Dalam penelitian ini, penyusunan skala untuk mengungkap perilaku konsumtif responden yang akan disusun oleh peneliti mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif yaitu sebagai berikut.

(71)

55

Kisi-kisi skala perilaku konsumtif yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif

No

2. Penulisan butir soal dan penyusunan skala.

(72)

56

menggunakan model skala Likert. Skala Likert adalah skala penilaian dengan rentangan dari positif sampai negatif.

Prosedur dalam melakukan pengumpulan data dengan menggunakan skala penelitian ini, responden diminta untuk memilih jawaban terhadap pernyataan yang telah disediakan dengan memberikan tanda check atau centang (√) pada salah satu pilihan jawaban yang paling sesuai dengan dirinya. Pilihan jawaban pada skala konsep diri terdiri dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan pilihan jawaban pada skala perilaku konsumtif terdiri dari Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP).

Pemberian skor penilaian pada jawaban dalam skala konsep diri dan perilaku konsumtif bergerak dari skor 4 sampai 1 untuk pilihan jawaban positif dan skor 1 sampai 4 untuk pilihan jawaban negatif. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka semakin tinggi konsep diri dan perilaku konsumtif pada responden. Berikut ini skor penilaian untuk pilihan jawaban skala konsep diri dan perilaku konsmtif dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.

Tabel 4. Skor Penilaian Skala Konsep Diri

No. Positif Skor Negatif Skor

1. Sangat Sesuai 4 Sangat Sesuai 1

2. Sesuai 3 Sesuai 2

3. Tidak Sesuai 2 Tidak Sesuai 3

(73)

57

Tabel 5. Skor Penilaian Skala Perilaku Konsumtif

3.Penyuntingan

Setelah selesai menyusun item atau butir-butir pernyataan pada skala, langkah berikutnya adalah penyuntingan. Ada beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan penyuntingan yaitu melengkapi instrumen dengan kata pengantar, pedoman mengerjakan, dan lembar jawaban. Kata pengantar digunakan untuk menjelaskan fungsi dari skala itu sendiri dan tujuan penelitian yang dilakukan. Dalam kata pengantar, peneliti mencantumkan beberapa hal yang ditujukan kepada responden, yaitu: a. Penelitian dilakukan dalam rangka apa.

b. Tujuan peneliti mengadakan penelitian. c. Data seperti apa yang diperlukan.

d. Kemanfaatan data bagi peneliti dan masyarakat luas. e. Ucapan terima kasih atas bantuan responden.

4.Uji coba instrumen

Sebelum instrumen digunakan pada pengumpulan data penelitian, maka sebaiknya instrumen diujicobakan terlebih dahulu. Dalam penelitian

No. Positif Skor Negatif Skor

1. Selalu 4 Selalu 1

2. Sering 3 Sering 2

3. Jarang 2 Jarang 3

(74)

58

ini, uji coba (try out) instrumen akan dilakukan kepada siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Penentuan jumlah subjek uji coba dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 253), subjek uji coba dapat diambil sejumlah antara 25-40 subjek dan jumlah tersebut memungkinkan untuk pelaksanaan dan analisis instrumen. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan banyaknya subjek uji coba, yaitu sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2002: 253). a. Tersedianya subjek yang akan dijadikan sasaran.

b. Unit analisis yang diambil.

c. Kemampuan peneliti dalam hal waktu dan dana. d. Tingkat kesulitan dalam pelaksanaan.

Karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam hal waktu dan dana, maka penelitian ini akan menggunakan subjek uji coba sebanyak 36 siswa atau sama dengan jumlah siswa 1 kelas. Tujuan uji coba instrumen dalam penelitian ini adalah untuk keandalan instrumen. Keandalan instrumen akan menghasilkan data yang benar dan hasil penelitian yang bermutu. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2010: 211), sehingga instrumen penelitian sebelum digunakan dalam penelitian yang sebenarnya, harus diuji validitas dan reliabilitasnya.

a. Uji Validitas Instrumen Penelitian

(75)

59

kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid mempunyai validitas yang rendah.

Uji validitas instrumen dalam penelitian ini akan menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan SPSS ver.17 for Windows,. Berikut ini rincian rumus korelasi Product Moment (Suharsimi Arikunto, 2010: 213):

  

= Koefisien korelasi x dan

X = Nilai persepsi pola asuh demokratis Y = Nilai pemilihan karir

2= Produk dari x dan x 2= Produk dari y dan y

XY = Produk dari x dan y

N = Banyaknya data atau jumlah sampel

Hasil rxy hitung kemudian dibandingkan dengan r tabel pada

taraf signifikansi 5%. Jika nilai r hitung lebih besar atau sama dengan r tabel (r hitung ≥ r tabel), maka butir atau item dari instrumen yang dimaksud adalah valid. Sebaliknya jika r hitung lebih kecil dari r tabel (r hitung ≤ r tabel), maka butir atau item dalam instrumen yang dimaksud tidak valid atau gugur.

b. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

(76)

60

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2010: 221). Saifudin Azwar (2007: 83) berpendapat bahwa reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berkisar antara 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin rendah koefisien reliabilitas mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus koefisien Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya

bukan 1 dan 0, misalnya angket (Suharsimi Arikunto, 2010: 239). Penghitungan reliabilitas akan menggunakan program software SPSS ver. 17 for Windows. Rumus koefisien Alpha adalah sebagai berikut

(77)

61

digunakan pedoman yang mengadaptasi kriteria interpretasi koefisien (Sugiyono, 2010: 319) yang dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi Antara 0,800 - 1, 00 Sangat Tinggi Antara 0,600 - 0,800 Tinggi Antara 0,400 - 0,600 Sedang Antara 0,200 - 0,400 Rendah

Antara 0,00 – 0,200 Sangat Rendah (Tidak berkorelasi)

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengukur bahwa instrumen penelitian tersebut bebas dari kesalahan persepsi sehingga menghasilkan hasil yang konsisten dan dapat digunakan pada kondisi yang berbeda-beda. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,60 (>0,60) atau berada pada interval koefisien antara 0,60-1,00.

5. Penganalisaan hasil, analisis item, melihat pola jawaban peninjauan saran-saran, dan sebagainya.

(78)

62

6. Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik, dan mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.

Langkah ini adalah langkah terakhir yang ditempuh oleh peneliti dalam penyusunan instrumen. Peneliti merevisi pernyataan-pernyataan atau item-item yang masih kurang baik atau gugur. Item tersebut diganti dengan item yang lebih baik dan cocok. Akan tetapi, biasanya peneliti lebih memilih untuk menghapus pernyataan atau item yang gugur.

Dari hasil analisis uji coba skala konsep diri menunjukan bahwa dari 49 butir item yang diujicobakan , 44 butir item dinyatakan sahih dan 5 butir item gugur. Item yang gugur yaitu no 9, 17, 36, 41, dan 47. Koefisien korelasi untuk skala yang sahih bergerak antara 0,460 hingga 0,802. Skala konsep diri memiliki reliabilitas 0,952.

Gambar

Gambar 1. Paradigma Penelitian
Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Konsep Diri
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan tujuan utama tersebut, ada dua hasil utama yang dihasilkan pada tahap kedua penelitian multi tahun ini, yakni: Pertama terkait dengan deskripsi

Sebagai Ibukota Provinsi Kota Jayapura dengan panjang jalan 458,24 Km yang terdiri dari.. bermacam jenis jalan yaitu primer berfungsi sebagai jalan regional sekunder

ABSTRAK: Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan media power point. Objek penelitian adalah siswa kelas IV

telah Allah ajarakan kepada Nabi Adam pada saat di surge yang nantinya menjadi. pengetahuan bagi Adam ketika dia hidup di

nilai tertentu yang berbeda dari plaintext dan berguna untuk menghasilkan ciphertext yang berbeda-beda jika nilai yang menjadi kunci tersebut juga berbeda-beda untuk algoritma

Dengan demikian akan terjadi tambahan produksi beras dalam jangka pendek sekitar satu juta ton yang secara berlahan dapat ditingkatkan menjadi lebih dari 1,5 juta ton per

Dengan m enyadar i posisi st r at egis di at as, per an yang akan diam bil oleh PSI F didasar kan pada visi sebagai ber ik ut : ( a) m enj adi salah sat u inst it usi ak adem ik

Potensi dan kredibilitas Universitas Muhammadiyah Malang dalam bidang pendidikan, riset, pengabdian masyarakat, dan pengembangan kampus mengakibatkan