• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK SMP KELAS VII PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK SMP KELAS VII PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL."

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

MATEMATIKA MODEL

PROBLEM BASED

LEARNING

(PBL) DENGAN PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

(CTL)

UNTUK SMP KELAS VII PADA MATERI

ARITMATIKA SOSIAL

SKRIPSI

Oleh:

KARTIKA SARI PUTRI

NIM. D04211028

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

MATEMATIKA MODEL

PROBLEM BASED

LEARNING

(PBL) DENGAN PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

(CTL)

UNTUK SMP KELAS VII PADA MATERI

ARITMATIKA SOSIAL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

KARTIKA SARI PUTRI

NIM. D04211028

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(3)
(4)
(5)
(6)

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Model Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) Untuk Smp Kelas VII Pada Materi Aritmatika Sosial Oleh : Kartika Sari Putri

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh fenomena bahwa dalam pembelajaran matematika masih banyak siswa yang tidak menyukai pembelajaran matematika, dikarenakan siswa mengalami kesulitan dalam memahami konten mata pelajaran dan kemampuan untuk mengkomunikasikan ide/gagasan yang merupakan hal paling mendasar dalam tujuan pembelajaran. Di lain pihak untuk menghindari pembelajaran yang konvensional, dalam pembelajaran guru diharapkan mampu menciptakan suasana belajar yang dapat merangsang siswa untuk aktif belajar serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Sehingga siswa tidak hanya menguasai sejumlah materi pelajaran, tetapi juga dapat mengembangkan gagasan dan ide-ide berdasar pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Alternatif model pembelajaran

yang tepat dengan tujuan tersebut adalah pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching andLearning (CTL), yang dapat

membantu siswa mengaitkan konten pelajaran dengan konteks kehidupan nyata. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hasil dari pengembangan

perangkat pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching andLearning (CTL) untuk kelas VII SMP.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and

Development/R&D). Proses pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model ADDIE terdiri dari lima tahap. Kelima tahap tersebut adalah tahap Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP dan LKS, dinilai berdasarkan kriteria valid, praktis, dan efektif. Uji coba dilakukan pada 34 siswa kelas VII-A SMP Barunawati Surabaya. Data dikumpulkan melalui empat cara, yaitu metode kuesioner (angket), observasi, tes, dan data validasi ahli. Metode kuesioner untuk mengetahui respon siswa. Metode observasi untuk mengetahui aktivitas siswa dan aktivitas guru. Metode tes untuk mengetahui penilaian hasil belajar siswa. Data validasi ahli untuk mengetahui kevalidan dan kepraktisan perangkat pembelajaran dari para ahli.

Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan diperoleh data sebagai berikut : kevalidan RPP berkategori valid (3,94), kevalidan LKS berkategori valid (3,97), masing-masing perangkat pembelajaran dinilai praktis oleh para ahli, aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat dikatakan efektif (seluruh aspek telah memenuhi kriteria waktu ideal dengan toleransi 5%), respon siswa memenuhi kriteria efektif (75% atau lebih siswa merespon dalam kategori positif, dan hasil belajar siswa memenuhi batas ketuntasan secara klasikal

(82,35%). Kata kunci : Problem Based Learning (PBL), Contextual Teaching

(7)

The development of device learning mathematics based Problem Based Learning (PBL) with Contextual Teaching And Learning (CTL) Approach

for SMP VII Class to the matter arithmetic social

By : Kartika Sari Putri

ABSTRACT

This research in the background by the phenomenon that in learning mathematics still a lot of students who dislike learning mathematics, Because students difficult to understand content subjects and the ability to communicate ideas / the idea that was the most basic in the purpose of learning. On the other hand to avoid learning conventional, In learning teachers are expected to create a learning to stimulate students to actively learning and can improve the ability to think they. So students not only control some the subject matter, But may also develop ideas and ideas based experience students in daily life. Alternative proper learning model for the purpose was learning Problem Based Learning (PBL) with Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach, That can help students linked content lessons to the context of real life. The purpose of this research is to describe the result of developing a device learning Problem Based Learning (PBL) with Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach for VII Class SMP.

This type of research is research development. The process of development device learning using the model ADDIE was consisting of five stage. The fifth stage is (A)nalysis, (D)esign, (D)evelopment, (I)mplementasi, dan (E)valuation. A device learning consisting of RPP and LKS, Is based on the criteria valid, practical, and effective. The trial was done on 34 students VII Class in SMP Barunawati Surabaya. Data collected through four ways, that is questionnaire, observation, test, and validation data. Questionnaire methods to know student response. Observation methods to know students activity and teachers activity. Test methods to know the results of the assessment of student learning. Validation data to know validation and practicalbility learning device of the experts.

Research data analyzed in descriptive and obtained data as follows : validation of RPP (3,94), validation of LKS (3,97), Each device learning is considered practical by experts , The students activity and teachers activity it can be said effective (All aspects already meet the criteria a time of ideal by tolerance 5%), response students meet the criteria effective (75% or more response students in positive category, and study results students fill complete constraint in a classical manner (82,35%)).

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Batasan Penelitian ... 8

F. Definisi Operasional ... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Pembelajaran Matematika ... 11

B. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 12

1. Pengertian Problem Based Learning (PBL) ... 12

2. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL) ... 13

3. Tujuan Problem Based Learning (PBL) ... 15

4. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) .. 16

5. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL) ... 18

C. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) .... 20

1. Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 20

(9)

3. Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) ... 22

4. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 28

D. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)... 29

E. Perangkat Pembelajaran ... 36

1. Validitas Perangkat Pembelajaran ... 37

2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 43

3. Keefektifan Perangkat Pembelajaran ... 44

F. Materi Aritmatika Sosial ... 53

G. Materi Aritmatika Sosial ... 54

H. Kerangka Berpikir ... 57

BAB III METODE PENELITIAN ... 59

A. Jenis Penelitian ... 59

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 59

C. Subjek Penelitian ... 59

D. Prosedur Penelitian ... 59

E. Desain Penelitian ... 62

F. Instrumen Penelitian ... 62

G. Teknik Pengumpulan Data ... 64

H. Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 75

A. Analisis Data ... 75

1. Proses dan Hasil pengembangan perangkat pembelajaran ... 75

2. Kevalidan Hasil Pengembangan ... 90

3. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 111

4. Keefektifan Perangkat Pembelajaran ... 112

B. Pembahasan ... 120

1. Proses Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 120

2. Kevalidan Perangkat Pengembangan... 121

3. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 122

4. Keefektifan Perangkat Pembelajaran ... 122

BAB V PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 127

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) ... 16

Tabel 2.2 Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 32

Tabel 3.1 Lembar Validator ... 66

Tabel 3.2 Kriteria Kategori Kevalidan Perangkat Pembelajaran ... 67

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 68

Tabel 3.4 Kriteria Waktu Ideal Aktivitas Siswa Dalam Melakukan Aktivitas Tertentu... 70

Tabel 3.5 Kriteria Waktu Ideal Aktivitas Guru Dalam Melakukan Aktivitas Tertentu... 72

Tabel 4.1 Rincian Waktu dan Kegiatan Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 75

Tabel 4.2 Uraian Singkat Kegiatan Pembelajaran pada RPP ... 81

Tabel 4.3 Indikator Capaian Setiap Pertemuan ... 83

Tabel 4.4 Daftar Nama Validator Perangkat Pembelajaran ... 88

Tabel 4.5 Jadwal Kegiatan Uji Coba Terbatas ... 89

Tabel 4.6 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .. 90

Tabel 4.7 Daftar Revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 . 91 Tabel 4.8 Daftar Revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 2 . 96 Tabel 4.9 Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa ... 98

Tabel 4.10 Daftar Revisi Lembar Kerja Siswa (LKS) 1 ... 99

Table 4.11 Daftar Revisi Lembar Kerja Siswa (LKS) 2 ... 106

Tabel 4.12 Hasil Penilaian Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 111

Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa ... 113

Tabel 4.14 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru ... 114

Tabel 4.15 Data Respon Siswa ... 116

Tabel 4.16 Data Hasil Belajar Siswa ... 117

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Pengembangan ADDIE ... 54

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: Perangkat Pembelajaran A-1 RPP

A-2 LKS

LAMPIRAN B: Instrumen Penelitian

B-1 Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran B-2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dan Guru B-3 Lembar Angket Respon Siswa

B-4 Lembar Tes Hasil Belajar LAMPIRAN C: Hasil Penelitian

C-1 Analisis Data Validasi RPP C-2 Analisis Data ValidasiLKS

C-3 Analisis Data Pengamatan Aktivitas Siswa C-4 Analisis Data PengamatanAktivitas Guru C-5 Analisis Data Respon Siswa

C-6 Analisis Hasil Tes Belajar Siswa LAMPIRAN D: Surat-surat Penelitian

D-1 Surat Izin Penelitian

D-2 Surat Telah Melakukan Penelitian D-3 Surat Pernyataan Keaslian Tulisan D-4 Kartu Konsultasi

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2013 pengembangan kurikulum kembali terjadi untuk SD, SMP, SMA dan SMK. Pihak pemerintah menyebutnya sebagai “pengembangan kurikulum” bukan “perubahan kurikulum”. Kurikulum 2013 merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum yang telah dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP)1.Pada rangkaian upaya memperbaiki sistem pendidikan indonesia, Direktorat Pembinaan Lanjutan Pertama (PLP) dan Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan persiapan pembelajaran diantaranya ialah dibuatnya perangkat pembelajaran matematika untuk siswa SMP kelas VII dan VIII. Perangkat pembelajaran tersebut meliputi:student’s book (buku siswa), key to student’s book (kunci buku siswa), evaluation sheet (lembar evaluasi), key to evaluation sheet (kunci lembar evaluasi), student’s worksheet (lembar kerjasiswa), key to student’s worksheet (kunci lembar kerja siswa), lesson plan (rencana pelaksanaan pembelajaran), dan

dictionary (kamus)2.

Perangkat pembelajaran yang dibuat pemerintah untuk mendukung progam pembelajaran tersebut hanyalah sebagai salah satu patokan atau acuan yang penggunaannya perlu disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang sekolah. Untuk itu diperlukan dukungan dari sekolah dan pihak-pihak yang peduli dengan pendidikan terutama guru, dalam upaya membuat/mengembangkan perangkat pembelajaran sebagai sumber belajar asalkan masih dalam kerangka cakupan materi yang dituntut dalam kurikulum yang berlaku dan mendukung keterlaksanaan program pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran matematika.

1Kurniasih.Asih - Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep & Penerapan, (Surabaya: kata pena, 2014),hal. 32.

(14)

2

Apabila ditinjau dari segi isi atau konten perangkat pembelajaran matematika yang beredar di lapangan saat ini, lebih banyak berisi salinan ringkasan materi dan latihan soal menentukan hasil bukan mengkonstruk pengetahuan siswa, sehingga membuat siswa tidak terlatih untuk menemukan sendiri pengetahuannya dan hanya bertugas sebagai penerima informasi. Hal ini membuat tujuan pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagaimana diungkapkan Soedjadi yakni, untuk menekankan penataan nalar siswa dan pembentukan kepribadian siswa agar dapat menerapkan matematika dalam kehidupannya, tidak bisa tercapai3.Sampai saat ini pendidikan di indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai sumber informasi utama (pembelajaran konvensional) dan kurang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Akibatnya pemahaman siswa terhadap materi ajar seringkali belum sesuai harapan dan tujuan dari pembelajaran yang ingin dicapai, hal ini secara garis besar dikarenakan oleh tiga hal yaitu:(1) banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya, (2) sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan, dan (3) siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah4.

Metode ceramah yang sering dipakai dalam pembelajaran konvensional cenderung membuat para siswa belajar konsep-konsep secara abstrak, belajar konsep-konsep tanpa melalui proses penggunaan konsep-konsep tersebut, atau belajar konsep-konsep tanpa mengalami acuan konkrit konsep-konsep5. Belajar yang demikian cenderung bersifat menerima pengetahuan dan bukan

3 Yuliana, Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Materi Kesebangunan Bangun Datar di Kelas IX SMP Negeri 4 Waru. Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Surabaya, 2011), h. 2. 4Dharma Kesuma dkk, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM (Bandung: RAHAYASA Research and Training, 2010) h. 3

(15)

3

membangun sendiri pengetahuan. Dominasi guru terhadap pembelajaran, akan membuat siswa pasif dan kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuan yang ingin didapat dan diberikan dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Hamalik, proses belajar ialah dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan terhadap diri sendiri maupun dengan lingkungannya, supaya menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan6.

Ada tiga aspek upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu dengan kognitif, berupa pengembangan pendidikan termasuk didalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan, afektif, berupa pembentukan sikap termasuk didalamnya fungsi perasaan dan sikap, psikomotorik, berupa keterampilan termasuk didalamnya fungsi kehendak, kemauan, dan tingkah laku. Dari ketiga aspek tersebut harus diperhatikan sehingga proses belajar mengajar tidak hanya menekankan pada pemahaman siswa tetapi juga menerapkan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tingkat keberhasilan pelaksanaan suatu proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya perbedaan cara berfikir siswa serta kemampuan daya pikir siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan mereka yang ingin didapat dan diberikan dalam proses pembelajaran di kelas dalam proses pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu sistem model pembelajaran yang dapat memberdayakan siswa agar siswa dapat mengeksplorasi pengetahuan mereka yang ingin didapat. Salah satu model pembelajaran yang memberdayakan siswa ialah pembelajaran Problem Based Learning (PBL)7.

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran dimana siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan nyata atau masalah kontekstual. Hal ini berkaitan erat dengan ciri khas dari kurikulum 2013 yaitu kekontekstualan pembelajaran. Dengan

6 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h.79 7 Sitiatava Rizema Putra, Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains, (Jogjakarta:

(16)

4

menggunakan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) siswa diarahkan belajar dari permasalahan yang kontekstual. Kemudian siswa dibimbing untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sedang dibahas melalui serangkaian pembelajaran yang sistematis menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) ialah suatu konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat8. Untuk dapat menemukan solusi dalam permasalahan tersebut, siswa dituntut untuk mencari data dan informasi yang dibutuhkan melalui langkah pembelajaran dari tahap Kontrukstivisme, Inquiry atau menemukan,

Questioning atau pertanyaan, Leaning Community atau kelompok belajar, Modelling atau pemodelan, Reflection atau refleksi dan

Authentic Assessment atau penilaian auntentik. Sehingga pada akhirnya siswa dapat memecahkan permasalahan yang sedang dibahas secara kritis dan sistematis serta mampu mengambil kesimpulan berdasarkan pemahaman mereka.

Jadi, berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Semakin mampu para siswa mengaitkan materi pelajaran-pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata, semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut.

Pada materi aritmatika sosial ini banyak masalah kontekstual yang dapat diambil untuk proses pembelajaran. Selain itu pada materi tersebut banyak ilmu keislaman maupun ilmu ekonomi yang tersirat. Hal tersebut dapat mempertebal keimanan siswa dan aspek spiritual pada kurikulum 2013 dapat terpenuhi. Karena alasan yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

8

Chaedar Alwasilah, Contextual Teaching and Learning (CTL), (Bandung: Kaifa

(17)

5

pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggabungkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi aritmatika sosial.

Di lain pihak dilihat dari segi desain atau layout perangkat pembelajaran matematika yang banyak beredar di lapangan saat ini, masih bersifat sangat monoton sehingga tidak menimbulkan motivasi maupun minat belajar pada siswa. Untuk itu diperlukan beberapa inovasi dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika, agar dua kompetensi utama dalam pembelajaran dapat tercapai sempurna, yakni kemampuan memahami ilmu matematika dan kemampuan untuk mengkomunikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Inovasi yang dapat dilakukan misalnya, memberikan ilustrasi atau gambar yang dapat memperjelas pemahaman siswa mengenai materi ajar.

Atas dasar adanya beberapa kelemahan dari perangkat pembelajaran yang telah beredar di lapangan sebagaimana uraian di atas, maka peneliti memandang perlu dikembangkannya perangkat pembelajaran matematika yang terdiri lembar kerja siswa (student’s

worksheet), dan rencana pelaksanaan pembelajaran (lesson plan). Perangkat tersebut di desain untuk dapat mengaplikasikan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran. Sedangkan dari segi format desain atau layout perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini dibuat sedemikian rupa agar siswa tertarik dan berminat belajar matematika. Melalui perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini, siswa diharapkan dapat belajar secara aktif untuk menemukan sejumlah informasi tidak hanya dari lingkungan dalam kelas namun juga dari lingkungan luar kelas mereka, karena salah satu komponen dari model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah menemukan. Lebih lanjut melalui perangkat tersebut, siswa akan diajak belajar secara alamiah dalam bentuk proses aktivitas yang membuat siswa bekerja dan mengalami sendiri sehingga pembelajaran bukan sekedar pengalihan pengetahuan dari guru kepada siswa (transfer of knowledge).

(18)

6

Matematika Model Problem Based Learning (PBL) Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Untuk SMP Kelas VII Pada Materi Aritmatika Sosial”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pengembangan perangkat pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial?

2. Bagaimana kevalidan hasil pengembangan perangkat pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning

(CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial? 3. Bagaimana kepraktisan hasil pengembangan perangkat

pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning

(CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial? 4. Bagaimana keefektifan penerapan perangkat pembelajaran

matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah:

1. Untuk mendeskripsikan proses pengembangan perangkat pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning

(CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial. 2. Untuk mengetahui kevalidan hasil pengembangan perangkat

pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning

(CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial. 3. Untuk mengetahui kepraktisan pengembangan perangkat

pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning

(19)

7

4. Untuk mengetahui efektivitas pengembangan perangkat pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning

(CTL) untuk SMP kelas VII pada materi aritmatika sosial.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ialah sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

Melalui penggunaan perangkat pembelajaran matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam proses pembelajaran diharapkan dapat mengurangi proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning).

2. Bagi Guru

Perangkat pembelajaran matematika matematika model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching And Learning (CTL) yang disusun dalam penelitian ini, dapat digunakan sebagai wacana/referensi untuk meningkatkan kreatifitas guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika matematika model

Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching And Learning (CTL) yang lebih beragam untuk mengkonstruk pengetahuan dalam diri siswa.

3. Bagi Siswa

Penggunaan perangkat pembelajaran matematika yang disusun dalam penelitian ini diharapkan mampu membuat siswa:

a. Belajar secara mandiri.

b. Menghubungkan pengetahuan yang telah dipunyai dengan pengetahuan baru dari LKS dan lembar penilaian yang merupakan perangkat pembelajaran matematika model

Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching And Learning (CTL). Sehingga siswalah yang menemukan pengetahuannya sendiri atau dapat dikatakan sebagai pembelajaran berpusat kepada siswa (student centered learning).

(20)

8

d. Memahami suatu konsep maupun permasalahan matematika yang disampaikan dengan bahasa Indonesia agar siswa bisa memahami dengan baik materi yang dipelajari serta mampu mengkomunikasikan pendapatnya.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan peneliti mengenai jenis pengembangan perangkat pembelajaran matematika dan kemudian dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika untuk kelas maupun jenjang pendidikan lain, dengan pendekatan yang berbeda.

E. Batasan Penelitian

Untuk menghindari meluasnya pembahasan, maka diperlukan adanyabatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini ialah sebagaiberikut:

1. Penelitian ini dilakukan di kelas VII Barunawati Surabaya. Uji coba pada penelitian ini hanya dilakukan terbatas di satu kelas yaitu VII-A di SMP Barunawati Surabaya.

2. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah model pengembangan ADDIE yang terdiri dari lima tahap yaitu Analysis, Design, Development, Implementasi,

dan Evaluation. F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka didefinisikan beberapa istilah berikut.

1. Pengembangan pembelajaran ialah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran yang telah ada. Pembelajaran yang dimaksud ialah sekumpulan sumber belajar yang memungkinkan siswa dan guru melakukan kegiatan pengajaran, meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). 2. Problem Based Learning (PBL) ialah suatu model

(21)

9

dengan masalah tersebut dan sekaligus keterampilan untuk memecahkan masalahnya.

3. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dan aktivitas kelas dengan kehidupan dan pengalaman nyata siswa. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) mengarahkan proses belajarnya untuk mengasah daya kreatifitas siswa, pola berpikir kritis siswa, dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliknya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Kevalidan perangkat pembelajaran ialah kecocokan atau

kesesuaian perangkat yang dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran yang dipilih. Dalam penelitian ini pendekatan yang dipilih ialah pendekatan kontekstual. Perangkat pembelajaran dikatakan valid, jika memenuhi validitas isi, dan validitas konstruk yang ditentukan oleh para ahli.

5. Kepraktisan pembelajaran ialah perangkat pembelajaran dikatakan praktis apabila ahli menyatakan perangkat pembelajaran tersebut dapat digunakan di lapangan dengan sedikit atau tanpa revisi.

6. Keefektifan penerapan perangkat pembelajaran matematika

Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial dapat diketahui dengan didasarkan pada empat indikator ialah segala aktivitas yang dilakukan oleh siswa, segala aktivitas yang dilakukan oleh guru, respon siswa terhadap pembelajaran dan hasil belajar siswa. 7. Aktivitas siswa ialah segala kegiatan siswa atau tingkah

laku yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

(22)

10

9. Respon siswa ialah suatu reaksi atau tanggapan yang ditunjukkan siswa selama proses belajar, dimana reaksi atau tanggapan tersebut dapat timbul akibat adanya suatu rangsangan yang terdapat dalam lingkungan.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

Bab 2 : Kajian pustaka berisi tentang definisi pembelajaran matematika, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL), perangkat pembelajaran, model pengembangan perangkat pembelajaran, materi aritmatika sosial dan kerangka berpikir.

Bab 3 : Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian, desain penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Bab 4 : Hasil dan pembahasan berisi tentang analisis data dan pembahasan.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika

Menurut Agus Suprijono pada proses guru mengajar, siswa belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran ialah guru menyediakan fasilitas belajar bagi siswanya untuk mempelajari. Jadi, subyek pembelajaran ialah siswa. Pembelajaran berpusat pada siswa. Pembelajaran ialah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran9.

Sedangkan dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika Suherman mengemukakan bahwa pembelajaran matematika ialah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi atau membangun konsep–konsep atau prinsip– prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip tersebut terbangun dengan sendirinya10. Menurut Winataputra dan Tita

bahwa proses pembelajaran ialah proses membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rencana11.

Berdasarkan pendapat para tokoh diatas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses membuat siswa melakukan komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam belajar matematika sesuai dengan rencana yaitu untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi atau membangun prinsip dan konsep matematika. Pembangunan p rinsip dan konsep tersebut lebih diutamakan dibangun sendiri oleh siswa

sedangkan guru hanya sebagai “jembatan” dalam rangka

memahami konsep dan prinsip tersebut. Sehingga prinsip dan

9 Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Surabaya: Pustaka

Belajar, 2009), h.13 10

Ibid, hal. 12.

11Lathifah Nur Fitria, Penerapan Metode Penem uan Terbim bing dengan Pendekatan

(24)

12

konsep tersebut siswa diharapkan dapat mengalami perubahan sikap dan pola pikirnya sehingga dengan bekal tersebut siswa akan terbiasa menggunakannya dalam men jalani kehidupannya sehari–hari.

B. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends dalam Abbas, Problem Based Learning (PBL) ialah suatu model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, dapat menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan

inquiry, memandirikan siswa serta meningkatkan kepercayaan diri12. Problem Based Learning (PBL) sebagai suatu metode pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang13.

Menurut Wina Sanjaya Problem Based Learning

(PBL) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah14. Sedangkan menurut Sugiarso model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ialah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah15.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), siswa bertanggung jawab atas belajarnya sendiri, karena keterampilan itu yang akan dibutuhkan olehnya kelak dalam kehidupan nyata. Kemudian siswa tersebut menerapkan sesuatu yang telah diketahuinya, menemukan sesuatu yang perlu diketahuinya, dan mempelajari cara mendapatkan

12T rianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007),Hal. 67.

13Wina Sanjaya, Strategi Pem belajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 215.

14Sitiatava Rizema Putra, op.cit,. hal 66-67. 15

(25)

13

informasi yang dibutuhkan lewat berbagai sumber, termasuk sumber-sumber online, perpustakaan, dan para pakar. Selain itu, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) tersebut menekankan pada proses pemecahan masalah yang sistematis dan ilmiah tanpa mengesampingkan keragaman kemampuan dan karakteristik siswa. Untuk itu, pemilihan masalah hendaknya memiliki jawaban permasalahan yang lebih dari satu solusi sehingga setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan permasalahannya kemudian di akhir pembelajaran guru bersama siswa menyimpulkan dan mengkontruksikan berbagai solusi permasalahan yang ada menjadi pengetahuan yang baru.

2. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)

Terdapat tiga ciri utama dari model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut : a. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Selain itu, model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk

(26)

14

berpikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas16.

Sedangkan menurut Nurhadi berbagai pengembangan pembelajaran berbasis masalah telah mencoba menunjukkan ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.

Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu. Sedangkan masalah yang disajikan kepada siswa ialah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial serta pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.

Pada proses pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada pembelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

c. Penyelidikan autentik.

Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) yang disajikan kepada siswa ialah masalah yang autentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(27)

15

Dimana mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mengidentifikasi masalah, mengembangkan hipotestis, menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

d. Menghasilkan produk atau karya.

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk ini dapat berupa diskusi, laporan, model fisik, video atau program komputer.

e. Guru sebagai fasilitator.

Pada pelaksanaannya model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai17.

3. Tujuan Problem Based Learning (PBL).

Tujuan yang ingin dicapai dari model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) ialah untuk membantu guru dalam memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa serta model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah18.

17

T rianto, Mendesain Model Pem belajaran Inovatif-Progresif: Konsep, landasan dan Im plementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP ). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 93-94

(28)

16

4. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL).

Langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian serta analisis kerja siswa. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)19

Fase Indikator Kegiatan Guru

1 Orientasi siswa pada masalah.

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka. 3. Mengarahkan pada pertanyaan

atau masalah.

4. Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka.

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar.

1. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai.

2. Guru membantu mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Melaksanakan eksperimen

untuk mendapatkan penjelasan dan memecahkan masalah. 4. Menguji pemahaman siswa atas

konsep yang ditemukan.

19

(29)

17

3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok.

1. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai.

2. Mendorong dialog, diskusi dengan teman.

3. Melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan memecahkan masalah. 4. Membantu siswa merumuskan

hipotesis.

5. Membantu siswa untuk mencari solusi.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

1. Membimbing siswa mengerjakan laporan atau hasil kerja.

2. Membantu siswa untuk berbagi tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

1. Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah. 2. Memotivasi siswa untuk terlibat

dalam pemecahan masalah. 3. Mengevaluasi penyelidikan dan

(30)

18

5. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL) Ada beberapa kelebihan dan kelemahan pada pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ialah sebagai berikut:

a. Kelebihan pembelajaran Problem Based Learning

(PBL)

1) Dapat mendorong siswa untuk lebih memahami dan memecahkan isi pelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2) Dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran.

6) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

7) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.

8) Siswa dapat memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

9) Siswa dapat memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka. 10) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat

diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk

(31)

19

b. Kelemahan pembelajaran Problem Based Learning

(PBL)

1) Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) tidak dapat diterapkan untuk setiap mata pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

3) Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran lebih matang.

4) Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok.

5) Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.

6) Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak menjangkau seluruh konten yang diharapkan walaupun

Problem Based Learning (PBL) berfokus pada masalah bukan konten materi.

7) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara aktif, artinya guru harus memiliki kemampuan memotivasi siswa dengan baik karena Mengubah kebiasaan siswa dari belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa20.

20

(32)

20

C. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Depdiknas, Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari21.

Menurut Johnson Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah proses pendidikan yang holistik bertujuan membantu siswa untuk melihat makna dari materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut ke dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan atau konteks ke permasalahan atau konteks lainnya22.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning

(CTL) ialah sebagai suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dan aktivitas kelas dengan kehidupan dan pengalaman nyata siswa. Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) proses belajarnya diarahkan untuk mengasah daya kreativitas siswa, pola berpikir kritis siswa, dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliknya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Teori yang melandasi Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terdapat teori yang melandasi pembelajaran kontekstual ialah sebagai berikut:

21

(33)

21

a. Konstruktivisme

Teori konstruktivisme berbasis pengetahuan merupakan suatu teori yang menekankan pada pentingnya mengembangkan kemampuan siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.

b. Pembelajaran

Teori berbasis usaha/teori pertumbuhan kecerdasan merupakan suatu teori yang menekankan pada upaya keras untuk mencapai tujuan belajar, dalam hal ini akan memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk belajar.

c. Sosialisasi

Teori sosialisasi merupakan suatu teori yang menekankan bahwa belajar ialah suatu proses sosial yang dapat menentukan tujuan belajar, oleh karena itu faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran.

d. Pembelajaran situasi

Teori pembelajaran situasi merupakan suatu teori yang menekankan pengetahuan dan pembelajaran harus dikondisikan dalam fisik tertentu dan dalam konteks sosial (masyarakat, rumah, dan sebagainya) dalam mencapai tujuan belajar.

e. Pembelajaran distribusi

Teori pembelajaran distribusi merupakan suatu teori yang menekankan bahwa manusia merupakan bagian terintegrasi dari proses pembelajaran oleh karena itu harus berbagi pengetahuan dan tugas -tugas pada individu lain serta lingkungan sekitar 23.

23

(34)

22

3. Komponen pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terdapat tujuh komponen utama, yaitu: a. Kontruk stivisme

Kontruk stivisme merupakan suatu komponen landasan berpikir pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperkuat melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak tiba-tiba24. Dalam pembelajaran konstruktivisme lebih menekankan pada aktivitas siswa dalam menemukan pemahaman mereka sendiri daripada kemampuan menghafal teori-teori yang ada dalam buku pelajaran saja. Sehingga siswa perlu untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan -gagasan atau ide-ide yang inovatif. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan pada diri mereka sendiri, karena guru yang bertugas untuk mentransfer ilmu tidak akan mungkin mampu memberikan semua pengetahuan pada siswa. Dengan demikian, pembelajaran harus

dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” pengetahuan dan bukan hanya sekedar “menerima”

pengetahuan25.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fokus utama dari konstruktivisme ialah adanya kreativitas dan keberanian siswa dalam mengkonstruksi pengalaman dan pengetahuan baru mereka sendiri, sehingga mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks ke dalam situasi atau kehidupan yang nyata. Dengan kata lain belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses

24

Suryanti dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif (Surabaya: UNESA University Press, 2008) h. 2

25Mihmidaty Ya’

(35)

23

dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya. Pada umumnya cara menerapkan komponen ini dalam pembelajaran ialah dengan merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, menciptakan ide dan lain sebagainya26.

b. Inquiry

Inquiry ialah bagian inti dari pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL), artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis 27. Sehingga inquiry dapat dikatakan suatu proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, dalam proses ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk memperoleh seperangkat pengetahuan. Untuk merealisasikan komponen inquiry di kelas, terutama dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal siswa, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang h arus dipahaminya. Siklus inquiry pada umumnya meliputi: observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hypothesis), pengumpulan data (collecting data), dan penyimpulan (conclusion). c. Questioning

Salah satu faktor psikologi yang mendorong seseorang untuk belajar ialah adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki apa yang ada dalam kehidupan di dunia yang lebih luas. Bertanya merupakan kegiatan yang sangat pokok dan mendasar bagi guru maupun siswa dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Bertanya merupakan kegiatan utama dari semua aktivitas belajar, karena dengan kegiatan

26

Ibid, hal.78

(36)

24

bertanya guru dapat memotivasi bahkan bisa menilai sejauh mana keberanian dan kemampuan berpikir seorang siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman yang ingin didapatkannya28. Sehingga guru yang hebat ialah guru yang bisa membantu siswanya untuk aktif, mandiri, dan menjadi pelajar yang sukses. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mencapai hal tersebut ialah siswa mampu untuk mengajukan pertanyaan yang menarik atau menantang bagi dirinya29.

Sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya ialah hal penting yang perlu dilakukan dalam pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL), yakni untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya30. Kegiatan bertanya ialah suatu kegiatan interaksi majemuk (multiple interactions) antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan orang berpengetahuan lainnya. Dalam pembelajaran, kegiatan questioning memiliki banyak sekali kegunaan diantaranya ialah untuk: (1) menggali informasi, baik yang bersifat administrasi maupun akademis , (2) mengecek tingkat pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon siswa, (4) mengukur sejauh mana rasa keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang belum diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru , (7) memberikan stimulus agar siswa bisa memiliki pertanyaan-pertanyaan yang kreatif, menarik dan menantang, (8) menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

28Ibid, hal.64 29

Elaine B.Johnson, CTL Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Berm akna (Bandung: Kaifa, 2011) hal. 86 30

(37)

25

Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar idalah berani mencoba, kreatif menemukan cara untuk mendapatkan informasi yang ingin didapatkan, lalu bertanya untuk kemudian mendapat pengetahuan yang sebenarnya. d. Learning Community

Menurut Leo Semenovich Vygotsky mengemukakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak ditopang oleh komunikasi dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan dan peran orang lain yakni dalam bentuk kerjasama, saling memberi dan menerima31.

Menurut Moh. Rudiyanto learning community ialah suatu kelompok manusia yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, yang membuat mereka bisa saling bertukar ide dan pengetahuan untuk memperdalam pemahaman terhadap pengetahuan yang mereka miliki32.

Sehingga pada konsep ini didasarkan pada sebuah gagasan bahwa hasil pembelajaran yang dicapai dengan kerjasama akan jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil pencapaian individu. Hasil belajar dalam proses learning community dapat diperoleh dengan cara sharing antar teman, antar kelompok yang sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagikan pengalamannya pada orang lain, juga melalui informasi yang didapat di ruang kelas, luar kelas, keluarga, serta masyarakat di lingkungan sekitar yang merupakan bagian dari komponen masyarakat belajar33.

31Ibid,hal. 9

32Moh. Rudiyanto, “The Implementation of Contextual Teaching and Learning (CT L) in

English Class” Jurnal OKARA Volume II, Nomor 4 (Nopember, 2009), 232. 33

(38)

26

e. Modelling

Modelling ialah sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, dengan menyediakan model yang bisa diamati dan ditiru oleh setiap siswa. Dalam kelas Contextual Teaching and Learning (CTL), kegiatan modelling tidak dapat menjadikan guru sebagai satu-satunya model dalam belajar, tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan untuk memperagakan atau mendemonstrasikan sesuatu di depan kelas kepada teman-temannya, seorang ahli yang didatangkan di kelas, media belajar dan lain -lain34. Sehingga pemodelan belajar dengan cara seperti ini akan membuat hasil pengetahuan yang diperoleh siswa lebih melekat dalam diri siswa, dan mereka akan lebih mudah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena mereka telah melihat dan bisa mengamati su atu contoh/model konkrit dari pengetahuan yang ingin mereka dapatkan35.Misalnya: guru fisika memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, guru bahasa mengajarkan bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, dan lain sebagainya.

f. Reflection

Refleksi berarti upaya think back (berpikir ke belakang) atau kegiatan flash back, yakni berpikir tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu, dan berpikir tentang apa yang baru dipelajari dalam sebuah pembelajaran oleh siswa. Dalam hal ini siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya36.

34Dharma Kesuma dkk, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM , (Bandung: RAHAYASA Research and T raining, 2010) hal. 67

35Mihmidaty Ya’cub, Penerapan CTL Dalam Pembelajaran Ilmu Agama Dan Um um Di

(39)

27

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

Dalam proses pembelajaran, guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, siswa akan merasa telah memperoleh sesuatu yang bermakna dan berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Fakta dalam dunia pendidikan selama ini, siswa sering menjalani pembelajaran dengan statis dan tanpa variasi. Jarang sekali mereka diberi

kesempatan untuk “diam sejenak” dan berpikir tentang

apa yang baru saja mereka lakukan atau pelajari. Hal ini terjadi, salah satunya ialah karena adanya persiapan belajar yang kurang matang, atau tidak adanya optimalisasi waktu belajar karena guru hanya sibuk memberikan informasi dengan berceramah pada siswa. Untuk itu dalam penerapan komponen refleksi pada kegiatan pembelajaran, guru dianjurkan agar memberi dorongan dan kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi, baik berupa respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima, pernyataan langsung tentang pelajaran, kes an dan saran, diskusi, menyampaikan hasil karya, d an lain-lain37.

g. Authentic Assessment

Authentic assessment ialah suatu penilaian dari proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran pengetahuan perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar38. Gambaran kemajuan belajar siswa, diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka penilaian autentik tidak hanya dilakukan diakhir periode (akhir

37Ibid 38

(40)

28

semester) tetapi dilakukan secara terintegrasi dan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian yang dilakukan menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang terkumpul harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Hal ini memberi isyarat pada para pendidik agar dapat melaksanakan penilaian dengan didukung data yang valid, reliable, dan menyeluruh sehingga hasil yang diperoleh dari penilaian kelas Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat memenuhi sasaran untuk mencapai tujuan pendidikan dengan sebaik-baiknya39. 4. Kelebihan dan Kelemahan Contextual Teaching and

Learning (CTL) a. Kelebihan

1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran Contextual Teaching and Learnin g

(CTL) menganut aliran konstruktivisme, yang mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan dapat belajar melalui mengalami bukan menghafal.

39Mihmidaty Ya’cub

(41)

29

b. Kelemahan

Kekurangan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diantaranya ialah orientasi yang melibatkan siswa sehingga guru harus memahami secara mendasar tentang perbedaan potensi individu tiap-tiap siswa. Pembelajaran ini pada dasarnya membutuhkan berbagai sarana dan media yang variatif.

D. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Menurut Sanjaya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Penilaian pada model pembelajaran tersebut dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian ini dilakukan bukan hanya aspek kogn itif saja melainkan proses pembelajarannya juga penting 40.

Menurut Sumarni mengemukakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ialah suatu model pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar, bekerja secara kooperatif didalam kelompok atau individu untuk memecahkan masalah-masalah di dunia nyata. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mempersiapkan siswa berfikir kritis, analisis, dan menemukan dengan menggunakan berbagai macam sumber41.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dianggap memiliki karakteristik pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pada model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dimana siswa dituntut aktif untuk mendapatkan konsep yang dapat diterapkan dengan jalan siswa ditantang untuk memecahkan masalah, siswa akan mengeksplorasi sendiri konsep -konsep yang harus mereka kuasai, dan siswa diaktifkan untuk bertanya

40

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses Pendidikan , ( Jakarta : Kencana, 2010 ), hal. 214.

41

(42)

30

dan berargumentasi melalui diskusi, memberdayakan siswa untuk belajar sendiri, mengasah keterampilan investigasi, dan menjalani prosedur kerja ilmiah lainnya.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) meliputi tujuh komponen yakni : Kontruk stivisme, Inquiry,

Questioning, Learning Community, Modelling, Reflection dan

Authentic Assessment. Sehingga siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan dan makna yang terkandung didalamnya, sehingga mereka diharapkan dapat menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa, berkarakter, dan berpengetahuan42.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan

model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ialah pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik secara ilmiah dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri secara aktif, kreatif, dan inovatif sehingga dapat memberikan makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami. Kegiatan pembelajarannya meliputi: Kontruk stivisme, Inquiry, Questioning, Learning Community,

Modelling, Reflection dan Authentic Assessment. Penilaian pembelajaran tersebut dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Tujuan dalam penelitian in i ialah untuk mengembangkan perangkat model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada materi aritmatika sosial. Dari pembelajaran tahapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan kegiatan pada pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun langkah penggabungannya terlihat sebagai berikut:

1) Kegiatan k onstruk tivisme terdapat pada tahapan orientasi siswa pada masalah. Pada tahapan ini siswa diberikan suatu masalah dan siswa tersebut diminta untuk memahami dan mengamatinya. Setelah siswa memahami dan mengamati permasalahan tersebut, diharapkan menimbulkan suatu pertanyaan bagi siswa dan siswa dapat menalar suatu konsep dari permasalahan yang diberikan

42

(43)

31

oleh guru. Selain itu, siswa diharapkan termotivasi pada dirinya dan menimbulkan rasa ingin tahu.

2) Kegiatan learning community terdapat pada tahapan mengorganisasi siswa untuk belajar. Pada tahapan ini, guru mengorganisasikan siswa untuk belajar yaitu dengan cara membentuk kelompok belajar.

3) Kegiatan inquiry dan questioning terdapat pada tahapan membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Pada tahapan ini, siswa melakukan percobaan atau pemecahan masalah serta bertanya apabila mengalami kesulitan dalam melakukan penalaran terhadap percobaan yang dilakukan. Guru bertugas membimbing percobaan atau pemecahan masalah dengan membetulkan konsep -konsep yang salah serta membantu siswa untuk aktif dan mandiri.

4) Kegiatan authentic assessment terdapat pada tahapan mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahapan ini, sis wa dituntut untuk membuat hasil karya dari masalah. Dalam penelitian ini siswa disuruh membuat laporan dari hasil mencobanya. Karena implementasi dalam pelajaran matematika network ing bisa diartikan sebagai menyimpulkan, dalam penelitian ini yaitu berupa laporan dan presentasi di dalam kelas tentang hasil dari belajar dalam kelompok.

(44)

32

Tabel 2.2

Model pembelajar an Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) No Tahapan Problem

Based Learning

(PBL)

Kegiatan Instruksi

Komponen

Contextual Teaching and Learning (CTL) yang terjadi 1 Orientasi Peserta

didik pada masalah.

Gambar

Gambar 3.1 Desain Studi Kasus Sekali Tes ( One Shoot Case Study) .. 62
Tabel 2.1
Tabel 2.2  Problem Based Learning
gambar atau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuka ( decrypt ) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key.. cryptography ) atau dengan kunci

Untuk meraih gelar sarjana S1, Dianing menulis skripsi dengan judul Gaya Hidup Posmodern Tokoh- Tokoh Dalam Novel Mata Matahari Karya Ana Maryam Sebuah Tinjauan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional kepala madrasah dan profesionalisme guru baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama

Namun demikian, ternyata roman detektif seringkali dikritik, tidak dianggap sebagai karya sastra yang utuh dan sederajat dengan jenis karya sastra lain seperti : puisi, drama,

Kontrak/surat perjanjian/SPMK/referensi kerja dan pengalaman kerja pada pekerjaan sejenis sesuai LDK, Berita Acara Serah Terima Pekerjaan serta bukti setor pajak PPN

[r]

Dari pembahasan di atas, dapat ditegaskan bahwa rendahnya partisipasi siswa putri dalam olahraga futsal karena faktor minat yang rendah, padatnya kegiatan akademik

Artinya, anggota kelompok pada tingkat pendidikan SMP peluang aksi kolektif berkurang menjadi 0,23 kali semula dari rendah ke sedang atau sedang ke tinggi dibandingkan dengan