• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORETIS. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORETIS. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (Mustofa, 2008).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang cukup meliputi 6 tingkatan : a. Tahu (Know), artinya megingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari.

b. Memahami (Comprehension), artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar, dimana orang yang faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, menyebutkan contoh, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication), artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada kondisi sebenarnya dan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dalam konteks yang lain.

(2)

d. Analisis (Analysis), artinya kemampuan untuk menjabarkan materi kedalam komponen, tetapi masih dalam stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis), artinya kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation), artinya kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap materi atau objek penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Ircham (2008) penentuan tingkat pengetahuan responden dibagi dalam 3 kategori, yaitu baik, cukup dan kurang. Kriterianya seperti berikut :

a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh pertanyaan

3. Proses Penyerapan Pengetahuan

Proses penyerapan pengetahuan itu meliputi : kesadaran (Awarennest), dalam arti mengetahui terlebih dahulu tentang stimulus (objek). Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul. Menimbang-nimbang (Evaluation), tahap dimana responden menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan

(3)

dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Umur adalah umur responden dalam tahun terakhir responden. Umur sangat erat hubungannya dengan pengetahuan seseorang, karena semakin bertambah usia maka semakin banyak pula pengetahuannya.

b. Pendidikan, tingkat pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan stok modal semakin meningkat, pendidikan memiliki peranan yang penting dalam kualitas. Lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan.

c. Sumber informasi, informasi adalah data yang telah diproses kedalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang, informasi yang datang dari pengirim pesan yang ditujukan kepada penerima pesan. Sumber informasi dapat diperoleh dari :

1) Media cetak, seperti booklet, leaflet, poster, rubrik, dan lain-lain 2) Media elektronik, seperti televisi, video, slaide, radio dan lain-lain 3) Nonmedia, seperti didapat dari keluarga, teman, tenaga kesehatan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).

(4)

B. Sikap

1. Pengertian Sikap

Terdapat beberapa pendapat di antara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli lainnya. Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa pengertian yang diajukan oleh beberapa ahli, antara lain :

a. Thustone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, seperti : simbol, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita, dan gagasan (Zuriah, 2003).

b. Howard Kendle mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecenderungan (tendensy) untuk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau melakukan sesuatu, baik secara positif maupun secara negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa, gagasan, atau konsep.

c. Paul Massen dan David Krech, berpendapat sikap itu merupakan suatu sistem dari tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pengenalan), feeling (perasaan, dan action tendency (kecendrungan untuk bertindak) (Yusuf, 2006). d. Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa “sikap adalah kesiapan

seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Azwar, 2007).

Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kondisi mental relatif menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, atau netral, atau negatif, mengangkat aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecendrungan untuk bertindak.

(5)

2. Unsur (Komponen) Sikap

Berkaitan dengan pengertian sikap diatas Yusuf, 2006 mengemukakan pada umumnya pendapat yang banyak diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponenn yang membentuk struktur sikap, yaitu :

a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali komponen kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah issu atau problem controversial.

b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa yang tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen koknitif (komponen prilaku) atau action component, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecendrungan bertindak sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu

(6)

dan berkaitan dengan objek yang dihadapi. Adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek (Triadic Scheme).

3. Berbagai Kategori Sikap

a. Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari : Sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, menghadapkan objek tertentu. Sikap negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Zuriah, 2003).

b. Menurut Azwar, sikap terdiri dari :

1) Menerima (Receiving), bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2) Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang tersebut menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangga, saudara, dan sebagainya) untuk pergi menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah bukti bahwa ibu tersebut mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

(7)

4) Bertanggung Jawab (Responsible), atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri (Azwar, 2007).

5. Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap

Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam cara, yaitu :

a. Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.

b. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang terlepas sendiri dari jenisnya. Terdapat obyek tersebut dapat terbentuk dikap tersendiri pula.

c. Intelegensi, tadinya secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.

d. Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap (Azwar, 2007).

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap

Faktor intern yaitu : faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui persepsi, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang akan kita teliti dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecendrungan-kecendrungan dalam diri kita.

(8)

Faktor ekstern : yang merupakan faktor diluar manusia, yaitu : Sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang mengemukakan sikap

tersebut, sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media komunukasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap. situasi pada saat

sikap dibentuk (Purwanto, 1998).

7. Pengukuran Sikap

Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pad garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang diharapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung yang berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dan survey (Public Option Survey). Sedangkan secara langsung yang berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam satu alat yang telah ditentukan dan langsung dibedakan kepada subyek yang diteliti (Arikunto, 2002).

C. Infertilitas 1. Pengertian

Infertilitas primer adalah di mana seseorang wanita belum pernah hamil sama sekali walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan, selama 12 bulan (Prawirohardjo, 1999).

Gangguan fertilitas primer jika wanita tersebut belum pernah hamil atau jika pria belum pernah membuat seorang wanita hamil (Bobak, Lowdermik & Jansen

(9)

2. Penyebab Infertilitas

Infertilitas dapat terjadi karena faktor wanita, faktor pria, maupun keduanya. Identifikasi faktor penyebab sangat penting untuk menentukan langkah-langkah penanganannya, seperti terapi dan prognosis. Berbagai masalah yang dihadapi termasuk abnormalitas hormon atau blokade yang disebabkan oleh infeksi dari fungsi-fungsi organ reproduksi (Murtiastutik, 2008).

Stright (2004) mengemukakan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas pada wanita, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor wanita 1) Masalah vagina

Meliputi infeksi vagina, abnormalitas anatomi, disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam yang secara nyata mengurangi daya hidup sperma.

2) Masalah serviks

(a) Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang secara normal terjadi selama periode praovulatori dan ovulatori yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup sperma (misalnya : lubang ostium serviks, peningkatan alkalinitas, peningkatan sekresi, dan ferning)

(b) Masalah mekanis seperti inkompetensi serviks berhubungan dengan wanita yang ibunya diobati dengan etilstilbestrol (DES) selama kehamilan.

(10)

3) Masalah uterus

(a) Secara fungsional (misalnya : lingkungan yang kurang disukai untuk pergerakan sperma naik ke uterus sampai tuba falopi atau untuk implantasi setelah fertilisasi).

(b) Secara struktural (misalnya : mioma uterus atau leiomioma) 4) Masalah tuba

(a) Infertilitas yang berhubungan dengan masalah tuba, menjadi lebih menonjol dengan peningkatan insiden penyakit radang panggul PID (Pelvic Inflamatory Desease), menyebabkan jaringan parut yang memblok kedua tuba falopi. Peningkatan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) berperan terhadap peningkatan PID karena 40% infeksi yang berhubungan dengan penggunaan IUD merupakan asimtomatik dan tetap tidak tertangani.

(b) Endometriosis juga dapat berperan pada obstruksi tuba. 5) Masalah ovarium

Meliputi anovulasi, oligo-ovulasi dan sindrom ovarium polikistik. Malfungsi sekretori juga ikut berperan, misalnya sekresi progesteron tidak adekuat atau tidak adekuatnya fase luteal akan berpengaruh pada kemampuan mempertahankan ovum yang telah dibuahi.

b. Faktor pria

Infertilitas pada pria dapat terjadi karena adanya abnormalitas yang berhubungan dengan spermatogenesis, transpor sperma, fungsi sperma dan ejakulasi (Murtiastutik, 2008).

(11)

Stright. R (2004) mengemukakan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas pada pria, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Faktor kongenital meliputi riwayat ibu yang meminum DES selama kehamilan dan tidak adanya vas deverens atau testis.

2) Masalah ejakulasi, meliputi ejakulasi retrograde yang berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf-saraf, obat-obatan atau trauma bedah.

3) Abnormalita sperma meliputi produksi atau pematangan sperma tidak adekuat, mortilitaas tidak adekuat, pembendungan sperma sepanjang saluran reproduktif pria dan ketidak mampuan menyimpan sperma dalam vagina. 4) Abnormalitas testikular adalah kelainan yang terkait dengan penyakit

(misalnya : orkitis berhubungan dengan infeksi parotitis setelah pubertas), kriptokidisme, trauma atau radiasi.

5) Kesulitan koitus dapat terjadi karena obesitas atau kerusakan syaraf spinal. 6) Obat-obatan (misalnya : metotreksat, amobisid, hormon-hormon seks dan

nitrifuration) dapat mempengaruhi spermatogenesis.

7) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi sperma atau semen adalah infeksi (misalnya : penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual), stres, nutrisi tidak adekuat, asupan alkohol berlebihan dan nikotin.

c. Masalah interaktif, berasal dari penyebab yang spesifik untuk setiap pasangan, meliputi : Frekwensi senggama yang tidak memadai, waktu senggama yang buruk, perkembangan antibody terhadap sperma pasangan, penggunaan pelumas yang kemungkinan bersifat spermisida, seperti jelly petroleum dan beberapa pelumas yang larut dalam air, ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke telur.

(12)

3. Pemeriksaan Pasangan Infertilitas

Syafrudin & Hamidah (2009) mengemukakan bahwa penanganan infertilitas dapat dibedakan penanganan pada pria, penanganan pada wanita dapat dibagi dalam 7 (tujuh) langkah yang diuraikan sebagai berikut :

a. Langkah I (Anamnesis)

Cara terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut :

1) Lama fertilitas

2) Riwayat haid, ovulasi, dan desminorea

3) Riwayat senggama, frekwensi senggama, dispareunia

4) Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir

5) Kontrasepsi yang pernah digunakan

6) Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya

7) Riwayat penyakit sistemik (tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid) 8) Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme

9) Riwayat bedah perut/hipofisis/ginekologi 10) Riwayat PID, PHS, leukorea

11) Riwayat keluar ASI 12) Pengetahuan kesuburan b. Langkah II (Analisis Hormonal)

Dilakukan jika dari hasil anamnesis ditemukan riwayat, atau sedang mengalami gangguan haid, atau dari pemeriksaan suhu basal badan (SBB) ditemukan ovulasi.

(13)

anovulasi. Kadar normal prolaktin adalah 5-25 ng/ml. Pemeriksaan dilakukan pada pukul 07.00-10.00 wib. Jika ditemukan kadar prolaktin > 50 ng/ml disertai gangguan haid, perlu dipikirkan ada tumor dihipofisis. Pemeriksaan gonadotropin dapat memberi informasi tentang tidak terjadinya haid.

c. Langkah III (Uji Pascasenggama)

Tes ini dapat memberi informasi tentang interaksi antara sperma dan getah serviks. Jika hasil UPS negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap sperma. Hasil UPS yang normal dapat menyimpulkan penyebab infertilitas pada suami. d. Langkah IV (Penilai Ovulasi)

Penilaian ovulasi dapat dilakukan dengan pengukuran suhu basal badan (SBB). SBB dikerjakan setiap hari saat bangun pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makan/minum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi, grafik akan memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan yang tidak berovulasi maka gambar grafiknya akan monofasik.

Pada gangguan ovulasi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi dapat dicoba dengan pemberian estrogen (umpan balik positif) atau antiestrogen (umpan balik negatif). Untuk umpan balik negatif, diberikan komlifen sitrat dosis 50-100 mg, mulai hari ke-5 sampai ke-9 siklus haid. Jika dengan pemberian estrogen dan klomifen sitrat tidak juga terjadi sekresi gonadotropin, untuk pematangan folikel terpaksa diberikan gonadotropin dari luar.

e. Langkah V (Pemeriksaan Bakteriologi)

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi akibat clamydia trachomatis dan gonokokus sering menyebabkan penyumbatan tuba. Jika ditemukan riwayat abortus berulang atau kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.

(14)

f. Langkah VI (Analisis Vase Luteal)

Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan seperti ini sering ditemukan pada unexplained infertility. Pengobatan

insufisiensi korpus luteum dengan pemberian sediaan progesteron alamiah, lebih diutamakan progesteron intravagina dengan dosis 50-200 mg dari pada

pemberian oral.

g. Langkah 7 (Diagnosis Tuba Falopi)

Karena makin meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering infertilitas. Untuk mengetahui kelainan pada tuba tersedia berbagai cara, yaitu uji insuflasi, histerosalpingografi, gambaran tuba falopi secara sonografi. Penanganan pada tiap presdisposisi infertilitas bergantung pada penyebabnya, termasuk pemberian antibiotik untuk infertilitas yang disebabkan oleh infeksi.

h. Pemeriksaan Pria

Menurut Hadibroto & Alam (2007) pemeriksaan infertilitas pada pria meliputi : mengamati kelainan fisik, penyebaran rambut, dan lemak yang tidak rata, atau konsistensi testis, bisa menjadi tanda akibat ketidakseimbangan hormonal. Kelenjar pituitari memproduksi hormon-hormon FSH dan LH yang berperan dalam produksi sperma, sedangkan progesteron mempengaruhi lemak dan rambut. Selain itu hormon testosteron berperan dalam pengendalian gairah seksual. Kelainan fisik lain pada alat reproduksi pria yang harus diperiksa adalah kemungkinan adanya parut atau varises pada scrotum yang dapat mempengaruhi jumlah dan kemampuan bergerak (mobilitas) sperma. Salah satu testis tidak

(15)

4. Pengobatan

Hadibroto & Alam (2007) mengemukakan bahwa untuk mengobati kemandulan pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu penyebab utamanya, setelah itu baru bisa dilakukan perbaikan-perbaikan seperti :

a. Gangguan Ovulasi

Diperlukan obat penyubur untuk memacu memacu ovulasi dan memperbaiki kualitas sperma, berikut ini adalah obat-obat penyubur yang dianggap telah memberikan hasil selama tahun-tahun terahir : klomifen sitrat, pergonal, human chorionic gonadotropin, hypotalamic releasing factors, bromokriptin.

b. Operasi Pembedahan

Dilakukan untuk mengatasi penyebab utama ketidaksuburan wanita, apakah itu karena terbentuknya jaringan parut (scar), penyumbatan saluran telur yang disebabkan oleh penyakit sebelumnya, bekas pembedahan, maupun kelainan bawaan. Beberapa usaha pembedahan yang dilakukan adalah : Vaginal surgery, Cervical surgery (mengangkat polip pada leher rahim, dan endometriosis), Uterine surgery, Tubal surgery, dan ovarium surgery.

1) Operasi vagina (Vaginal surgery), untuk memperbaiki kelainan atau kerusaka vagina dengan cara operasi plastik (perineoplasty), yang umum dikenal dari operasi ini adalah operasi selaput dara, beberapa gangguan yang dapat diatasi dengan cara ini adalah selaput dara terlalu tebal, dilatasi vagina, dan vaginismus.

2) Operasi leher rahim (Cervical surgery), menghilangkan fibroid (polip, tumor jinak di dalam rahim), dengan cervical polypectomy, dengan bantuan forcep dokter menjepit fibroid dan membuangnya. Pada kondisi yang lebih berat

(16)

dilakukan pengerikan dengan cara kuret atau D&C (Dillatation & Curettage). Kuret adalah operasi kecil yang biasa dilakukan untuk menekan penyebab haid berat. Teknik ini juga dugunakan untuk memeriksa kemandulan dan keguguran kehamilan pada tahap dini.

3) Operasi rahim (Uterine surgery), fibroid yang tidak terdeteksi lebih dini didalam rahim, dapat diangkat melalui pembedahan mikro yang rumit.

4) Operasi saluran telur (Tubal surgery), tindakan ini digunakan untuk menghilangkan parut dan untuk menutup saluran telur yang disebabkan oleh penyakit yang telah lampau, bekas pembedahan, atau kelainan struktural. 5)Operasi indung telur (Ovarian surgery), penyakit lain yang dapat

mengakibatkan kemandulan adalah endometriosis, yaitu terbentuknya kista pada jaringan yang melapisi rahim (endometrium). Kista ini dapat berkembang di tempat lain diluar rahim karena terbawa aliran darah. Gangguan endometriosis dapat menyumbat saluran telur, sehingga sel telur terhalang perjalanannya untuk bertemu dengan sperma, pembedahan laparoskopi dapat mengatasi endometriosis.

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Peran jamur dalam

Adapun permasalahan hukum yang sering kali timbul dalam pelaksanaan perjanjian pinjama ialah WNI yang melakukan peralihan jual beli bidang tanah yang dibeli menggunakan dana milik

Belum mampu mengidentifikasi karakteristik dataran tinggi, dataran rendah, dan pantai serta sumber daya alam dan pemanfaatannya dengan tepat.. Peyajian informasi tentang

Yang bisa kami lakukan untuk mewujudkan mimpi tersebut adalah dengan tetap menjalin hubungan baik dengan pelanggan dan calon pelanggan, komitmen terhadap apa yang telah

akuisisi pada perusahaan go-publ ic yang mel ibatkan in- vestor dan emiten (perusahaan yang go-publ ic) dalam pro- ses emisi saham. D€ngan sendi ri nya titik

Ikan nila strain GIFT dengan 3 tingkatan umur yang berbeda yaitu ukuran benih (kurang dari 3 bulan), ukuran konsumsi (antara 3-6 bulan) dan ukuran induk (lebih dari

Pada vlogger keempat, keterbukaan diri yang dilakukan menggunakan media video berupa video blog berfokus pada diri vlogger sendiri. Hal tersebut ditunjukkan dari banyaknya

Perencanaan dan manajemen penanggulangan bencana terkait pada upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan