• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT MISI RANGKASBITUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT MISI RANGKASBITUNG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

7 | P a g e KEPATUHAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT MISI RANGKASBITUNG

Sarma Eko Natalia Sinaga* ekosarma@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana, pedoman/SOP hand hygiene, lama bekerja, supervisi kepala ruangan dan pelatihan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene pada perawat/bidan di RS Misi Rangkasbitung.Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan disain penelitian cross sectional dan jumlah responden sebanyak 78 orang. Hasil analisis bivariate dengan uji chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana (P = 0.000), lama bekerja ( P = 0.034), supervisi kepala ruangan ( P = 0.005), pelatihan

(P = 0.000) dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Hasil analisa multivariate dengan uji regresi logistic menunjukkan varibel supervisi kepala ruangan akan 7.3 x lebih berpengaruh terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene.

Kata Kunci : Kepatuhan, perawat/bidan, mencuci tangan.

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the relationship among education, knowledge, attitude, availability of facilities, guidelines/hand hygiene SOP, supervision of the nurse, training influence and nurses/midwives’s hand hygiene compliance of hospital Misi in Rangkasbitung. The study was conducted with quantitative approach and used cross-sectional research design into total 78 (seventy-eight) respondents. The result of the bivariate analysis using chi-square test shows a significant relationship among availability of facilities ( P = 0.000), long work (P = 0.034), supervision of the nurse (P = 0.005), training (P = 0.000) and hand hygiene compliance. Besides, the result of multivariate analysis using the logistic regression test shows that respondents exposure of supervision of the nurse is 7.3 times more influencing toward hand hygiene compliance.

Key words : Compliance, nurse/midwife, hand hygiene PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial adalah terjadinya infeksi di pelayanan kesehatan selama melakukan prosedur perawatan dan tindakan medis setelah ≥ 48 jam dan pada ≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas

kesehatan (Petersen., MH, 2010). Infeksi

nosokomial menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi sebanyak 6% dan menambah lamanya perawatan di rumah sakit (Length of Stay (LOS)) sebanyak 5-10 hari (Bady, A.M, Kusnanto, 2007). Salah satu hal yang terpenting dalam mengurangi penyebaran dari infeksi nosokomial adalah dengan mencuci tangan (Hand Hygiene). Hand Hygiene adalah praktik untuk mencuci tangan dengan menggunakan antiseptic pencuci tangan. WHO mencetuskan “global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My Five Moments for

Hand Hygieneyaitu : melakukan cuci tangan

sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, setelah

bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien” (Jamaludidin J, 2012).

World Health Organization (WHO) menyebutkan

bahwa angka infeksi nosokomial akan menurun sebesar 24% apabila kepatuhan mencuci tangan dari perilaku yang buruk (60%) menjadi lebih baik (90%).

Penelitian-penelitian lain menyebutkan setiap kepatuhan mencuci tangan sebesar 15% dengan kapasitas rumah sakit 200 tempat tidur, akan menghemat pengeluaran rumah sakit sebesar 39.650 dollar setiap tahunnya dan juga akan mendorong menurunnya infeksi MRSA (Methicilin

Resistant Staphylococous aureus) sebesar 48,2%-

87 % (WHO, 2014).

Hasil studi pendahuluan di RS Misi, masih ada perawat/bidan yang belum melakukan hand

hygiene sesuai prosedur yang ditetapkan RS.Perawat/bidan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya infeksi nosokomial

(2)

8 | P a g e karena perawat/bidan merupakan tenaga kesehatan

yang paling banyak melakukan kontak dengan pasien dan berinteraksi secara langsung dengan pasien selama 24 jam. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan terhadap perawat/bidan untuk mengkaji tingkat kepatuhan perawat/bidan dalam penerapan

hand hygiene, serta faktor apa yang

mempengaruhinya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional, dilakukan pada perawat/bidan di RS Misi, waktu

penelitian dilakukan bulan Desember

2015.Pengumpulan data dengan teknik wawancara berpedoman pada kuesioner, pengamatan, dan pengukuran. Sampel dalam penelitian ini adalah 78 siswa, dipilih berdasarkan Total Sampling (Seluruh Populasi).Analisis data yang digunakan antara lain analisa univariat, analisa bivariat dengan Uji Statistik Chi Square serta analisis multivariat dengan uji regresi logistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Distribusi Responden(Perawat/bidan) berdasarkan variable Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Ketersediaan Sarana, Pedoman/SOP Hand Hygiene, Lama Bekerja, Supervisi Kepala

Ruangan, dan Pelatihan

Kepatuhan Frekuensi % Patuh 34 44.7 Tidak patuh 42 55.3 Pendidikan Frekuensi % Tinggi 61 80.3 Rendah 15 19.7 Pengetahuan Frekuensi % Baik 50 65.8 Kurang 26 34.2 Sikap Frekuensi % Baik 30 39.5 Kurang baik 46 60.5

Ketersediaan Sarana Frekuensi %

Memadai 46 60.5

Kurang Memadai 30 39.5

Pedoman/SOP Hand higiene Frekuensi %

Memadai 34 44.7

Kurang Memadai 42 55.3

Lama Bekerja Frekuensi %

Lama 21 27.6

Baru 55 72.4

Supervisi Kepala Ruangan Frekuensi %

Baik 39 51.3

Kurang 37 48.7

Pelatihan Frekuensi %

Pernah 41 53.9

Tidak Pernah 35 46.1

Berdasarkan hasil penelitian , ditemukan bahwa tingkat kepatuhan melaksanakan hand hygiene di RS X Rangkasbitung adalah sebesar 44.7% perawat/bidan melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan. Sedangkan sebesar 55.3% perawat/bidan hanya melakukan hand hygiene sesudah

(3)

9 | P a g e melakukan tindakan perawatan. Dilihat dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan masih rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Damanik SM (2011), yang menemukan tingkat kepatuhan hand

hygiene di RS Immanuel Bandung sebesar 48.3%. Menurut Boyce dan Pittet (2002) dalam Depkes (2007)

menyatakan kebiasaan mencuci tangan (hand hygiene) yang sangat rendah , merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme di fasilitas pelayanan kesehatan.

Tabel 2. Distribusi Kepatuhan Perawat/Bidan dalam melakukan Hand Hygiene Variabel Kepatuhan Melakukan Hand

Higiene P

Value OR Patuh Tidak patuh

N % N % Pendidikan Tinggi 24 39.3 37 60.7 0.106 0.324 0.099-1.066 Rendah 10 66.7 5 33.3 Pengetahuan Baik 22 44 28 56 1.00 0.917 0.354-2.375 Kurang Baik 12 46.2 14 53.8 Sikap Baik 11 36.7 19 63.3 0.365 0.579 0.226-1.484 Kurang Baik 23 50 23 50 Ketersediaan Sarana Memadai 12 26.10 34 73.9 0.000 0.128 0.45-0.364 Kurang Memadai 22 73.3 8 26.7 Pedoman /SOP Hand Higiene Memadai 14 41.2 20 58.8 0.742 0.770 0.309-1.918 Kurang Memadai 20 47.6 22 52.4

Lama Bekerja Lama 14 66.7 7 33.3 0.034 3.500

1.212-10.109 Baru 20 36.4 35 63.6 Supervisi Kepala Ruangan Baik 24 61.5 15 38.5 0.005 4.320 1.636-11.406 Kurang 10 27.0 27 73.0 Pelatihan Pernah 10 24.4 31 75.6 0.000 0.148 0.054-0.405 Tidak pernah 24 68.6 11 31.4

Perawat/bidan yang memiliki pendidikan tinggi yang patuh melakukan hand hygiene sebanyak 39.3% dan yang tidak patuh sebanyak 60.7%. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan perawat/bidan yang tinggi tidak sejalan dengan perilaku hand hygiene yang dilakukan. Hasil statistik diperoleh nilai P = 0.106, yang berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene.

Penelitian ini sama dengan penelitian

Pancaningrum (2011) dimana nilai P = 0.28, yang menyatakan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat masa pendidikan perawat/bidan belum mendapatkan konsep teori dan cara melakukan pencegahan infeksi nosokomial/hand hygiene secara benar akibatnya perawat/bidan belum dapat melakukan pencegahan infeksi nosokomial /hand hygiene secara maksimal ketika sudah mulai bekerja. Pengetahuan yang baik terhadap hand hygiene dan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 44%

sedangkan yang tidak patuh sebanyak 56%. Hasil statistik diperoleh nilai P = 1.00, yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap kepatuhan hand hygiene. Dan hal ini berbeda

dengan penelitian Setiawati (2009), yang

mengatakan ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Dan hal ini didukung oleh Burke (2003), yang menyatakan bahwa faktor yang menghambat petugas kesehatan untuk melakukan hand hygiene adalah ketidakmengertian dalam melakukan hand

hygiene. Pada penelitian ini perawat/bidan memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang

hand hygiene tetapi perawat/bidan masih ada yang

belum melakukan hand hygiene dengan benar , kemungkinan disebabkan karena masih ada perawat/bidan yang belum menerapkan ilmu yang dimiliki dalam melaksanakan tindakannya.

Sikap yang baik dan patuh melakukan hand

hygiene sebanyak 36.7% dan yang tidak patuh

(4)

10 | P a g e P = 0.365, yang berarti tidak ada hubungan antara

sikap terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini didukung oleh penelitian Astuti (2004), mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial. Menurut Robbins (2006), sikap menunjukkan nilai-nilai yang mendasar, minat diri, atau cara individu mengidentifikasi sesuatu yang dihargai atau diminatinya. Jadi individu yang

menganggap penting sesuatu hal akan

menunjukkan sikap yang kuat terhadap perilaku

tersebut. Demikian juga dengan sikap

perawat/bidan yang mengganggap hand hygiene bukan sesuatu yang penting dan harus dilakukan dengan baik, maka secara otomatis mereka akan

menunjukkan perilaku yang lemah dalam

melakukan tindakan hand hygiene.

Ketersediaan sarana yang memadai sehingga perawat/bidan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 26.11% dan yang tidak patuh 73.9%. Nilai P = 0.000, yang berarti ada hubungan antara ketersediaan sarana terhadap kepatuhan melakukan

hand hygiene. Menurut Pitted (2001b), penyebab

yang paling sering terjadi yang mengakibatkan tidak patuhnya tenaga kesehatan melakukan hand

hygiene adalah tidak tersedianya peralatan untuk

melakukan hand hygiene itu sendiri.

Pedoman /SOP hand hygiene yang kurang memadai dan patuh melakukan hand hygiene sebanyak 47.6% dan yang tidak patuh 52.4%. Nilai P = 0.742, yang berarti tidak ada hubungan antara adanya pedoman SOP hand hygiene terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini sejalan

dengan penelitian Kusmayati (2004) yang

mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara penyediaan pedoman /SOP hand hygiene dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial dimana P = 0.634. Tidak adanya hubungan yang bermakna kemungkinan besar disebabkan karena kurangnya sosialisasi tentang Pedoman penularan infeksi nosokomial/ SOP hand hygiene dari pihak rumah sakit, dan tidak adanya sanksi yang tegas yang dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap petugas kesehatan (perawat/bidan) yang tidak melakukan pencegahan infeksi nosokomial/melakukan hand

hygiene secara benar. Dan juga pemberian

penghargaan bagi perawat/bidan yang melakukan

hand hygiene dengan benar.

Lama bekerja, perawat/bidan yang baru

menunjukkan kepatuhan sebanyak 36.4% dan yang tidak patuh sebanyak 63.6%. Nilai P = 0.034, yang berarti ada hubungan antara lama bekerja dengan

kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Nurhayati (1997), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kepatuhan melakukan pencegahan infeksi nosokomial dimana nilai P = 0.107. Pada penelitian ini bila dilihat dari proporsi lama bekerja menunjukkan bahwa

perawat/bidan yang lama memiliki tingkat

kepatuhan yang lebih tinggi dibanding dengan perawat/bidan yang baru. Hal ini disebabkan karena semakin lama seseorang bekerja maka pengalaman dan keterampilan dalam melakukan tugas juga akan semakin baik.

Supervisi kepala ruangan yang baik yang patuh melakukan hand hygiene 61.5% dan yang tidak patuh 38.5%. Nilai P = 0.005, berarti ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene. Penelitian ini didukung oleh penelitian Nainggolan (2010), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana. Suarli (2010), mengatakan bahwa fungsi supervisi dapat meningkatkan produktivitas bagi pekerja.

Supervisi secara langsung dapat menemukan

masalah-masalah dalam pemberian asuhan

keperawatan di ruangan, mampu mengkaji dan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang ada dengan staf keperawatan (Rumampuk, 2013). Perawat/bidan yang mengikuti pelatihan yang patuh melakukan hand hygiene sebanyak 24.4% dan yang tidak patuh 75.6%. Nilai P = 0.000, berarti ada hubungan antara mengikuti pelatihan terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene. Hal ini sejalan dengan pendapat Simanjuntak (2005),

yang mengatakan bahwa pelatihan mampu

meningkatkan kemampuan seseorang dalam

bekerja, karena pelatihan merupakan investasi sumber daya manusia.

(5)

11 | P a g e Tabel 3. Hasil Pemodelan Multivariat Terakhir

No. Variabel P Value OR 95% CI OR 1. 2. 3. 4. 5. Pendidikan Ketersediaan Sarana Lama bekerja Supervisi Pelatihan 0.610 0.004 0.198 0.004 0.183 0.607 0.128 3.020 7.281 0.428 0.089-4.128 0.031-0.520 0.561-16.265 1.909-27.774 0.122-1.494 Dari hasil analisis multivariate variabel yang

berhubungan bermakna dengan kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel pendidikan, ketersediaan sarana, lama bekerja, supervisi kepala ruangan, pelatihan. Dan variabel yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel supervisi kepala ruangan dimana odds Ratio (OR) dari variabel supervisi kepala ruangan adalah 7.3, artinya perawat/bidan yang mendapatkan supervisi dari

kepala ruangannya akan memiliki kepatuhan

melakukan hand hygiene sebesar 7.3X lebih besar dibandingkan perawat/bidan yang tidak mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya. Hal ini berbeda dengan penelitian Nani Rohani (2009), dimana variabel yang paling dominan terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah variabel ketersediaan sarana dimana nilai odds rasio (OR) sebesar 4.35.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian di RS X di Rangkasbitung ditemukan bahwa tingkat kepatuhan melaksanakan

hand hygiene adalah sebesar 44.7% dimana perawat/bidan melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan. Sedangkan sebesar 55.3% perawat/bidan hanya melakukan hand

hygiene sesudah melakukan tindakan perawatan. Ada

hubungan yang bermakna antara ketersediaan sarana dengan kepatuhan melakukan hand hygiene, dimana P = 0.000. Ada hubungan bermakna antara lama bekerja dengan kepatuhan melakukan hand hygiene, P = 0.0034. Ada hubungan bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan melakukan hand

hygiene, P = 0.005. Ada hubungan bermakna dengan

pelatihan dengan kepatuhan hand hygiene, P = 0.000. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan melakukan hand hygiene adalah variabel supervisi

kepala ruangan. Dimana perawat/bidan yang

mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya akan memiliki kepatuhan melakukan hand hygiene sebesar 7.3X lebih besar dibandingkan perawat/bidan yang tidak mendapatkan supervisi dari kepala ruangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti Y (2004), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Petugas Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi

Nosokomial di ruang rawat Intensif Rumah Sakit Medistra Tahun 2004. Tesis Pascasarjana FKM UI

Bady, A.M, Kusnanto,H,Handono, D, ( 2007). Analisis Kinerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di

IRNA I RS Dr. Sarjito.Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Burke J, (2003), Infection Control a Problem for Patient Safety. The New England Journal of Medicine, 348, 651 - 656 Damanik SM, Susilaningsih FS, dan Amrullah AA. (2011), Kepatuhan Hand Higiene di Rumah Sakit Immanuel

Bandung. Tesis FIK UNPAD

Depkes RI. (2005), Standar Pelayanan Rumah Sakit. Cetakan Kedua. Jakarta

Dian Pancaningrum (2011), Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap

dalam Pencegahan Infeski Nosokomial di RS Haji Jakarta Tahun 2011. Tesis program Pascasarjana

FIK UI

Jamaludidin J, Sugeng S, wahyu I, dan Sondang M.(2012), Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif. Majalah Kedokteran Terapi Intensif ; 2(3): 125 -129

Kusmayati (2004), Hubungan Fungsi Manajemen dengna Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Upaya Pencegahan

Infeksi Nosokomial di Ruang Perawatan Bedah RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2004. Tesis

Pascasarjana FKM UI

Nainggolan, M.J (2010), Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di

Rumah Sakit Islam Malahayai Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara

Nani Rohani (2009), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam Upaya Pencegahan Infeski

Nosokomial di ruang Rawat Inap RSUD Kota Bekasi Tahun 2009. Tesis Pascasarjana FKM UI

Nurhayati E, (1997), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Keptuhan Petugas Kesehatan dalam

Pencegahan Infeksi Nosokomial Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP Dr. Hasan sadikin Bandung Tahun 1997. Tesis Pascasarjana FKM UI

(6)

12 | P a g e

Petersen., MH, Holm Mo, Pedersen SS, Lassen AT, and Pedersen C. Incidence and Prevalence of Hospital Acquired Infections in a Cohort of Patients Admitted to Medical

Pittet D (2001b), Improving Adherence to Hand Hygiene Practice: A Multidisciplinary Approach. Emerging Infectious

Diseases.:7(2):234 – 240

Robbins, P.S (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Edisi 10, PT.Indeks, Jakarta

Rumampuk , MVH.,Budu, dan Nontji W. (2013). Peran Kepala Ruangan Melakukan Supervisi Perawat dengan

Penerapan Patient Safety di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Tesis Pascasarjana Universitas

Hasanudin, Makasar.

Setiawati (2009), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketaatan Petugas Kesehatan Melakukan Hand Hygiene

dalam Mencegah Infeski Nosokomial di Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Tesis Pascasarjana FIK UI

Simanjuntak P J (2005), Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suarli, S dan Bahtiar Y (2010), Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.Jakarta : Erlangga

Word Health Organization, (2014).Evidence of Hand Hygiene to Reduce Transmission and Infections by Multi-Drug

Gambar

Tabel 1. Distribusi Responden(Perawat/bidan) berdasarkan variable Pendidikan, Pengetahuan, Sikap,  Ketersediaan Sarana, Pedoman/SOP Hand Hygiene, Lama Bekerja, Supervisi Kepala
Tabel 2. Distribusi Kepatuhan Perawat/Bidan dalam melakukan Hand Hygiene  Variabel  Kepatuhan Melakukan Hand

Referensi

Dokumen terkait

Babak Penyisihan: peserta diwajibkan mengirimkan karya tulis ke panitia untuk kemudian dilakukan seleksi dokumen dengan mengambil 10 karya tulis terbaik. Babak

a) Pengenalan dan Penerapan model pembelajaran aktif pada siswa. Model pembelajaran aktif yang dicanangkan pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia

Menurut Maryunani dan Yulianingsih (2009) abortus infeksius adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun

Dengan mengandalkan usaha dan kerja karas untuk selalu melakukan inovasi, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mengembangkan dirinya mulai dari industri tradisional menjadi sebuah industri

Pada simulasi aliran daya penyulang pujon malang kondisi 3 ini terdapat pembangkit listrik tenaga angin yang disambungkan pada bus 17 pada sistem distribusi 20 kV.. Hasil

Lippo Karawaci Tbk., sedangkan harga saham lain memiliki hubungan negatif tidak signifikan., serta memiliki hubungan kausalitas searah pada harga saham PT..

Sekaligus beliau selaku dosen pembimbing Tugas Akhir penulis yang sudah meluangkan waktunya untuk senantiasa membantu dan membimbing penelitian laporan dari awal penelitian

Before you can start the MongoDB service, you need to create a data directory for MongoDB to store its files in.. By default, MongoDB stores the data in the