• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KENAIKAN PANGKAT/JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU PADA KUA DALAM WILAYAH KERJA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KOTA PALEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KENAIKAN PANGKAT/JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU PADA KUA DALAM WILAYAH KERJA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KOTA PALEMBANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KENAIKAN

PANGKAT/JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU PADA KUA

DALAM WILAYAH KERJA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA

KOTA PALEMBANG

Ridwan

Balai Diklat Keagamaan Palembang h.ridwanponorogo@gmail.com

Diterima: 27 Agustus | Disetujui: 24 Oktober | Dipublikasikan: 31 Desember

Abstrak

Penghulu adalah orang yang sangat bertanggung jawab tentang nikah dan rujuk. Oleh karena itu seorang penghulu harus memiliki kompetensi sesuai dengan profesi yang dimilikinya sehingga mereka akan bekerja secara profesional. Agar penghulu dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik maka pemerintah mengeluarkan aturan yakni Permenpan RB No 62 tahun 2005 tentang Penghulu dan Angka Kreditnya. Berdasarkan peraturan tersebut pemerintah memberikan peluang emas kepada pada penghulu untuk bisa naik pangkat/jabatan lebih cepat tidak mesti menunggu 4 Tahun seperti kenaikan reguler. Namun peluang tersebut ternyata disia-siakan oleh para penghulu. Hal ini terjadi pada para penghulu di KUA Kecamatan dalam Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang dari 54 Penghulu rata-rata naik pangkat/jabatan di atas 4 Tahun. Untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kenaikan pangkat/jabatan penghulu tersebut, maka penelitian akan menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, karena akan mengungkap tentang gejala, proses dan makna terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan pangkat/jabatan penghulu. Adapun temuan penelitian ini sebagai berikut; 1. Faktor internal yang mempengaruhi usul kenaikan pangkat/jabatan penghulu adalah minat, motivasi, kebutuhan, pendidikan dan pengalaman. Dari Faktor faktor tersebut yang menjadi faktor pendukung adalah tingginya minat , motivasi, kebutuhan dan pengalaman yang dikonstruk menjadi pemahaman konsepsi diri yang baik dan benar. Sedangkan hal tersebut akan menjadi penghambat apabila tidak dimiliki dan tidak difahami secara tepat. 2. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi usul kenaikan pangkat/jabatan adalah Lingkungan sosial, Lingkungan Keluarga , Lingkungan Kerja dan Reward and panisment. Tingginya dukungan faktor faktor tersebut secara positif mempengaruhi semangat untuk mengurus usul naik pangkat/jabatan penghulu. Sementara terjadinya disorirentasi pada diri penghulu terhadap faktor-faktor eksternal tersebut membuat rendahnya semangat mengurus usul naik pangkat.

Kata Kunci : Penghulu dan Faktor intern dan ekstern kenaikan pangkat/Jabatan

Abstract

The pengulu is a person who is very responsible for marriage and reconciliation. Therefore, a leader must have competence in accordance with his profession so that they will work professionally. In order

(2)

regulation, the government provides a golden opportunity for upstreamers to be promoted / position faster, not having to wait 4 years like regular increases. However, this opportunity was actually being wasted by the rulers. This happened to the leaders in the KUA Sub-district within the Work Area of the Palembang City Ministry of Religion Office of the 54 Penghulu on average being promoted to over 4 years. To find out how the factors influence the promotion / position of the leader, the research will use a qualitative descriptive approach, because it will reveal about the symptoms, processes and meanings associated with the factors that affect the promotion / position of the headman. The findings of this study are as follows; 1. Internal factors that affect the proposed promotion / position of the head are interests, motivations, needs, education and experience. From these factors, the supporting factors arethe high interest, motivation, needs and experience which are constructed into a good and correct understanding of self-conceptions. Meanwhile, this will become an obstacle if it is not owned and not properly understood. 2. While the external factors that influence the promotion proposal / position are the social environment, family environment, work environment and rewards and panisments. The high level of support from these factors positively affects the enthusiasm to take care of proposals for promotion / position of the head. Meanwhile, the occurrence of being disoriented in the head of the head against these external factors has made him less enthusiastic about the proposal for promotion. Keyword : Pengulu and internal and external factors promotion / position

This work is licensed undera Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International Licens

(3)

PENDAHULUAN

Penghulu adalah orang yang sangat bertanggung jawab tentang nikah dan rujuk. Oleh karena itu seorang penghulu harus memiliki kompetensi sesuai dengan profesi yang dimilikinya sehingga mereka akan bekerja secara profesional. Agar penghulu dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik maka pemerintah mengeluarkan aturan yakni Permenpan RB No 62 tahun 2005 tentang Penghulu dan Angka Kreditnya

Disamping itu Penghulu dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang notabene sebagai pejabat fungsional harus berpedoman pada Peraturan Menteri Agama No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah. Pada dasarnya syari’at Islam tidak mewajibkan mengenai pencatatan terhadap sebuah akad pernikahan, namun dilihat dari manfaatnya pencatatan nikah pada era modern amat sangat diperlukan (Hasan 2006). Melalui pencatatan nikah pasangan pengantin dapat memproses berbagai administrasi yang berkenaan dengan rumah tangga, terutama sebagai alat bukti tertulis yang sah dalam pengadilan Agama (Susanto 2007).

Selain memberikan pelayan yang prima bagi masyarakat, penghulu sebagai Pegawai Negeri Sipil tentu memiliki jenjang karier yang telah ditentukan regulasinya oleh pemerintah. Oleh karena itu penghulu ketika melakukan tugasnya sebagai pelayan masyarakat harus mensinergikan antara tugas dan fungsi dengan penilaian angka kredit sebagai penghulu. Sehingga seorang penghulu akan dapat mudah dalam mengurus usul kenaikan pangkat/jabatan melalui jalur angka kredit. Dikarenakan beban tugas dan tanggungjawab yang diemban sangat banyak maka hampir semua para penghulu kurang bergairah untuk menyusun DUPAK sebagai syarat untuk naik pangkat/ jabatan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut juga dialami oleh para penghulu pada KUA dalam

dokumen yang didapatkan dari Koordinator Kepegawai Kantor kementerian Agama Kota Palembang bahwa sampai bulan Juni Tahun 2020 Penghulu berjumlah 54 orang. Adapun rincian jumlah penghulu di Kota Palembang disajikan pada Tabel 1. Sedangkan pada Tabel 2 disajikan data mengenai rata-rata kenaikan pangkat dan jabatan penghulu kota Palembang.

Tabel 1 jumlah penghulu yang ada di Kota Palembang sampai tahun 2020 No Nama Jabatan penghulu Jumlah Penghulu 1 Penghulu Pertama 27 2 Penghulu Muda 18 3 Penghulu Madya 9

Sumber: Seksi Bimas Islam Kementerian AgamaKota Palembang

Tabel 2 Rata-rata kenaikan pangkat dan jabatan penghulu kota Palembang No Pangkat/jabatan Rata-rata kenaikan pangkat/jabatan (tahun) 1 III/a ke III.b (Penghulu Pertama) 4.2 2 III.b ke III.c (Penghulu Pertama) 4.4 3 III.c ke III.d (Penghulu Muda) 4.3 4 III.d ke IV.a (Penghulu Muda) 4.2 5 IV.a ke IV.b (Penghulu Madya) - 6 IV.b ke IV.c (Penghulu Madya) -

(4)

Berdasarkan peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan RB) Nomor 62 Tahun 2005 pasal 25 ayat 1 dikatakan bahwa Penghulu Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang Ill/a, sampai dengan Penghulu Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diangkat dalam pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. Kemudian pasal 25 ayat 2 dikatakan bahwa Penghulu Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak diangkat dalam pangkatnya tidak dapat mengumpulkan paling kurang 20 (dua puluh) angka kredit dari kegiatan tugas pokok.

Berdasarkan peraturan Menpan dan RB tersebut jelas bahwa apabila seorang penghulu dalam jangka waktu yang telah ditentukan apabila tidak dapat mengumpulkan angka kredit akan dikenakan sanksi administratif berupa pencopotan jabatan fungsional kepenghuluan.

Tetapi kenyataan di lapangan masih banyak jabatan fungsional penghulu tidak dapat memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam peraturan Menpan dan RB. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 2, bahwa para Penghulu Pada KUA Dalam Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang masih banyak yang belum mengusulkan naik pangkatnya secara berkala yang mana idealnya kurang dari 4 Tahun. Hal ini tentu mengundang pertanyaan besar “mengapa hal tersebut terjadi?”. Oleh karena itu, perlu untuk mengungkap hal tersebut dan memahami secara mendalam mengenai problematika yang terjadi pada para penghulu khususnya di Kota Palembang.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan, maka dapat dirumusanan permasalahan sebagai berikut:

1 Bagaimana karakteristik faktor internal yang mempengaruhi kenaikan pangkat/jabatan fungsional penghulu Pada KUA Dalam Wilayah Kerja Kantor di Kementerian Agama Kota Palembang?

2 Bagaimana karakteristik faktor eksternal yang mempengaruhi kenaikan pangkat/ jabatan fungsional penghulu Pada KUA Dalam Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1 Karakteristik faktor internal yang

mempengaruhi kenaikan

pangkat/jabatan fungsional penghulu Pada KUA Dalam Wilayah Kerja Kantor Kantor Kementerian Agama Kota Palembang

2 Karakteristik faktor eksternal yang mempengaruhi kenaikan pangkat/ jabatan fungsional penghulu Pada KUA Dalam Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian yang disusun guna memperoleh informasi mengenai suatu gejala (Furchan, 2004). Lebih lanjut Nazir (2003) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif bertujuan mempelajari permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, baik berkaitan dengan tata cara yang berlaku dalam kehidupan masyarakat maupun tentang kegiatan, pandangan dan proses yang berlangsung dari suatu fenomena.

Sedangkan pendekatan kualitatif menurut Bogdan dan Taylor merupakan prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa data non numerik seperti hasil wawancara dari narasumber atau amatan terhadap perilaku atau kegiatan berdasarkan suatu fenomena (Moleong, 2007). Disisi lain Arikunto (2010) menambahkan bahwa pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan

(5)

dengan suatu gejala secara apa adanya (natural).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat difahami bahwa jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan suatu gejala baik itu berkaitan dengan tata cara, kegiatan, proses maupun pandangan/ pemikiran yang muncul ditengah masyarakat berdasarkan data non numerik. Oleh karena itu, pada penelitian ini bermaksud untuk mengungkap dan mendeskripsikan mengenai faktor-faktor penghambat kenaikan pangkat/ Jabatan Penghulu Kementerian Agama Kota Palembang. 1. Populasi dan Sampel

Pada penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi dan sampel, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial (social situation) tertentu, sehingga lebih cocok disebut sumber data (Komariah & Satori, 2011), selain itu hasil kajiannya tidak dapat diberlakukan untuk generalisasi, tetapi dapat ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Spradley (dalam Sugiyono, 2013) mengungkapkan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Selain itu, sampel juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung.

Informan/ narasumber sebagai sumber

Kecamatan Kantor Kementerian Agama Kota Palembang yang merupakan informan utama. Sebagai triangulasi, peneliti memanfaatkan Kepala Seksi Urusan Agama Islam, Kasubag TU, Koordinator Tata Usaha Kepegawaian, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Palembang. Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kebutuhan pragmatis (Muhadjir, 1996). Guna mengetahui faktor penghambat kenaikan pangkat/ jabatan fungsional penghulu di Kementerian Agama Kota Palembang, maka informan dipilih berdasarkan beberapa kriteria yaitu diantaranya berdasarkan jenjang jabatan fungsional, pendidikan terakhir, dan usia, selain kriteria lain yang menjadi pertimbangan adalah kemampuan menggunakan komputer/ laptop, pemahaman mengenai aturan yang berkaitan dengan kenaikan jabatan fungsional, pengalaman dalam menikahkan atau tugas penghulu lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditentukan jumlah informan utama pada penelitian ini adalah sebanyak 18 orang, yaitu terdiri dari 9 orang penghulu pertama, 6 orang penghulu muda, dan 3 orang penghulu madya.

2. Teknik pengumpulan data

Agar dapat menghasilkan data yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dalam suatu penelitian, maka diperlukan teknik pengumpulan data sehingga data dapat dikumpulkan secara sistematis dengan teknik yang tepat. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. a. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data penelitian dengan cara dialog yang dilakukan oleh pewawancara guna memperoleh informasi dari informan (Arikunto, 2010). Senada dengan itu, (Ratna, 2010) menjelaskan bahwa teknik wawancara merupakan cara untuk memperoleh data dengan berhadapan langsung untuk berdialog,

(6)

Berdasarkan penjelasan ahli, dapat

disimpulkan bahwa wawancara

merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan cara berdialog dengan informan/ nara sumber.

Pada penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (in-depth

interview) dengan teknik wawancara

bebas terpimpin yang dimana pewawancara menggunakan pedoman wawancara (interview guide) berupa daftar pertanyaan, namun tidak mengikat (permanen). Artinya susunan pertanyaan maupun susunan kata-kata pada setiap pertanyaan dapat diubah sesuai kebutuhan dan kondisi saat proses wawanacara berlangsung. Penggunaan teknik wawancara dapat memudahkan peneliti mengetahui perasaan, persepsi, dan pengetahuan interiviewee (subjek wawancara) secara intensif (Fauzan & Ghoni, 2012). Oleh karena itu, penggunaan teknik wawancara pada penelitian ini ditujukanuntuk mengumpulkan data kualitatif mengenai faktor internal dan faktor eksternal yang menjadi hambatan bagi penghulu dalam mengurus usul kenaikan jabatan fungsional penghulu dan motif tindakan yang menyebabkan tidak dilaksanakannya proses usul kenaikan jabatan fungsional penghulu, serta dasar filosofis atas segala prilaku yang terjadi pada penghulu ssehingga cenderung tidak bersemangat dalam mengurus kenaikan jabatan tersebut. Selain itu, wawancara dilakukan juga kepada keluarga penghulu, rekan kerja dan lingkungan kerja, serta atasan penghulu. Hal ini untuk memperoleh data tentang faktor eksternal yang turut meyebabkan terhambatnya usul kenaikan jabatan fungsional penghulu.

b. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung (Sukmadinata, 2011). Pada penelitian ini observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas para penghulu dalam melaksanakan tugasnya. Aktivitas tersebut berupa pencatatan pernikahan/rujuk, pengawasan

pernikahan/rujuk, pembinaan keluarga sakinah dan penyuluhan kepada masyarakat di bidang keagamaan Islam. Dalam observasi ini,peneliti terlibat langsung dalam aktivitas tersebut sebagai pengamat. Jenis observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi partisipasi (participant observation), yaitu peneliti mengamati langsung kegiatan subjek dan turut terlibat dalam kegiatan (Fauzan & Ghoni, 2012).

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data melalui penelusuran catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun perorangan (Hamidi, 2004). Sedangkan menurut (Sugiyono, 2013) dokumentasi dapat berupa tulisan, gambar atau karya monumental seseorang. Arikunto (2010) lebih rinci menjelaskan bahwa dokumentasi dapat berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.

Pada penelitian ini, teknik dokumentasi digunakan untuk menelusuri informasi yang berkaitan dengan identitas penghulu, latar belakang pendidikan, riwayat kepangkatan dan jabatan, uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing penghulu, peraturan pemerintah atau peraturan menteri dan peraturan Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, bukti kinerja penghulu, serta beberapa artikel dan buku yang ada hubungannya dengan kepenghuluan, pernikahan dan keluarga sakinah.

3. Teknis analisis data

Analisis data pada penelitian kualitatif sesungguhnya telah dimulai sejak berada di lokasi penelitian, dimana setiap data yang didapat selanjutnya dikontraskan dengan data lain, kemudian dikonfirmasi dengan hasil wawancara dan observasi. Namun analisis secara holistik dan mendalam dilakukan setelah selesai dari lapangan. Prosedur analisis data kualitatif merujuk pada prosedur yang dikemukakan oleh (Miles, Huberman, & Saldana, 2014) dan Bungin (2003), yaitu:

(7)

Kondensasi data merupakan proses penyederhanaan dan tranformasi data awal yang dikumpulkan dari catatan-catatan di lokasi penelitian. Kegiatan ini sejatinya dilakukan sejak proses pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, pengkodean, menulis memo, dan sebagainya guna menangkap informasi penting yang relevan dan menyisihkan informasi/ data yang tidak relevan.

b. Penyajian data (data display)

Penyajian data merupakan

pengorganisiran dan penyatuan informasi,

sehingga mempermudah dalam

memahami, menyimpulkan dan membuat kebijakan berdasarkan data yang dikumpulkan. Penyajian data kualitatif cenderung disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Akan tetapi juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel, dll.

c. Penarikan kesimpulan (conclusions

drawing)

Setelah kondensasi data dan penyajian data, maka tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan yang diawali dengan verifikasi data. Pada tahap ini verifikasi data sangat diperlukan sebelum penarikan kesimpulan. Verifikasi data dapat dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi data dapat dilakukan dengan cara membandingkan data hasil perolehan dilapangan dengan beberapa sumber lain seperti hasil penelitian terdahulu dan pendapat ahli, proses tersebut dikenal dengan sebutan triangulasi sumber. Selain itu, bisa juga dengan teknik triangulasi, dengan cara membandingkan infromasi yang diperoleh dari alat pengumpulan data satu dengan lainnya, seperti wawancara dengan observasi kemudian dokumen atau sebaliknya.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN Dalam temuan dan pembahasan dapat digabungkan pada pembahasan (Bambang Dwiloka & Rati ratna, 2012) Penelitian ini akan dibicarakan tentang faktor internal dan eksternal yang paling berpengaruh terhadap kanaikan pangkat/jabatan atau

wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang.

1. Konsepsi diri dan kesadaran kritis sebagai faktor pendukung utama dalam mengurus pangkat/jabatan di kalangan penghulu.

Konsep diri yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah cara pandang seorang penghulu tentang hakekat dirinya terhadap realitas kehidupan . Dalam memahami konsep diri ini, seorang penghulu harus menyadari hakekat dirinya terhubung dengan unsur-unsur lain yang memiliki kepentingan terhadap dirinya. Selain itu konsep diri juga memiliki hubungan dengan kondisi internal dirinya sendiri maupun faktor eksternal yang melingkupinya. Artinya konsep diri penghulu terkait dengan faktor internal seperti minat, motivasi, kebutuhan, pendidikan dan pengalaman. Sedangkan faktor eksternalnya yang turut mempengaruhi tentang konsep diri Lingkungan sosial, Lingkungan Keluarga , Lingkungan Kerja dan Reward and panisment.

Pemahaman terhadap konsepsi diri yang baik akan melahirkan kesadaran kritis dan kesadaran kritis akan melahirkan perubahan. Kenaikan pangkat bagi penghulu pada dasarnya merupakan tindakan perubahan yang mengarah pada peningkatan kualitas hidup. Kualitas yang dimaksud bisa berupa kwalitas ekonomi, status sosial, bahkan kenaikan jabatan. Semakin baik konsepsi diri yang miliki maka seorang penghulu semakin tinggi kesadaran kritisnya, semakin tinggi kesadaran kritis yang dimiliki maka semakin tinggi pula semangat untuk melakukan perubahan. Dan semakin tinggi semangat melakukan perubahan maka lazimnya semakin tinggi pula semangat mengurus kenaikan pangkat profesi.

Disisi yang lain dapat dikonsepsikan bahwa semakin rendah konsepsi diri yang dimiliki maka semakin rendah pula kesadaran kritisnya. Rendah kesadaran kritis ini menyebabkan rendahnya semangant untuk melakukan perubahan,

(8)

keinginan untuk mengurus usul naik pangkat.

2. Dis orientasi legal formal sebagai faktor penghambat usul kenaikan Pangkat.

a. Pengurusan pangkat/jabatan penghulu terkesan kompleks Berdasarkan Permenpan/62/2005 Tentang Penghulu dan Angka Kreditnya dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Kepala BKN No. 20 Tahun 2005 dan No. 14a Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya bahwa sesungguhnya pemerintah membuat regulasi aturan tentang penilaian angka kredit sebagai bahan pengusulan kenaikan pangkat agar supaya para penghulu menempuh proses kenaikan pangkat secara sistematis dan kredible. Kenaikan pangkat/jabatan penghulu dapat diperoleh apabila penghulu memahami benar setiap butir kegiatan dalam DUPAK. Kejadian bisa saja terjadi jika yang bersangkutan salah menafsirkan butir kegiatan sehingga menjadi salah pula dalam memberikan bukti fisik. Dengan demikian penghulu tersebut seharusnya bisa naik pangkat/jabatan, namun tidak bisa karena jumlah angka kredit yang dipersyaratkan belum memenuhi. Maka ia sangat berharap kepada pemerintah hendaknya setiap penghulu yang akan mengusulkan naik pangkat/jabatan disiapkan seorang pegawai untuk mendampingi dalam pengurusan Dupak sehingga akan meminimalisir kesalahan yang akan terjadi.

Tetapi ternyata para penghulu salah dalam memahami aturan tersebut sehingga terkesan bahwa aturan tersebut menyusahkan para penghulu, tetapi justru sesungguhnya penghulu diuntungkan dengan kenaikan pangkat/jabatan melalui jalur angka kredit karena para penghulu yang naik pangkat/jabatan tidak mesti harus menunggu 4 tahun sekali tetapi bisa naik pangkat dua atau tiga tahun sekali. Disamping itu pemerintah secara tidak langsung memberikan

peluang emas kepada para penghulu karena dengan adanya naik pangkat/jabatan secara otomatis akan meningkatkan penghasilan. Namun sayang ternyata para penghulu pada Kantor Urusan Agama (KUA) dalam wilayah kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang kurang merespon kebijakan tersebut sehingga engggan untuk mengusul kenaikan pangkat/jabatan melalui jalur angka kredit.

Melalui penelitian ini ditemukan bahwa para penghulu pada umumnya lebih nyaman dengan kenaikan pangkat secara reguler dibanding dengan melalui jalur angka kredit yang harus bersusah payah untuk mengurus Dupak dan bukti fisiknya.

b. Kenaikan pangkat tidak memberikan pengaruh langsung pada jabatan yang lebih tinggi Pada prinsipnya semua penghulu

sangat berharap karier

pangkat/jabatanya selalu meningkat sesuai dengan jenjangnya. Maka untuk mewujudkan hal tersebut seorang penghulu harus memehami tugas dan fungsinya selaku penghulu karena hal ini akan berpengaruh dengan pengurusan angka kredit penghulu sebagai syarat untuk mengusulkan kenaikan pangkat/jabatannya. Namun kenyataanya para penghulu pada KUA dalam Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang. mereka kurang bergairah dalam mengurus kenaikan pangkat/jabatan karena ia beranggapan bahwa penghulu yang rajin mengurus pangkat/jabatan sesuai dengan periode dan pangkat golongan sudah memadai belum diberikan reward (promosi untuk menduduki jabatan tertentu). Begitu juga sebaliknya penghulu yang terlambat mengurus usul kenaikan pangkat/jabatan ternyata juga tidak ada panisment (sanksi). Dengan demikian inilah yang menjadi faktor yang mempengaruhi para penghulu mereka

enggan untuk mengusulkan

(9)

c. Ada kecenderungan melakukan setelah ada sanksi

Berdasarkan hasil penelitian dapat difahami bahwa hampir semua penghulu pada KUA dalam wilayah kerja Kantor Kementerian Agama Kota Palembang kurang bergairah untuk mengurus kenaikan pangkat/jabatan penghulu sehingga terjadi keterlambatan mengusulkan dupak yang mengakibatkan terjadi lambatnya dalam naik pangkat/jabatan. Pada hal

mereka mengetahui bahwa

berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan RB) Nomor 62 Tahun 2005 pasal 25 ayat 1 dan 2 tentang sanksi pencopotan dari jabatan sebagai penghulu apabila selama 5 (lima) Tahun tidak memenuhi angka kredit yang ditentukan. Dengan adanya peraturan tersebut, semestinya ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk segera mengurus Dupak. Tetapi ini justru sebaliknya bahwa mereka tidak segera untuk mengurus Dupak dan mengusulkan kenaikan pangkat/jabatan karena mereka beranggapan bahwa sanksi yang terdapat dalam aturan tersebut sampai saat ini belum pernah diterapkan kepada para penghulu yang lambat naik pangkat/jabatan.

PENUTUP 1. Simpulan

Dari uraian hasil dan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:

1 Faktor internal yang

mempengaruhi usul kenaikan pangkat/jabatan penghulu adalah minat, motivasi, kebutuhan, pendidikan dan pengalaman. Dari Faktor faktor tersebut yang menjadi faktor pendukung adalah tingginya minat , motivasi, kebuthan dan pengalaman yang dikonstruk menjadi pemahaman konsepsi diri yang baik dan benar. Sedangkan hal tersebut akan

dimiliki dan tidak difahami secara tepat.

2 Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi usul kenaikan

pangkat/jabatan adalah

Lingkungan sosial, Lingkungan Keluarga , Lingkungan Kerja dan Reward and panisment. Tingginya dukungan faktor faktor tersebut secara positif mempengaruhi semangat untuk mengurus usul naik pangkat/jabatan penghulu. Sementara terjadinya disorirentasi pada diri penghulu terhadap faktor-faktor eksternal tersebut membuat rendahnya semangat mengurus usul naik pangkat. 2.

Rekomendasi

Berdasarkan temuan di atas maka direkomendasi bahwa dalam rangka mengantasi dan meminimalisir faktor yang mempengaruhi kenaikan pangkat/jabatan penghulu pada KUA Kecamatan dalam Wilayah Keraj Kantor Kementerian Agama Kota Palembang, diperlukan Bimtek, DDWK dan Bimbingan yang terkait dengan Penghulu dan angka kreditnya.

(10)

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Bambang Dwiloka &Rati Riana (2012) Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Fauzan, A., & Ghoni, M. D. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasan, M.A. 2006. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. 2 ed. Jakarta: Siraja. Hamidi. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga / 2001.” t.t. Diakses 10 Juni 2020. dari https://perpustakaan.bapeten.go.id/opac//index.php?p=show_detail&id=5667. Komariah, A., & Satori, D. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Moleong, L. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya. Muhadjir, N. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis, a Methods Sourcebook (3rd ed.). USA: Sage Publications.

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Ratna, N. K. (2010). Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Susanto, H. 2007. Nikah Sirri Apa Untungnya? Jakarta: Visimedia.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 - hukumonline.com.” t.t. Diakses 9 Juni 2020. dari

https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt508e1b71a3c67/node/lt4f87e6fff3df e/undang-undang-nomor-22-tahun-1946.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/62 /M.Pan/6/2005 Tentang Jabatan Fungsional Penghulu Dan Angka Kreditnya

Gambar

Tabel  1  jumlah  penghulu  yang  ada  di  Kota Palembang sampai tahun 2020  No  Nama  Jabatan  penghulu  Jumlah  Penghulu  1  Penghulu  Pertama  27  2  Penghulu Muda  18  3  Penghulu  Madya  9

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Dari perhitungan beban kerja fisik yaitu 25,41% pada membuat pola, memotong kain 23,50%, menjahit 25,57%, menyetrika 21,73%, dan finishing 24,19% yang berarti pada

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang