• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Abidin (2007: 16) Lebih jelas Graham (2005: 114) mengemukakan bahwa :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Abidin (2007: 16) Lebih jelas Graham (2005: 114) mengemukakan bahwa :"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

13 A. Eksistensi Industri

1. Pengertian Eksistensi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002: 357) Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Abidin (2007: 16) mengemukakan bahwa :

“Eksistensi adalah proses yang dinamis, suatu „menjadi‟ atau „mengada‟. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni existere yang artinya keluar dari, „melampaui‟ atau „mengatasi‟. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.

Lebih jelas Graham (2005: 114) mengemukakan bahwa :

“Eksistensi merupakan istilah yang diturunkan dari kosakata Latin existere yang berarti lebih menonjol daripada (stand out), muncul, atau menjadi. Eksistensi dngan demikian berarti kemunculan, sebuah proses menjadi ada, atau menjadi, daripada berarti kondisi mengada (state of being)”. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa eksistensi adalah proses atau gerak untuk menjadi ada kemudian melakukan suatu hal untuk tetap menjadi ada.

Dalam bidang ekonomi khususnya industri, eksistensi dapat didefinisikan sebagai aktifitas industri yang dimaksudkan pada suatu keadaan di mana perkembangannya yang relatif tetap. Adapun yang dimaksud penulis dengan eksistensi disini adalah eksistensi industri rumah tangga (home industry) gula merah yang ada di Kecamatan Bojong Kabupaten Purwakarta.

(2)

Eksistensi industri itu sendiri memiliki beberapa indikator atau faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor-faktor produksi meliputi bahan baku, tenaga kerja dan modal, faktor distribusi meliputi lokasi dan aksesibilitas, faktor permintaan dan penawaran, faktor pemasaran dan faktor kebijakan pemerintah. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi Industri

a. Faktor produksi

Mubyarto (1989: 68) mengemukakan bahwa “Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja”. Berdasarkan pengertian di atas, maka yang menjadi faktor-faktor produksi dalam industri gula merah ini yaitu bahan baku, modal dan tenaga kerja.

b. Faktor aksesibilitas

Selain faktor produksi, faktor aksesibilitas juga akan mempengaruhi suatu industri hal ini dapat dilihat dari lokasi industrinya apakah dapat dijangkau dengan mudah oleh konsumen atau pasar. Tamim (dalam Herliani, 2003: 27) menyatakan bahwa yang menjadi ukuran dalam aksesibilitas adalah: “Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak, apabila suatu tempat berdekatan dengan tempt lainnya, dikatakan bahwa aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya apabila kedua tempat tersebut berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah.

Namun, meskipun jarak berjauhan apabila sistem transportasi anatara kedua tempat tersebut baik dan untuk itu waktu tempuh bisa lebih singkat, maka waktu tempuh tersebut menjadi ukuran yang lebih baik dan sering digunakan untuk aksesibilitas.”

(3)

c. Faktor permintaan dan penawaran

Rahardja (2008: 24) menyatakan bahwa “Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran”. Mekanisme pasar ini jelas mempengaruhi eksistensi suatu industri karena dengan adanya permintaan, kegiataan produksi akan terus berlangsung. Hal ini juga ditunjang oleh penawaran yang menarik minat konsumen. Lebih jelas Mubyarto (1989: 141) mengemukakan bahwa :

“Sesuatu barang mempunyai permintaan karena barang yang bersangkutan berguna, sedangkan barang tersebut mempunyai penawaran karena jumlahnya terbatas”.

d. Faktor pemasaran

Pemasaran dalam industri berperan untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi. Perolehan laba yang tinggi dapat membuat produsen melakukan produksi terus menerus sehingga eksistensi suatu industri dapat terjaga. Kotler (2002: 9) mengemukakan bahwa :

“Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

e. Kebijakan Pemerintah

Mubyarto (1989: 243) mengemukakan bahwa “Salah satu kekuatan yang berpengaruh pada bekerjanya gaya-gaya ekonomi adalah pemerintah. Tidak ada satu negara pun pada saat ini di mana pemerintah tidak memainkan peranan dalam perekonomian”. Berdasarkan pada penjelasan tersebut maka peran pemerintah dalam industri gula merah yaitu kemudahan untuk memperoleh izin usaha. Kemudahan memperoleh izin usaha tersebut akan

(4)

berdampak pada kemudahan para pengusaha untuk mempatenkan usaha mereka dan memperlancar usaha promosi ke daerah lain.

B. Konsep Industri 1. Pengertian Industri

Istilah industri sering diidentikan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Menurut Abdurachmat (1998: 27) mengemukakan bahwa “industri diambil dari Bahasa Latin Industria yang secara sederhana dapat diartikan sebagai buruh atau penggunaan tenaga kerja yang terus menerus. Dalam bahasa Inggris masih digunakan kata sifat Industrious yang artinya kerja keras atau rajin”.

Sedangkan menurut Sumaatmadja (1988: 179) industri mengandung dua pengertian yaitu dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit, “dalam arti yang luas industri adalah segala kegiatan manusia memanfaatkan sumber daya alam sedangkan dalam arti yang sempit industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi”.

Menurut Undang-undang RI No.5 Tahun 1984 tentang perindustrian mengemukakan bahwa “industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan bahan jadi menjadi barang yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan”. Sedangkan Menurut Maryani (1998: 27) adalah :

(5)

“Bahwa industri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang sangat penting karena sebagian besar kebutuhan manusia mulai dari makanan, minuman, pakaian, sampai alat-alat rumah tangga dihasilkan oleh industri. Selain menghasilkan berbagai keperluan hidup, juga merupakan sumber nafkah bagi sebagaian penduduk di dunia”.

Menurut Ridwan (2007: 45) mengemukakan bahwa “industri sebagai tempat produksi yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau bahan siap pakai untuk memenuhi kebutuhan manusia”. Sementara itu dari sudut pandang geografi Sumaatmadja (dalam studi geografi suatu pendekatan dan analisa keruangan 1988: 179) mengemukakan :

“Industri sebagai suatu sistem, merupakan perpaduan subsistem fisis dengan subsistem manusia. Subsistem fisis yang mengandung pertumbuhan dan perkembangan industri yaitu komponen-komponen lahan, bahan mentah atau bahan baku, sumber daya energi, iklim dengan segala macam proses alamiahnya. Sedangkan subsistem manusia yang mempengaruhi prtumbuhan dan perkembangan industri meliputi komponen-komponen tenaga kerja, kemampuan teknologi, tradisi, keadaan politik, keadaan pemerintah, transportasi dan komunikasi, konsumen dan pasar, dan lain sebagainya. Perpaduan semua komponen itulah yang mendukung mundur majunya suatu industri. Relasi, asosiasi dan interaksi komponen-komponen tadi dalam suatu ruang, merupakan bidang pengkajian geografi”.

Berdasarkan semua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya industri merupakan bagian dari proses produksi yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, sehingga menjadi barang yang memiliki kegunaan dan nilai tambah untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia.

2. Klasifikasi Industri

Macam industri berbeda-beda untuk tiap daerah atau negara, tergantung pada sumber daya yang tersedia, tingkat teknologi, serta perkembangan daerah atau negara tersebut. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang dikutip

(6)

oleh Abdurachmat (1998: 30), di Indonesia macam dan kegiatan industri dikelompokan kedalam 4 golongan, yaitu:

a. Kelompok I : Aneka Industri dan Kerajinan, terdiri atas: 1) Industri makanan dan minuman

2) Industri kerajianan logam: mas, perak, tembaga, dan lain-lain. 3) Industri kerajiann bukan logam: anyaman, kulit, dan lain-lain. b. Kelompok II : Industri Logam dan Elektronika, terdiri atas:

1) Industri logam besi/baja (termasuk industri kawat baja dll) dan industri non-fero (timah, kabel dll)

2) Industri mesin kendaraan, mesin-mesin, industri kapal, dan lain-lain. 3) Industri elektronika: radio, TV, dan alat-alat listrik lainnya.

c. Kelompok III: Industri Kimia, termasuk kedalamnya: Industri pupuk, industri ban, industri gelas, industri garam, industri gas, dan lain-lain.

d. Kelompok IV : Industri Sedang dan Tekstil, terdiri atas: 1) Industri serat sintesis (rayon)

2) Industri pemintalan dan penenunan. 3) Industri perajutan.

4) Industri pakaian jadi

Berdasarkan kutipan tersebut industri gula merah yang ada di Kecamatan Bojong termasuk ke dalam jenis industri kelompok I, yaitu industri kerajinan bukan logam.

Selain pengelompokan industri seperti di atas, industri dapat pula dikelompokan beradasarkan sifat bahan mentah dan sifat produksinya sesuai dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian No. 19/M/I/1986 seperti di bawah ini:

a. Industri primer, adalah industri yang pada umumnya lebih berorientasi kepada bahan mentah dan ditempatkan di daerah sumber bahan mentah. b. Industri sekunder, adalah industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil

industri lain, bahan bakunya adalah barang jadi atau barang setengah jadi yang telah diproduksi oleh industri lain.

Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa industri gula merah di Kecamatan Bojong termasuk ke dalam jenis industri primer, karena

(7)

bahan mentah yang didapatkan untuk proses produksinya didapatkan dari daerah asal produksi.

3. Industri Kecil

Industri kecil menurut Saleh (1986: 4) adalah “unit usaha industri yang memperkerjakan antara 5 sampai dengan 19 orang tenaga kerja”. Sedangkan menurut Abdurrachmat dan Maryani (1998: 31) industri kecil adalah “Industri-industri yang berukuran kecil, baik dilihat dari segi modalnya, kegiatannya, pengorganisasian produksinya, maupun jumlah tenaga dan teknologinya, adapun yang termasuk industri kecil ialah industri rumah tangga dan kerajinan”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa industri kecil merupakan industri yang berukuran kecil baik dari segi modal, kegiatan, pengorganisasian, produksi, maupun tenaga kerja dan teknologi.

Menurut Saleh (1986: 50) industri kecil di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:

a. Industri lokal

Kelompok industri kecil yang menggantungkan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas serta relatif tersebar dari segi lokasinya, skala usaha kelompok ini umumnya sangat kecil dan mencerminkan suatu pola pengusahaan yang bersifat subsistem, dalam hal itu target pemasarannya yang sangat terbatas telah menyebabkan kelompok ini pada umumnya hanya menggunakan sarana transportasi yang sederhana, adapun karena pemasaran hasil produksinya ditangani sendiri, maka pada kelompok industri lokal ini jasa pedagang perantara boleh dikatakan kurang menonjol.

b. Industri sentra

Kelompok industri dari segi usahanya mempunyai skala yang sangat kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokkan kawasan produksi yang terdiri dari kelompok unit usaha yang menghasilkan barang sejenis ditinjau dari segi target pemasarannya umumnya menjangkau pasar yang lebih luas daripada kategori pertama, sehingga peranan pedagang perantra atau pedagang pengumpul menjadi cukup menonjol.

(8)

c. Industri mandiri

Kelompok industri yang masih mempunyai sifat industri kecil, namun telah berkemampuan mengadaptasi teknologi produksi yang cukup canggih. Kelompok ini relatif tidak tergantung pada peranan pedagang perantara, pada dasarnya kelompok industri mandiri ini tidak sepenuhnya dapet dikategorikan sebagai bagian dari industri kecil, mengingat kemampuannya yang tinggi dalam mengakomodasi beragam aspek modernitas, hanya atas dasar skala penyerapan tenaga kerja maka kelompok ini termasuk kedalam kategori industri kecil.

Berdasarkan kutipan tersebut, industri yang dimaksud penulis dalam konteks ini yaitu industri gula merah termasuk ke dalam industri lokal karena industri gula merah yang terdapat di Kecamatan Bojong merupakan suatu industri yang pemasarannya masih terbatas di dalam kecamatan atau masih dalam lingkup satu kabupaten saja.

Sedangkan menurut Raharjo (1986: 169) industri kecil dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Industri rumah tangga di pedesaan yang umumnya hanya merupakan pekerjaan sambilan.

b. Industri yang sudah memakai pekerjaan upahan, tetapi umumnya belum memakai mesin dengan jumlah buruh kurang dari 50 orang.

c. Industri pabrik yang sudah memakai mesi dan pekerjanya lebih dari 50 orang. Berdasarkan kutipan di atas maka industri gula merah yang ada di Kecamatan Bojong termasuk ke dalam industri rumah tangga di pedesaan, karena pengrajin gula merah tersebut memiliki pekerjaan pokok sehingga pekerjaan dalam membuat gula merah merupakan pekerjaan sambilan.

Industri kecil mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan nasional, karena industri kecil memberikan berbagai manfaat yang cukup berarti bagi perekonomian, manfaat yang diperoleh dari keberadaan industri kecil diantaranya adalah manfaat sosial (Social Benefits) seperti dikemukakan oleh Saleh (1986: 5) yaitu:

(9)

a. Industri kecil dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan relatif murah.

b. Industri kecil turut mengambil peranan dalam peningkatan dan mobilitas tabungan domestik ini dimungkin oleh kenyataan bahwa industri cenderung memperoleh modal dari tabungan si pengusaha sendiri atau dari tabungan keluarga atau kerabatnya.

c. Industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang, karena industri kecil menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana yang biasanya tidak dihasilkan industri besar dan sedang.

4. Lokasi Industri

Pada studi geografi, lokasi merupakan variabel yang dapat mengungkapkan tentang berbagai gejala yang kita pelajari. Pengertian lokasi menurut Sumaatmadja (1988: 118), sebagai berikut :

“Lokasi adalah suatu tempat atau daerah yang diabstrasikan sebagai suatu ruang, lokasi memberikan penjelasan lebih lanjut tentang tempat atau daerah yang bersangkutan. Pada studi geografi lokasi adalah berbagai hal gejala tentang gejala yang kita pelajari”.

Lebih lanjut Weber (Tarigan, 2005:141) menyebutkan bahwa “ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomeran atau deaglomerasi”. Penempatan lokasi mempunyai peranan yang sangat penting sebab akan mempengaruhi perkembangan dan kontinuitas proses dan kegiatan industri itu sendiri. Semakin strategis lokasi industri maka secara otomatis akan mempengaruhi semua kegiatan industri.

Djamari (1975: 53) membagi pemilihan lokasi menjadi empat golongan, yaitu :

a. Industri yang berorientasi kepada bahan mentah (Raw materials oriented manufactures) industri-industri yang menbutuhkan bahan mentah dalam jumlah besar, segar dan mengalami susut banyak dalam proses pengolahannya, termasuk di dalamnya industri-industri yang mengolah hasil-hasil pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan.

(10)

b. Industri yang berorientasi kepada pasaran (Market oriented manufactures) industri-industri perakitan, pakaian, kerajinan dan lainnya.

c. Industri yang berorientasi kepada tenaga kerja (Labour oriented manufactures): terutama industri-industri yang memerlukan Skilled labour dengan kemampuan khusus seperti industri permata, industri kacamata, pakaian, makanan, kerajinan dan lainnya.

d. Industri yang berorientasi kepada sumber tenaga/energi (Power oriented manufactures) : terutama industri-industri yang banyak memerlukan energi (Bahan bakar) misalnya industri peleburan bijih, industri besi baja, pabrik alumunium dan lain sebagainya.

5. Teori Lokasi

Emilia (2006: 16) mengemukakan bahwa “Teori Lokasi adalah suatu ilmu yang mengkhususkan analisanya pada penggunaan konsep space dalam analisa sosial-ekonomi. Teori lokasi seringkali dikatakan sebagai pondasi dan bagian yang tidak terpisahkan dalam analisa ekonomi regional”. Di antara teori-teori tersebut ialah: Teori Susut dan Ongkos Transport dan Teori Weber.

a. Teori Susut dan Ongkos Transport

Anonymous (2010) mengemukakan bahwa :

“Teori susut dan ongkos transport didasarkan pada hubungan antara faktor susut dalam proses pengangkutan dan ongkos transport yang harus dikeluarkan, yaitu dengan cara mengkaji kemungkinan penempatan industri di tempat yang paling menguntungkan secara ekonomi. Suatu lokasi dinyatakan menguntungkan apabila memiliki nilai susut dalam proses pengangkutan yang paling rendah dan biaya transport yang paling murah”.

Lebih jelas Abdurachmat dan Maryani (1998: 49) menggambarkan empat contoh (kasus) suatu pabrik yang mengolah bahan mentah (R) yang berasal dari suatu daerah sumber bahan mentah (SR), menjadi satu macam barang jadi (P), yang kemudian dijual disuatu daerah pasaran (MP) yang letaknya berbeda dengan daerah sumber bahan mentah. Pada contoh itu hanya dua variabel yang digambarkan, yaitu susut dan ongkos transport, faktor-faktor dianggap sama.

(11)

Tabel 2.1

Rasio Susut dan Ongkos Transport dalam Empat Kasus Kasus (hipotetik) Rasio

Susut

Ongkos Transport Jika pabriknya ditempatkan

di daerah bahan mentah

Jika pabriknya ditempatkan di daerah pasaran A. 1000 ton R diolah menjadi 1000 ton P

0% 1000 ton P harus diangkut ke MP dengan ongkos Rp. 100/ton. Jumlah ongkos transport Rp. 100.000 1000 ton P harus diangkut dari SR ke MP dengan ongkos Rp. 50/ton. Jumlah ongkos transport Rp. 50.000 B. 1000 ton R diolah menjadi 600 ton P

40% 600 ton P harus diangkut ke MP dengan ongkos Rp. 100/ton. Jumlah ongkos transport Rp. 60.000

Ongkos transport sama dengan kasus A. Rp. 50.000 C. 1000 ton R

diolah menjadi 400 ton P

60% 400 ton P harus diangkut ke MP dengan ongkos Rp. 100/ton. Jumlah ongkos transport Rp. 40.000

Ongkos transport sama dengan kasus A. Rp. 50.000 D. 1000 ton R

diolah menjadi 500 ton P

50% 500 ton P harus diangkut ke MP dengan ongkos Rp. 75/ton. Jumlah ongkos transport Rp. 37.000 1000 ton R harus diangkut dari SR ke MP dengan ongkos Rp. 40/ton. Ongkos transport Rp. 40.000 Sumber: Abdurachmat dan Maryani (1998: 49)

b. Teori Webber

Weber mengemukakan teorinya yang terkenal “Theory of the Location of Industries” (1990). Teori Weber dimulai dengan beberapa premise sebagai berikut:

1) Unit analisis tunggal, merupakan daerah yang terisolasi yang homogen, baik mengenai iklimnya, topografi dan penduduknya.

(12)

2) Beberapa sumber alam seperti air dan pasir, mudah diperoleh dimana saja, sedangkan sumber alam yang lain hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja, misalnya: batu bara dan bijih besi.

3) Ongkos transport adalah fungsi dari berat dan jarak, artinya makin bertambah sesuai dengan berat dan jaraknya.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa teori Weber merupakan teori pokok yang harus diperhatikan dan diperhitungkan dalam penempatan lokasi industri, karena dalam teori Weber tercantum hal-hal penting yang dapat dijadikan acuan perkembangan perindustrian.

Daljoeni (1992: 129) mengemukakan bahwa isi pokok teori Weber adalah lokasi-lokasi industri yang dipilihkan di tempat-tempat yang biayanya paling minimal, inilah prinsip dari least cost location untuk itu perlu diasumsikan enam pra kondisi sebagai berikut :

1) Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya.

2) Sumber daya atau bahan mentah lebih mahal dibanding dengan pengangkutan bahan mentah, lokasi industri harus dekat dengan pasar (Market oriented) 3) Upah buruh

4) Biaya transportasi yang tergantung dari bobot bahan mentah yang diangkut atau dipindahkan, serta jarak antara terdapatnya sumber daya (bahan mentah) dan lokasi pabrik. Karena jarak antara bahan mentah dan pasar dari lokasi industri sama. Namun, jika biaya pengangkutan bahan mentah lebih mahal dibanding dengan biaya pengangkutan ke pasar, lokasi industri harus dekat. 5) Terdapatnya kompetisi antar industri

6) Manusia itu berpikir rasional

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai teori lokasi maka industri gula merah yang ada di Kecamatan Bojong sebaiknya ditempatkan di daerah sumber bahan mentah. Hal ini dikarenakan nira aren yang menjadi bahan baku memiliki daya tahan yang rendah sebelum akhirnya berubah menjadi asam karena proses

(13)

fermentasi sehingga perlu penanganan yang cepat. Oleh karena itu dalam pengolahannya dilakukan di rumah masing-masing pengrajin.

C. Faktor-faktor Geografi Dalam Kaitannya dengan Industri

Menurut Smith (1963: 414-417) yang dikutip oleh Abdurachmat (1998: 39) “kegiatan industri dipengaruhi oleh faktor sumber daya alam dan faktor sumber daya manusia”.

1. Faktor Sumber daya Alam (fisik)

Faktor sumber daya alam merupakan potensi lingkungan alam yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Menurut Katili (1983: 15) sumber daya alam adalah:

“Suatu unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau dengan perkataan lain sumber daya adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dapat dipakai untuk kepentingan hidupnya”.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya maupun dengan benda-benda yang terdapat disekitarnya.

Adapun yang termasuk dalam faktor sumber daya alam menurut Abdurachmat dan Maryani (1998: 39) adalah sebagai berikut:

a. Bahan mentah atau bahan baku, berasal dari sektor primer seperti hasil-hasil pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan pertambangan

b. Sumber energi, semakin modern perindustrian di suatu daerah maka semakin sangat bergantung kepada sumber energi yang ada.

c. Penyediaan air, baik sebagai bahan pendingin mesin, bahan pencampur maupun untuk keperluan pencuci dan lain-lain.

(14)

d. Iklim dan bentuk lahan, berpengaruh terhadap kegairahan bekerja dan terhadap penempatan industri.

2. Faktor Sosial

Faktor sosial merupakan gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Sumaatmadja (1981: 241) mengemukakan bahwa:

“Gejala sosial yaitu gejala yang terjadi di masyarakat yang ditimbulkan oleh adanya kondisi, peristiwa, tingkah laku dan sikap manusia sebagai makhluk sosial”.

Berdasarkan pengertian gejala sosial menurut Sumaatmadja maka dapat disimpulkan bahwa faktor sosial sangat berpengaruh dalam kegiatan industri karena dalam pengolahannya faktor fisik (sumber daya alam) menbutuhkan manusia dengan segala pemikiran dan keterampilannya.

Abdurachmat dan Maryani (1998: 41) memngemukakan bahwa yang termasuk faktor-faktor sosial dalam kegiatan industri adalah sebagai berikut : a. Penyediaan tenaga kerja, tenaga kerja mempunyai andil yang besar dalam

proses kegiatan produksi karena tenaga kerja merupakan tulang punggung bagi kelancaran suatu produksi.

b. Skill dan kemampuan teknologi, tenaga kerja yang diperlukan dalam industri tidak cukup hanya dengan jumlahnya yang banyak, akan tetepi juga juga harus didukung oleh keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya.

c. Faktor kebijakan pemerintah, faktor kebijakan pemerintah yang mempengaruhi usaha perkembangan industri, misalnya ketentuan perpajakan dan tarif ekspor-impor, pembatasan jumlah dan macam industri, penentuan daerah industri, pengembangan kondisi dan iklim yang menguntungkan usaha.

D. Gambaran Umum Industri Gula Merah

Industri gula merah di Kecamatan Bojong merupakan jenis industri kecil yang termasuk ke dalam industri rumah tangga (home industry) dilihat dari segi modal yang dikeluarkan relatif kecil, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga,

(15)

dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.

Gula merah yang diproduksi di Kecamatan Bojong barbahan baku nira dari pohon aren. Gula merah yang ada di daerah ini biasa disebut gula aren. Gula aren diperoleh dari proses penyadapan nira aren yang kemudian dikurangi kadar airnya hingga menjadi padat. Gula yang diproduksi di Kecamatan Bojong berupa gula cetak. Gula cetak diperoleh dengan memasak nira aren hingga menjadi kental seperti gulali kemudian mencetaknya dalam cetakan dari bambu.

Pohon aren memiliki beberapa potensi ekonomi yang tinggi. Rachman (2008: 4) mengemukakan bahwa :

“Pohon aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling yang digemari olehmasyarakat Indonesia pada umumnya. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangandan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya”.

Meskipun tanaman aren cukup berpotensi namun perlu diambil langkah-langkah dalam usaha pembudidayannya karena pada umunnya masyarakat hanya memanfaatkan tanaman yang tumbuh alami. Tanaman aren memiliki syarat tumbuh sebagai berikut :

a. Iklim

Menurut Bernhard (2007: 69) “dalam pertumbuhan tanaman aren yang optimal membutuhkan suhu 20-25º C, karena pada kisaran suhu tersebut dapat

(16)

membantu tanaman aren untuk berbuah”. Lebih jelas Polnaja (2000) mengemukakan bahwa :

“Kelembaban tanah dan ketersediaan air sangat perlu dengan curah hujan yang cukup tinggi diantara 1200-3500 mm/tahun berpengaruh dalam pembentukan mahkota pada tanaman aren”.

b. Tanah

Susanto (1992) mengemukakan bahwa “Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi aren tidak tahan pada tanah-tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam)”.

Lebih jelas Bernhard (2007: 68) mengemukakan bahwa “tanaman aren dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tetapi sangat cocok pada kondisi lahan dengan jenis tanah yang mempunyai tekstur tanah liat berpasir”.

c. Topografi

Iswanto (2009) mengemukakan bahwa “ Di Indonesia aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subuh di ketinggian 500 – 800 mdpl”.

Menurut Akuba (dalam Bernhard, 2007: 68) “tanaman aren dapat tumbuh di dekat pantai sampai pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut, pertumbuhan yang baik adalah pada sekitar 500-1200 m karena pada kisaran tersebut tidak kekurangan air tanah dan tidak tergenang oleh banjir permukaan”.

(17)

E. Kajian Geografi Terhadap Industri

Industri merupakan salah satu kegiatan manusia dalam mengubah bentuk benda yang diambil dari alam sehingga memiliki nilai tambah. Dalam kegiatannya industri tidak terlepas dari lokasi tempat kegiatan industri itu berlangsung. Adanya fenomena-fenomena yang berbeda dari tempat satu dengan tempat yang lainnya disebut juga sebagai variabel ruang, yang dianggap sebagai unsur geografi. Kegiatan industri sendiri termasuk dalam ruang lingkup geografi industri yang merupakan cabang dari geografi ekonomi.

Geografi industri menurut Webster Third New International Dictionary (dalam Abdurachmat dan Maryani, 1998: 29) yaitu:

“Industrial Geography, a branch of geography, that deals with the location of industries, the geographic factors that influence their location and development, the raw materials used in them, and the distribution of their finished products”.

Menurut Djamari (1975: 17) berdasarkan kutipan tersebut dapat ditarik beberapa komponen yang penting dalam mempelajari geografi industri, yaitu : 1. Geografi industri ialah cabang dari Geografi, malah merupakan bagian dari

Geografi Ekonomi

2. Menerangkan arti lokasi-lokasi industri

3. Menerangkan faktor-faktor geografi yang menpengaruhi lokasi dan perkembangan industri-industri

4. Menerangkan bahan-bahan mentah yang digunakan dalam industri-industri itu (bahan apa, dimana sumbernya, bagaimana sifat bahan-bahan itu baik volume ataupun kekuatannya, bagaimana pengangkutannya dan lain sebagainya)

5. Menerangkan bagaimana distribusi hasil produksi industri-industri itu

Geografi memandang industri tidak hanya dari segi ekonominya saja, tetapi melihat dari berbagai faktor fisik seperti persediaan bahan mentah, sumber energi maupun faktor sosial dan manusianya.

(18)

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Sumaatmadja (1981: 34) bahwa :

“Geografi sebagi satu kesatuan studi (unified geography), melihat satu kesatuan komponen alamiah dengan komponen insanian pada ruang tertentu di permukaan bumi, dengan mengkaji faktor alam dan faktor manusia yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkuatan”.

Dengan demikian, Geografi selain membahas masalah fisik juga mengkaji tentang kehidupan sosial atau manusia dan permasalahannya. Diantara permasalahan manusia adalah bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhannya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya melalui aktifitas industri. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Abdurachmat dan Maryani (1998: 29) bahwa :

“Usaha dan aktivitas industri (Geografi Industri) adalah cabang dari Geografi khususnya Geografi Ekonomi yang mengkhususkan mempelajari usaha dan aktivitas industri terutama mempelajari mengidentifikasi dan menganalisis (lokasi dan penyebaran industri serta faktor-faktor yang mempengaruhinya)”.

Dengan demikian, ditinjau dari kacamata Geografi, industri sebagai suatu sistem merupakan perpaduan dari subsistem fisis dengan subsistem manusia, yang mana keduanya sangat berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran industri.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi The Power Of Two adalah salah satu strategi yang menekankan pada diskusi kelompok yang dilakukan oleh dua orang sehingga akan menimbulkan kerjasama yang baik

Penelitian ini adalah penelitian tindakan ( action research ). Subjek penelitiannya adalah mahasiswa Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNY kelas A. Objeknya

Hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan tekanan darah sistole dan diastole pada para responden setelah diberikan kombinasi mendengarkan musik gamelan laras pelog dan

Beberapa saran yang dapat kemukakan berdasarkan kesimpulan di atas yakni sebagai berikut: (1) pendidikan masyarakat melaui penyuluhan yang terus menerus memberikan

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut. 1) Siswa masih kesulitan dalam membacakan teks berita dengan intonasi,

Web editor ini digunakan karena membuat desain halaman web jadi lebih mudah dan dapat mendukung bahasa pemrograman yang dibutuhkan..

Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang mengidentifikasi arah keseluruhan atau hasil akhir perawatan. Tujuan ini tidak tercapai sebelum pemulangan. Tujuan jangka panjang

Raya Palembang-Prabumulih Km 32 Inderalaya Ogan Ilir Sumatera Selatan Kodepos: 30622 Alamat email :