MUTU DAN DAYA SIMPAN AIR KELAPA (Cocos nucifera L.)
YANG BERPOTENSI SEBAGAI MINUMAN ISOTONIK
Oleh :
RIZKA RIYANA
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRACT
RIZKA RIYANA. Quality and Shelf Life Coconut Water (Cocos nucifera L.)
Which Have Potential As Isotonic Beverage. Under direction of SRI ANNA
MARLIYATI.
Coconut water is a part of coconut fruit, which contains sugar, minerals, minor ones are fat and nitrogenous substances. Mineral in mature coconut water have the same level of electrolytic balance as we have in our blood, so it is potential as a natural isotonic beverage. People think mature coconut water just a waste, because it can easily spoilage. Good food processing is needed to increase quality and shelf life mature coconut water. This research purposed to get the best formulation isotonic beverage from mature coconut water.
The research was started from February to June 2008 in IPB, Bogor. The experiment used completely randomized device design with three factor and two replications. The factor are natrium benzoat dose used (0% and 0.1%), storage temperature (270C and 50C) and storage time (0, 2, 7, 14, 21 and 28 day). The result indicate that using of natrium benzoat 0.1% and store at refrigerator temperature of 50C is the best formulation because have storage life is over than one month (28 days). It shows from changes major chemical constituents of coconut water (sugar, reduction sugar, pH, total acid, and minerals) and total microba during storage.
RINGKASAN
RIZKA RIYANA. Mutu dan Daya Simpan Air Kelapa (Cocos nucifera L.) yang Berpotensi Sebagai Minuman Isotonik. Dibimbingan oleh SRI ANNA MARLIYATI.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji mutu dan daya simpan air kelapa yang berpotensi sebagai minuman isotonik. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) menganalisis mutu organoleptik (warna, aroma, dan kekeruhan) dan mutu kimiawi (kadar gula total, kadar gula pereduksi dan komposisi zat mineral makro yaitu natrium dan kalium) air kelapa segar, 2) menetapkan kisaran konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, 3) mengkaji pengaruh penggunaan bahan pengawet dan suhu selama penyimpanan terhadap mutu organoleptik, kimiawi dan mikrobiologi air kelapa.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pengamatan mutu organoleptik (warna, aroma dan kekeruhan) air kelapa segar, analisis kimiawi yaitu kadar gula total dan kandungan mineral (natrium dan kalium) air kelapa segar, pembuatan dan penentuan formula minuman air kelapa, dan pengamatan mutu organoleptik minuman air kelapa yang dihasilkan selama masa simpan. Pada penelitian lanjutan, perlakuan yang diberikan adalah penambahan pengawet (natrium benzoat) sebanyak 0.1% sesuai dengan hasil penelitian pendahuluan. Sebagai perbandingan juga dibuat minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet (kontrol). Selain perlakuan penambahan pengawet, minuman air kelapa juga diberi perlakuan suhu penyimpanan yaitu suhu ruang dan suhu refrigerator dan diamati pada setiap titik waktu penyimpanan dalam hari yaitu titik ke-0, 2, 7, 14, 21, dan 28.
Penelitian lanjutan bertujuan untuk menganalisis kadar mineral yang terkandung dalam minuman air kelapa dan untuk mengetahui pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan pada setiap titik penyimpanan terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologis minuman air kelapa. Analisis kadar mineral yaitu natrium dan kalium dilakukan dengan metode AAS (Atomic
Absorptions Spectrofotometre). Adapun sifat kimia minuman air kelapa yang
dianalisis selama penyimpanan meliputi kadar gula total dan gula pereduksi, derajat keasaman (pH), dan total asam tertitrasi, selain itu juga dilakukan uji total mikroba terhadap minuman air kelapa selama penyimpanan dengan metode TPC (Total Plate Count). Uji organoleptik juga dilakukan pada tahap penelitian lanjutan yang meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik. Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excell 2003, SPSS 11.5 for Windows, dan SAS 6.12.
Air kelapa segar mempunyai mutu organoleptik sebagai berikut berwarna putih bening, beraroma khas kelapa dan tidak ada endapan (tidak keruh). Hasil analisis kimia yang dilakukan pada air kelapa segar adalah kandungan gula total 5-8%, natrium 4.35 mmol/l dan kalium 10.26 mmol/l. Proses pembuatan minuman air kelapa adalah penyaringan, perebusan (sterilisasi) air kelapa selama ± 3 menit pada suhu 1000C, penambahan glukosa 4% dan natrium benzoat 0.1% dan tahap terakhir adalah pengemasan pada gelas plastik 100ml lalu ditutup dengan plastik seal. Pada tahap pengemasan dilakukan proses
exhausting dan pasteurisasi minuman setelah dikemas (± 3 menit pada suhu
880C). Penentuan konsentrasi pengawet dan glukosa dilakukan secara trial and error.
Berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan, penambahan pengawet dan suhu penyimpanan, tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar gula total, gula pereduksi, dan kandungan kalium minuman air kelapa. Sementara hasil sidik ragam lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai pH dan total mikroba. Penambahan pengawet berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan natrium dan total mikroba. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai pH, total asam tertitrasi dan total mikroba.
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan pengawet tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap daya terima warna, aroma, kekeruhan, rasa dan penerimaan umum atau keseluruhan minuman air kelapa. Hasil uji
General Linear Model pada mutu hedonik kekeruhan menunjukkan suhu
penyimpanan, interaksi pengawet dengan lama penyimpanan dan interaksi suhu penyimpanan dengan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu hedonik kekeruhan minuman air kelapa selama penyimpanan. Hasil uji
General Linear Model pada mutu hedonik aroma menunjukkan suhu
penyimpanan, lama penyimpanan dan interaksi penambahan pengawet dengan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu hedonik aroma minuman air kelapa selama penyimpanan.
Komponen utama dalam minuman isotonik adalah karbohidrat sederhana dan mineral-mineral yang berperan dalam rehidrasi dan penstimulir cairan tubuh. Pada minuman air kelapa, kandungan gula total awal penyimpanan adalah sekitar 8.8% dan mengalami penurunan selama masa simpan. Kandungan mineral yaitu natrium sekitar 100-175 ppm yang tergolong rendah, hal ini berlawanan dengan kandungan kalium yaitu 370-450 ppm yang tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis mutu kimiawi, mikrobiologi dan organoleptik selama penyimpanan, maka produk terbaik adalah minuman air kelapa dengan penambahan natrium benzoat 0.1% yang disimpan pada suhu refrigerator.
MUTU DAN DAYA SIMPAN AIR KELAPA (Cocos nucifera L.)
YANG BERPOTENSI SEBAGAI MINUMAN ISOTONIK
RIZKA RIYANA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
JUDUL : Mutu dan Daya Simpan Air Kelapa (Cocos nucifera L.) yang Berpotensi Sebagai Minuman Isotonik
Nama Mahasiswa : Rizka Riyana Nomor Pokok : A54104009
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi NIP 131 841 753
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga proses pembuatan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku Dosen Pemandu Seminar dan Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan pada skripsi ini.
3. Bapak Mashudi, Ibu Risqi, Ibu Nina dan Bapak Heri selaku petugas laboratorium yang telah memberikan bantuan, saran dan masukan selama penelitian.
4. Rekan-rekan penelitian ; Aqsa, Dewi K, Daus, Edo, Achi dan Daru yang telah membantu selama penelitian.
5. Sahabat terbaik ; Ima, Devita, Adin, Rika, Venny, Angel, Nadiya, Any, Devi, Ratna, Mei, Ida, Heni, Wuri, Nina, Melina dan Pangkau atas dukungan semangat dan bantuan yang telah diberikan selama penyelesaian tugas akhir ini.
6. Para penyemangat; GMSK 41, BKGers, Mbak Dewi Titi, Mbak Ratna, Mbak Anita, Mbak Indah, Bapak Dian, GM 42, Alumni 4704, penghuni Fairuz dan Lukita.
7. Keluarga besar tercinta, terutama kedua orang tua dan kakak adik yang selalu memberikan kasih sayang, do’a, dukungan dan semangat kepada penulis.
8. Seluruh pihak yang sudah membantu dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Juli 1986. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ahmad Nafik dan Fatmawati. Jenjang pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di SD Muhammadiyah 28 Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Muhammadiyah 32 Jakarta pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 47 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa kuliah penulis aktif di kepengurusan Badan Konsultasi Gizi (BKG) periode 2006-2008. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Evaluasi Nilai Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun ajaran 2007/2008 dan aktif mengikuti kepanitiaan beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh Departemen GMSK.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan... 2
Manfaat Penelitian... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Kelapa (Cocos nucifera L.) ... 3
Air Kelapa ... 3
Kerusakan Air Kelapa... 5
Inversi Sukrosa... 5
Minuman Isotonik ... 6
Jenis dan Konsentrasi Karbohidrat... 7
Natrium, Kalium dan Elektrolit Lain... 7
Osmolalitas ... 8
Persyaratan Mutu Minuman Isotonik ... 8
Bahan Pengawet ... 9
Pengemasan ... 9
Proses Termal ... 10
Penyimpanan... 11
METODE PENELITIAN ... 12
Waktu dan Tempat ... 12
Bahan dan Alat ... 12
Metode Penelitian... 13
Penelitian Pendahuluan... 13
Penelitian Lanjutan ... 15
Pengolahan dan Analisis Data ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
Pembuatan Minuman Air Kelapa... 18
Hasil Analisis Kimia Minuman Air Kelapa Selama Penyimpanan... 21
Kadar Gula Total... 21
Kadar Gula Pereduksi... 22
Derajat Keasamaan (pH) ... 24
Total Asam... 25
Kandungan Mineral dalam Minuman Air Kelapa ... 27
Kandungan Natrium ... 27 Kandungan Kalium... 29 Uji Mikrobiologi ... 31 Total Mikroba ... 31 Uji Organoleptik ... 34 Warna ... 35 Aroma ... 35 Kekeruhan ... 36 Rasa ... 36 Keseluruhan... 36
Uji Mutu Hedonik ... 37
Kekeruhan ... 37
Aroma ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
Kesimpulan... 40
Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman1. Komposisi gizi air kelapa ... 4
2. Kandungan mineral dalam air kelapa ... 4
3. Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain ... 6
4. Spesifikasi persyaratan mutu minuman isotonik SNI 01-4452-1998 ... 8
5. Hasil analisis kimia air kelapa segar dan kandungan gula dan mineral pada beberapa minuman isotonik ... 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman1. Gambar buah kelapa ... 3 2. Prosedur pembuatan minuman air kelapa... 14 3. Minuman air kelapa pada penyimpanan dua hari... 20 4. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap
kadar gula total selama penyimpanan... 21 5. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap
kadar gula pereduksi selama penyimpanan ... 23 6. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap
nilai pH selama penyimpanan ... 24 7. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap total asam tertitrasi selama penyimpanan ... 26 8. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap
kandungan natrium selama penyimpanan... 28 9. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap
kandungan kalium selama penyimpanan ... 30 10. Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap total mikroba selama penyimpanan... 31 11. Modus kesukaan panelis terhadap parameter penilaian organoleptik
pada minuman air kelapa ... 34 12. Persentase penerimaan panelis terhadap parameter penilaian
organoleptik pada minuman air kelapa... 35 13. Skor rata-rata mutu hedonik kekeruhan minuman air kelapa selama
penyimpanan ... 37 14. Skor rata-rata mutu hedonik aroma minuman air kelapa selama
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Prosedur analisis kimia... 44
2. Pengujian total mikroba ... 46
3. Formulir uji kesukaan (hedonik) minuman air kelapa ... 47
4. Hasil analisis kimiawi minuman air kelapa ... 49
5. Hasil analisis ragam kadar gula total minuman air kelapa ... 51
6. Hasil analisis ragam kadar gula pereduksi minuman air kelapa... 51
7. Hasil analisis ragam nilai pH minuman air kelapa ... 51
8. Hasil uji jarak berganda Duncan untuk pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai pH minuman air kelapa ... 51
9. Hasil analisis ragam total asam tertitrasi minuman air kelapa... 52
10. Hasil analisis ragam kandungan natrium minuman air kelapa ... 52
11. Hasil analisis ragam kandungan kalium minuman air kelapa... 52
12. Perhitungan total mikroba minuman air kelapa ... 53
13. Hasil analisis ragam total mikroba minuman air kelapa ... 56
14. Hasil uji jarak berganda Duncan untuk pengaruh lama penyimpanan terhadap total mikroba minuman air kelapa ... 56
15. Hasil uji Kruskal wallis terhadap parameter penilaian organoleptik minuman air kelapa ... 57
16. Hasil uji General Linear Model terhadap tingkat mutu hedonik kekeruhan minuman air kelapa ... 57
17. Hasil uji lanjut Tukey untuk pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu hedonik kekeruhan minuman air kelapa... 58
18. Hasil uji General Linear Model terhadap tingkat mutu hedonik aroma minuman air kelapa ... 59
19. Hasil uji lanjut Tukey untuk pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu hedonik aroma minuman air kelapa ... 59
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa banyak terdapat di daerah beriklim tropis. Kelapa diperkirakan dapat ditemukan di lebih dari 80 negara. Indonesia merupakan negara agraris yang menempati posisi ketiga setelah Filipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Menurut Deptan (2004), rata-rata produksi kelapa di Indonesia pada tahun 2000-2003 mencapai 15.5 milyar butir per tahun. Tersedianya air kelapa dalam jumlah besar di Indonesia, yaitu lebih dari 3.5 juta ton/tahun, merupakan potensi yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimum.
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman serbaguna, baik untuk keperluan pangan maupun nonpangan. Setiap bagian dari tanaman kelapa bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Karena itu, pohon kelapa dijuluki sebagai The Tree of Life (pohon kehidupan) dan A Heavenly Tree (pohon surga).
Buah kelapa merupakan bagian paling penting dari tanaman kelapa karena mempunyai nilai ekonomis dan gizi yang tinggi. Bagian penting lain dari buah kelapa adalah airnya, yang oleh beberapa orang masih dianggap sebagai limbah. Satu buah kelapa rata-rata mengandung sekitar 200 ml air kelapa. Jumlah ini dipengaruhi oleh ukuran kelapa, varietas, kematangan, dan kesegaran kelapa. Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia, yaitu mencapai lebih dari dua juta liter per tahun. Di Indonesia, air kelapa tua juga dimanfaatkan sebagai media produksi nata de coco dan cuka. Namun, pemanfaatannya dalam industri pangan belum optimal, sehingga masih banyak air kelapa yang terbuang percuma.
Perkembangan minuman isotonik mengalami kemajuan yang pesat di pasaran. Salah satu pionir produk minuman isotonik mengalami peningkatan penjualan yang tajam pada beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004, tercatat total penjualan mencapai 100 juta kaleng dan 6.5 juta sachet (Hidayat 2006). Menurut Badan Standar Nasional 1998, minuman isotonik adalah salah satu produk minuman ringan karbonasi atau non karbonasi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kebugaran, dalam minuman ini mengandung gula, asam sitrat dan mineral. Minuman isotonik bermanfaat menggantikan cairan tubuh yang hilang selama beraktivitas sehingga dapat mencegah terjadinya dehidrasi.
Air kelapa memiliki beberapa keistimewaan, selain cita rasa yang khas air kelapa juga mempunyai kandungan gizi terutama mineral yang sangat memadai untuk tubuh manusia. Air kelapa kaya akan natrium dan kalium serta secara
alami mempunyai komposisi mineral dan gula yang menyerupai kesetimbangan elektrolit pada cairan tubuh manusia. Oleh karena itu, air kelapa berpotensi besar dikembangkan sebagai minuman isotonik (Hariyadi 2002). Namun air kelapa memiliki daya tahan yang tidak lama atau mudah mengalami kerusakan. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pascapanen, seperti pengolahan, pengemasan, dan teknologi penyimpanan yang tepat, karena air kelapa mudah rusak.
Tujuan
Tujuan Umum :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mutu dan daya simpan air kelapa yang berpotensi sebagai minuman isotonik.
Tujuan Khusus :
1. Menganalisis mutu organoleptik (warna, aroma, dan kekeruhan) dan mutu kimiawi (kadar gula total, kadar gula pereduksi dan komposisi zat mineral makro yaitu natrium dan kalium) pada air kelapa segar.
2. Menetapkan kisaran konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.
3. Mengkaji pengaruh penggunaan bahan pengawet dan suhu selama penyimpanan terhadap mutu organoleptik, kimiawi dan mikrobiologi minuman air kelapa.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan air kelapa yang dapat dikembangkan menjadi produk minuman isotonik. Produk ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif produk pangan yang memiliki khasiat bagi kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa (Cocos nucifera L.)Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging buah dan air kelapa. Kulit luar merupakan lapisan tipis (0.14 mm) yang memiliki permukaan licin dengan warna bervariasi dari hijau, kuning sampai jingga, tergantung kepada kematangan buah. Jika tidak ada goresan dan robek, kulit luar kedap air (Esti 2001, diacu dalam Ratna 2004).
Kulit daging buah adalah lapisan tipis coklat pada bagian terluar daging buah. Daging buah merupakan lapisan tebal (8-15mm) berwarna putih. Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut beragam sesuai dengan tingkat kematangan buah. Daging buah tua merupakan bahan sumber minyak nabati karena kandungan minyaknya sebesar 35% (Esti 2001, diacu dalam Ratna 2004).
Gambar 1. Buah kelapa
Air Kelapa
Air kelapa diperoleh dari buah kelapa yaitu endosperma cair (coconut
water) dari buah kelapa. Air kelapa ini mengisi ¾ bagian rongga sebelah dalam
buah kelapa (Freemond & Ziller 1996). Jumlah air kelapa yang terkandung dalam satu buah kelapa tua sekitar 300ml.
Selain sebagai minuman segar, air kelapa juga dimanfaatkan sebagai media produksi nata de coco. Namun demikian, secara umum air kelapa masih sering hanya merupakan limbah yang terbuang begitu saja. Satu buah kelapa rata-rata mengandung sekitar 200 ml air kelapa. Jumlah ini dipengaruhi oleh ukuran kelapa, varietas, kematangan dan kesegaran kelapa. Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia, yaitu mencapai lebih dari dua juta liter per tahun. Namun, pemanfaatannya dalam industri pangan belum begitu banyak, sehingga banyak air kelapa yang terbuang percuma. Selain itu, buangan air kelapa berbahaya karena dapat menimbulkan polusi asam asetat yang terbentuk akibat fermentasi air kelapa (Anonim 2006). Menurut Tenda (1992), fermentasi air
kelapa akan menghasilkan asam yang akan mempengaruhi keasaman tanah, sehingga akan menimbulkan pengaruh buruk pada tanaman sekitarnya.
Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula, sejumlah vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Sedangkan unsur mineral utama adalah kalium. Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa. Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Gula-gula tersebut yang menyebabkan air kelapa muda terasa lebih manis dibandingkan air kelapa tua (Anonim 2006).
Perubahan komposisi air kelapa selama proses pematangan buah dapat dibagi ke dalam tiga tahap (Sison 1977 diacu dalam Tenda 1992). Tahap pertama meliputi terjadinya akumulasi gula pereduksi, yaitu fruktosa dan glukosa, dan asam amino, sedangkan daging buah belum terbentuk. Tahap kedua ditandai dengan mulai terbentuknya daging buah, air kelapa menurun, tetapi berat total meningkat, sukrosa mulai terbentuk dan gravitasi spesifikasi meningkat. Pada tahap berikutnya terjadi peningkatan kandungan daging buah dan gravitasi spesifikasi menurun. Secara umum, air kelapa memiliki komposisi gizi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi gizi air kelapa
Komponen Kelapa Muda (%) Kelapa Tua (%)
Air 95.01 91.23 Lemak 0.120 0.150 Abu/ Mineral 0.630 1.060 Protein 0.130 0.290 Karbohidrat 4.110 7.270 Sumber : Tenda (1992)
Kandungan mineral dalam air kelapa cukup tinggi terutama kalium dan klorida. Kandungan beberapa mineral dalam air kelapa disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Kandungan mineral dalam air kelapa
Mineral Kandungan (ppm) Kalium (K) 312 Natrium (Na) 105 Kalsium (Ca) 29 Magnesium (Mg) 30 Besi (Fe) 0.01 Tembaga (Cu) 0.14 Phospor (P) 37 Sulfur (S) 24 Klorida (Cl) 184
Kerusakan Air Kelapa
Menurut Fardiaz (1990), minuman berasam tinggi adalah minuman yang memiliki pH di bawah 4.5. Minuman berasam tinggi jarang menimbulkan keracunan karena bakteri patogen pada umumnya tidak dapat tumbuh pada pH tersebut. Spora bakteri juga tidak dapat tumbuh dan bergerminasi pada kisaran pH tersebut. Minuman ringan air kelapa memiliki pH 4.2-4.5, kaya akan nutrisi sehingga mikroba dapat tumbuh dan berkembang. Kerusakan air kelapa ditandai oleh terjadinya kekeruhan dan banyaknya endapan.
Penurunan pH terjadi akibat adanya akumulasi asam yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme. Makin aktif mikroorganisme maka makin banyak asam yang dihasilkan serta total asam meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan (Tenda 1992). Menurut Phaff (1981), diacu dalam Tenda (1992), beberapa jenis bakteri yang dapat hidup pada suasana asam adalah
Leuconostoc, Streptococcus dan Lactobacillus. Selain itu kapang dan khamir
yang pertumbuhannya optimum pada suasana asam, dikenal sebagai faktor penyebab terjadinya proses fermentasi pada bahan makanan baik yang diinginkan, maupun yang tidak diinginkan.
Inversi Sukrosa
Hidrolisis sukrosa akan terjadi dengan katalisis oleh senyawa asam pada minuman. Hidrolisis sukrosa akan menghasilkan senyawa glukosa dan fruktosa. Menurut Pennington and Baker (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi inversi sukrosa adalah sebagai berikut :
1. pH, semakin rendah pH maka semakin cepat proses inversi. Pada minuman dengan pH 2.5 proses inversi akan lebih cepat terjadi daripada pada minuman pada pH 3.0.
2. Suhu, semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses inversi. Sukrosa pada minuman yang disimpan pada suhu 900F dalam dua minggu akan diinversi lebih cepat daripada minuman dengan pH yang sama pada suhu penyimpanan 700F.
3. Waktu, inversi berjalan dengan sejalannya waktu. Sukrosa pada minuman yang telah lama akan lebih tinggi gula invertnya daripada minuman yang baru dikemas.
Adanya proses inversi mempengaruhi beberapa sifat minuman, antara lain meningkatkan total padatan terlarut minuman, meningkatkan volume minuman dan mencapai tingkat kemanisan tertentu.
Minuman Isotonik
Pengertian minuman isotonik adalah salah satu produk minuman ringan karbonasi atau non karbonasi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kebugaran, dalam minuman ini mengandung gula, asam sitrat dan mineral (Badan Standar Nasional 1998). Menurut Murray dan J. Stofan (2001), istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang menyerupai cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O. Selain itu, minuman isotonik minimal mengandung karbohidrat (gula sederhana) sekitar 6-7%, natrium 20-60mmol/l dan elektrolit lain seperti kalium, klorida, kalsium dan magnesium kurang dari 10 mmol/l. Minuman isotonik juga dikenal dengan istilah sport drink yaitu minuman yang berfungsi mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi dalam bentuk karbohidrat ketika melakukan aktivitas.
Minuman isotonik atau sport drink diformulasi untuk memberikan manfaat berguna bagi tubuh, diantaranya : 1) mendorong konsumsi cairan secara spontan, 2) menstimulir penyerapan cairan secara cepat, 3) menyediakan karbohidrat untuk meningkatkan performance, 4) menambah respon fisiologis, dan 5) untuk rehidrasi yang cepat (Murray dan J. Stofan 2001).
Jika dibandingkan dengan produk minuman lain, minuman isotonik memiliki bebrapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi agar perannya optimal. Aspek-aspek tersebut diantaranya : jenis dan konsentrasi karbohidrat, kandungan elektrolit dan osmolalitas. Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain yang beredar di pasaran (USA) dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain
Merk Minuman %Karbohidrat Natrium (mmol/L) Kalium (mmol/L) Osmolalitas (mosmol/kg H2O) Gatorade® 6 20 3 280 Isostar® 7.7 30 - 289 Cytomax® 5.5 10 10 208 Powerade® 8 23 4 381 Coca Cola® 11 - - 700 Orange juice 10.8 - 49 663
Jenis dan Konsentrasi Karbohidrat
Jenis dan konsentrasi total karbohidrat memiliki efek fisiologis dan karakter organoleptik terhadap minuman isotonik, seperti keseimbangan flavor, kemanisan, dan cita rasa. Secara komersial jenis karbohidrat yang sering digunakan adalah sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan maltodextrin. Peningkatan konsentrasi karbohidrat diatas 7% dalam formula minuman, secara potensial akan menimbulkan resiko dibanding keuntungan yang diperoleh. Diantaranya peningkatan konsentrasi karbohidrat dalam minuman isotonik berisiko terhadap penurunan pengosongan lambung, penyerapan dalam usus dan meningkatkan resiko ketidaknyamanan dalam perut (Murray dan J. Stofan 2001). Selain itu jenis dan konsentrasi karbohidrat dalam minuman juga mempengaruhi nilai osmolalitas minuman, oleh karena itu beberapa aspek tersebut menjadi pertimbangan dalam formulasi jumlah dan jenis karbohidrat dalam minuman isotonik.
Natrium, Kalium dan Elektrolit Lain
Keberadaan natrium memiliki peran yang sangat penting dalam minuman isotonik sebagai zat yang mempengaruhi rasa minuman, penstimulir konsumsi cairan, meningkatkan penyerapan cairan, mempertahankan volume plasma, dan menjamin rehidrasi yang cepat dan sempurna. Rehidrasi tidak dikatakan sempurna jika natrium dan air yang hilang karena keringat belum digantikan. Seperti keringat, konsentrasi natrium dalam minuman isotonik berkisar antara 20-80 mmol/l, hal ini didasarkan pada penggantian natrium yang hilang dalam tubuh ketika berkeringat dan untuk menstimulir penyerapan cairan dengan cepat (Murray dan J. Stofan 2001).
Kandungan elektrolit lain (kalium, magnesium dan kalsium) dalam minuman isotonik biasanya lebih kecil dari 10 mmol/l, dan peran kritisnya masih belum teridentifikasi. Sejumlah penelitian telah menyelidiki peran potensialnya. Kehilangan kalium dalam tubuh nampaknya menjadi dugaan umum penyebab keram otot. Adapun untuk mengimbangi kehilangan elektrolit dari keringat atau urin, sejumlah peneliti menganjurkan penambahan sejumlah kecil magnesium dan kalsium dalam formulasi minuman isotonik (sport drink) (Murray dan J. Stofan 2001).
Osmolalitas
Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O (Murray dan J. Stofan 2001). Perhitungan proporsi setiap bahan yang memberikan kontribusi terhadap total osmolalitas produk sangat penting dalam pengembangan formula minuman.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minuman olahraga (sport drink) harus bersifat hipotonik atau isotonik untuk mempercepat pengosongan dalam lambung dan penyerapan dalam usus. Konsumsi minuman yang memiliki osmolalitas tinggi (hipertonik) akan mengurangi laju penyerapan cairan (Murray dan J. Stofan 2001).
Persyaratan Mutu Minuman Isotonik
Persyaratan mutu untuk produk minuman isotonik yang meliputi keadaan, parameter fisik, kimia dan mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesifikasi persyaratan mutu minuman isotonik SNI 01-4452-1998
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 1.1 1.2 Keadaan : Bau Rasa - Normal Normal 2 pH % Maks 4.0
3 Total gula sebagai sukrosa % Min 5 4 4.1 4.2 Mineral : Natrium Kalium mg/kg mg/kg Maks 800-1000 Maks 125-175 5 Bahan Tambahan Pangan - Sesuai SNI
01-0222-1995 6 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Timah (Sn) mg/kg Maks 0.3 Maks 2.0 Maks 5.0 Maks 0.03 Maks 40 (250*) 7 Arsen mg/kg Maks 0.1 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 Cemaran mikroba : Angka lempeng total Coliform Salmonella Kapang Khamir Koloni/ml APM/ml Koloni/ml Koloni/ml Maks 2 x 102 < 3 Negatif Maks 50 Maks 50 *) kemasan kaleng Sumber : BSN 1998.
Bahan Pengawet
Bahan pengawet ditambahkan ke dalam pangan untuk menghambat atau menahan aktivitas mikroba, baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menyebabkan kebusukan, fermentasi, pengasaman maupun dekomposisi dalam pangan. Bahan pengawet bersifat spesifik untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu (Potter dan Hotchkiss 1995).
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunannya dan sering digunakan pada bahan makanan asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2.5 sampai 4.0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk Na-benzoat (C7H5NaO2). Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno 1992).
Natrium benzoat merupakan kristal putih yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan atau dilarutkan dahulu di dalam air. Penggunaan natrium benzoat disarankan dalam konsentrasi kecil agar tidak menimbulkan rasa pada produk yang dihasilkan. Bahan ini digunakan sebagai antimikosin, penghambat khamir dan jamur dengan konsentrasi 0.05% - 0.1% asam tak berdisosiasi (Chipley 1993). Menurut Winarno (2002), tidak ada bahaya terhadap akumulasi benzoat dalam tubuh. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh.
Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi pangan. Pengemas dalam produk pangan harus dapat menjalani fungsi-fungsi utamanya, yaitu : 1) harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemar lainnya, 2) harus memberikan perlindungan pada pangan terhadap kerusakan fisik, oksigen dan sinar, 3) harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan pangan ke dalam kemasan, hal ini berarti bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap pakai pada mesin-mesin yang ada, 4) memberikan kemudahan dalam rancangannya, tidak hanya untuk konsumen, tapi juga kemudahan dalam proses distribusi terutama dalam hal ukuran, bentuk, dan berat, 5) pengemas harus
mampu memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan (Potter dan Hotchkiss 1995).
Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif dan harganya relatif murah (Latief 2000, diacu dalam Roji 2006).
Proses Termal
Secara umum proses termal dapat diartikan sebagai suatu proses yang mendayagunakan energi panas untuk menghasilkan perubahan pada suatu bahan. Bahan pangan menerima panas untuk berbagai tujuan, yaitu meningkatkan daya cerna, memperbaiki flavor, memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen, atau menginaktifkan enzim (Fardiaz 1992).
Perlakuan panas diantaranya dapat diklasifikasikan menjadi sterilisasi dan pasteurisasi. Sterilisasi menunjukkan destruksi absolut untuk seluruh mikroorganisme yang hidup. Karena sterilisasi absolut tidak dapat dilakukan untuk beberapa olahan pangan, maka batasan sterilisasi komersial diperkenalkan dalam industri pengalengan (Potter dan Hotchkiss 1995).
Menurut Fardiaz (1992), sterilisasi komersial didefinisikan sebagai suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetapkan. Makanan yang telah mengalami sterilisasi komersial mungkin mengandung sejumlah jasad renik yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal.
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas yang dapat membunuh sebagian besar sel vegetatif mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Pasteurisasi dalam beberapa produk pangan (misalnya susu) ditujukan untuk membunuh mikroorganisme pangan, sedangkan dalam produk-produk lainnya (bir), pasteurisasi ditujukan untuk membunuh mikroba pembusuk (Herro 1980, diacu dalam Roji 2006).
Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), ketahanan panas mikroorganisme dan spora-sporanya dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk 1) umur dan keadaan mikroorganisme atau spora sebelum dipanaskan, 2) komposisi medium dimana organisme atau spora tumbuh, 3) pH dan aw, 4) suhu pemanasan, dan 5) konsentrasi awal organisme atau sporanya.
Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Fardiaz (1990), penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan didasarkan pada kenyataan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat diperlambat atau dihentikan pada suhu di atas suhu pembekuan dan biasanya aktivitasnya berhenti sama sekali pada suhu pembekuan. Hal ini disebabkan reaksi-reaksi metabolisme di dalam sel mikroorganisme dikatalis oleh enzim dan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh suhu.
Penyimpanan makanan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu suhu chilling sekitar 10-150C, misalnya untuk beberapa buah-buahan dan sayuran, suhu refrigerator yaitu 0-70C dan suhu pembekuan yaitu di bawah 00C. Mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu refrigerator dan suhu chilling disebut sebagai mikroorganisme psikrofilik (Fardiaz 1988).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2008. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Laboratorium Uji Organoleptik, dan Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor; serta Laboratorium Analisis Mineral Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air kelapa tua (Cocos nucifera L.). Bahan utama diperoleh dari agen kelapa di Pasar Ciherang, Bogor. Bahan pendukung yang digunakan adalah glukosa dan natrium benzoat, yang diperoleh dari Toko Setia Guna, Bogor.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimiawi antara lain larutan luff, Pb Asetat setengah basa, Na2HPO4 10%, HCl 25%, KI 30%,H2SO4 25%, kanji 2%, larutan Tio, NaOH 4N, HNO3 pekat, HCl teknis, NaOH 0.1%, aquades, indikator phenophtalein. Bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah Plate Count Agar (merek MERCK), NaCl 0,85%, alkohol 95%, spirtus, dan aquades.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan minuman air kelapa antara lain baskom, saringan, gelas ukur, timbangan, pengaduk, wadah plastik, gelas plastik, panci, dandang, sealer dan thermometer.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimiawi adalah buret, kertas saring, erlenmeyer 100ml, tabung reaksi bertutup, labu ukur (100ml dan 250ml), labu asah, pipet mohr, sudip, gelas piala, pH meter, bulb, corong, stirrer, dan kompor listrik. Alat-alat yang digunakan untuk uji mikrobiologi adalah cawan petri, tabung reaksi bertutup, erlenmeyer (100ml, 500ml, dan 1000ml), sendok pengaduk, pipet (1ml dan 10ml), gelas ukur, neraca analitik, penangas air, bunsen, vortex, autoklaf, oven, inkubator, thermometer dan alat penghitung mikroba.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi pengamatan mutu organoleptik (warna, aroma, dan kekeruhan) air kelapa segar, analisis kimiawi yaitu kadar gula total dan kandungan mineral (natrium dan kalium) air kelapa segar, pembuatan dan penentuan formula minuman air kelapa, serta pengamatan mutu organoleptik (warna, aroma dan kekeruhan) minuman air kelapa yang dihasilkan selama masa penyimpanan.
Pembuatan minuman air kelapa diawali dengan persiapan bahan yang meliputi air kelapa tua yang kurang lebih berumur 8 bulan. Kelapa tua secara fisik tidak dapat dibedakan berdasarkan varietasnya seperti pada kelapa muda. Pada penelitian ini digunakan air kelapa tua dari kelapa varietas kuning dan hijau. Jenis kelapa ini yang paling banyak dijual sebagai kelapa untuk diambil daging buahnya (santan). Air kelapa tersebut lalu dicampur secara merata.
Pada pembuatan minuman air kelapa ini ditambahkan bahan pengawet yaitu natrium benzoat (C7H5NaO2). Bentuk garam (natrium benzoat) lebih umum digunakan karena kelarutan garam lebih besar. Dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno 1992). Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2.5 sampai 4.0. Penambahan pemanis juga dilakukan untuk meningkatkan kadar gula total dan memberikan rasa manis pada minuman air kelapa. Pemanis yang digunakan adalah glukosa, karena merupakan gula sederhana (monosakarida) yang dapat cepat larut.
Penentuan formula minuman air kelapa terutama adalah dalam penentuan jenis dan jumlah bahan pengawet yang sesuai dan penentuan konsentrasi penambahan glukosa. Penentuan jenis bahan pengawet dilakukan dengan menyesuaikan sifat beberapa jenis pengawet dengan karakteristik minuman yang akan dibuat seperti aw, pH dan spesifikasi mikroba. Penentuan konsentrasi bahan pengawet dilakukan secara trial and error, berdasarkan batas penggunaan pengawet pada minuman ringan. Bahan ini digunakan sebagai antimikosin, penghambat khamir dan jamur dengan konsentrasi 0.05% - 0.1% asam tak
berdisosiasi (Chipley 1993). Adapun prosedur pembuatan minuman air kelapa dapat dilihat pada Gambar 2.
Air kelapa Gelas plastik 100ml
Disaring Dipasteurisasi (700C)selama 3 menit
Disterilisasi (1000C) selama 3 menit Ditambah glukosa 4%
Kontrol Na-benzoat (0.1%)
Dikemas pada suhu 800C
Exhausting selama 3 menit Ditutup dengan plastik seal
Gambar 2 Prosedur pembuatan minuman air kelapa
Penelitian pendahuluan ini menghasilkan 3 formula minuman air kelapa, yaitu tanpa penambahan pengawet, penambahan 0.05% natrium benzoat dan penambahan 0.1% natrium benzoat. Masing-masing formula dibuat dengan jumlah yang cukup untuk analisis mutu organoleptik minuman kelapa selama penyimpanan.
Penentuan konsentrasi glukosa yang ditambahkan ke minuman air kelapa dilakukan secara trial and error sampai didapatkan minuman dengan kemanisan yang cukup. Jumlah glukosa ditentukan berdasarkan banyaknya gula yang harus ada pada minuman yaitu minimal 5% (SNI 01-4452-1998). Taraf penambahan glukosa yaitu kontrol (0%), 3%, 4%, dan 5%. Uji organoleptik terbatas dilakukan dengan menggunakan uji mutu hedonik kepada 10 orang panelis agak terlatih (mahasiswa) untuk mengetahui penerimaan tingkat kemanisan pada beberapa formula penambahan glukosa. Skala mutu hedonik tingkat kemanisan terdiri dari
lima skala penilaian, yaitu 1 (sangat tidak manis), 2 (tidak manis), 3 (biasa), 4 (manis), dan 5 (sangat manis).
Minuman air kelapa dengan berbagai taraf konsentrasi pengawet dan penambahan glukosa diamati mutu organoleptiknya selama masa penyimpanan pada suhu ruang (270C) dan suhu refrigerator (50C). Sifat organoleptik yang diamati meliputi warna, aroma, dan kekeruhan. Penentuan formula terbaik dilakukan dengan cara mengamati produk pada setiap taraf selama masa penyimpanan mulai hari ke-0 hingga hari ke-14 untuk penyimpanan pada suhu ruang dan hari ke-0 hingga hari ke-28 pada penyimpanan suhu refrigerator. Hasil pengamatan mutu organoleptik (warna, aroma dan kekeruhan) selama penyimpanan dan hasil uji mutu hedonik tingkat kemanisan digunakan untuk menentukan satu formula (produk) terbaik. Produk terbaik tersebut kemudian digunakan dalam penelitian lanjutan.
Penelitian Lanjutan
Pada penelitian lanjutan, perlakuan yang diberikan adalah penambahan pengawet (natrium benzoat) sebanyak 0.1% sesuai dengan hasil penelitian pendahuluan. Sebagai perbandingan juga dibuat minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet (kontrol). Selain perlakuan penambahan pengawet, minuman air kelapa juga diberi perlakuan suhu penyimpanan yaitu suhu ruang dan suhu refrigerator dan diamati selama penyimpanan yaitu pada hari ke-0, 2, 7, 14, 21, dan 28.
Penelitian lanjutan bertujuan untuk menganalisis kadar mineral yang terkandung dalam minuman air kelapa dan untuk mengetahui pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan pada setiap titik penyimpanan terhadap sifat kimia dan mikrobiologis minuman air kelapa. Analisis kadar mineral yaitu natrium dan kalium dilakukan dengan metode AAS (Atomic Absorptions
Spectrofotometre). Adapun sifat kimia minuman air kelapa yang dianalisis selama
penyimpanan meliputi kadar gula total dan gula pereduksi, derajat keasaman (pH), dan total asam tertitrasi, selain itu juga dilakukan uji total mikroba terhadap minuman air kelapa selama penyimpanan dengan metode TPC (Total Plate
Count). Prosedur analisis kimia disajikan pada Lampiran 1 dan prosedur analisis
mikrobiologis minuman air kelapa disajikan pada Lampiran 2.
Uji organoleptik juga dilakukan pada tahap penelitian lanjutan yang meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih dengan jumlah 25 orang. Menurut Syarief et al (1989), jumlah
anggota panel agak terlatih berkisar antara 15-25 orang. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap minuman air kelapa yang dihasilkan. Skala hedonik terdiri dari lima skala penilaian, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Parameter yang dinilai meliputi warna, aroma, rasa, kekeruhan dan penerimaan umum. Uji mutu hedonik dilakukan terhadap aroma dan kekeruhan. Penentuan mutu hedonik aroma dimulai pada 1 (segar) hingga 10 (sangat asam) sedangkan mutu hedonik kekeruhan dimulai pada 1 (jernih) hingga 10 (sangat keruh). Rasa tidak dinilai karena uji organoleptik ini menyangkut masa simpan minuman air kelapa. Dikhawatirkan ada mikroorganisme penyebab penyakit yang tumbuh pada minuman air kelapa. Formulir uji organoleptik yang digunakan disajikan pada Lampiran 3.
Pengolahan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan tiga faktor dan dua kali ulangan. Unit percobaan yang diamati adalah minuman air kelapa. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah lama penyimpanan (dalam hari) 0, 2, 7, 14, 21, dan 28; penambahan pengawet yang terdiri dari dua taraf, yaitu tanpa penambahan pengawet (kontrol) dan penambahan natrium benzoat 0.1%; dan perlakuan suhu penyimpanan yang terdiri dari dua taraf, yaitu suhu ruang (270C) dan suhu refrigerator (50C). Peubah respon yang diamati adalah sifat kimia dan mikrobiologi dari minuman air kelapa. Model matematisnya (Sudjana 1995) adalah sebagai berikut :
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial tiga faktor
Yijk = µ + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk +εijk Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan respon karena pengaruh lama penyimpanan taraf ke- i, penambahan pengawet taraf ke-j, suhu penyimpanan ke-k pada ulangan ke-l
µ = Nilai rata-rata pengamatan
Ai = Pengaruh perlakuan lama penyimpanan pada taraf ke-i i : 0, 2, 7, 14, 21 dan 28 hari
Bj = Pengaruh perlakuan pengawet pada taraf ke-i i : 1 (kontrol)
Ck = Pengaruh perlakuan suhu penyimpanan pada taraf ke-j j : 1 (suhu ruang (270C))
j : 2 (suhu refrigerator (50C))
ABij = Pengaruh interaksi perlakuan lama penyimpanan ke-i dan penambahan pengawetan ke-j
ACik = Pengaruh interaksi perlakuan lama penyimpanan ke-i dan suhu penyimpanan ke-k
BCjk = Pengaruh interaksi perlakuan penambahan pengawet ke-j dan suhu penyimpanan ke-k
ABCijk = Pengaruh interaksi perlakuan lama penyimpanan ke-i, penambahan pengawet ke-j dan suhu penyimpanan ke-k
εijk = Galat unit percobaan dalam kombinasi perlakuan lama penyimpanan ke-i, penambahan pengawet ke-j, suhu penyimpanan ke-k dan ulangan ke-l
l = Banyaknya ulangan (l = 2)
Data hasil uji organoleptik pada penelitian lanjutan dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor modus dan persentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf perlakuan. Persentase penerimaan panelis dihitung dengan menjumlahkan persentase panelis yang memberikan kriteria biasa (3), suka (4), dan sangat suka (5). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan pengawet terhadap daya terima panelis dilakukan analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Multiple Comparison Test (Tukey) pada taraf uji 5%.
Uji ragam terhadap data hasil uji mutu hedonik menggunakan uji Anova dengan metode General Linear Model. Metode ini digunakan karena data yang didapat dalam penelitian ini merupakan data yang unbalanced. Uji ragam terhadap data hasil analisis kimiawi dan mikrobiologi menggunakan uji Anova dengan metode General Linear Model. Jika signifikan akan diuji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf uji 5%. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excell 2003, SPSS 11.5 for Windows, dan SAS 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Minuman Air KelapaSebelum melakukan pembuatan minuman air kelapa, dilakukan pengamatan mutu organoleptik dan mutu kimiawi air kelapa segar. Data yang diperoleh dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia untuk minuman ringan (SNI 01-4452-1998), standar minuman isotonik (Murray R dan J Stofan 2001) dan kandungan gizi minuman isotonik merk A. Air kelapa segar mempunyai mutu organoleptik sebagai berikut; berwarna putih bening, beraroma khas kelapa dan tidak ada endapan (tidak keruh). Hasil analisis kimia yang dilakukan pada air kelapa segar dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Hasil analisis kimia air kelapa segar dan kandungan gula dan mineral pada beberapa minuman isotonik
Mutu Kimiawi Hasil
Analisis SNI Minuman Ringan* Standar Minuman Isotonik** Merk A
Gula total (%) 5.5 Min 5 6-7 7 Natrium (mmol/l) 4.35 35-43 20-60 21 Kalium (mmol/l) 10.26 3.2-4.5 < 10 5 Ket : * SNI 01-4452-1998
** Murray R dan J Stofan 2001
Pembuatan minuman air kelapa terdiri dari beberapa tahap yaitu pencampuran dan penyaringan air kelapa untuk menghilangkan serpihan kulit kelapa. Setelah itu sterilisasi air kelapa dalam panci selama 3 menit pada suhu 1000C. Penentuan lama dan suhu sterilisasi diperoleh dari trial and error. Minuman yang hanya di pasteurisasi pada suhu 700C-800C selama 1-3 menit hanya bertahan kurang dari 24 jam. Sterilisasi pada suhu 1000C selama 1 menit hasilnya tidak jauh berbeda dengan pasteurisasi, sedangkan sterilisasi pada suhu 1000C selama 3 menit memperoleh hasil yang lebih baik yaitu produk menjadi lebih awet dan baru mengalami kerusakan pada penyimpanan hari kedua (48 jam) pada suhu ruang. Jika lama pemanasan ditambah, akan timbul rasa sepat dan aroma khas kelapa lebih menyengat. Hal ini terjadi karena pemecahan gula terutama sukrosa yang terdapat lebih banyak pada air kelapa tua dibandingkan air kelapa muda. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula, sejumlah vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Zat gizi tersebut dapat rusak jika mengalami pemanasan yang cukup lama.
Kemasan yang digunakan dalam pembuatan minuman air kelapa adalah gelas plastik 100 ml jenis polipropilen. Jenis ini digunakan untuk memudahkan pengamatan selama masa simpan. Sebelum ditutup dengan plastik seal, air kelapa dalam gelas di exhausting terlebih dahulu selama ±3 menit. Exhausting dilakukan untuk mengeluarkan gas-gas yang dapat menyebabkan perubahan minuman yang dihasilkan selama penyimpanan. Proses exhausting yang sederhana adalah dengan memanaskan wadah yang berisi kemasan minuman air kelapa dengan air yang mendidih.
Penentuan formula minuman air kelapa terutama adalah dalam penentuan jenis dan jumlah bahan pengawet yang sesuai dan penentuan konsentrasi penambahan glukosa. Penentuan jenis dan jumlah bahan pengawet dilakukan secara trial and error, yaitu mencari bahan pengawet yang sesuai untuk minuman dengan spesifikasi mikroba yang cenderung mudah tumbuh pada produk minuman tersebut dan berdasarkan batas penggunaan pengawet pada minuman ringan. Pada pembuatan minuman air kelapa ini ditambahkan bahan pengawet natrium benzoat. Menurut Chipley (1993), benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang. Hal ini sesuai untuk minuman air kelapa karena kadar air kelapa lebih dari 90% yang berpotensi mengalami kerusakan akibat pertumbuhan bakteri (aw 0.99-0.75). Aktivitas optimum asam benzoat pada kisaran pH 2.5-4.0 dengan konsentrasi maksimum adalah 0.1%. Derajat keasaman air kelapa tua sekitar 4.2-4.5.
Hasil pengamatan terhadap 3 formula minuman air kelapa, yaitu tanpa penambahan pengawet (kontrol), penambahan 0.05% natrium benzoat dan penambahan 0.1% natrium benzoat menunjukkan bahwa formula kontrol hanya bertahan ±12 jam pada suhu ruang, sedangkan pada suhu refrigerator minuman masih tampak bening hingga hari ke-28, namun aroma mulai agak berbau asam dan keruh pada hari ke-14. Formula dengan penambahan 0.05% natrium benzoat pada suhu ruang rusak pada hari ke-5 dan pada suhu refrigerator mulai keruh dan berbau asam pada hari ke-14. Formula dengan penambahan 0.1% natrium benzoat pada suhu ruang rusak pada hari ke-7 dan pada suhu refrigerator mutu organoleptik masih baik pada hari ke-28.
Penentuan konsentrasi glukosa yang ditambahkan ke minuman air kelapa dilakukan secara trial and error sampai didapatkan minuman dengan kemanisan yang cukup. Jumlah glukosa ditentukan berdasarkan banyaknya gula yang harus ada pada minuman yaitu minimal 5% (SNI 01-4452-1998). Penambahan glukosa
ditetapkan dalam 4 konsentrasi yaitu kontrol (0%), 3%, 4% dan 5%. Persentase tertinggi penerimaan panelis (70%) terhadap mutu hedonik tingkat kemanisan minuman air kelapa berada pada taraf penambahan glukosa 4%.
Berdasarkan hasil pengamatan mutu organoleptik (warna, aroma dan kekeruhan) selama penyimpanan dan hasil uji hedonik tingkat kemanisan, formula (produk) terbaik adalah formula dengan penambahan 0.1% natrium benzoat dan 4% glukosa. Pengamatan minuman air kelapa penyimpanan dua hari dengan penambahan natrium benzoat 0.1% pada suhu ruang, menunjukkan adanya perubahan menjadi agak keruh, namun aroma minuman masih agak segar. Pada minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet (kontrol) pada penyimpanan suhu ruang mengalami perubahan menjadi keruh dan timbul endapan, selain itu aroma menjadi asam. Pada minuman air kelapa dengan penambahan natrium benzoat 0.1% dan minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet (kontrol) pada penyimpanan suhu refrigerator tidak mengalami perubahan, minuman masih jernih dan beraroma khas kelapa. Minuman air kelapa pada penyimpanan dua hari disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Minuman air kelapa pada penyimpanan 2 hari
Keterangan :
1. Minuman air kelapa dengan penambahan natrium benzoat 0.1% pada penyimpanan suhu ruang.
2. Minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet (kontrol) pada penyimpanan suhu ruang.
3. Minuman air kelapa dengan penambahan natrium benzoat 0.1% pada penyimpanan suhu refrigerator.
4. Minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet (kontrol) pada penyimpanan suhu refrigerator.
1
3
Hasil Analisis Kimia Minuman Air Kelapa Selama Penyimpanan Kadar Gula Total
Salah satu komponen zat gizi selain mineral yang dianjurkan terdapat pada minuman isotonik adalah karbohidrat, terutama karbohidrat sederhana. Menurut Murray R dan J. Stofan (2001), jenis dan konsentrasi total karbohidrat memiliki efek fisiologis dan karakter organoleptik terhadap minuman isotonik, seperti keseimbangan flavour, kemanisan dan cita rasa. Pengukuran kadar gula total minuman air kelapa dilakukan dengan metode luff schrool setelah proses inversi. Gula yang teranalisis adalah gula-gula sederhana yang telah mengalami proses inversi (pemecahan) sebelumnya dalam minuman air kelapa.
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kadar gula total minuman air kelapa pada awal penyimpanan adalah 8.8%, sedangkan pada akhir penyimpanan berkisar antara 4.3 hingga 4.5%. Kadar gula total minuman air kelapa selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan (Gambar 4).
Gambar 4 Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap kadar gula total selama penyimpanan.
Penurunan kadar gula total selama penyimpanan terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme yang menggunakan gula sebagai sumber energi, sehingga gula sederhana dalam air kelapa mengalami degradasi menjadi asam. Selama penyimpanan bahan pangan, mikroba melakukan aktivitasnya yang dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan. Bakteri, kapang, dan khamir mempunyai daya perusak terhadap bahan pangan dengan cara menghidrolisis
makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil, misalnya karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam (Syarief et al 1989).
Adanya penambahan glukosa dalam pembuatan minuman air kelapa pada penelitian ini juga mempengaruhi kadar gula total. Glukosa sebagai bahan pemanis merupakan gula sederhana yang termasuk dalam golongan monosakarida yang bersifat larut dalam air (Winarno 1997).
Penyimpanan minuman air kelapa pada suhu refrigerator dapat menghambat penurunan gula total selama penyimpanan. Hal ini karena aktivitas mikroba pada suhu refrigerator dapat diperlambat. Menurut Fardiaz (1990), penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan didasarkan pada kenyataan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat diperlambat atau dihentikan pada suhu di atas suhu pembekuan. Hal ini disebabkan reaksi-reaksi metabolisme di dalam sel mikroorganisme dikatalis oleh enzim dan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Oleh karena itu, pemecahan gula sederhana menjadi asam lebih rendah pada suhu refrigerator dibandingkan dengan suhu ruang.
Berdasarkan hasil sidik ragam kadar gula total minuman air kelapa (Lampiran 5), lama penyimpanan, penambahan pengawet, suhu penyimpanan dan interaksi antara dua perlakuan maupun ketiganya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar gula total minuman air kelapa selama penyimpanan (p>0.05).
Kadar Gula Pereduksi
Pengukuran kadar gula pereduksi dilakukan dengan metode luff schrool sebelum inversi. Gula yang teranalisis adalah gula-gula sederhana yang merupakan gula pereduksi dalam minuman air kelapa. Menurut Winarno (1992), ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua.
Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C no. 1 pada gugus glukosanya. Karena itu, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat nonpereduksi (Winarno 1992).
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kadar gula pereduksi minuman air kelapa pada awal penyimpanan adalah 6.27%, sedangkan pada akhir penyimpanan kadar gula pereduksi berkisar antara 3.48 hingga 3.71%. Kadar gula pereduksi minuman air kelapa selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan (Gambar 5). Penurunan kadar gula pereduksi selama penyimpanan terjadi karena adanya aktivitas mikroba yang menggunakan karbohidrat terutama gula sederhana pada air kelapa sebagai zat gizi (sumber energi). Pemecahan lebih lanjut dari gula sederhana adalah asam, sehingga kandungan gula pereduksi selama penyimpanan cenderung menurun. Glukosa yang ditambahkan dapat teranalisis karena merupakan gula sederhana yang termasuk gula pereduksi.
Gambar 5 Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap kadar gula pereduksi selama penyimpanan.
Penurunan kadar gula pereduksi lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan kadar gula total selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan aktivitas mikroba menyebabkan pemecahan gula terutama gula non pereduksi dan disakarida seperti sukrosa terlebih dahulu. Menurut Winarno (1992), inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam. Hasil dari penguraian sukrosa adalah glukosa dan fruktosa. Penurunan pH selama penyimpanan mendukung inversi sukrosa dan meningkatkan kandungan gula sederhana (glukosa dan fruktosa) selama penyimpanan.
Penyimpanan pada suhu ruang juga menyebabkan mikroorganisme tumbuh dengan baik, dimana suhu ruang merupakan suhu optimum bagi sebagian besar pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, jumlah mikroba yang semakin tinggi menyebabkan tingginya pemecahan gula menjadi gula sederhana kemudian menjadi asam. Berdasarkan hasil sidik ragam kadar gula pereduksi minuman air kelapa (Lampiran 6), penambahan pengawet, suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan interaksi antara dua perlakuan maupun ketiganya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi minuman air kelapa selama penyimpanan (p>0.05).
Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH diperoleh dari pengukuran konsentrasi ion hidrogen yang ada di dalam larutan, yaitu dalam bentuk asam terdisosiasi. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu sampel. Semakin rendah nilai pH sampel maka derajat keasaman sampel tersebut semakin tinggi. pH berkaitan dengan umur simpan bahan pangan, sehingga nilai pH suatu bahan pangan perlu diketahui karena mempengaruhi jumlah dan jenis jasad renik yang dapat tumbuh dalam bahan pangan tersebut (Fardiaz 1988).
Kisaran pH rata-rata minuman air kelapa selama penyimpanan adalah 5.0-3.5. Nilai pH minuman air kelapa selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan terutama pada penyimpanan suhu ruang (Gambar 6).
Ket : Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%.
Gambar 6 Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap nilai pH selama penyimpanan.
Berdasarkan hasil sidik ragam nilai pH minuman air kelapa (Lampiran 7), penambahan pengawet dan interaksi antara kedua dan ketiga faktor tidak berpengaruh nyata (p>0.05) sedangkan perlakuan lama penyimpanan dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai pH minuman air kelapa selama penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai pH (Lampiran 8), menunjukkan bahwa nilai pH pada hari ke-0 berbeda nyata dengan nilai pH pada hari ke-2, nilai pH pada hari ke-0 dan ke-2 tidak berbeda nyata dengan hari ke-28, 14, 7 dan 21.
Pada perlakuan suhu penyimpanan karena hanya terdiri dari dua taraf, maka tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Perlakuan suhu penyimpanan (suhu ruang dan suhu refrigerator) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai pH minuman air kelapa.
Penurunan pH pada minuman air kelapa kontrol yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat dibandingkan dengan minuman air kelapa dengan penambahan pengawet pada suhu ruang. Penurunan pH yang cukup tinggi mengindikasikan tingginya aktivitas mikroba pada minuman tersebut. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis mikrobiologi minuman air kelapa selama penyimpanan. Pada minuman yang diberi penambahan pengawet, aktivitas mikroba dapat dihambat. Mekanisme kerja natrium benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan berdisosiasi di dalam sel membentuk banyak ion-ion hidrogen, yang menyebabkan pH sel menjadi rendah, sehingga dapat merusak organ-organ sel mikroorganisme. Benzoat efektif pada pH 2.5 sampai 4.0.
Pada minuman baik kontrol dan dengan penambahan pengawet yang disimpan pada suhu refrigerator tidak mengalami penurunan pH yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena aktivitas mikroba dihambat oleh rendahnya suhu lingkungan sekitar, sehingga produksi asam terutama dalam bentuk ion yang terdisosiasi sebagai hasil metabolisme gula oleh mikroba rendah yang berindikasi pada pH minuman yang cenderung stabil selama penyimpanan.
Total Asam
Total asam adalah konsentrasi ion hidrogen terdisosiasi maupun tidak terdisosiasi. Total asam berhubungan erat dengan nilai pH yang sering dijadikan parameter untuk melihat daya awet suatu produk pangan.
Total asam minuman air kelapa selama penyimpanan berkisar antara 8.0-74.04 ml NaOH 0,1N/100ml (Gambar 7). Total asam minuman air kelapa
cenderung meningkat pada penyimpanan suhu ruang. Minuman air kelapa tanpa penambahan pengawet pada suhu ruang yang diamati pada hari ke-2 memiliki total asam paling tinggi, yaitu sebesar 74.04 ml. Berdasarkan hasil sidik ragam nilai total asam minuman air kelapa (Lampiran 9), lama penyimpanan, penambahan pengawet dan interaksi antara penambahan pengawet dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total asam minuman air kelapa selama penyimpanan (p>0,05), sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai total asam minuman air kelapa (p<0.05).
Ket : Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Gambar 7 Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap total asam tertitrasi selama penyimpanan.
Salah satu tanda kerusakan minuman air kelapa adalah timbulnya aroma asam. Derajat keasamaan (pH) berhubungan dengan total asam produk. Semakin rendah pH, maka total asam akan semakin tinggi. Karena total asam tidak hanya mengindikasikan banyaknya ion hidrogen terdisosiasi dalam pangan namun juga dalam bentuk yang tidak terdisosiasi. Selama penyimpanan total asam minuman air kelapa cenderung naik. Peningkatan total asam terjadi karena selain asam hasil pemecahan gula oleh mikroba, juga adanya ion hidrogen terdisosiasi dan tak terdisosiasi dari natrium benzoat. Selama penyimpanan hingga hari ke-2 terutama pada penyimpanan suhu refrigerator, natrium benzoat lebih banyak dalam bentuk tak terdisosiasi. Semakin lama, aktivitas mikroba
akan semakin tinggi sehingga natrium benzoat membentuk ion hidrogen terdisosiasi yang dapat merusak sel mikoba, sehingga total asam akan meningkat sejalan dengan lama penyimpanan.
Peningkatan total asam minuman air kelapa selama penyimpanan disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba yang melakukan aktivitasnya. Gula sederhana yang terkandung dalam minuman air kelapa digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya karena mikroba memerlukan zat gizi untuk hidup, sehingga gula sederhana dalam minuman air kelapa mengalami degradasi menjadi asam. Asam yang terbentuk akibat adanya aktivitas mikroba menyebabkan total asam minuman air kelapa meningkat. Bakteri, kapang, dan khamir mempunyai daya perusak terhadap bahan pangan dengan cara menghidrolisis makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil, misalnya karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam (Syarief et
al 1989).
Kandungan Mineral dalam Minuman Air Kelapa
Keberadaan mineral dalam minuman isotonik merupakan aspek penting yang mempengaruhi rasa dan manfaat minuman. Beberapa manfaat dari minuman isotonik adalah mendukung peningkatan konsumsi cairan, meningkatkan penyerapan cairan, mempertahankan volume plasma dan menjamin rehidrasi yang cepat dan sempurna (Murray dan J. Stofan 2001).
Kandungan Natrium
Kandungan mineral natrium dalam minuman isotonik bersama air terutama bermanfaat dalam proses rehidrasi yaitu menggantikan cairan tubuh (keringat) dan penstimulir penyerapan cairan dengan cepat. Minuman air kelapa secara alami mengandung natrium.
Kandungan natrium minuman air kelapa selama penyimpanan berkisar antara 100-175 ppm (Gambar 8). Kandungan natrium pada minuman air kelapa yang diberi penambahan pengawet lebih tinggi 50 ppm dari pada minuman air kelapa kontrol. Hal ini diduga karena penggunaan natrium benzoat yang meningkatkan kandungan natrium minuman air kelapa. Menurut Winarno (1992), Pengawet yang biasa digunakan adalah dalam bentuk Na-benzoat (C7H5NaO2) karena kelarutannya lebih besar. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu asam benzoat yang tak terdisosiasi.
Ket : Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Gambar 8 Pengaruh penambahan pengawet dan suhu penyimpanan terhadap kandungan natrium selama penyimpanan.
Kandungan natrium minuman air kelapa selama penyimpanan cenderung berubah, terutama pada minuman air kelapa dengan penambahan pengawet. Hal ini terjadi karena adanya penguraian natrium benzoat menjadi asam benzoat dan ion Na+ yang berpengaruh pada perubahan kandungan natrium dan keseimbangan asam basa sel. Menurut Almatsier (2003), natrium berperan dalam menjaga keseimbangan asam basa dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam.
Jika dibandingkan dengan kisaran kandungan natrium yang ada dalam minuman isotonik di pasaran yaitu sekitar 21-24.5 mmol/l atau 483-564 ppm maka kandungan natrium minuman air kelapa masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil sidik ragam kandungan natrium minuman air kelapa (Lampiran 10), lama, suhu penyimpanan dan interaksi antara kedua dan ketiga faktor tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan natrium minuman air kelapa selama penyimpanan (p>0.05), sedangkan perlakuan pengawet berpengaruh nyata terhadap kandungan natrium minuman air kelapa selama penyimpanan (p<0.05). Pada perlakuan penambahan pengawet tidak dilakukan uji lanjut Duncan karena hanya terdiri dari dua taraf. Kandungan natrium pada minuman air kelapa dengan penambahan pengawet lebih tinggi daripada minuman air kelapa kontrol.
Menurut Murray dan J. Stofan (2001), minuman isotonik biasanya mengandung beberapa jenis monosakarida, disakarida dan maltodekstrin dengan konsentrasi 6-9%, selain itu juga mengandung beberapa mineral (elektrolit) seperti natrium, kalium, klorida dan fosfat. Pada beberapa produk juga ditambahkan flavour buah, sebagai penyegar. Kandungan natrium minimal dalam minuman isotonik adalah 20-60 mmol/l. Hal ini berdasarkan estimasi pengeluaran natrium pada keringat selama beraktivitas (terutama olahraga).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan natrium dalam minuman air kelapa adalah sebesar 100-175 ppm atau sekitar 4.35-7.6 mmol/l. Berdasarkan konsentrasi minimal natrium dalam minuman isotonik (20 mmol/l), maka kontribusi natrium minuman air kelapa adalah sebesar 21.74-38 %. Hal ini menunjukan bahwa minuman air kelapa berpotensi dijadikan sebagai minuman isotonik. Formulasi lebih lanjut diperlukan untuk menyempurnakan minuman air kelapa sebagai minuman isotonik. Penambahan natrium (fortifikasi) diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal natrium dalam minuman air kelapa yaitu sebesar 285.2-359 mg Na per liter atau setara dengan 725.4-913 mg NaCl per liter.
Kandungan Kalium
Kandungan elektrolit lain dalam minuman isotonik biasanya lebih kecil, antara lain kalium. Kandungan kalium dalam minuman isotonik adalah kurang dari 10 mmol/l. Sejumlah penelitian telah mempelajari peran potensialnya dalam kontraksi otot. Kehilangan kalium dalam tubuh menjadi dugaan umum penyebab keram otot (Murray dan J. Stofan 2001).
Kandungan kalium minuman air kelapa selama penyimpanan berkisar antara 370-450 ppm (Gambar 9). Kandungan kalium minuman air kelapa selama penyimpanan cenderung stabil. Kalium berperan dalam memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Jika dibandingkan dengan kisaran kandungan kalium pada beberapa minuman isotonik yaitu sekitar 5-7 mmol/l atau 195-273 ppm maka kandungan kalium minuman air kelapa tergolong tinggi.