• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS DAERAH"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PRODUKSI,

PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN

REMPAH DAN PENYEGAR

PEDOMAN TEKNIS DAERAH

GERAKAN NASIONAL

PENINGKATAN PRODUKSI DAN MUTU KAKAO TAHUN 2012

(2)

BAB I

PEREMAJAAN KEBUN

1. Pendahuluan

Pada tahun 2008 diidentifikasi bahwa sekitar 70.000 ha kebun kakao di sentra produksi kakao, kondisi tanamannya sudah tua/rusak, tidak produktif dan terserangberat hama dan penyakit sehingga perlu dilakukan peremajaan kebunsecara bertahap.

Pada tahun 2009 melalui Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao telah dilakukan peremajaan kebun seluas 20.000 ha di 9 Provinsi pelaksana Gerakan. Sebagai kompensasi bagi petani peserta, maka diberikan bantuan benih tanaman sela (semusim) untuk ditanam di areal kakao yang diremajakan. Pada tahun 2010 kegiatan peremajaan kebun seluas15.150 ha dilaksanakan di 12 provinsi pada 50 kabupaten, pada tahun 2011 dilaksanakan di 24 provinsi pada 92 kabupaten seluas 49.500 hadan pada tahun 2012 di 5 provinsi dan 19 kabupaten seluas 4.900 ha.

Dalam rangka melaksanakan peremajaan kebun perlu ditetapkan Pedoman Teknis sebagai acuan teknis bagi Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunan dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang selanjutnya dipedomani oleh Dinas Kabupaten Yang Membidangi Perkebunan dalam menyusun Petunjuk Teknis (Juknis). Bila kegiatan

(3)

dialokasikan di Provinsi, maka Juklak dan Juknis disusun oleh Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunan.

2. Tujuan

Memperbaiki kondisi kebun yang tanamannya sudah tua, rusak, tidak produktif, dan terserang berat oleh hama dan penyakit.

3. Sasaran

Terlaksananya peremajaan kebun kakao yang tanamannya sudah tua, rusak, tidak produktif, dan terserang berat hama dan penyakit seluas 4.900 ha yang tersebar di 19 kabupaten di 5 provinsi.

4. Ruang Lingkup

Peremajaan kebun merupakan upaya penggantian tanaman yang tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap dan pengutuhan (pemadatan) populasi sesuai standar teknis dengan menggunakan bahan tanaman unggul yang berasal dari perbanyakan teknologi Somatic Embryogenesis (SE).

4.1. Persyaratan Kebun

Kebun kakao yang akan diremajakan adalah kebun dengan kondisi:

- Tanamannya sudah tua (umur >20 tahun). - Jumlah tegakan/populasi tanaman<50%dari

jumlah standar (1.000 pohon/Ha).

- Produktivitas tanaman rendah (<500kg/ha/ tahun).

(4)

- Terserang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama (hama PBK danHelopeltis spp.) serta penyakit (Vascular Streak Dieback/VSD dan Busuk Buah).

- Lahan berupa hamparan/berkelompok yang memenuhi persyaratan kesesuaian, meliputi: curah hujan 1.500-2.500 mm (sangat sesuai) dan 1.250-1.500 mm atau 2.500-3.000 mm (sesuai), dan 1.100-1.250 mm/ 3.000-4.000 mm (agak sesuai).

- Lereng 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15% (sesuai), dan 15-45 % (agak sesuai).

4.2. Benih a. Kakao

- Menggunakan benih kakao klon unggul yang tahan/toleran terhadap hama PBK dan penyakit VSD, yang diperbanyak dengan teknologi Somatic Embryogenesis (SE).

- Klon yang direkomendasikan untuk peremajaan yaitu Sulawesi 1, Sulawesi 2, ICCRI 03, ICCRI 04 dan Scavina 6.

- Bersertifikat dan berlabel.

- Siap tanam dan memenuhi kriteria standar mutu benih kakao Somatic Embryogenesis (SE) siap tanam sebagaimana tersaji pada Lampiran

1.

- Benih kakao SE dalam bentuk plantlet pasca aklimatisasi yang

(5)

dikirim oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao melebihi umur normal (lebih dari 2 bulan), maka dalam rangka pemulihan, penyegaran dan adaptasi benih kakao SE dalam bentuk plantlet pasca aklimatisasi tersebut diperlukan waktu minimal selama satu bulan untuk pembesaran.

b. Tanaman sela

- Bantuan benih tanaman sela (tanaman semusim)diberikan sesuai dengan kebutuhan daerah dan ketersediaan anggaran.

4.3. Pestisida

- Menggunakan pestisida dan fungisida yang efektif, terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian dengan dosis sesuai anjuran.

- Beberapa pestisida yang efektif untuk dipertimbangkan dalam pengendalian hama Helopeltis spp. dan Ulat Kilan (Hyposidra talaca) antara lain adalah berbahan aktif lamda sihalotrin + tiamektosam, lamda sihalotrin, alfa sipermetrin, sipermerin + klorfirifos, abametrin dan malation.

- Penyakit VSD dicegah dengan fungisida berbahan aktif antara lainazoxystrobin, azoxystrobin+difenokonazol,

(6)

propikonazol+difenokonazol, flutriafol dan hexaconazole.

4.4. Pupuk

- Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk (compound) non subsidi.

- Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,, Sulawesi Tenggara dan NTT menggunakan jenis dan dosis yang telah ditetapkan pada tahun 2009, 2010, 2011 - Pupuk dikemas dalam kemasan

khususbertuliskan “Pupuk Gernas Kakao, Tidak Untuk Diperjualbelikan di Pasar” dan harus dilakukan uji mutu dilapangan.

- Diaplikasikan 1 (satu) kali, yaitu pada awal musim hujan.

4.5. Peralatan

- Alat semprot (knapsack sprayer) 0,2 unit per hektar.

- Spesifikasi knapsack sprayer sebagaimana pada Lampiran 2.

4.6. Bantuan Upah Kerja

Penyediaan dana APBN sebagai bantuan insentif kerja bagi petani peserta untuk pembongkaran/penebangan dan penanaman kakao sebesar Rp. 750.000.- (tujuh ratus lima puluh ribu) per hektar. Bantuan upah kerja diserahkan segera setelah pencairan, secara tunai kepada petani/kelompok tani atau melalui

(7)

rekening tabungan kelompok/petani sesuai dengan tahapan pekerjaan yang telah diselesaikan oleh petani.

5. Pelaksanaan 5.1. Persiapan

a. Sosialisasi

Dinas Provinsi dan Kabupatenyang membidangi perkebunan bersama-sama melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao khususnya kegiatan Peremajaan kepada petani kakao dan stakeholder lainnya di lokasi Gerakan.

b. Penetapan petani peserta

1) Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan melakukan inventarisasi CP/CL. Seleksi calon petani peserta dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:

 Petani

- Pemilik kebun

- Berdomisili di wilayah Gerakan yang dibuktikan dengan identitas lengkap seperti KTP dan Kartu Keluarga (KK)

- Bersedia melaksanakan peremajaan dan mengikuti ketentuan Gerakan sesuai dengan aturan yang telah

(8)

ditetapkan (membuat pernyataan tertulis)

- Berusia 21 tahun ke atas atau telah menikah

- Tergabung dalam kelompok tani kakao yang merupakan kelompok sasaran

- Jumlah anggota kelompok sasaran lebih kurang 30 orang.

 Kebun

- Luas pemilikan lahan maksimal 4 (empat) hektar.

- Lahan harus dapat disertifikasi. - Memenuhi persyaratan kebun

seperti pada butir 4.1.

2) Calon petani peserta hasil inventarisasi diajukan oleh Kepala Dinas Kabupaten Yang Membidangi Perkebunan kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai petani peserta.

c. Pemberdayaan Petani

Petani peserta yang sudah ditetapkan, diikutsertakan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan sesuai kurikulum yang ditetapkan oleh Ditjen. Perkebunan.

(9)

d. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Pengadaan bahan dan alat peremajaan dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan yang dibentuk oleh Kepala Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten terpilih yang membidangi perkebunan mengacu kepada PERPRES No. 54 Tahun 2010.

1) Benih

- Pengadaan benih kakao dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

- Benih kakao yang diadakan adalah benih yang diperbanyak dengan teknologi Somatic Embryogenesis (SE).

- Benih tanaman sela (semusim) diadakan oleh Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan.

2) Pupuk

Pengadaan pupuk untuk peremajaan dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten terpilih Yang Membidangi Perkebunan sesuai POK Tahun 2012.

3) Peralatan

Pengadaan peralatan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten Yang Membidangi Perkebunan.

(10)

4) Pestisida

- Pengadaan pestisida untuk

kegiatan peremajaan

dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten terpilih Yang Membidangi Perkebunan sesuai POK. Pemilihan pestisida didasarkan pada hasil pengamatan/inventarisasi

serangan hama dan penyakit. - Pestisida yang diadakan adalah

insektisida untuk mengendalikan hama Helopeltis spp., Ulat Kilan (Hyposidra talaca), fungisida untuk mengendalikan penyakit VSD.

- Bahan aktif pestisida yang akan diadakan seperti pada butir 4.3.

5.2. Pra-Tanam

a. Pembongkaran/penebangan pohon kakao

- Pembongkaran/penebangan pohon kakao dilakukan oleh petani peserta. - Tanaman tua ditebang dan atau

tunggul-tunggulnya dibongkar.

- Kebun dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan tunggul-tunggul(tidak dengan membakar), kemudian tanahnya diratakan dan dibuat saluran drainase. Pada lahan yang

(11)

miring/curam dibuat tapak kuda atau terassering.

b. Penanaman pohon pelindung

- Pohon pelindung ditanam setelah lahan dibersihkan dan diratakan. - Penanaman pohon pelindung

dilakukan beberapa bulan sebelum benih kakao ditanam.

- Pohon pelindung sementara yang dianjurkan adalah pisang, ditanam dengan jarak tanam 3m x 6m.

- Pohon pelindung tetap yang dianjurkan adalah gamal ditanam dengan jarak tanam 6m x 6m dan kelapa 12m x 9m atau tanaman bernilai ekonomis lainnya seperti pohon meranti (nyatoh/palupi), dll. - Penyediaan bahan tanam dan

penanaman pohon pelindung disediakan dan dilakukan oleh petani.

c. Pembuatan ajir dan lubang tanam

- Lubang tanam dibuat setelah terlebih dahulu diberi ajir dengan jarak 3m x 3m atau populasi 1.000 pohon per hektar disesuaikan dengan kondisi lahan.

- Lubang tanam digali dengan ukuran: panjang 60cm, lebar 60cm dan dalam 60cm.

(12)

- Lubang tanam jangan dibuat pada lubang bekas tanaman yang dibongkar.

d. Pemupukan

- Pupuk diberikan 1 (satu) kali, yaitu pada saat tanam/awal musim hujan. - Jenis dan dosis pupuk yang

dipergunakan merujuk kepada rekomendasi hasil analisa tanah yang dilakukan oleh lembaga penelitian yang ditunjuk oleh Kementerian Pertanian c.q. Ditjen Perkebunan.

5.3. Penanaman kakao

- Benih kakao yang berasal dari perbanyakan dengan teknologi Somatic Embryogenesis (SE) dan sudah teraklimatisasi, ditanam pada lubang tanam yang sudah disiapkan.

- Penanaman kakao dilakukan pada awal musim penghujan.

- Pengendalian OPT dilakukan dengan menggunakan pestisida yang didasarkan atas hasil pengamatan.

5.4. Penanaman tanaman sela (semusim)

Penanaman tanaman sela (semusim) dilakukan sebelum atau setelah bibit kakao ditanam.

5.5. Aplikasi Pestisida

- Penggunaan pestisida dilakukan apabila hasil pengamatan lapang menunjukkan adanya peningkatan intensitas serangan

(13)

OPT, dibandingkan dengan hasil pengamatan sebelumnya.

- Pengamatan OPT dilakukan oleh kelompok tani atau regu pengendali hama dan penyakit.

6. Waktu

Kegiatan peremajaan kebunkakao dilaksanakan pada tahun 2012.

7. Lokasi

Peremajaan kebun kakao dilaksanakan di 19 Kabupaten di 5 Provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao dengan rincian sebagaimana pada Lampiran 3.

8. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Dinas KabupatenYang Membidangi Perkebunan di 19 Kabupaten dan Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunan di 5 Provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.

(14)

BAB II

REHABILITASI KEBUN

1. Pendahuluan

Pada tahun 2008 diidentifikasi bahwa sekitar 235.000 ha kebun kakao di sentra produksi kakao, kondisi tanamannya sudah kurang produktif dan terserang hama dan penyakit dengan intensitas serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi kebun.

Pada tahun 2009, melalui Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao, telah dilakukan rehabilitasi seluas 60.000 ha dengan cara sambung samping. Pada tahun 2010 dilaksanakan kegiatan rehabilitasi kebun seluas 28.613 ha di 10 provinsi 38 kabupaten. Pada tahun 2011 seluas74.200 ha di 13 provinsi 58 kabupatensesuai DIPA dan pada tahun 2012 seluas 39.150 ha di 9 provinsi dan 33 kabupaten. Dalam rangka melaksanakan kegiatan rehabilitasi perlu ditetapkan Pedoman Teknis sebagai acuan teknis bagi Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunan dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang selanjutnya dipedomani oleh Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan dalam menyusun Petunjuk Teknis (Juknis). Bila kegiatan dialokasikan di Provinsi, maka Juklak dan Juknis disusun oleh Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

(15)

2. Tujuan

Memperbaiki kondisi tanaman kakao pada kebun-kebun yang kurang produktif dan terserang hama dan penyakit dengan intensitas serangan sedang.

3. Sasaran

Terlaksananya rehabilitasi kebun kakao yang tanamannya kurang produktifdan terserang OPT (hama, penyakit dan gulma) seluas 39.150 ha di 9 provinsi yang tersebar di 33 kabupaten pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.

4. Ruang Lingkup

Rehabilitasi kebun adalah upaya perbaikan kondisi tanaman (pertumbuhan dan produktivitas) melalui teknologi sambung samping.

4.1. Persyaratan Kebun

Kebun kakao yang akan direhabilitasi adalah kebunhamparan/berkelompokdengan kondisi sebagai berikut :

- Tanamannya masih umur produktif (umur<15 tahun) dan secara teknis dapat dilakukan sambung samping. - Jumlah tegakan/populasi tanaman

antara 70%-90% dari jumlah standar (1.000 pohon/ha).

(16)

- Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/tahun) tetapi masih mungkin untuk ditingkatkan.

- Jumlah pohon pelindung>50% dari standar.

- Terserang OPT utama (hama PBK, Helopeltis spp., penyakit busuk buah, kanker batang dan penyakit VSD).

- Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian, meliputi : Curah hujan 1500-2.500 mm (sangat sesuai) dan 1.250-1.500 mm atau 2.500-3.000 mm (sesuai); Lereng 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15% (sesuai).

4.2. Entres

- Entres harus diambil dari cabang plagiotrop dengan kriteria tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda (semi hardwood).

- Stek entres yang akan digunakan untuk sambung samping harus berasal dari cabang plagiotrop.

- Untuk kemudahaan distribusi dan untuk menjaga kesegaran mata entres, maka cabang plagiotrop yang diambil sebagai sumber stek entres dikemas dalam kotak karton yang diberi media serbuk gergaji yang telah dicampur dengan alkosob (5 gram/liter air) atau kemasan dan bahan lain yang memenuhi syarat teknis yang dapat mempertahankan kesegaran

(17)

cabang plagiotrop yang dikemas tersebut.

- Stek entres yang digunakan untuk sambung samping minimal terdiri dari 2 mata.

- Entres kakao yang diedarkan harus sudah disertifikasi oleh UPTD/IP2MB/BBP2TP. - Entres pada kegiatan Rehabilitasi Kakao

menggunakan klon Sulawesi 1, Sulawesi 2, ICCRI 03, ICCRI 04, dan Scavina 6. Apabila entres tidak tersedia di provinsi/kabupaten yang bersangkutan dapat dipenuhi dari provinsi/kabupaten terdekat dengan menggunakan klon yang sama.

4.3. Pestisida

- Menggunakan insektisida dan fungisida yang efektif, efisien terdaftar, dan mendapat izin dari Menteri Pertanian dengan dosis sesuai anjuran.

- Pemilihan pestisida didasarkan terhadap hasil pengamatan / inventarisasi serangan hama dan penyakit yang dilaksanakan oleh kabupaten.

- Beberapa pestisida yang efektif untuk dipertimbangkan dalam pengendalian hama hama Helopeltis spp., ulat kilan (Hyposidra talaca) dan PBK adalah insektisida berbahan aktifantara lain lamda sihalotrin+tiamektosam, lamda

(18)

sihalotrin, alfa sipermetrin, sipermetrin+klorfirifos, abametrin, triazopos dan malation.

- Insektisida tersebut digunakan untuk mengendalikan hama utama pada tanaman kakao yaitu Helopeltis spp., Conopomorpha cramerella, dan Hyposidra talaca.

- Penyakit VSD dicegah dengan fungisida

berbahan aktif antara

lainazoxystrobin, azoxystrobin + difenokonazol, propikonazol + difenokonazol, flutriafol dan hexaconazole.

- Penyakit kanker batang dikendalikan dengan fungisida berbahan aktif antara lain tembaga oksida dan tembaga hidroksida. Fungisida tersebut digunakan dengan cara pengolesan setelah terlebih dahulu mengerok bagian yang sakit.

4.4. Pupuk

- Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk (compound) non subsidi.

- Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, NTT, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Gorontalo menggunakan jenis dan dosis yang telah ditetapkan pada tahun 2009, 2010 dan 2011.

(19)

- Pupuk dikemas dalam kemasan khusus bertuliskan “Pupuk Gernas Kakao Tidak untuk Diperjualbelikan di Pasar” dan harus dilakukan uji mutu dilapangan. - Diaplikasikan 1 (satu) kali, yaitu

sebelum atau setelah dilakukan penyambungan.

4.5. Peralatan

- Alat semprot (knapsack sprayer), 2 unit per hektar.

- Knapsack sprayer digunakan untuk aplikasi pestisida (insektisida dan fungisida).

- Spesifikasi teknis knapsack sprayer sebagaimana pada Lampiran 2.

4.6. Bantuan Upah Kerja

Penyediaan dana APBN sebagai bantuan insentif kerja bagi petani peserta untuk penebangan batang utama kakao sebesar Rp. 750.000.- (tujuh ratus lima puluh ribu) per hektar. Bantuan upah kerja diserahkan segera setelah pencairan, secara tunai kepada petani/kelompok tani atau melalui rekening tabungan kelompok/petani sesuai dengan tahapan pekerjaan yang telah diselesaikan oleh petani.

(20)

5. Pelaksanaan 5.1. Persiapan

a. Sosialisasi

Dinas Provinsi dan Kabupatenyang membidangi perkebunan bersama-sama melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao kepada petani.

b. Penetapan petani peserta

1) Dinas Kabupatenyang membidangi perkebunan melakukan inventarisasi CP/CL. Seleksi calon petani peserta dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :

 Petani

- Pemilik kebun.

- Berdomisili di wilayah Gerakan yang dibuktikan dengan identitas lengkap seperti KTP dan Kartu Keluarga (KK).

- Bersedia melaksanakan rehabilitasi dan mengikuti ketentuan Gerakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan (membuat pernyataan tertulis).

- Berusia 21 tahun ke atas atau telah menikah.

(21)

- Tergabung dalam kelompok tani kakao yang merupakan kelompok sasaran.

- Jumlah anggota kelompok sasaran adalah lebih kurang 30 orang.

 Kebun

- Luas pemilikan lahan maksimal 4 (empat) hektar.

- Lahan harus dapat disertifikasi. - Memenuhi persyaratan kebun

seperti pada butir 4.1.

2) Calon petani peserta hasil inventarisasi diajukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota Yang Membidangi Perkebunan kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai petani peserta.

c. Pemberdayaan Petani

Petani peserta yang sudah ditetapkan, diikutsertakan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan sesuai kurikulum yang ditetapkan oleh Ditjen Perkebunan.

d. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Pengadaan bahan, alat dan jasa rehabilitasi dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan yang dibentuk oleh Kepala

(22)

yang membidangi perkebunan mengacu kepada PERPRES No. 54 Tahun 2010.

1) Pelaksanaan sambung samping

- Pelelangan kegiatan sambung samping dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten.

- Entres yang diadakan sesuai dengan butir 4.2.

- Pengadaan entres dilakukan bekerja sama dengan Perusahaan Penangkar Benih (sesuai dengan Perjanjian/Kontrak).

2) Pupuk

Pengadaan pupuk untuk peremajaan

dilaksanakan oleh Dinas Provins Membidangi Perkebunan sesuai POK.

3) Peralatan

Pengadaan peralatan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten Yang Membidangi Perkebunan.

4) Pestisida

- Pengadaan pestisida untuk kegiatan rehabilitasi dilaksanakan oleh Dinas Yang Membidangi Perkebunan sesuai POK Tahun 2011. Pemilihan pestisida didasarkan terhadap hasil pengamatan/inventarisasi

(23)

- Pestisida yang diadakan adalah insektisida untuk mengendalikan hama penghisap daun/buah Helopeltis spp., ulat kilan (Hyposidra talaca), fungisida untuk mengendalikan penyakit VSD.

- Bahan aktif pestisida yang akan diadakan seperti pada butir 4.3.

5.2. Sambung Samping

- Sambung samping dilakukan dengan dua sambungan per pohon pada dua sisi batang bawah dengan ketinggian sekitar 50cm dari permukaan tanah. Untuk meningkatkan daya tumbuh sambung samping agar diberi perlakuan dengan stimulan/perangsang daya tumbuh. - Sambungan/tempelan dinyatakan hidup

apabila sudah tumbuh tunas dengan dua daun terbuka. Tunas dengan daun terbuka tersebut harus tampak segar. Akan tetapi apabila tunas dengan dua daun terbuka tersebut kering atau busuk berarti sambungan gagal.

- Tunas yang baru tumbuh harus dilindungi dari serangan OPT dengan aplikasi pestisida yang didasarkan atas hasil pengamatan. Tiga bulan setelah penyambungan apabila entres sudah melekat erat pada batang bawah, maka tali pengikat pertautan baru dibuka.

(24)

- Cabang batang utama yang menaungi tunas hasil sambung samping dipangkas secara bertahap.

- Batang utama dipotong setelah tunas hasil sambung samping tumbuh.

- Sambungan/tempelan yang “hidup” yang “dibayar”.

5.3. Penanaman Pohon Pelindung

Penanaman pohon pelindung tetap yang dianjurkan adalah tanaman gamal dengan jarak tanam 6m x 6m atau tanaman bernilai ekonomis lainnya seperti pohon kelapa, meranti (nyatoh/palupi) dan lain-lain.

5.4. Pemupukan

- Diaplikasikan 1 (satu) kali setahun pada awal musim hujan.

- Jenis dan dosis pupuk yang dipergunakan merujuk kepada rekomendasi hasil analisa tanah yang dilakukan oleh lembaga penelitian yang ditunjuk oleh Kementerian Pertanian cq. Ditjen Perkebunan.

5.5. Aplikasi Pestisida

- Penggunaan pestisida dilakukan apabila hasil pengamatan lapang menunjukkan adanya peningkatan intensitas serangan OPT, dibandingkan dengan hasil pengamatan sebelumnya.

(25)

- Pengamatan OPT dilakukan oleh kelompok tani atau regu pengendali OPT.

6. Waktu

Pelaksanaan sambung samping dilakukan pada awal musim kemarau.

7. Lokasi

Kegiatan rehabilitasi tanaman dilaksanakan di 33 kabupaten di 9 provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao sebagaimana pada Lampiran

4. 8. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan di 33 kabupaten dan Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunan di 9 provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.

(26)

BAB III

INTENSIFIKASI KEBUN

1. Pendahuluan

Pada tahun 2008 diidentifikasi bahwa sekitar 145.000 Ha kebun kakao di sentra produksi kakao, kondisi tanamannya tidak terawat atau kurang pemeliharaan, sehingga perlu dilakukan intensifikasi secara bertahap.

Pada tahun 2009, melalui Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao dilakukan intensifikasi kebun seluas 65.000 ha dengan melakukan pemeliharaan tanaman sesuai dengan baku teknis. Pada tahun 2010 dilaksanakan kegiatan intensifikasi seluas 15.900 ha di 13 provinsi, 55 kabupaten, pada tahun 2011 seluas 62.800ha di 25 provinsi pada 95 kabupaten, sedangkan pada tahun 2012 seluas 16.930 ha di 13 provinsi dan di 45 kabupaten.

Dalam rangka melaksanakan kegiatan intensifikasi kebun perlu ditetapkan Pedoman Teknis sebagai acuan teknis bagi Dinas Provinsi yang Membidangi Perkebunan dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang selanjutnya dipedomani oleh Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan dalam menyusun Petunjuk Teknis (Juknis). Bila kegiatan dialokasikan di Provinsi, maka Juklak dan Juknis disusun oleh Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

(27)

2. Tujuan

Memperbaiki kondisi kebun yang tanamannya kurang terawat dan terserang OPT (hama, penyakit dan gulma) melalui pemeliharaan tanaman sesuai dengan baku teknis.

3. Sasaran

Terlaksananya intensifikasi kebun kakao yang tanamannya kurang terawat dan terserang OPT seluas 16.930 ha di 45 Kabupaten di 13 Provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.

4. Ruang Lingkup

Intensifikasi tanaman adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan standar teknis budidaya.

4.1. Persyaratan Kebun

Kebun kakao yang mendapat perlakuan intensifikasi adalah kebun yang merupakan hamparan/berkelompok dengan kondisi:

- Tanamannya masih muda (<10 tahun) tetapi kurang terpelihara.

- Jumlah tegakan/populasi tanaman >70% dari jumlah standar (1.000 pohon/Ha) - Produktivitas tanaman rendah (<500

kg/ha/tahun) dan masih mungkin untuk ditingkatkan.

- Pohon pelindung >20% dari standar. - Terserang OPT Utama (PBK, Helopeltis

spp., penyakit VSD, kanker batang dan Busuk Buah).

(28)

- Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian, meliputi curah hujan 1.500-2.500mm (sangat sesuai) dan 1.250-1.500mm atau 2.500-3.000mm (sesuai), lereng 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15% (sesuai).

4.2. Pestisida

- Menggunakan pestisida yang efektif, terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian dengan dosis sesuai anjuran.

- Pemilihan pestisida didasarkan pada hasil pengamatan / inventarisasi serangan OPT yang telah dilaksanakan. - Beberapa pestisida yang efektif untuk

dipertimbangkan dalam pengendalian hama Helopeltis spp. dan PBKantara lain adalah berbahan aktif lamda sihalotrin + tiamektosam, lamda sihalotrin, alfa sipermetrin, sipermetrin + klorfirifos, abametrin, triazopos dan malation.

- Penyakit VSD dicegah dengan fungisida antara lain berbahan aktif azoxystrobin, azoxystrobin + difenokonazol, propikonazol+ difenokonazol, flutriafol dan hexaconazole.

- Penyakit VSD dikendalikan dengan kegiatan pemangkasan.

(29)

- Penyakit busuk buah dan kanker batang dikendalikan dengan fungisida berbahan aktif antara lain tembaga oksida dan tembaga hidroksida.Untuk penyakit kanker batang fungisida tersebut dengan cara pengolesan setelah terlebih dahulu mengerok bagian yang sakit.

- Penggunaan perangkap Feromon untuk pengendalian Hama PBK yang efektif, terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian dengan dosis sesuai anjuran. Feromon tersebut berbahan aktif antara laincampuran hexadecatrienyl acetate dan hexadecatrienol. Pemasangan perangkap harus tepat waktu, dilakukan pada saat musim buah di mana mulai terjadi serangan. Jika diterapkan tidak pada saat musim buah tidak ada manfaatnya. Kegiatan tersebut sebaiknya dikombinasikan dengan pemangkasan, sanitasi, panen sering dan pemupukan (PSPsP), penyarungan buah dan pemanfaatan agensia hayati jamur Beauveria bassiana atau semut hitam / rangrang.

(30)

4.3. Pupuk

- Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk (compound) non subsidi.

- Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Bali, NTT, Maluku, Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, Gorontalo, Maluku Utara dan Sulawesi Utara menggunakan jenis dan dosis yang telah ditetapkan pada tahun 2009, 2010 dan 2011.

- Pupuk dikemas dalam kemasan khusus bertuliskan “Pupuk Gernas Kakao, Tidak Diperjualbelikan di Pasar” dan harus dilakukan uji mutu dilapangan.

- Diaplikasikan 1 (satu) kali, yaitu pada awal musim hujan.

4.4. Peralatan

- Alat semprot (knapsack sprayer) 0,2 unit per hektar dan gunting galah 1 unit per hektar.

- Knapsack sprayer digunakan untuk aplikasi pestisida (insektisida dan fungisida).

- Gunting galah digunakan untuk memotong batang atau cabang pohon kakao dengan spesifikasi teknis sebagaimana tersaji padaLampiran 5.

4.5. Bantuan Upah Kerja

Penyediaan dana APBN untuk bantuan insentif kerja bagi petani peserta untuk

(31)

pemeliharaan kakao, sebesar Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu) per hektar.Bantuan upah kerja diserahkan segera setelah pencairan, secara tunai kepada petani/kelompok tani atau melalui rekening tabungan kelompok/petani sesuai dengan tahapan pekerjaan yang telah diselesaikan oleh petani.

5. Pelaksanaan 5.1. Persiapan

a. Sosialisasi

Dinas Provinsi dan KabupatenYang Membidangi Perkebunan bersama-sama melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao kepada petani.

b. Penetapan petani peserta

1) Dinas Kabupatenyang membidangi perkebunan melakukan inventarisasi CP/CL. Seleksi calon petani peserta dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :

 Petani

- Pemilik Kebun.

- Berdomisili di wilayah Gerakan yang dibuktikan dengan identitas lengkap seperti KTP dan Kartu Keluarga (KK).

(32)

- Bersedia melaksanakan kegiatan intensifikasi dan mengikuti ketentuan Gerakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan (membuat pernyataan tertulis).

- Berusia 21 tahun ke atas atau telah menikah.

- Tergabung dalam kelompok tani kakao yang merupakan kelompok sasaran.

- Jumlah anggota kelompok sasaran lebih kurang sebanyak 30 orang.

 Kebun

- Luas pemilikan lahan maksimal 4 (empat) hektar.

- Lahan harus dapat disertifikasi. - Memenuhi persyaratan kebun

seperti pada butir 4.1.

2) Calon petani peserta hasil inventarisasi diajukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai petani peserta berdasarkan keputusan.

c. Pemberdayaan Petani

Petani peserta yang sudah ditetapkan, diikutsertakan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kabupaten

(33)

yang membidangi perkebunan sesuai kurikulum yang ditetapkan oleh Ditjen Perkebunan.

d. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Pengadaan bahan dan alat intensifikasi dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan yang dibentuk oleh Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten Yang Membidangi Perkebunan mengacu kepada PERPRES No. 54 Tahun 2010.

1) Pupuk

Pengadaan pupuk untuk intensifikasi dilaksanakan oleh Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunan dan Dinas Kabupaten terpilih Yang Membidangi Perkebunan.

2) Peralatan

Pengadaan peralatan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota Yang Membidangi Perkebunan.

3) Pestisida

- Pengadaan pestisida untuk kegiatan rehabilitasi dilaksanakan oleh Dinas Provinsi Yang Membidangi Perkebunandan Dinas Kabupaten terpilih Yang Membidangi Perkebunan sesuai POK Tahun 2011. Pemilihan pestisida didasarkan pada hasil

(34)

pengamatan/inventarisasi serangan OPT.

- Pestisida yang diadakan adalah insektisida untuk mengendalikan hama utama pada tanaman kakao yaitu Helopeltis spp. dan Conopomorpha cramerella. Fungisida yang diadakan adalah untuk mencegah penyakit VSD dan untuk pengendalian penyakit busuk buah/kanker batang.

- Bahan aktif pestisida yang akan diadakan seperti pada butir 4.2.

5.2. Penanaman Pohon Pelindung

Penanaman pohon pelindung tetap yang dianjurkan adalah tanaman gamal dengan jarak tanam 6m x 6m atau tanaman bernilai ekonomis lainnya seperti pohon kelapa, meranti (nyatoh/palupi) dan lain-lain.

5.3. Pemangkasan

- Tunas-tunas air harus selalu dibuang (diwiwil) dengan interval 1-2 minggu. - Pangkas pemeliharaan dilakukan sering

dan ringan dengan interval 2-3 bulan. - Target cabang yang dipangkas adalah

yang tumbuh meninggi (>3 meter) dan cabang yang tumpang tindih dengan tajuk tanaman di sebelahnya.

(35)

- Pangkas produksi dilakukan 2 (dua) kali setahun, disesuaikan dengan kondisi setempat.

- Pemangkasan dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan penyakit pembuluh kayu vascular streak dieback (VSD) dengan memotong cabang/ranting yang sudah terserang sampai batas yang sehat (10-20cm).

5.4. Panen Sering

- Panen sering dilakukan setiap 7-10 hari sekali tergantung banyaknya buah yang masak.

- Buah yang dipanen adalah buah yang mulai menunjukkan gejala masak, jangan sampai kelewat masak.

- Buah dikumpulkan pada satu tempat dalam kebun dan dibelah pada hari yang sama.

5.5. Sanitasi

- Sanitasi dilakukan untuk menekan populasi hama PBK dengan memutus siklus hidup serangga hama dan memetik buah-buah yang terserang hama dan penyakit.

- Sanitasi dilakukan dengan cara membenamkan kulit-kulit buah sehabis panen dan buah-buah yang terserang penyakit.

(36)

5.6. Pemupukan

- Diaplikasikan 1 (satu) kali setahun pada awal musim hujan.

- Jenis dan dosis pupuk yang dipergunakan merujuk kepada rekomendasi hasil analisa tanah yang dilakukan oleh lembaga penelitian yang ditunjuk oleh Kementerian Pertanian cq. Ditjen Perkebunan.

5.7. Aplikasi Pestisida

- Penggunaan pestisida dilakukan apabila hasil pengamatan lapang menunjukkan adanya peningkatan intensitas serangan OPT, dibandingkan dengan hasil pengamatan sebelumnya.

- Pengamatan OPT dilakukan oleh kelompok tani atau regu pengendali OPT.

6. Waktu

Kegiatan intensifikasi kebun kakao dilaksanakan pada tahun 2012.

7. Lokasi

Intensifikasi kebun dilaksanakan di 45 kabupaten di 13 provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao sebagaimana pada Lampiran

(37)

8. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan di 45 kabupaten dan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan di 13 provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.

(38)

BAB IV

PEMBERDAYAAN PETUGAS DAN PETANI

A. Pelatihan Petani 1. Pendahuluan

Kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao khususnya peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi dilaksanakan oleh petani peserta. Petani tersebut pada umumnya belum memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai dalam pengelolaan tanaman kakao. Oleh karena itu perlu diberdayakan melalui pelatihan tentang pengelolaan tanaman kakao yang sesuai akidah budidaya.

Materi pelatihan akan ditekankan pada teknis budidaya kakao, pengendalian OPT dan pasca panen.

Dalam rangka pelaksanaan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao akan dilatih petani peserta sebanyak 450.000 orang. Pada tahun 2009 telah dilatih sebanyak 7.250 orang petani peserta oleh tenaga yang kompeten dibidangnya. Pada tahun 2010 telah dilatih sebanyak 2.795 petani peserta, pada tahun 2011 dilatih 9.320 petani peserta dan pada tahun 2012 akan dilatih 6.222 petani peserta.

Pelatihan dilaksanakan sebanyak 2 (dua) tahap. Tahap pertama tentang budidaya

(39)

kakao dan pengelolaan OPT, sedangkan tahap kedua penanganan pasca panen dan pemasaran.

Setelah mengikuti pelatihan, diharapkan petani mau dan mampu melaksanakan pengelolaan kakao yang standar sehingga produktivitas tanaman dan mutu kakaonya meningkat secara berkesinambungan.

2. Tujuan

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani peserta Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao agar mau dan mampu melaksanakan pengelolaan tanaman kakao yang sesuai kaidah budidaya melalui pelatihan.

3. Sasaran

Terlatihnya petani peserta sebanyak 6.222 orang di 50 kabupaten di 14 provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao sebagaimana pada

Lampiran 8. 4. Ruang lingkup

Persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan.

5. Pelaksanaan 5.1. Persiapan

- Penetapan calon peserta pelatihan (petani peserta dan kriterianya). - Penyediaan nara sumber (pelatih). - Penentuan waktu dan lokasi pelatihan.

(40)

- Penyediaan perlengkapan pelatihan sebagaimana pada Lampiran 9.

5.2. Materi Pelatihan

a. Pelatihan tahap pertama

- Metode pengamatan, analisis ekosistem kebun kakao dan pengambilan keputusan

- Peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi kebun kakao

- Motivasi dan dinamika kelompok

b. Pelatihan tahap kedua:

- Panen dan penanganan pasca panen

- Pemasaran

- Manajemen keuangan keluarga

5.3. Metode pelatihan

Pelatihan dilaksanakan dengan metode pendekatan sekolah lapang (teori 25% dan praktek 75%).

6. Waktu

Setiap tahap pelatihan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari efektif. Pelatihan tahap pertama dilaksanakan pada awal kegiatan tahun 2012 sedangkan tahap kedua dilaksanakan sesuai dengan perkembangan kegiatan.

7. Lokasi

Pelatihan petani peserta dilaksanakan di lapangan (lokasi Gerakan).

(41)

8. Pelaksana

Pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan pelaksana Gerakan di 50 kabupaten di 14 provinsi dengan berpedoman pada kurikulum yang ditetapkan oleh Ditjen Perkebunan.

(42)

B. Pelatihan Petugas dan Petani dalam Rangka Uji Coba Sertifikasi Kebun - Kebun Kakao Berkelanjutan (Kab. Polewali Mandar dan Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat; Kab. Kolaka dan Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara)

1. Pendahuluan

Tuntutan konsumen akan komoditas berkelanjutan telah muncul dan terus mengalami peningkatan sehingga mendorong perusahaan-perusahaan untuk sesegera mungkin mengadopsi sistem yang berkelanjutan dalam operasionalnya. Berbagai kreasi dalam standard dan skema sertifikasi berkelanjutan muncul sebagai tanggapan logis batas tuntutan konsumen untuk memberikan jaminan bahwa komoditi pertanian tersebut diproduksi dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan sustainability dalam aspek ekonomi dan sosial. Sampai saat ini komoditas kakao hanya memiliki sebagian kecil produk yang telah bersertifikasi. Salah satu penyebabnya, sebagian besar petani kakao Indonesia belum mengetahui dan menyadari tentang sertifikasi yang telah diadopsi oleh negara dan perusahaan importir.

Indonesia sebagai negara produsen kakao terbesar kedua setelah Pantai Gading, mempunyai pangsa produksi kakao 13,2% dari

(43)

total produksi kakao global. Luas areal dan produksi kakao Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan kondisi demikian, kakao Indonesia merupakan komoditas agribrisnis yang berpotensi dan sudah seharusnya untuk dikembangkan agar dapat lebih memberikan kontribusi pada pendapatan negara.

Standar yang ditetapkan oleh badan sertifikasi harus dilakukan oleh petani kakao guna memastikan produk yang dihasilkan adalah produk yang berkelanjutan. Produk kakao yang telah bersertifikasi merupakan produk yang memiliki kualitas yang lebih sehingga pantas untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi dari produk konvensional.

2. Tujuan

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas (fasilitator daerah) dan petani peserta Gernas Kakao mengenai sertifikasi kebun kakao berkelanjutan. Khusus untuk petani agar mau dan mampu melaksanakan pengelolaan tanaman kakao sesuai kaidah sertifikasi kebun kakao berkelanjutan.

3. Sasaran

- Terlatihnya 24 (dua puluh empat) petugas Dinas Provinsi dan Kabupaten yang membidangi perkebunan di Provinsi

(44)

Sulawesi Barat dan 24 (dua puluh empat) petugas Dinas Provinsi dan Kabupaten yang membidangi perkebunan di Provinsi Sulawesi Tenggara yang selanjutnya akan menjadi fasilitator daerah dalam bidang sertifikasi Kebun Kakao Berkelanjutan. - Terlatihnya 120 (seratus dua puluh) petani

peserta Gernas Kakao masing-masing di Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat; dan Kabupaten Kolaka dan Konawe di Provinsi Sulawesi Tenggara mengenai sertifikasi kebun kakao berkelanjutan.

4. Ruang Lingkup

Persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan.

5. Pelaksanaan 5.1. Persiapan

- Penetapan calon peserta pelatihan (Petugas Dinas Provinsi Sulawesi Barat dan petugas Dinas Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju; Petugas Dinas Provinsi Sulawesi Tenggara dan petugas Dinas Kabupaten Kolaka dan Konawe) - Penetapan calon peserta pelatihan

petani

- Penyediaan nara sumber (pelatih) yaitu dari Puslitkoka dan lembaga yang berkompeten di bidang sertifikasi kebun kakao berkelanjutan (untuk pelatihan

(45)

petugas). Sedangkan nara sumber untuk petani adalah petugas yang telah dilatih.

5.2. Materi Pelatihan 5.2.1. Petugas

 Konsepsi sertifikasi kebun kakao berkelanjutan

 Indikator sertifikasi kebun kakao berkelanjutan

 Dinamika kelompok

 Pengembangan ekonomi kelompok berbasis keluarga

 Motivasi penumbuhan kelompok

 Hal lain yang diperlukan 5.2.2. Petani

 Pengertian kebun kakao berkelanjutan

 Indikator sertifikasi kebun kakao berkelanjutan

 Budidaya kakao dan pasca panen 5.3. Metoda Pelatihan

Pelatihan dilaksanakan dengan metoda teori dan praktek.

6. Waktu

Pelatihan petugas (Fasda) dilaksanakan selama 2 minggu (14 hari). Sedangkan pelatihan petani dilaksanakan selama 3 (tiga) hari.Pelatihan petugas dilaksanakan lebih dahulu. Setelah petugas dilatih dan siap, baru kemudian dilaksanakan pelatihan petani.

(46)

7. Lokasi

Pelatihan petugas dilaksanakan di Kota Mamuju dan Kendari, sedangkan pelatihan petani dilaksanakan di lapangan (Lokasi Gernas)

8. Pelaksana

Pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Kabupaten Yang Membidangi Perkebunan di Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.

(47)

BAB V

OPERASIONAL LABORATORIUM LAPANGAN

1. Pendahuluan

Pelaksanaan kegiatan penguatan Laboratorium Lapangan (LL) pada Provinsi pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao), dalam mendukung pelaksanaan Gernas Kakao telah dimulai sejak tahun 2009. Diharapkan pelaksanaan kegiatan penguatan LL tersebut dapat memberikan penguatan terhadap kegiatan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di lapangan. Provinsi pelaksana kegiatan penguatan LL, yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, NTT, Maluku, Papua dan Kalimantan Barat. Pada tahun 2012, kegiatan Penguatan LL yang akan dilaksanakan fokus kepada demplot pengendalian OPT. Demplot pengendalian OPT kakao secara terpadu dilaksanakan dengan menerapkan teknologi panen sering, pemangkasan, sanitasi, dan pemupukan (PsPSP). Meskipun metode ini sudah dicanangkan secara nasional, akan tetapi penerapannya pada tingkat petani belum seperti yang diharapkan, salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya kemauan dan

(48)

kemampuan petani dalam menerapkan PsPSP tersebut. Petani/kelompok tani dapat menerapkan suatu teknologi PHT, apabila telah ada kebun contoh yang menunjukkan keberhasilan PHT. Untuk itu perlu dilakukan demplot pelaksanaan kegiatan tersebut, agar petani langsung melihat dan mempraktekkannya, sehingga diharapkan ke depan pelaksanaan pengendalian OPT dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.

Penerapan PsPSP, dalam demplot tersebut akan dikombinasikan dengan teknik pengendalian lainnya antara lain penggunaan Beauveria bassiana untuk mengendalikan hama PBK dan Helopeltis, dan Trichoderma sp. untuk mengendalikan penyakit busuk buah dan jamur akar. Kegiatan demplot pengendalian OPT kakao akan dilakukan pada kebun kakao yang telah direhabilitasi pada tahun 2009, dan pada kebun intensifikasi di Provinsi yang tidak terdapat kegiatan rehabilitasi.

Demplot pengendalian OPT kakao akan dilaksanakan 7 Provinsi pelaksana Gernas kakao yaitu Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulbar, Bali, NTT, dan Maluku.

Kegiatan kaji terap teknologi perlindungan berupa kajian klon-klon lokal tahan OPT (kegiatan lanjutan tahun sebelumnya),

(49)

perbanyakan agens hayati (cendawan B.bassiana dan semut hitam/rangrang) dan pelatihan petani dalam perbanyakan agens hayati pengendali OPT kakao akan dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat dan Papua

2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan penguatan LL adalah mendukung pelaksanaan Gernas Kakao pada daerah-daerah pelaksana Gernas melalui kegiatan kaji terap teknologi perlindungan perkebunan.

3. Sasaran

Sasaran dari pelaksanaaan kegiatan penguatan LL adalah terlaksananya peningkatan kemampuan LL dalam melakukan kaji terap teknologi, pengembangan APH, pelatihan petani dan pemantauan faktor iklim yang mendukung kegiatan Gernas Kakao.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari kegiatan penguatan LL adalah

- Honorarium tim pelaksana

- Pemeliharaan peralatan operasional kegiatan meliputi: operasional kendaraan roda-4, dan roda-2.

(50)

- Kaji terap teknologi perlindungan perkebunan yang meliputi:

 Demplot pengendalian OPT, kegiatan ini dilaksanakan di 7 Provinsi pelaksana Gernas Kakao yaitu: Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulbar, Bali, NTT dan Maluku;  Pengadaan, pemasangan instalasi

dan pelatihan Automatic Weather Station (AWS), kegiatan ini dilaksanakan di 9 Provinsi yaitu Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulbar, Bali, NTT, Maluku, Papua dan Kalimantan Barat. Spesifikasi teknis AWS seperti terlampir

 Kajian klon-klon lokal tahan OPT, dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat dan Papua;

 Pelatihan petani dalam perbanyakan dan penyebaran agens hayati jamur B.bassiana dan

semut hitam/rangrang

dilaksanakan di Kalimantan Barat dan Papua

 Perbanyakan dan penyebaran agens hayati jamur B.bassiana dan

semut hitam/rangrang

dilaksanakan di Kalimantan Barat dan Papua

(51)

5. Pelaksanaan

a. Demplot pengendalian OPT

- Koordinasi dengan Dinas yang membidangi perkebunan di Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota, UPTD) melalui surat, telepon, faksimil dan kunjungan lapang. - Sosialisasi kepada petani.

- Pemilihan CP/CL pada kebun petani peserta Gernas Kakao. - Pengamatan OPT awal

- Pelaksanaan kegiatan demplot pengendalian OPT melalui pelaksanaan:

o Panen sering o Pemangkasan o Sanitasi

o Pemupukan (NPK dan Bokashi) o Penggunaan Agens Pengendali

Hayati (B. bassiana dan semut hitam/rangrang

o Dolomit/gamping/kulit telur o Penggunaan Feromon PBK o Pengendalian secara kimiawi o Pembuatan rorak

- Bimbingan dalam rangka pengamatan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota/UPTD. - Evaluasi hasil pengendalian OPT

(52)

- Penyusunan laporan kegiatan

b. Kegiatan perbanyakan dan penyebaran agens hayati B. bassiana dan semut hitam/rangrang dilakukan melalui: - Koordinasi dengan Dinas yang

membidangi perkebunan di Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota, UPTD) melalui surat, telepon, faksimile dan kunjungan lapang. - Sosialisasi kepada petani.

- Pemilihan CP/CL pada kebun petani peserta Gernas Kakao

- Perbanyakan agens hayati - Penyebaran agens hayati

- Pengamatan dan evaluasi hasil - Penyusunan laporan kegiatan

c. Kegiatan Kajian klon-klon lokal tahan OPT dilakukan melalui

- Inventarisasi klon-klon lokal kakao yang diduga tahan OPT yang merupakan hasil kegiatan tahun 2010.

- Pengujian klon-klon lokal yang diduga tahan OPT di laboratorium yang merupakan hasil kegiatan tahun 2010.

- Penyambungan entres tanaman kakao yang diduga tahan OPT di lokasi kebun yang merupakan

(53)

daerah endemis OPT kakao dilaksanakan pada tahun tahun 2011.

- Pengamatan terhadap OPT dilakukan pada tahun tahun 2012. - Penyusunan laporan kegiatan. d. Kegiatan pelatihan petani dalam

perbanyakan dan penyebaran agens hayati pengendali OPT dilakukan melalui:

- Koordinasi dengan Dinas yang membidangi perkebunan di Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota, UPTD) melalui surat, telepon, faksimile dan kunjungan lapang. - Sosialisasi kepada petani peserta

Gernas Kakao.

- Pemilihan CP/CL pada kebun Gernas Kakao.

- Penyiapan starter agens hayati - Pelatihan perbanyakan dan

penyebaran serta cara monitoring keberhasilan penggunaan agens hayati di lapangan.

- Evaluasi pelaksanaan kegiatan - Penyusunan laporan kegiatan

e. Pengadaan, pemasangan instalasi dan pelatihan penggunaan SWS dilakukan melalui:

(54)

- Persiapan adminitrasi pengadaan alat AWS

- Koordinasi dengan Balai Penelitian Klimatologi Bogor.

- Pemasangan instalasi alat AWS - Pelatihan penggunaan alat AWS

oleh Balitklimat-Bogor

- Penyusunan laporan kegiatan 6. Sumberdaya Manusia (SDM)

SDM yang akan melaksanakan kegiatan dukungan perlindungan adalah seluruh staf teknis yang ada di Dinas Provinsi yang Membidangi Perkebunan terutama yang menangani perlindungan perkebunan bekerjasama dengan LL/UPTD, dibantu oleh staf administrasi.

7. Waktu

Kegiatan operasional LL dilaksanakan dari bulan Januari s/d Desember 2012. 8. Lokasi

- Kegiatan dilaksanakan di 9 Provinsi pelaksana Gernas Kakao yaitu: Sulsel, Sultra, Sulteng, Sulbar, Bali, NTT, Maluku, Kalbar dan papua

- Penentuan CP/CL dengan kriteria sebagai berikut:

(55)

 Lokasi demplot pengendalian OPT dilakukan pada kabupaten pelaksana kegiatan Rehabilitasi tahun 2009 yaitu di Prov Sulbar, Sulsel, Sulteng, Sultra; sedangkan di Provinsi Bali dan Maluku, kegiatan dilaksanakan di Kabupaten pelaksana kegiatan intensifikasi tahun 2009. Kebun yang dipilih adalah kebun-kebun terserang OPT namun masih bisa diselamatkan/dipulihkan.

 Lokasi pelaksanaan kegiatan pelatihan perbanyakan agens hayati untuk pengendalian OPT kakao dilaksanakan pada lokasi pelaksana Gerna Kakao dan belum pernah mendapatkan kegiatan serupa pada tahun sebelumnya

 Lokasi untuk kegiatan penyebaran agens hayati B.bassiana dan semut hitam/rangrang dilaksanakan pada Kabupaten pelaksana Gerna Kakao dan belum pernah mendapatkan kegiatan serupa pada tahun sebelumnya.

9. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Dinas Provinsi yang Membidangi Perkebunan, bekerja sama dengan LL/UPTD/Balai.

(56)

BAB VI

OPERASIONALISASI DAN PENGUTUHAN SUBSTASIUN PENELITIAN KAKAO

1. Pendahuluan

Sampai dengan saat ini Sulawesi merupakan sentra produksi kakao Indonesia, bahkan pulau ini sudah dikenal sebagai salah satu pemasok penting kakao dunia. Pada tahun 2008 dilaporkan areal pertanaman kakao di Sulawesi mencapai 848.479 ha dengan produksi 535.321 ton. Namun, kakao di Sulawesi menghadapi masalah antara lain adalah umur tanaman yang sudah tua, produktivitas rendah, serangan hama dan penyakit, serta mutu biji yang rendah.

Persoalan yang akan dihadapi oleh petani, pedagang, dan industriawan kakao di Sulawesi ditengarai akan semakin kompleks pada waktu-waktu yang akan datang. Pendekatan ilmiah melalui kegiatan penelitian, kajian, pelatihan, dan pendampingan transfer teknologi di bidang perkakaoan diharapkan akan dapat membantu menyelesaikan kompleksitas persoalan tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila di Sulawesi tersedia sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung pengembangan kakao mengingat sampai saat ini belum ada Unit/Balai Penelitian kakao di pulau ini. Pendirian

(57)

Substasiun Penelitian Kakao diharapkan menjadi centre of exellence kakao di seluruh wilayah Sulawesi.

2. Tujuan

Tujuan kegiatan operasional dan pengutuhan substasiun penelitian kakao adalah untuk mendukung pengembangan komoditas kakao di wilayah Sulawesi dan sentra-sentra produksi kakao nasional melalui riset untuk penciptaan/penemuan teknologi adaptif dan sebagai fasilitas diseminasi hasil-hasil penelitian maupun pengembangan kakao bagi petani.

Tujuan spesifik operasional dan pengutuhan Substasiun Penelitian Kakao yaitu :

- Memperoleh bahan tanaman unggul kakao yang adaptif pada kondisi agroklimat Indonesia Timur khususnya Sulawesi.

- Memperoleh metode perbanyakan masal bahan tanam kakao unggul.

- Memperoleh teknologi budidaya dan pasca panen yang efektif dan efisien.

- Memperoleh teknologi pengendalian OPT utama (PBK dan VSD) yang efektif dan efisien serta sesuai untuk wilayah Indonesia Timur khususnya Sulawesi.

- Memperoleh model kelembagaan yang sesuai untuk pengembangan kakao.

- Memberikan fasilitas desiminasi dan pelatihan bagi petugas dan petani kakao di Sulawesi.

(58)

3. Sasaran

Berfungsinya 4 unit Substasiun Penelitian Kakao di Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.

4. Ruang Lingkup

- Honorarium petugas/ pengelola substasiun di 4 provinsi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara).

- Kegiatan operasional kantor dan laboratorium di 4 provinsi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara).

- Operasional laboratorium substasiun penelitian di 4 provinsi yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, meliputi identifikasi klon-klon unggul lokal tahan OPT, optimasi kebun kakao melalui pola tanam konservasi, optimasi perawatan bibit kakao SE pasca aklimatisasi, uji adaptasi bahan tanam unggul harapan kakao, pendampingan aplikasi GAP kakao pada kelompok tani maju untuk menghasilkan biji kakao spesial.

- Pemeliharaan kebun percontohan kakao. - Pengutuhan substasiun penelitian di

Provinsi Sulawesi Tengah, meliputi perluasan gedung laboratorium sub stasiun,

(59)

pengutuhan bangunan sub stasiun, pengerasan jalan kebun percontohan.

5. Pelaksanaan

5.1. Operasional Substasiun

Kegiatan operasional substasiun tahun 2012 terdiri dari:

- Penempatan peneliti senior Puslitkoka Jember di substasiun penelitian (dalam rangka pendampingan operasional substasiun).

- Identifikasi klon-klon unggul lokal tahan penyakit VSD.

- Optimasi kebun kakao melalui pola tanam konservasi.

- Optimasi pemeliharaanbenih kakao SE pasca aklimatisasi.

- Uji adaptasi bahan tanam unggul harapan kakao.

- Pendampingan Aplikasi GAP kakao pada kelompok tani maju untuk menghasilkan biji kakao spesial.

5.2. Pengutuhan Substasiun

Kegiatan pengutuhan substasiun penelitian kakao di Provinsi Sulawesi Tengah meliputi perluasan gedung laboratorium substasiun, pengutuhan bangunan substasiun dan pengerasan jalan kebun percontohan.

(60)

6. Waktu

Kegiatan operasional dan pengutuhan Substasiun Penelitian Kakao dilaksanakan pada tahun 2012.

7. Lokasi

Kegiatan operasional dan pengutuhan Substasiun Penelitian Kakao dilaksanakan di 4 provinsi (Sulbar, Sulsel, Sulteng, Sultra) pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao.

8. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah perangkat substasiun penelitian yang terdiri dari koordinator substasiun, pengelola dan pelaksana substasiun.

(61)

BAB VII

OPERASIONAL TENAGA PENDAMPING

1. Pendahuluan

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao sejak tahun 2009 hingga 2012 di 25 provinsi dan 98 kabupaten, maka Ditjen Perkebunan tetap perlu melakukan pendampingan wilayah kegiatan Gernas Kakao. Pendampingan tersebut akan dilakukan oleh 296 orang petugas pendamping Gernas Kakao yang terdiri dari Petugas TKP (Tenaga Kontrak Pendamping) 105 orang dan Pembantu Lapang Petugas (PLP) TKP sebanyak 191 orang.

Petugas yang direkrut sejak 2009-2011 akan melakukan pembinaan dan pendampingan kepada petani peserta Gernas. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas pendampingan ini diperlukan biaya operasional berupa honor dan eksploitasi kendaraan untuk menunjang kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao di lapangan.

2. Tujuan

Membantu operasional pelayanan, pembinaan dan pendampingan petani peserta kegiatan Gernas Kakao tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012.

(62)

3. Sasaran

Tersedianya biaya operasional pelayanan, pembinaan dan pendampingan petani peserta Gernas Kakao di lapangan.

4. Ruang Lingkup

Kegiatan operasional tenaga pendamping, berupa biaya pendukung dalam pelaksanaan kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Tahun 2012 di 25 provinsi dan 98 kabupaten/kota untuk honor dan eksploitasi kendaraan operasional lapangan roda 2 (dua).

5. Pelaksanaan

Pelaksanaan Operasional Tenaga Pendamping dilakukan secara swakelola di wilayah Gernas Kakao 2009-2012.

6. Waktu

Pemanfaatan tenaga TKP dan PL-TKP dilaksanakan sejak bulan Februari-Desember 2012.

7. Lokasi

Pemanfaatan tenaga pendamping dilaksanakan di 25 Provinsi pelaksana Gernas Kakao 2009-2012.

8. Pelaksana

Pemanfaatan petugas pendamping dilaksanakan oleh Dinas Provinsi yang Membidangi Perkebunan pelaksana Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao 2009 – 2012.

(63)

BAB VIII

PEMBANGUNAN DAN OPERASIONALISASI UNIT PENGOLAHAN PASCA PANEN DALAM

MENDUKUNG PENINGKATAN MUTU BIJI KAKAO FERMENTASI

1. Pendahuluan

Potensi produksi kakao Indonesia belum diikuti oleh kualitas yang baik disebabkan karena penanganan pasca panen kakao belum dilakukan dengan baik dan benar. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas biji kakao yang dihasilkan petani tercampur dengan benda-benda asing, pengeringan kurang sempurna sehingga menyebabkan tumbuhnya jamur serta volume biji kakao yang difermentasi relatif masih rendah sehingga para pedagang terutama pedagang pengumpul mencampurkan antara kakao fermentasi dan non fermentasi. Petani enggan melakukan fermentasi karena tidak ada perbedaan harga yang signifikan antara biji kakao asalan dan biji kakao fermentasi. Kegiatan fermentasi umumnya dilakukan oleh petani secara sporadis atau dalam jumlah dan perlakuan yang berbeda satu sama lain. Kondisi ini mengakibatkan biji kakao yang difermentasi belum dapat memenuhi baku standar yang disyaratkan dan mengakibatkan biji kakao Indonesia kalah bersaing di pasar luar negeri.

(64)

Dalam rangka peningkatan mutu pada Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao, pada tahun 2011 dilaksanakan pembangunan unit pengolahan pasca panen/peningkatan mutu kakao beserta sarana pendukungnya (kotak fermentasi, mesin pengering, alat ukur kadar air, timbangan duduk, bangunan unit pengolahan dan bantuan modal kerja untuk pembelian kakao basah) serta pelatihan pasca panen. Operasionalisasi unit pengolah biji kakao fermentasi dilaksanakan dimulai tahun 2011 sehingga pada tahun 2012 ini perlu dilanjutkan sosialisasi operasionalisasi maupun manajemen pelaksanaannya.

2. Tujuan

- Mendorong peningkatan produksi dan produktivitas kakao ditingkat petani / kelompok tani serta memperbaiki mutu kakao dengan menyediakan biji kakao fermentasi sehingga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi.

- Menyediakan biji kakao yang terjamin secara kualitas maupun kuantitas dalam satu kawasan.

- Meningkatkan posisi tawar petani sebagai pemasok bahan baku.

(65)

3. Sasaran

- Kualitas biji kakao yang lebih baik dan tingkat homogenitas lebih terjamin karena dikelola dalam kawasan yang terintegrasi. - Kuantitas sebanyak 8-10 ton biji kakao

kering per bulan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar.

- Kontinuitas kebutuhan untuk pasokan industri maupun untuk ekspor dapat terpenuhi.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan pembangunan unit pengolahan pasca panen/peningkatan mutu kakao meliputi penyediaan sarana pasca panen dan pelatihan pasca panen dalam suatu unit manajemen. Operasionalisasi unit pengolahan perlu dipantau sesuai dengan tujuan pembangunan unit pengolahan tersebut untuk meningkatkan mutu biji kakao yaitu dari biji kakao non fermentasi menjadi biji kakao fermentasi.

4.1. Penyediaan sarana pasca panen

- Kotak fermentasi 3 set @ 2 unit dengan kapasitas 625-650 kg per batch.

- Alat ukur kadar air biji kakao tipe digital sebanyak 1 unit.

- Bangunan pasca panen (UPH) seluas 96 m2 sebagaimana Lampiran 11.

- Lantai jemur seluas 150 m2 (15m X 10m) sebagaimana Lampiran 11.

(66)

- Bantuan pembelian biji kakao basah sebanyak 11.160 kg.

- Timbangan duduk 1 unit kapasitas 250 kg.

Adapun spesifikasi sarana tersebut di atas sebagaimana Lampiran 12.

4.2. Pelatihan pasca panen sebanyak 3.400 petani selama 3 (tiga) hari dengan materi peningkatan mutu biji, fermentasi, sistem manajemen mutu, kemitraan dan pemasaran. Petani yang dilatih adalah petani peserta tahun 2012 yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan intensifikasi tanaman. Rincian peserta pelatihan pasca panen sebagaimana

Lampiran 13. 5. Pelaksanaan 5.1. Persiapan

- Koordinasi dengan pihak terkait (Dinas Perkebunan Provinsi, Puslitkoka) untuk pembangunan unit pengolahan dan pelatihan petani sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu. - Koordinasi dengan industri kakao untuk menjalin kemitraan agar mempunyai pasar yang berkelanjutan.

(67)

5.2. Pembangunan unit pengolahan dan pelatihan pasca panen

- Dilaksanakan pada48 kabupaten yang membidangi perkebunan yang pada tahun 2012melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan intensifikasi.

- Pembangunan dan operasionalisasi unit pengolahan hasil peningkatan mutu biji kakao dikelola oleh kelompok tani dibawah bimbingan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan dengan persyaratan kelompok tani sebagai berikut:

- Kelompok tani yang anggotanya aktif dan mandiri.

- Kelompok tani telah terbentuk sebagai kelompok tani kakao dan bukan merupakan kelompok tani bentukan baru.

- Kelompok tani terletak pada wilayah kawasan sentra kakao.

6. Waktu

Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 2012.

7. Lokasi

Kegiatan ini dilaksanakan pada 48 kabupaten yang membidangi perkebunan yang pada tahun 2011 dan tahun 2012 melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan intensifikasi, dengan rincian sebagaimana Lampiran 14.

(68)

8. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan di 48 kabupaten pada tahun 2011 dan tahun 2012 melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan intensifikasi.

(69)

BAB IX

PENGEMBANGAN SISTEM DATABASE TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO

1. Pendahuluan

Berdasarkan identifikasi lapangan dan data tahun 2008, sekitar 70.000 ha tanamannya sudah tua, rusak, tidak/kurang produktif, kurang terawat dan terserang OPT utama dengan tingkat serangan ringan sampai berat oleh hama PBK, Helopeltis spp., penyakit busuk buah dan VSD, mengakibatkan menurunnya produktivitas tanaman dari 1.100 kg/ha/tahun menjadi 690 kg/ha/thn (37%) yang mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 184.500 ton/tahun atau setara dengan Rp.3,69 trilyun. Selain menurunkan produktivitas tanaman, serangan OPT tersebut juga menyebabkan mutu kakao rakyat rendah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut akan dilakukan kegiatan peremajaan (70.000 ha), rehabilitasi (235.000 ha) dan intensifikasi (145.000 ha) melalui Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao selama 3 tahun (2009 sampai dengan 2011).

Dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao secara sistematis dan intensif, maka perlu dikembangkan satu “Sistem Database Teknologi Budidaya Kakao” melalui pemetaan

(70)

dan penyusunan database kakao meliputi budidaya kakao dan serangan OPT serta pendeteksian kondisi tanaman di semua sentra produksi kakao (existing area). Sistem database tersebut dapat diperbaharui (updated) secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menyusun perencanaan kegiatan pengembangan kakao dan penanganan permasalahan yang timbul. Terkait dengan implementasi sistem database yang telah dibangun dari tahun 2009 hingga sekarang maka akan dilakukan pengambilan data dasar dan informasi lainnya sebagai bahan pengambil keputusan kebijakan

2. Tujuan

Untuk memperoleh data dasar dan semua informasi yang berkaitan dengan budidaya kakao dan sebagai bahan pengambil kebijakan pembangunan perkebunan.

3. Sasaran

Tersusunnya database budidaya kakao di 14 provinsi 50 kabupaten dan operasionalisasi sistem database dan sistem monev, serta terbentuknyajejaring komunikasi, data dan informasi antara pusat dan daerah.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup untuk 14 provinsi dan 50 kabupaten pekerjaan pengembangan sistem database teknologi budidaya kakao, meliputi:

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng yang diberi pakan dengan berba- gai tingkat substitusi tepung ikan dengan tepung cacing tanah memberikan pengaruh yang sama

 Dapat mengetahui progres kegiatan perbenihan tanaman hutan secara umum (perbenihan, pemuliaan pohon, konservasi sumberdaya genetik, silvikultur) dari waktu ke waktu di tiap

Dengan demikian, pada penelitian siswa dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu : 1) siswa dengan motivasi kuat yang diberikan perlakuan dengan bentuk tes pilihan ganda,

Sedangkan dari Segi Finansial dilakukan pengolahan data keuangan dalam bentuk aliran kas masuk, serta perkiraan aliran kas keluar yang akan terjadi selama masa investasi, kemudian

Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang di dapat dengan metode wawancara sama dengan

Menggunakan bahan fabric/pvc yang modern dan menarik2. Desain yang elegan

Desain dan metode penelitian pada bidang computer vision harus dipilih yang sesuai agar dapat dilaksanakan dengan optimal, misalnya menggunakan metode penelitian

[r]