PENCIRIAN MINYAK SEREH WANGI MAHAPENGIRI
(Cymbopogon winterianus Jowitt) KLON G1, G2, DAN G3
MENGGUNAKAN KROMATOGRAF GAS-
SPEKTOMETER MASSA
SRIYADI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
SRIYADI. Pencirian Minyak Sereh Wangi Mahapengiri (Cymbopogon
winteranus Jowitt) Klon G1, G2, dan G3 Menggunakan Kromatograf
Gas-Spektrometer Massa. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan MA’MUN.
Minyak sereh wangi (Cymbopogon sp) adalah salah satu jenis minyak atsiri
yang menjadi komoditas ekspor Indonesia. Agar kualitas ekspor tetap terjaga,
dikembangkan klon tipe unggul sereh wangi mahapengiri (C. winteranus Jowitt)
G1, G2, dan G3 pada tahun 1989. Pada penelitian ini dilakukan pencirian
komponen kimia utama dan minor di dalam setiap klon untuk mengembangkan
formulasi bioaditif bahan bakar minyak. Penelitian dimulai dengan penyulingan
uap air daun sereh wangi klon G1, G2, dan G3. Minyak yang diperoleh lalu diuji
sifat fisikokimianya dan kandungan kimianya dianalisis dengan kromatograf
gas-spektrometer massa. Hasil penelitian menunjukkan sifat fisikokimia sesuai dengan
SNI 06-3987-1995. Kandungan kimia utama minyak sereh wangi adalah
sitronelal, sitronelol, geraniol, limonena, β-kariofilena, dan sitronelil asetat.
Kandungan kimia minornya antara lain
D-germakrena, α-amorfena,
endo-1-bourbonanol, geranil asetat, linalool, δ-kadinena, elemol, β-elemena, (Z,E)-α
farnesena, α-kardinol, dan α-humulena.
ABSTRACT
SRIYADI. Characterization of Mahapengiri Citronellal Oil (Cymbopogon
winteranus Jowitt) clone G1, G2 and G3 by Gas Chromatography-Mass
Spectrometer. Supervised by DUDI TOHIR and MA’MUN.
Citronellal (Cymbopogon sp) oil is one of the Indonesia's essential oils
export commodities. To maintain export quality, in 1989 three types of
mahapengiri citronellal (C. winteranus Jowitt) G1, G2, and G3 superior clones
were developed. In this experiment, the characteristics of major and minor
chemical components within each clone were determined in order to develop
formulations of oil fuel bioadditive. The study was started with steam distillation
of citronellal leaves of clone G1, G2, and G3. The oil obtained were tested for the
physicochemical properties, and the chemical compositions were analyzed with
gas chromatograph-mass spectrometer. The results showed that the
physicochemical properties of citronellal oil were in accordance with SNI
06-3987-1995. The major chemical constituents of citronellal oil were citronellal,
citronellol, geraniol, limonene, β-caryophylene, and citronelyl acetate. The minor
chemical constituents included
D
-germacrene, α-amorphene, endo-1-bourbonanol,
geranyl acetate, linalool, δ-cadinene, elemol, β-elemene, (Z, E)-farnesene,
α-cardinole, and α-humulene.
PENCIRIAN MINYAK SEREH WANGI MAHAPENGIRI
(Cymbopogon winterianus Jowitt) KLON G1, G2, DAN G3
MENGGUNAKAN KROMATOGRAF GAS-
SPEKTOMETER MASSA
SRIYADI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi
: Pencirian
Minyak Sereh Wangi Mahapengiri (Cymbopogon
winteranus Jowitt) Klon G1, G2, dan G3 Menggunakan Kromatograf
Gas-Spektrometer Massa
Nama
: Sriyadi
NIM
: G44076033
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs DudiTohir, MS
Ma’mun, SSi
NIP 19571104 198903 1 001
NIP 1953027 197603 1 003
Mengetahui
Ketua Departemen
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah dengan judul Pencirian Minyak Sereh Wangi Mahapengiri
(Cymbopogon winteranus Jowitt) Klon G1, G2, dan G3 Menggunakan
Kromatograf Gas-Spektrometer Massa. Shalawat dan salam disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap
berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs Dudi Tohir, MS dan
Bapak Ma’mun, SSi selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan
bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eni Hayani sebagai kepala Laboratorium
Kimia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) yang telah
memperkenankan penulis melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Balittro.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Bapak, Mama, adik-adikku atas
doa-doanya. Ucapan terima kasih selalu untuk aisyahku Elmaya Oktaviani atas
bantuan, doa, pacuan semangat, koreksi yang selalu mengingatkan akan
selesainya skripsi ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman di Laboratorium Kimia Balittro serta teman-teman Ekstensi kimia
yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 12 Maret 1985 dari pasangan
Tugiran dan Rochmi Hastuti. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
(SMAKBo) dan pada tahun yang sama penulis masuk Akademi Kimia Analisis
(AKA) Bogor. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan kuliah di Program Studi S1
Kimia Penyelenggaraan Khusus IPB, Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi antara lain
Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Laboratorium Da’wah Mahasiswa (LDM)
dan Keluarga Muslim AKA (KMA). Pada bulan Mei−Juni 2006, penulis
berkesempatan melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Setelah lulus dari program D3
Analisis Kimia, penulis sempat bekerja di PT Sinar Puji Gemilang sebagai staf IT.
Pada tahun 2009 hingga 2011 penulis bekerja sebagai analis kimia di
Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro).
Pada bulan April 2011, penulis diangkat menjadi CPNS dan ditempatkan di Balai
Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi sebagai Analis Kimia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Sereh Wangi Mahapengiri ... 1
Sereh Wangi Klon G1, G2, dan G3 ... 1
Penyulingan Minyak Sereh Wangi ... 1
Sifat Fisikokimia Minyak Sereh Wangi ... 2
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 2
Metode Penelitian ... 2
Penentuan Sifat Fisikokimia ... 2
Pencirian Komponen Kimia Minyak Sereh Wangi dengan GC-MS ... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Minyak ... 3
Sifat Fisikokimia ... 4
Komponen Kimia Minyak Sereh Wangi ... 4
SIMPULAN DAN SARAN ... 5
Simpulan ... 5
Saran ... 5
DAFTAR PUSTAKA ... 5
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rendemen minyak sereh wangi ... 3
2 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak sereh wangi. ... 4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Alat penyulingan minyak atsiri dengan uap air ... 2
2 Komponen utama klon G1, G2, dan G3. ... 4
3 Komponen minor klon G1, G2, dan G3. ... 5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir kerja penelitian ... 8
2 Karakteristik klon G1, G2, dan G3 ... 9
3 Hasil penentuan rendemen minyak sereh wangi ... 10
4 Hasil penentuan sifat fisikokimia klon G1, G2, dan G3 ... 11
5 Kromatogram minyak sereh wangi ... 12
6 Kandungan kimia minyak sereh wangi hasil analisis GC-MS ... 13
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara pengekspor minyak atsiri terbesar di dunia. Berdasarkan data tahun 2010, volume ekspor Indonesia sebesar 2500 ton (Anonim 2010). Dunia perdagangan mengenal 2 tipe minyak sereh wangi, yaitu tipe srilanka dan tipe jawa. Tipe srilanka disebut lenabatu, berasal dari tanaman Cymbopogon nardus Rendle. Tipe jawa disebut tipe mahapengiri, berasal dari Cymbopogon winterianus Jowitt atau Java Citronella. Minyak sereh wangi banyak digunakan dalam industri kimia karena kandungan sitronelal dan total geraniolnya yang tinggi. Minyak sereh wangi digunakan sebagai pengusir serangga karena memiliki kemampuan menolak serangga (repellant), turunannya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan parfum. Minyak sereh wangi juga berkembang menjadi bahan baku pembuatan aditif bahan bakar minyak (BBM).
Agar memenuhi persyaratan ekspor, minyak sereh wangi harus memiliki kandungan total geraniol dan sitronelal minimum 85% dan 35% (Wahyuni et al. 2003). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) melepaskan 3 klon sereh wangi unggul yang memenuhi standar ekspor, yaitu G1, G2, dan G3 untuk menjaga kualitas ekspor Indonesia. Ketiga klon ini merupakan hasil pemuliaan dari varietas mahapengiri.
Penelitian ini bertujuan mencirikan komponen kimia di dalam setiap klon tersebut menggunakan kromatograf gas-spektometer massa (GC-MS). Kandungan komponen kimia utama dan minor di dalam minyak sereh wangi ini akan dijadikan sebagai informasi awal penelitian aditif BBM.
TINJAUAN PUSTAKA
Sereh Wangi MahapengiriSereh wangi mahapengiri merupakan salah satu tanaman minyak atsiri terpenting dalam perdagangan dunia. Rumpun ini banyak ditemukan di Indonesia dan pertama kali ditanam untuk penelitian di Kebun Raya Bogor dan diperkenalkan di Srilanka pada tahun 1899 (Guenther 1995). Tanaman ini dapat tumbuh subur pada dataran rendah maupun tinggi pada ketinggian sampai 2000 kaki atau lebih. Kondisi iklim Indonesia yang tropis membuat sereh wangi tipe
mahapengiri ini dapat ditumbuhkan dan berkembang luas di Indonesia. Minyak atsiri dari sereh wangi mahapengri dalam perdagangan dunia dikenal dengan nama
Java Citronella oil, karena umumnya
dibudidayakan di Pulau Jawa. Ekspor Indonesia untuk minyak sereh wangi ini semakin menurun per tahunnya akibat munculnya Chinese citronella oil dan
Formosan citronella oil yang memiliki
harga dan mutu lebih baik.
Persyaratan ekspor minyak sereh wangi Indonesia ialah memiliki kadar geraniol minimum 85%, kadar sitronelal minimum 35%, dan tidak mengandung zat-zat asing berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3953-1995. Syarat ini dapat dipenuhi jika diusahakan pengelolaannya yang menyeluruh, mulai permulaan tanam sampai dengan pemasaran (Ketaren 1980).
Sereh Wangi Klon G1, G2, dan G3
Untuk menjaga kualitas ekspor minyak sereh wangi, Balittro telah mengeluarkan 3 klon sereh wangi unggul, yaitu klon G1, G2, dan G3. Ketiga klon diseleksi dari 63 koleksi sereh wangi berdasarkan kandungan geraniol minimum 85% dan sitronelal minimum 35%. Diperoleh 8 tanaman yang memenuhi persyaratan, yaitu T-ANG 1, 2, 3, 113, 114, 115, dan 127 dengan kandungan total geraniol 88–89% dan sitronelal 38– 40% serta nomor T-ANG 132 dengan kandungan total geraniol 86% dan sitronelal 37%. Kedelapan tanaman tersebut dikembangkan di kebun percobaan Manoko (1200 m di bawah permukaan laut (dpl)), Cimanggu (240 m dpl), dan Citayam (50 m dpl) untuk melihat konsistensi kandungan minyaknya. Dari kedelapan klon tersebut kemudian dilepas 4 klon sereh wangi unggul berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 627/Kpts/TP/240/11/92 tanggal 3 November 1992 dengan nama sereh wangi 1, 2, 3, dan 4 yang berasal dari tanaman T-ANG 1, 2, 3, dan 113 (Mansur dan Suryana 1992). Pengodean diperbarui dengan nama Generasi (G) 1, 2, 3, dan 113 (Puslitbangbun 2005). Konservasi dilakukan terhadap klon G1, G2, dan G3 ini di kebun percobaan (Wahyuni 2003).
Penyulingan Minyak Sereh Wangi
Sebelum disuling, tanaman sereh wangi dipotong-potong kecil agar difusi uap air lebih mudah terjadi akibat semakin luasnya
permukaan sampel. Bahan lalu dikeringkan terlebih dahulu agar pada saat disuling minyak tidak tertahan dalam bahan akibat terikat oleh air. Bahan yang telah dikeringkan harus disimpan dalam ruangan yang kering, suhu rendah, dan bebas dari sirkulasi udara atau dalam ruangan yang mempunyai pengatur udara (Guenther 1990).
Minyak sereh wangi diperoleh menggunakan penyulingan uap air (steam
distillation) (Gambar 1). Bahan diletakkan
di atas saringan yang tingginya beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel penyuling. Pada sistem ini uap berpenetrasi secara merata ke dalam bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100 C. Penyulingan ini relatif singkat dan menghasilkan rendemen minyak yang besar.
Gambar 1 Alat penyulingan minyak atsiri dengan uap air.
Sifat Fisikokimia Minyak Sereh Wangi
Minyak sereh wangi biasanya berwarna kuning muda sampai kuning tua, bersifat mudah menguap dengan bobot jenis (15 C) = 0.8860–0.8940, indeks bias pada 20 C = 1.467–1.473, putaran optik = -4, dan dapat larut (jernih) dalam 3 bagian volume alkohol 80%. Senyawa kimia dalam minyak atsiri dibedakan menjadi 2 golongan umum, yaitu golongan hidrokarbon terpena (C dan H) dan golongan hidrokarbon beroksigen terpenoid (C, H, dan O) (Ketaren 1980).
Hidrokarbon terpena kurang wangi dibandingkan dengan terpenoid. Minyak sereh wangi mahapengiri lebih banyak mengandung terpenoid daripada minyak sereh wangi lenabatu (Jayasinha 1999). Senyawa utama minyak sereh wangi adalah geraniol, sitronelol, dan sitronelal. Kadar geraniol pada kedua jenis minyak sereh tidak berbeda jauh, tetapi kadar sitronelal dan kadar sitronelolnya berbeda banyak (Guenther 1990). Pemisahan komponen-komponen minyak sereh wangi umumnya dilakukan dengan penyulingan bertingkat.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan AlatBahan-bahan yang digunakan adalah sampel daun sereh wangi klon G1, G2, dan G3, diperoleh dari tanaman sereh wangi berumur 6 bulan yang dipanen pada bulan Mei 2010 di kebun percobaan Manoko, Lembang, Bandung dengan kondisi iklim, tanah dan pengelolaan yang sama; natrium sulfat; natrium asetat; hidroksilamina hidroklorida; dan HCl.
Alat-alat yang digunakan adalah radas penyulingan uap air baja nirkarat, alat kaca, radas refluks, refraktometer Bausch and
Lomb, polarimeter Hergestellt, piknometer 5
mL, dan GC-MS Shimadzu QP-5000 dengan pustaka Wiley.
Metode Penelitian
Tahapan penelitian meliputi penyulingan uap air daun sereh wangi klon G1, G2, dan G3. Penyulingan menggunakan alat suling baja nirkarat, kemudian rendemen minyak ditentukan sebelum sifat fisikokimianya diukur, meliputi kelarutan dalam alkohol 80%, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, total geraniol dan sitronelal (BSN 1995). Komponen-komponen kimia dalam minyak selanjutnya diidentifikasi menggunakan alat GC-MS Shimadzu QP-5000 dengan pustaka Wiley (Purwaningrat 2008). Bagan tahapan penelitian disajikan pada Lampiran 1.
Penentuan Sifat Fisikokimia (BSN 1995)
Sifat fisikokimia minyak sereh wangi merupakan parameter mutu minyak hasil penyulingan. Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil uji dengan SNI 06-3953-1995 dan hasil penelitian klon G1, G2 dan G3 sebelumnya.
Uji Kelarutan dalam Alkohol 80%
Minyak sereh wangi ditambahkan alkohol 80% tetes demi tetes dalam tabung reaksi sambil dikocok kuat sampai contoh menjadi jernih. Nisbah jumlah alkohol 80% dan sampel dicatat.
Penentuan Bobot Jenis
Minyak sereh wangi dimasukkan ke dalam piknometer 5 mL kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Dilakukan hal yang sama untuk pengukuran air suling.
Suhu pengukuran dicatat sebagai faktor koreksi.
Penentuan Indeks Bias
Sebanyak 1 mL minyak sereh wangi diteteskan ke atas prisma refraktometer untuk diukur indeks biasnya. Suhu pengukuran dicatat sebagai faktor koreksi.
Penentuan Putaran Optik
Sebanyak 50 mL minyak sereh wangi dimasukkan ke dalam tabung polarimeter, kemudian diukur putaran optiknya.
Penentuan Total Geraniol
Asetilasi. Sebanyak 10 mL minyak sereh
wangi ditambahkan 10 mL anhidrida asetat dan 2 g hablur CH3COONa dalam labu
didih, dididihkan selama 2 jam. Setelah dingin, ditambahkan 50 mL akuades dan dipanaskan kembali pada suhu 40–50 C selama 15 menit sambil dikocok. Campuran didinginkan ke suhu kamar, lalu dipindahkan ke corong pemisah, dan ditambah bilasan labu dengan akuades. Campuran dibiarkan memisah sempurna dan dibuang lapisan airnya. Lapisan minyak dicuci, pertama dengan 25 mL NaCl jenuh, kedua dengan 25 mL Na2CO3 2% dalam
NaCl jenuh, dan ketiga kembali dengan 25 mL NaCl jenuh sebanyak 3 kali ulangan. Minyak diuji dengan kertas lakmus untuk uji bebas-basa kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 3 g Na2SO4
anhidrat, didiamkan beberapa lama untuk menghilangkan sisa air yang teremulsi. Setelah itu, dilakukan penetapan bilangan ester.
Penetapan Bilangan Ester. Minyak
sereh wangi hasil asetilasi ditimbang 1 g ke dalam labu didih, ditambah 2 mL etanol dan 5 tetes indikator PP, lalu dinetralkan dengan KOH 0.1 N dalam alkohol. Kemudian ditambahkan 25 mL KOH 0.5 N dalam alkohol dan larutan dididihkan selama 1.5 jam. Setelah dingin, dititar dengan HCl 0.5 N. Untuk mengetahui jumlah yang bereaksi, dilakukan penetapan blangko. Penetapan bilangan ester juga dilakukan pada 1 g minyak sereh wangi yang belum diasetilasi.
Penentuan Kadar Sitronelal
Sebanyak 1.5 g minyak sereh wangi ditimbang ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 20 mL hidroksilamina hidroklorida 0.5 N dan 25 mL KOH 0.5 N dalam alkohol. Campuran didiamkan dalam ruang gelap selama 15 menit dan sesekali
dikocok. Selanjutnya ditambah indikator biru bromofenol dan dititar dengan larutan HCl 0.5 N sampai berubah warna dari biru menjadi kuning. Untuk mengetahui jumlah yang bereaksi, dilakukan penetapan blangko.
Pencirian Komponen Kimia Minyak Sereh Wangi dengan GC-MS
Minyak sereh wangi yang telah memenuhi persyaratan SNI 06-3953-1995 dan hasil penelitian klon G1, G2 dan G3 sebelumnya, disuntikkan ke dalam GC-MS Shimazdu QP-5000 dengan kenaikan suhu 2 C/menit hingga suhu 80 C, ditahan selama 5 menit. Suhu dinaikkan kembali dengan kenaikan 4 C/menit hingga suhu 200 C, juga ditahan selama 5 menit. Komponen-komponen yang terpisah diukur dengan detektor tumbukan elektron (EI) untuk diukur massanya. Data yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka Wiley.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen MinyakPenyulingan uap air menghasilkan rendemen minyak sereh wangi seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rendemen minyak sereh wangi
Klon Rendemen minyak (%) (v/b) Hasil Penelitian Mansur dan Suryana (1992) (%) G1 0.87 0.9–1.05 G2 0.95 0.9–1.03 G3 0.92 0.9–1.03
Rendemen minyak merupakan nisbah antara volume minyak yang dihasilkan dan bobot bahan yang disuling (Lampiran 2). Rendemen minyak G1 lebih kecil daripada hasil penelitian Mansur dan Suryana (1992) mungkin diakibatkan bahan kurang kering sehingga masih ada sedikit minyak yang terikat pada sisa cairan bahan. Secara umum, penyulingan uap air membutuhkan kondisi alat-alat suling yang baik serta penyiapan bahan yang baik agar dihasilkan rendemen minyak yang baik. Menurut (Ketaren 1980), kondisi iklim, cuaca, lahan dan bibit sangat memengaruhi kualitas minyak sereh wangi yang dihasilkan. Oleh sebab itu, pada penelitian ini sampel daun sereh wangi
diperoleh dari kondisi iklim, cuaca, dan lahan yang sama.
Sifat Fisikokimia
Hasil pengujian sifat fisikokimia (Tabel 2) menunjukkan bahwa klon G1, G2, dan G3 memenuhi persyaratan SNI 06-3953-1995 dan penelitian Puslitbangbun tahun 2005 (Lampiran 3). Klon ini memiliki kadungan total geraniol dan sitronelal yang tinggi. Karakteristik fisikokimia suatu minyak atsiri lazim dan sangat penting ditentukan sebelum dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan instrumen yang lebih modern (Akhila 2010).
Komponen Kimia Minyak Sereh Wangi
Pencirian komponen kimia minyak sereh wangi dengan GC-MS menghasilkan kromatogram seperti ditunjukan pada Lampiran 5. Komponen kimia yang teridentifikasi dari kromatogram tersebut diuraikan pada Lampiran 6, berdasarkan data dari pustaka Wiley 275.L. Komponen-komponen tersebut selanjutnya diklasifikasikan menjadi komponen utama dan minor untuk setiap klon (Lampiran 7). Gambar 2 menunjukkan kandungan komponen mayor klon G1, G2, dan G3 berdasarkan hasil GC-MS.
Gambar 2 Komponen mayor klon G1 (■), G2 (■), dan G3 (■).
Sitronelal merupakan komponen penyusun utama, diikuti oleh sitronelol, geraniol, limonena, β-kariofilena, dan sitronelil asetat. Komposisi setiap komponen tersebut hampir sama untuk setiap klon kecuali untuk kadar sitronelal klon G2 yang secara nyata lebih rendah. Pola komponen kimia yang sama disebabkan ketiga klon berasal dari varietas yang sama. Total geraniol pada penentuan sifat fisikokimia menunjukkan total alkohol di dalam minyak sereh wangi dan terhitung sebagai geraniol. Sebelum berkembangnya instrumen analitik seperti saat ini, cara ini digunakan untuk menentukan kandungan alkohol total di dalam minyak atsiri. Namun, dengan GC-MS komponen geraniol sebenarnya dapat diukur (Lampiran 7). Tiga senyawa utama mengandung gugus fungsi aldehida seperti sitronelal, dan alkohol pada geraniol dan sitronelol. Kandungan hidrokarbon beroksigen ini mengakibatkan minyak sereh wangi berpotensi sebagai aditif untuk menaikkan angka oktan dalam BBM. Selama pembakaran, oksigen tambahan di dalam bensin dapat mengurangi emisi karbon monoksida, CO dan material-material pembentuk ozon atmosferik. Senyawa beroksigen ini juga bercampur baik dengan bensin (Nasikin 2004).
Komponen minor juga berperan penting dalam pencirian setiap klon. Ketiga klon G1, G2, dan G3 memperlihatkan perbedaan nyata pada kandungan δ-kadinena, elemol, β-elemena, (Z,E)-α farnesena, α-kardinol, dan α-humulena terutama pada klon G2 (Gambar 3).
Perbedaan jumlah komponen minor membuktikan adanya proses perlakuan terhadap setiap klon yang dikembangkan. Secara morfologi, ketiga klon sereh wangi ini hanya sedikit berbeda, namun analisis komponen kimia minyaknya ternyata menunjukkan perbedaan komponen minor yang cukup signifikan (Gambar 3).
Tabel 2 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak sereh wangi
Parameter Klon G1 Klon G2 Klon G3 SNI 06-3953-1995
Bobot Jenis (20 C ) 0.8885 0.8893 0.8874 0.880–0.922
Indeks Bias (20C) 1.4635 1.4656 1.4618 1.466–1.475
Total Geraniol (%) 89.88 90.89 88.67 min. 85
Sitronelal (%) 44.63 42.72 40.45 min. 35
Warna Kuning Kuning pucat Kuning Kuning pucat sampai
kuning kecokelatan Kelarutan dalam alkohol
80%
1 : 1.5 1 : 1,5 1 : 1.5 1:2 jernih seterusnya
jernih sampai opalesensi
Putaran optik 118’ 136’ 112’ - 0 10 20 30 40 50 60 A re a ( % ) Komponen Utama
4
*Data selengkapnya di Lampiran 4.
Gambar 3 Komponen minor klon G1 (■), G2 (■), dan G3 (■).
Gambar 3 memperlihatkan bahwa klon G2 memiliki kandungan δ-kadinena, elemol, dan α-kardinol di atas klon G1 dan G3. Perbedaan yang signifikan pada ketiga komponen tersebut menyebabkan klon G2 dapat dicirikan dari kandungan senyawa tersebut. Hidrokarbon beroksigen juga terdapat sebagai kandungan minor seperti linalool, geranil asetat, elemol, dan kardinol. Kandungan minor ini turut berpengaruh dalam penambahan gugus beroksigen di dalam minyak sereh wangi (Nasikin 2004).
Jenis dan jumlah komponen utama dan minor dalam minyak atsiri ini selanjutnya dijadikan dasar dalam pembuatan formula bioaditif BBM. Dalam pemanfaatannya, minyak sereh wangi ditambahkan dalam jumlah yang besar, hampir setengah formulasi bioaditif yang telah beredar di pasaran. Berdasarkan hasil identifikasi komponen kimianya, dapat diduga bahwa jumlah monoterpena beroksigen seperti sitronelal, geraniol, dan sitronelol maupun kandungan minor dari minyak sereh wangi sangat mempengaruhi proses pembakaran BBM.
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanHasil penelitian memperlihatkan bahwa sifat fisikokimia minyak sereh wangi klon G1, G2, dan G3 sesuai dengan SNI 06-3953-1995 dan penelitian Puslitbangbun tahun 2005. Analisis menggunakan GC-MS memperkuat adanya perbedaan komposisi
komponen utama dan minor antara klon G1, G2, dan G3. Komponen penciri G1 adalah sitronelal yang tinggi, komponen penciri G2 adalah δ-kadinena dan elemol, sedangkan
komponen penciri klon G3 adalah α-amorfena.
Saran
Perlu diuji pengaruh komposisi aldehida dan alkohol dalam minyak sereh wangi terhadap optimalisasi penggunaan aditif dalam BBM.
DAFTAR PUSTAKA
Akhila A. 2010. Essential Oil-Bearing
Grasses: The Genus Cymbopogon. New
York: Taylor and Francis.
[Anonim]. 2010. Target Ekspor Minyak
Atsiri 2010 Capai 2500 Ton.
http://bataviase.co.id/node/132203 [20 Agu 2011].
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995.
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-3953-1995. Minyak Sereh Wangi.
Jakarta: BSN.
Blank AF et al. 2007. Influence of season, harvest time and drying on Java citronella (Cymbopogon
winterianus Jowitt) volatile oil. Revista
Brasileira de Farmacognosia17:4.
Ginting S. 2004. Pengaruh lama penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri daun sereh wangi. [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Guenther E. 1990. Minyak Atsiri. Ketaren S, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia. Terjemahan dari: The Essential Oils.
Jayasinha P. 1999. Citronella (Cymbopogon nardus): Medicinal and aromatic plants
series Vol. 9. Colombo: Information
Services Centre, Industrial Technology Institute.
Ketaren S. 1980. Pengantar Teknologi
Minyak Atsiri. Jakarta: Pustaka Nasional
Balai Pustaka. 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 A re a ( % ) Komponen Minor
Mansur M, Suryana OU. 1992. Sereh wangi unggul. Edisi Khusus Littro Vol Ke-8. 29:54-59
Nasikin M. 2004. Prospek Pengembangan
Industri Biodiesel di Indonesia. Serpong:
Badan Pengembangan Teknologi Pertanian.
[Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembagan Perkebunan. 2005. Klon
Unggul Tanaman Perkebunan. Bogor:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Purwaningrat L. 2008. Kajian pengaruh umur dan bagian tanaman nilam (Pogostemon calbin beth) yang disuling terhadap rendemen dan mutu minyak nilam yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wahyuni S, Hobir, Nuryani Y. 2003. Status pemuliaan tanaman sereh wangi (Adropogon nardus). Di dalam:
Perkembangan Teknologi TRO. Vol
ke-15 No. 2. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO).
Lampiran 1 Diagram alir kerja penelitian
Pengambilan Contoh Sereh Wangi G1, G2, dan G3 Pengeringan dan Perajangan Contoh Penyulingan Minyak Sereh WangiPenentuan Sifat Fisikokimia
Penentuan Komponen Kimia dengan GC-MS Bobot Jenis Putaran Optik Indeks Bias Kadar Sitronelal Kadar Total Geraniol Kelarutan dalam Alkohol 80%
8
Lampiran 2 Karakteristik klon G1, G2 dan G3 (Puslitbangbun 2005)
Karakteristik G1 G2 G3
Bangun rumpun Tegak kompak Tegak kompak Tegak kompak Ruas batang Hijau muda Hijau muda Hijau muda Bentuk daun Tegak bagian
ujung terkulai, bagian daun terlebar ke tengah, pinggiran daun rata, dan ujung daun runcing Sedang merumbai (dropping), bagian daun terlebar ke tengah, pinggiran daun rata, dan ujung daun runcing Sedang merumbai (dropping), bagian daun terlebar ke tengah, pinggiran daun rata, dan ujung daun runcing
Permukaan daun Kasar berambut Kasar berambut Kasar berambut Warna pelepah daun Ungu kemerahan Ungu tipis
kemerahan
Ungu kemerahan
Panjang daun (cm) 115.7 106.2 117.0 Lebar daun (cm) 2.6 2.5 2.5
Tinggi batang (cm) 115.8–161.1 112.3–159.5 114.4–159.6 Ketegaran Kuat, ruas masif Kuat, ruas masif Kuat, ruas masif Anakan 25–43 22–42 22–42
Produksi terna rata-rata (ton/ha/tahun)
46 (29–60) 44 (27–59) 46 (30–65)
Produksi minyak rata-rata (kg/ha/tahun)
470 (300–600) 450 (280–580) 470 (300–600)
Total geraniol (%) 89.97–90.22 88.44–90.08 88.44–90.68 Total sitronelal (%) 39.55–44.83 39–46.92 39.3–44.83 Warna minyak Kuning Kuning pucat Kuning pucat Kadar minyak (% kering suling) 0.99–1.05 0.99–1.03 0.99–1.03 Bobot jenis 0.880 0.887 0.878 Indeks bias 1.465 1.467 1.463
9
10
Lampiran 3 Hasil penentuan rendemen minyak sereh wangi
Klon
Bobot Daun
(g)
Volume Minyak
(mL)
Rendemen Minyak
(%)
G1
22.600
196.60
0.87
G2
19.500
185.20
0.95
G3
19.500
179.40
0.92
% Rendemen Minyak =
(Volume Minyak mL )Bobot Daun (g)
× 100%
=
196.6 mL11
Lampiran 4 Hasil penentuan sifat fisikokimia klon G1, G2, dan G3
No.
Parameter
Klon
G1
Klon
G2
Klon
G3
1
Bobot
jenis
20
C (g/cm
3)
Rerata
1. 0.8884
2. 0.8886
0.8885
1. 0.8893
2. 0.8893
0.8893
1. 0.8873
2. 0.8875
0.8874
2
Indeks bias
(20
C)
Rerata
1. 1.4634
2. 1.4636
1.4635
1. 1.4654
2. 1.4658
1.4656
1. 1.4618
2. 1.4618
1.4618
3
Total Geraniol
(%)
Rerata
1. 89.87
2. 89.89
3. 89.88
89.88
1. 90.89
2. 90.92
3. 90.87
90.89
1. 88.68
2. 88.63
3. 88.70
88.67
4
Sitronelal (%)
Rerata
1. 44.59
2. 44.66
3. 44.63
44.63
1. 42.70
2. 42.74
3. 42.72
42.72
1. 40.42
2. 40.49
3. 40.45
40.45
5
Warna
Kuning
Kuning pucat
Kuning pucat
6
Kelarutan dalam
alkohol 80%
Rerata
1. 1 : 1.5
2. 1 : 1.5
1 : 1.5
1. 1 : 1.5
2. 1 : 1.5
1 : 1.5
1. 1 : 1.5
2. 1 : 1.5
1 : 1.5
7
Putaran optik
Rerata
1. 1
18’
2. 1
18’
1
18’
1. 1
36’
2. 1
36’
1
36’
1. 1
12’
2. 1
12’
1
12’
12
Lampiran 5 Kromatogram minyak sereh wangi
a. Klon G1
b. Klon G2
13
Lampiran 6 Kandungan kimia minyak sereh wangi hasil analisis GC-MS
No Komponen Waktu Retensi (rt) G1 rt G2 rt G3 Mahapengiri Area (%) Area (%) Area (%) (Akhila 2010) (%) 1 Mirsena 4.77 0.04 4.79 0.04 4.81 0.03 2 Limonena 5.62 2.46 5.64 2.46 5.65 2.79 √ 3 2,6-Dimetilhept-5-en-1-al 6.14 0.03 6.16 0.04 6.17 0.05 4 Terpinolena 6.96 0.05 6.98 0.04 7.00 0.05 5 Linalool 7.25 0.65 7.27 0.64 7.29 0.67 √ 6 Sitronelal 8.80 53.54 8.79 42.96 8.79 50.85 30-45 7 Siklohesanon 8.99 0.05 - - 9.00 0.05 8 Citronella 9.09 0.04 9.09 0.12 9.11 0.04 9 α-Terpineol 9.61 0.10 9.63 0.09 9.65 0.09 10 Dekanal 9.89 0.15 9.91 0.11 9.93 0.14 11 Sitronelol 10.67 17.55 10.69 19.22 10.68 17.42 4-10 12 Neral 10.90 0.15 10.92 0.11 10.93 0.14 13 Geraniol 11.37 14.64 11.40 16.32 11.38 15.66 20-25 14 Geranial 11.65 0.23 11.69 0.17 11.70 0.24 15 Sikloheksanol 13.38 0.17 13.39 0.21 13.41 0.13 16 Sitronelil asetat 13.66 1.44 13.68 1.49 13.70 1.48 3.0 17 1,2,4-Meteno-1H-indena, oktahidro 14.06 0.24 14.07 0.37 14.09 0.28 18 α-Kopaena 14.30 0.03 14.31 0.05 14.33 0.04 19 Geranil asetat 14.44 0.78 14.46 0.78 14.47 0.82 4.2 20 β-Elemena 14.70 0.35 14.72 0.62 14.73 0.44 21 Isokariofilena - - 15.10 0.03 - - 22 β-Kariofilena 15.43 1.69 15.45 2.32 15.46 1.88 2.1 23 D-Germasiena 15.64 0.02 15.65 0.04 15.67 0.03 24 (Z,E)-α Farnesena 15.76 0.33 15.77 0.56 15.78 0.41 25 β-Seskuifelandrena 15.94 0.06 15.95 0.10 15.97 0.08 26 α-Humulena 16.25 0.25 16.26 0.40 16.28 0.29 27 δ-Kardinena 16.71 0.02 16.73 0.06 16.74 0.03 √ 28 α-Amorfena 16.80 0.05 16.81 0.09 16.82 0.06 29 D-Germakrena 16.93 0.88 16.94 0.92 16.95 0.83 30 γ-Kardinena - - 17.19 0.14 - - √ 31 Karalena - - 17.28 0.30 - - 32 α-Muurolena 17.37 0.13 17.38 0.23 17.39 0.16 33 A-Germakrena 17.52 0.14 17.52 0.17 17.54 0.15 34 α-Amorfena 17.78 0.86 17.79 0.86 17.80 1.00 35 δ-Kadinena 17.92 0.62 17.94 1.23 17.94 0.74 √ 36 Kadina-1,4-diena 18.14 0.03 18.15 0.06 - - 37 Naftalena - - 18.27 0.04 - -
14
Keterangan : (-) tidak terdeteksi