• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengembangan Model 4D

Menurut (Thiagarajan, 1974:5) menyatakan bahwa pengembangan model 4D adalah model pendekatan system dimana buku pedoman ini disusun dan didasarkan pada model-model sebelumnya serta berdasarkan pengalaman lapangan aktual dalam merancang, mengembangkan, mengevaluasi, dan menyebarluaskan materi pelatihan guru dalam pendidikan khusus. Kami menyebutnya model 4D yang membagi proses pengembangan intruksional ke dalam empat tahapan yakni define, design, develop dan disseminate. Model pengembangan 4D dapat diadaptasi menjadi 4P yakni pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebarluasan.

Menurut (Mulyatiningsih, 2016) menyatakan bahwa pengembangan model 4D merupakan pengembangan yang lebih ringkas tetapi didalamnya sudah mencakup proses pengembangan yang lengkap. Dalam tahapan define memiliki kesetaraan dengan analisis. Pada tahapan develop menyertakan kegiatan validasi, revisi, implementasi, dan evaluasi. 4D mengakhiri kegiatan melalui kegiatan disseminate.

Kesimpulan dari dua pendapat diatas bahwa pengembangan model 4D merupakan proses pengembangan intruksional dengan tahapan sederhana dan lebih tersetruktur secara sistematis, yang terdiri dari empat tahapan yakni

(2)

define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebarluasan). Kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap pengembangan dijelaskan sebagai berikut:

a. Define (Pendefinisian)

Menurut (Thiagarajan, 1974:6) tujuan pada tahap ini adalah untuk menetapkan dan membatalkan persyaratan pengajaran. Melalui tahap analisis, kami menentukan tujuan dan kendala untuk materi pembelajaran. 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap define yakni: Analisis awal-akhir (front-end Analysis) studi tentang masalah dasar yang dihadapi pelatih guru untuk meningkatkan tingkat kinerja guru pendidikan khusus. Selama analisis ini kemungkinan alternatif yang lebih elegan dan efisien untuk instruksi dipertimbangkan. Jika tidak ada alternatif instruksional atau materi terkait yang tersedia, maka pengembangan materi in-struktural diperlukan.

Analisis siswa (Learner analysis) adalah studi tentang siswa target, Karakteristik siswa yang relevan dengan desain dan pengembangan instruksi diidentifikasi. Karakteristiknya meliputi kompetensi dan latar belakang pengalaman, sikap umum terhadap topik pengajaran; dan media, format, dan preferensi bahasa.

Analisis tugas (Task analysis) pengidentifikasian keterampilan utama yang akan diperoleh oleh guru pelatihan dan menganalisisnya menjadi seperangkat keahlian yang diperlukan dan memadai. Analisis ini memastikan cakupan komprehensif dari botol dalam bahan ajar.

(3)

Analisis konsep (Concept analysis) mengidentifikasikan konsep utama yang akan diajarkan, mengaturnya dalam hierarki, dan memecah konsep individu menjadi atribut kritis dan tidak relevan. Analisis ini membantu mengidentifikasi serangkaian contoh yang rasional dan tidak ada yang bisa digambarkan dalam pengembangan protokol.

Menentukan tujuan instruksional (Specifying instructional objectives) adalah mengubah hasil tugas dan konsep analisis menjadi tujuan yang dinyatakan secara perilaku. Seperangkat tujuan ini memberikan dasar untuk konstruksi uji dan desain instruksional. Kemudian. itu diintegrasikan ke dalam bahan dalam struktur untuk digunakan oleh guru dan tujuan pembelajaran.

Hal tersebut sependapat dengan pernyataan dari (Mulyatiningsih, 2016) bahwa kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat pengembangan. Kegiatan yang dilakukan dengan tahapan: (a) Front-end analysis guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. (b) Learner analysis dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan, motivasi belajar, latar belakang pengalaman. (c) Task analysis pendidik menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal. (d) Concept analysis Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional (e) Specifying instructional objectives Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional.

(4)

Kesimpulan dari 2 pendapat diatas bahwa prosedur define (pendefinisian) ini adalah langkah awal dimana seorang peneliti harus melakukan analisis awal berupa observasi dan wawancara. Kemudian mengenali karakteristik siswa, serta mengembangkan media yang disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran.

b. Design (Perancangan)

Menurut (Thiagarajan, 1974:7) Tujuan dari tahap ini adalah untuk merancang benbtuk dasar bahan ajar. Fase ini dapat dimulai setelah serangkaian tujuan perilaku untuk bahan ajar telah ditetapkan. Seleksi media dan format untuk bahan dan pembuatan versi awal merupakan aspek utama dari tahap desain.

Menyusun tes kriteria (Constituting criterion referenced tests) adalah langkah menjembatani Tahap 1, Tentukan, dan proses Desain. Tes yang direferensikan kriteria mengubah tujuan perilaku menjadi garis besar untuk bahan ajar.

Pemilihan media (Media selection) adalah pemilihan media yang sesuai untuk penyajian konten pembelajaran. Proses ini melibatkan pencocokan tugas dan analisis konsep, karakteristik peserta pelatihan, sumber daya produksi, dan rencana diseminasi dengan berbagai atribut media yang berbeda. Pemilihan akhir mengidentifikasi media atau kombinasi media yang paling tepat untuk digunakan

Pemilihan format (Format selection) terkait erat dengan pemilihan media. Kemudian dalam buku sumber ini, 21 format berbeda diidentifikasi

(5)

yang cocok untuk merancang bahan ajar untuk pelatihan guru. Pemilihan format yang paling tepat tergantung pada sejumlah faktor yang dibahas.

Desain awal (Initial design) adalah penyajian instruksi esensial melalui media yang sesuai dan dalam urutan yang sesuai. Ini juga Melibatkan penataan berbagai kegiatan belajar seperti membaca teks, melihat-lihat personil pendidikan khusus, dan mempraktikkan keterampilan instruksional yang berbeda dengan mengajar teman sebaya.

Hal tersebut sependapat dengan pernyataan dari (Mulyatiningsih, 2016) bahwa Kegiatan yang dilakukan pada tahap tersebut antara lain: (a) Menyusun tes kriteria, sebagai tindakan pertama untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, dan sebagai alat evaluasi setelah implementasi kegiatan. (b) Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik peserta didik. (c) Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media pembelajaran yang digunakan. Bila guru akan menggunakan media audio visual, pada saat pembelajaran tentu saja peserta didik disuruh melihat dan mengapresiasi tayangan media audio visual tersebut.

(d) Mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang. Pada saat simulasi pembelajaran berlangsung, dilaksanakan juga penilaian dari teman sejawat. Sebelum rancangan design produk dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka perlu divalidasi, yang dilakukan oleh dosen atau guru

(6)

dibidang studi/ bidang keahlian yang sama. Ada kemungkinan produk masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator.

Kesimpulan dari 2 pendapat diatas adalah prosedur ke-2 design (perancangan) ini melalui proses peyusunan test yang akan dilakukan peneliti yakni melakukan pretest diawal pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan melakukan posttest setelah proses implementasi media. Dan adanya prosedur pemilihan media, pemilihan format, dan rancangan media yang akan disesuaikan dengan media papertoys dalam bentuk buku dengan judul “Kumpulan Dongeng Fabel & Kreativitas Merakit Papertoys” dan menjadi diorama papertoys sebagai mading 3D.

c. Develop (Pengembangan)

Menurut (Thiagarajan, 1974:8) Tujuan Tahap ini adalah untuk memodifikasi bahan ajar bentuk dasar, Meskipun banyak yang telah diproduksi sejak tahap Define, hasilnya harus dianggap sebagai versi awal dari materi instruksional yang harus dimodifikasi sebelum dapat menjadi versi final yang efektif. Pada tahap pengembangan, umpan balik diterima melalui evaluasi formatif dan materi direvisi dengan tepat.

Penilaian ahli (Expert appraisal) adalah teknik untuk mendapatkan saran untuk peningkatan materi. Sejumlah pakar diminta untuk mengevaluasi materi dari sudut pandang instruksional dan teknis. Atas dasar umpan balik mereka, materi dimodifikasi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, dapat digunakan, dan kualitas teknis yang tinggi.

(7)

Pengujian perkembangan (Developmental testing) mencakup mencoba materiilnya dengan peserta pelatihan yang sebenarnya untuk mencari bagian-bagian yang perlu direvisi. Atas dasar respons, reaksi, dan komentar para peserta pelatihan, materi tersebut diubah. Siklus pengujian, revisi, dan pengujian ulang diulangi hingga materi bekerja secara konsisten dan efektif.

Hal tersebut sependapat dengan pernyataan dari (Mulyatiningsih, 2016) bahwa pada tahapan Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna model. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah berikut: (1) Validasi model oleh ahli/pakar. Dalam proses validsi terdiri atas validasi media dan validasi materi. (2) revisi model berdasarkan masukan dari para ahli pada saat validasi. (3) uji coba terbatas dalam pembelajaran dikelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi. (4) revisi model berdasarkan hasil uji coba. (5) implementasi model pada wilayah yang lebih luas.

Kesimpulan dari 2 pendapat diatas bahwa prosedur develop (pengembangan) ini setelah melalui proses perancangan media, maka dilanjutkan pengembangan media yang melalui proses validasi pada ahli media dan materi, setelah itu dilakukan revisi desain dan proses akhir

(8)

adalah implementasi pengembangan media papertoys yang akan dilaksanakan oleh peneliti.

d. Disseminate (Penyebarluasan)

Menurut (Thiagarajan, 1974:9) Bahan ajar mencapai tahap produksi akhir ketika pengujian perkembangan menghasilkan hasil yang konsisten dan penilaian ahli menghasilkan positivecomments. Bahan ini juga harus menjalani pemeriksaan profesional untuk mendapatkan pendapat yang objektif tentang kecukupan dan relevansinya. Tahap akhir dari pengemasan, difusi, dan adopsi akhir adalah yang paling penting meskipun paling sering diabaikan. Seorang produser dan distributor harus dipilih dan bekerja sama untuk bersama membungkus materi dalam bentuk yang dapat diterima. Penyebar harus mencoba untuk mengevaluasi keefektifan upaya penyebarannya. Dia harus menentukan tindakan apa, jika ada, calon pengadopsi yang telah diambil, dan dia harus merencanakan cara membuat pendekatan lebih lanjut kepada orang-orang yang belum "menjual" inovasi.

Menurut (Thiagarajan, 1974:173) menarik kesimpulan sebagai berikut.

Kriteria untuk penyebaran yang efektif adalah (a) Kejelasan (Clarity) informasi harus dinyatakan dengan jelas, dengan mengingat audiens tertentu. (b) Validitas (Validity) Informasi tersebut harus menyajikan suatu truepicture. (c) Pervasif (Pervasiveness) Informasi tersebut harus menjangkau semua

(9)

audiens yang dituju. (d) Dampak (Impact) Informasi harus membangkitkan respons yang diinginkan dari audiens yang dituju. (e) Ketepatan waktu (Timeliness) Informasi harus disebarluaskan pada waktu yang paling tepat. (f) Kepraktisan (Practicality) Informasi harus dikirim dalam bentuk yang paling sesuai dengan ruang lingkup proyek, mengingat keterbatasan seperti jarak dan sumber daya yang tersedia.

Kesimpulan dari pendapat (Thiagarajan, 1974) diatas bahwa seorang prosedur dan distributor harus bekerja sama dalam membungkus materi dalam bentuk yang dapat diterima. Penyebar harus mencoba untuk mengevaluasi keefektifan upaya penyebarannya. Yang disesuaikan dengan kriteria penyebaran yang efektif adalah kejelasan, validitas, pervasive, dampak, ketepatan waktu dan kepraktisan.

2. Media pembelajaran

a. Pengertian media pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari kata ‘’medium’’ yang artinya ‘’perantara atau pengantar.’’ Media bisa dikatakan sebagai alat perangsang siswa dalam proses pembelajaran. Menurut (Sanjaya, 2008) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Maksutnya media belajar adalah berbagai alat dan bahan untuk membantu dalam proses pembelajaran. Sedangkan menurut (Sutikno, 2013) adapun media didefinisikan segala sesuatu yang

(10)

membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi antara guru dan siswa.

Sependapat dengan (Jasmine, 2018) dengan judul Pengambangan Papercraft Sebagai Media Pembelajaran Pengenalan Alam Semesta Pada Anak Kelompok B Tk Kartika IV-89 Bangkalan. Yang menyampaikan bahwa media pembelajaran sebagai pengantar informasi guru kepada siswa, sehingga guru menyampaikan pelajaran dengan mudah dan siswa memahami benar pelajaran yang sudah disampaikan guru. Jadi media sangat berperan penting pada proses pembelajaran.

Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah media pembelajaran selain sebagai pengantar pesan dan informasi (pengetahuan) dari guru kepada siswa, juga sebagai alat dan bahan untuk membantu guru menyampaikan pelajaran dan siswa dapat memahami pelajaran dengan benar dalam suatu proses pembelajaran yang berlangsung. Adapun penelitian ini akan menggunakan media papertoys pada materi mendongeng cerita fabel siswa kelas 3 Sekolah Dasar.

b. Manfaat dari media pembelajaran

Media pembelajaran memiliki manfaat yang utama yakni melalui media pembelajaran suatu materi yang abstrak bisa menjadi suatu materi yang lebih konkret. Berikut manfaat dari media pembelajaran menurut (Haryono, 2015:49) adalah (1) Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa. (2) Memperoleh gambaran jelas tentang benda yang sulit diamati secara langsung. (3) Menanamkan konsep dasar yang benar,

(11)

konkret, dan langsung. (4) Membangkitkan minat dan motivasi siswa serta merangsang anak untuk belajar.

Sependapat pula dengan (Sumanto, 2012) menyebutkan bahwa manfaat media diantaranya adalah (1) Memperjelas informasi yang disampaikan. (2) Memotivasi siswa mengikuti materi pembelajaran. (3) Menstimulasi ingatan tentang konsep dasar. (4) Mendorong ingatan, mentransfer pengetahuan keterampilan, dan sikap yang sedang dipelajari.

Kesimpulan dari pendapat diatas, bahwa manfaat media pembelajaran ialah siswa memperoleh gambaran jelas tentang benda yang sulit diamati secara langsung, membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta menanamkan konsep dasar dengan benar, konkret, secara langsung, pengetahuan keterampilan, dan sikap yang sedang dipelajari.

c. Jenis media pembelajaran

Berdasarkan jenis yang diperlukan dalam media pembelajaran adalah niat atau tujuan, isi, kemauan, kemampuan, dan ketersediaan media pembelajaran. Menurut (Setyosari, 2007) Klasifikasi media pembelajaran dibagi menjadi 3 yaitu (1) media dua dimensi, (2) media tiga dimensi, (3) media pandang gerak ataupun diam. Uraian dari masing-masing klasifikasi tersebut sebagai berikut:

Pertama, media dua dimensi dipilih dan digunakan sebagai menentukan tujuan sesuai dengan materi, media yang digunakan praktis, aman dan berdampak positif, dan dapat dilihat jelas oleh siswa. Contoh

(12)

dari media dua dimensi adalah media gambar animasi, media flashcard (kartu angka, buah, binatang, abjad, aktivitas sehari-hari dll.)

Kedua, media tiga dimensi dipilih dengan cara menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran dan tingkat daya tarik media sesuai kebutuhan siswa. Sedangkan penggunaan media tiga dimensi bertujuan untuk memperkecil ukuran sebenarnya, dapat mewakili benda asli, lebih mudah dipelajari, dan dapat menunjukkan bagian dalam yang tidak terlihat, serta kekonkretan yang tidak langsung. Contoh media tiga dimensi adalah candi, rumah adat, topeng, boneka, dll.)

Ketiga, media pandang gerak ataupun diam adalah pembelajaran yang diterima siswa melalui indera penglihatan dan pendengaran. Contoh media ini adalah media TIK, cara penyajiannya ada dua yakni alat peraga, dan media teknologi, informasi, komunikasi.

Kesimpulan dari 2 pendapat adalah pada penelitian dan pengembangan media papertoys ini, peneliti menggunakan jenis media tiga dimensi. Berupa papertoys berbentuk animasi hewan yang disesuaikan dengan karakter masing-masing hewan dan tentunya disesuaikan dengan cerita fabel yang diangkat.

d. Contoh media bahasa

Menurut (Haryono, 2015:128-129) menyatakan bahwa media pelajaran bahasa merupakan bentuk mata pelajaran yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi. Adapun media yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa adalah (1) media manusia, (2)

(13)

media lingkungan dan benda sekitar, (3) media cetak, (4) media gambar, dan (5) media TIK.

Pertama, media manusia adalah komunikasi merupakan media dan sarana yang tepat dalam mengembangkan komunikasi yang baik dan benar. Misalnya percakapan, diskusi, drama, dan lain sebagainya. Kedua, media lingkungan dan benda sekitar sebagai bahan untuk mendeskripsikan bahasa secara tertulis maupun lisan. Misalnya terdapat dalam bentuk karya ilmiah ataupun presentasi sederhana dalam kelas.

Ketiga, media cetak dalam pembelajaran bahasa contohnya adalah majalah, Koran, komik, cerita, dan sebagainya. Melalui media cetak tersebut siswa belajar membaca dengan cermat, teliti, tepat, dengan menggunakan intonasi yang baik dan benar. Keempat, media gambar merupakan media yang digunakan untuk melatih imajinasi siswa dalam mengungkapkan kata atau kalimat. Secara kreatif siswa akan mempunyai daya khayal dan kosakata bahasa secara inovasi.

Contoh dari media gambar tersebut adalah gambar animasi, media flashcrd (kartu angka, buah, binatang, abjad, aktivitas sehari-hari dll.) Dan siswa dapat menyampaikan kosakata sesuai dengan yang dilihat. Terakhir, media TIK membentuk proses panca indera pada pembelajaran bahasa. Dalam hal ini panca indera yang digunakan adalah mata dan telinga. Yang berfungsi sebagai mendengarkan melalui audio visual ataupun melihat video.

Kesimpulan dari pendapat ahli tersebut bahwa penelitian dan pengembangan media papertoys ini, selain menggunakan media tiga

(14)

dimensi juga sebagai contoh media bahasa dari media manusia, dimana siswa akan mengkomunikasikan atau menirukan suara hewan dalam cerita fabel. Selain itu juga melalui media gambar animasi hewan yang dibentuk menjadi media tiga dimensi, seihingga siswa secara kreatif akan mempunyai daya khayal dan kosakata bahasa secara inovasi.

3. Papertoys

Pada kutipan dan acuan dalam Jurnal (Rusdyana, 2014) tentang papertoys membahas pengertian papertoys, jenis papertoys, manfaat papertoys, unsur-unsur papertoys dan terakhir kelebihan serta kekurangan papertoys. Maka kita akan mengulasnya kembali, pengertian dari papertoys adalah sebuah seni kerajinan menggunakan bahan kertas dan berbentuk tiga dimensi. Dalam pembuatan papertoys memerlukan proses tambahan, seperti pemotongan kertas dengan menggunakan gunting atau cutter sesuai pola karakter kemudian di lem. Jenis papertoys ada 3 macam yaitu papercraft avatar, papertoys, dan paper replica, berikut adalah penjelasannya:

Pertama, Papercraft Avatar yaitu menggunakan bentuk wajah manusia yang diambil dari foto kemudian dipadukan dengan bentuk badan yang ingin dipilih. Contohnya karakter superhero, karakter hewan berkepala manusia, dan sebagainya. Kedua, Papertoys yaitu memiliki bentuk model yang sederhana namun sangat menonjolkan desain pada model itu sendiri. Papertoys lebih kearah karakter kartun yang dibuat lebih sederhana dan berbentuk wajah lucu-lucu. Dengan bentuk wajah yang sudah distyling karena tidak sama dengan bentuk manusia. Ketiga, Papercraft Replica jenis

(15)

ini mengambil bentuk-bentuk obyek asli. Namun dengan skala yang diperkecil, misalnya bentuk kapal, pesawat, bangunan, dan sebagainya.

Manfaat papertoys ini adalah menekan kertas dengan ujung-ujung jari saat membuat papertoys adalah latihan efektif untuk melatih motorik halus pada anak, mengembangkan pemikiran logis, melatih konsentrasi, memperbanyak pengetahuan karena belajar membuat papertoys sebagai media pengenalan anak-anak terhadap lingkungan. Meningkatkan bakat yang dimiliki anak.

Unsur-unsur papertoys ada tiga macam yaitu Ilustrasi adalah seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberi penjelasan suatu maksud atau tujuan secara visual. Ilustrasi yang jelas akan mendukung jalannya sebuah alur cerita yang ingin disampaikan dan bertujuan untuk menerangkan atau menhias suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Media papertoys ini memberikan bayangan setiap karakter di dalam cerita.

Bentuk adalah segala sesuatu yang memiliki diameter, tinggi, dan lebar. Bentuk-bentuk dasar yang pada umumnya dikenal adalah bentuk kotak (rectangle), lingkaran (circle), segitiga (triangle), lonjong (elips), dan lainnya. Umumnya papertoys berbentuk tiga dimensi, yaitu bentuk yang memiliki panjang, lebar, tinggi, dan mempunyai volume atau menempati ruang. Warna yang digunakan pada papertoys bisa dibuat tidak sama untuk membedakan suatu identitas dari masing-masing karakter tokoh pada sebuah cerita.

Kelebihan dari papertoys dari segi bahan lebih murah daripada alat peraga atau media yang terbuat dari bahan besi, kayu, dan lainnya. Meskipun

(16)

dari bahan kertas, papertoys dapat dibentuk menyerupai apapun. Seperti manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, kendaraan dan masih banyak lagi. Bisa mendesain dan merakit sesuai skala yang diinginkan. Aman bagi anak-anak karena tidak berbahan kimia yang berbahaya. Kekurangan dari papertoys adalah jika bahan yang digunakan tidak tepat, maka papertoys tidak akan kokoh (lemah atau rapuh.) Tidak tahan air dan api, karena sifatnya kertas mudah meresap. Jika disimpan dengan waktu yang lama dan terkena sinar matahari, warnanya akan pudar atau kusam. Kerapian papertoys tergantung pada keahlian perakitnya.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah penelitian media papertoys yang dikembangkan peneliti, memiliki kelebihan dan kekurangan yang telah dipaparkan. Maka media papertoys ini sangat tepat digunakan untuk pembelajaran siswa kelas rendah (1-3). Karena bahannya yang ekonomis, dapat dicetak sendiri dan tentunya dapat dirangkai sesuai dengan keinginan. Karakter yang dibuat pada papertoys ini bermacam-macam sehingga menyenangkan bagi siswa. Namun perlu diperhatikan juga kelamahan dari media papertoys ini, karena sifat kertas yang mudah meresap jika terkena air dan apiakan cepat rusak. Warna yang dihasilkan juga tidak seperti awal pembuatan, karena lama kelamaan akan memudar terlebih jika terkena sinar matahari. Oleh karenanya perlu hati-hati untuk menyimpannya. Proses pembuatan dan perakitannya pun tidak mudah karena butuh ketelitian dan ketelatenan.

(17)

1. Dongeng

Hakikat mendongeng adalah berkomunikasi. Mengkomunikasikan sebuah cerita tentang hal-hal yang bersifat menghibur untuk siswa. Bagi anak-anak dongeng adalah sebuah hiburan. Prinsip dasarnya hiburan bersifat menyenangkan sehingga mendongengpun harus kreatif. Adapun yang kami akan bahas disini adalah pengertian dongeng, karakteristik dongeng, klasifikasi dongeng, jenis-jenis dongeng, ide cerita dongeng, dan hal penting saat mendongeng.

a. Pengertian Dongeng

Menurut (Heru, 2016:4) bahwa dongeng adalah salah satu jenis cerita anak yang bercirikan imajinatif. Artinya, segala yang dihadirkan dalam dongeng adalah fiktif-imajinatif melalui 3 hal: peristiwa, latar, dan waktu, serta tokoh-tokohnya. Pengambilan ketiga hal itu secara factual sesungguhnya hanya sebatas ingin menekankan arti dongeng karena diciptakan selain untuk memberikan kesenangan, juga untuk memberikan pemahaman dan pendidikan pada pembaca.

Sedangkan menurut (Pebriana, 2017) dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi, terkadang sering tidak masuk akal. Kegiatan mendongeng kemudian diambil alih oleh orang tua, pengasuh, kakek, dan nenek. Mendongeng harus dilakukan dengan cara yang benar, seperti orang tua yang menasehati anaknya melalui amanat dari dongeng tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dongeng adalah cerita fiksi dan imajinatif yang sederhana dan memiliki fungsi sebagai penyampaian pesan moral yang mendidik dan sebagai hiburan untuk anak-anak. Dan dongeng

(18)

pada penelitian ini adalah dongeng fabel. Secara singkatnya fabel adalah kisah yang menceritakan binatang.

Dari pengertian diatas, sudah tampak jelas karakteristik dari dongeng ini meliputi : (1) Fiktif Imajinatif, yang terdapat pada tempat, waktu, rangkaian peristiwa, dan tokoh-tokohnya yang bersifat tersurat. Yang artinya makna yang sudah tertera pada teks bacaan. (2) Menyenangkan dan Mendidik yang terdapat dalam isi dongeng yang bersifat tersirat. Yang artinya makna yang masih terkandung ataupun tersembunyi dalam sebuah bacaan.

b. Jenis-Jenis Dongeng

Menurut (Pebriana, 2017) membagi jenis-jenis dongeng menjadi empat golongan besar yakni (1) Dongeng Binatang (Animal Tales) kisah yang tokohnya adalah hewan peliharaan dan hewan liar. Hewan tersebut dalam cerita dapat berbicara dan berakal seperti manusia. (2) Dongeng Biasa (Ardinary Tales) jenis dongeng yang diperankan oleh manusia, kisah suka duka seseorang. Contohnya dongeng mengenai ilmu sihir, dongeng keagamaan, dongeng roman, dan dongeng mengenai raksasa bodoh.

(3) Lelucon dan Anekdot (Jokes and Anecdotes) kisah yang dapat menimbulkan rasa mengelitik hati, perbedaan antara lelucon dan anekdot. Lelucon menyangkut kisah fiktif lucu anggota suatu kolektif, seperti suku bangsa, golongan, bangsa, dan ras. Sedangkan anekdot menyangkut kisah fiktif lucu pribadi seseorang atau suatu tokoh.

(4) Dongeng Berumus Dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng berumus dongeng ini mempunyai beberapa sub

(19)

bentuk, yakni dongeng bertimbun banyak, dongeng untuk mempermainkan orang, dongeng yang tidak mempunyai akhir.

c. Klasifikasi Dongeng

Berdasarkan jenis-jenis dongeng diatas, cerita dongeng diklasifikasikan ke dalam lima macam menurut (Ardini, 2012) yakni : (1) Legenda adalah dongeng berkisah tentang asal usul tempat, tradisi, dan lain sebagainya. Contoh legenda Candi Prambanan. (2) Fabel adalah cerita tentang binatang dengan sisipan pesan moral. Contohnya Lumba Lumba dan Hiu Mulut Besar.

(3) Sahibul Hikayat adalah cerita tentang tokoh dengan tujuan untuk meneladani tokoh yang diceritakan dalam dongeng tersebut. Contohnya kisah para sahabat nabi. (4) Mite adalah cerita yang menjelaskan tentang fenomena sosial yang alami ataupun takdir manusia dan interaksi manusia dengan supranatural. Contohnya kisah Dewi Sri atau Dewi padi. (5) Cerita Rakyat adalah kisah yang diceritakan turun temurun dan merupakan sebuah kebudayaan. Contohnya kisah Bawang Merah dan Bawang Putih.

d. Ide Cerita Dongeng

Menurut (Ardini, 2012) berdasarkan ide cerita dongeng dibagi menjadi enam macam, diantaranya (1) Dongeng Tradisional: dongeng yang bersumber dari cerita rakyat ataupun asal usul terjadinya suatu daerah. (2) Dongeng Futuristik: dongeng yang bersumber dari imajinasi tentang masa depan. (4) Dongeng Pendidikan: dongeng dengan ide yang

(20)

sengaja dibuat untuk mengubah perilaku seseorang. (5) Dongeng Fabel: dongeng yang menceritakan hewan dan karakteristiknya. (6) Dongeng Sejarah: dongeng yang berasal dari para tokoh tauladan. (7) Dongeng Terapi: dongeng yang bersumber dari suatu peristiwa ataupun kejadian trauma dari seseorang.

e. Hal Penting Saat Mendongeng

Saat kita akan melakukan kegiatan mendongeng secara kreatif maka kita harus memperhatikan hal-hal penting sebagai berikut menurut (Heru, 2016:29) (1) Penentuan tujuan mendongeng, yang terkait dengan tujuan kesenangan dan pemahaman siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi. (2) Penentuan materi dongeng yang dikembangkan dengan cerita dongeng yang kita punya, menulis dongeng sendiri, dan mendongeng secara spontan. (3) Membuat sumber dan media informasi, yakni menyiapkan alat ataupun media yang akan digunakan ketika mendongeng. (4) Melaksanakan kegiatan mendongeng yang meliputi pembukaan, pelaksanaan, dan penutup. (5) Penilaian atas pemahaman siswa terhadap dongeng yang sudah dibacakan. Melalui penilaian lisan atau tulis, serta nontes yang berupa sikap anak saat mendengarkan dongeng dan menceritakannya kembali.

Dongeng yang sesuai untuk anak usia 6-10 tahun atau siswa kelas 1-3 Sekolah Dasar adalah dongeng seperti legenda, cerita rakyat, cerita fabel, fiksi, cerita ilmu pengetahuan, cerita yang berhubungan dengan hobi dan minat serta cerita petualangan.

(21)

5. Fabel

Artikel Wikipedia.org (“Fabel,” 2019) mengenai fabel itu sendiri membahas tentang pengertian fabel, tujuan fabel, ciri-ciri fabel, struktur fabel, dan jenis jenis fabel. Adapun bahasan yang pertama adalah pengertian fabel yakni kisah kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia. Tentunya cerita fiksi atau khayalan belaka (fantasi), kadang kala memasukkan karakter manusia sedikit. Dongeng fabel juga disebut cerita moral, karena membawakan pesan moral. Tokoh binatang yang dikisahkan tersebut, memiliki akal, tingkah laku, watak, dan dapat berbicara layaknya manusia.

Tujuan fabel adalah memberikan ajaran moral dengan menunjukkan sifat jelek manusia melalui simbol binatang. Melalui cerita fabel pengarang mengajak pembaca untuk mencontoh sifat yang baik. Adapun ciri-ciri fabel adalah tokoh utamanya binatang, alur cerita sederhana, cerita singkat dan bergerak cepat, karakter tokoh tidak diuraikan secara terperinci, gaya penceritaan secara lisan, pesan atau tema kadang-kadang dituliskan dalam cerita, dan pendahuluan sangat singkat secara langsung.

Struktur fabel adalah Orientasi merupakan bagian permulaan pada sebuah cerita fabel yang berisikan pengenalan cerita tersebut. Diantaranya seperti pengenalan tokoh, pengenalan latar tempat dan waktu, pengenalan background atau tema dan sebagainya. Komplikasi ialah klimaks pada sebuah cerita yang berisikan mengenai puncak masalah yang dialami oleh tokoh. Resolusi ialah bagian dari teks yang berisikan dengan pemecahan

(22)

permasalahan yang dialami tokoh. Koda ialah bagian terakhir dari teks cerita yang berisikan pesan atau amanat yang terdapat didalam cerita tersebut.

Jenis-jenis fabel ada dua macam yaitu fabel klasik dan fabel modern. Fabel Klasik merupakan cerita yang telah ada sejak zaman dahulu, tidak diketahui waktu munculnya, yang diturunkan secara turun temurun lewat sarana lisan. Cirinya adalah cerita sangat pendek, tema sederhana, kental akan nasehat moral, dan sifat hewani masih melekat. Fabel Modern merupakan cerita yang mucul pada waktu yang relative belum lama, dan sengaja ditulis oleh pengarang sebagai ekspresi kesastraan. Cirinya cerita bisa pendek ataupun panjang, tema lebih rumit, kadang-kadang berupa epic atau saga, dan karakter setiap tokoh unik.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian dan pengembangan media papertoys pada materi mendongeng cerita fabel siswa kelas III Sekolah Dasar, terdapat beberapa penelitian yang relevan diantaranya :

Tabel 2. 1 Data Kajian yang Relevan

No Nama dan judul Persamaan Perbedaan

1. (Rusdyana, 2014) dengan judul Papertoys Sebagai Media Belajar Cerita Rakyat Untuk Anak Tk Bina Insani  Mengembangkan media papertoys sebagai media belajar cerita rakyat.  Menggunakan model 4D Thiagarajan dengan 4 tahapan. a. Metode penelitiannya menggunakan model pengembangan 4D yang terdiri dari 4 tahapan Difine (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan), dan Desseminate (penyebaran) b. Penelitian terhenti pada tahap

development dikarenakan sebatas uji coba terbatas dan tidak dilakukan produksi masal (penyebaran).

c. Tema yang diangkat adalah cerita rakyat.

(23)

No Nama dan judul Persamaan Perbedaan

d. Mengenalkan siswa budaya Indonesia di era globalisasi. 2. (Jasmine, 2018) dengan judul Pengambangan Papercraft Sebagai Media Pembelajaran Pengenalan Alam Semesta Pada Anak Kelompok B Tk Kartika IV-89 Bangkalan  Mengembangkan media papercraft sebagai media pengenalan alam semesta. a. Metode penelitiannya menggunakan R&D yang terdiri dari 5 tahapan yakni desain produk, validasi produk, uji coba produk, uji coba pemakaian, dan teknik analisis data.

b. Menggunakan materi pembelajaran tema alam semesta, sub tema benda langit (bulan, bintang, dan matahari.) c. Mengenalkan siswa pada benda

langit dan membentuk karakter siswa yang bersahabat.

3. (Umami & Rianto, 2016) Pengaruh Media Papertoy Terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Kelompok B  Penggunaan media papertoy pada proses pembelajaran a. Penelitian menggunakan pendekatan Kuantitatif dengan metode eksperimen, rancangan Quasi Eksperimental Design b. Membantu siswa dalam

kegiatan 3M (menggunting melipat & menempel) menggunakan media origami benrbentuk papertoy dalam mengembangkan motoric halus anak

c. hasil penggunaan media papertoy berpengaruh sangat signifikan terhadap kemampuan motorik halus anak, hal ini terlihat dari hasil perhitungan rumus Mann Whithney U Test telah didapatkan hasil dari kelompok eksperimen sebesar 11 dan kelompok kontrol sebesar 518. 4. (Saraswati, 2017) Pengaruh Terapi Bermain Papertoys Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak Usia Pra Sekolah  penggunaan media papertoys pada proses pembelajaran a. penelitian kuantitatif dengan metode one group pre test post test design teknik sampling menggunakan simple random sampling dan instrumennya menggunakan lembar DDST dengan pengolahan data editing, coding, scoring, tabulating, dan uji statistik menggunakan Wilcoxon.

b. Menerapi bermain papertoys untuk meningkatkan perkembangan motorik halus

(24)

No Nama dan judul Persamaan Perbedaan

siswa pra sekolah dan untuk melatih kreativitas anak. c. Hasil uji statistik Wilcoxon

diperoleh angka signifikan atau probilitas (0,000) jauh lebih rendah standart signifikan dari 0,05 atau (p < α) maka data Ho ditolak dan Hᵢ diterima yang berarti ada pengaruh terapi bermain papertoys terhadap perkembangan motorik halus anak prasekolah di TK Bina Insani Candimulyo Jombang. 5. (Pandesty, 2019) Penerapan Media Pembelajaran Papercraft Dalam Meningkatkan Kreativitas Menggambar Seni Budaya Dan Prakarya (SBdP) Di SD Negeri 2 Sukarame Bandar Lampung  Penggunaan media papercraft dalam pembelajaran di Sekolah Dasar a. Jenis pelnelitian PTK (Penelitian Tindakan Kelas) model Kurt lewin dengan 3 siklus.

b. Fokus utama penelitian adalah proses penggunaan media pembelajaran bukan pada pembuatan medianya.

c. Membantu siswa dalam menggambar dipembelajaran SBdP.

(Sumber: data pribadi peneliti)

C. Kerangka Pikir

Berikut adalah kerangka berfikir penelitian dan pengembangan media papertoys pada materi mendongeng cerita fabel siswa kelas III Sekolah Dasar:

(25)

Malang yang dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2019 bersama guru kelas III.

1. Sarana prasarana terdapat ruang kelas, perpustakaan, LCD didalam kelas, dan pengeras suara.

2. Jumlah siswa aktif kelas 3 ada 25 siswa, ada 1 siswa berkebutuhan khusus (autis)

3. Sumber belajarnya dari buku tematik, LKS, dan beberapa buku paket. 4. Guru menggunakan media berupa PPT, animasi, dan video edukasi.

Kondisi Ideal

1. Siswa berpartisipasi secara aktif, kreatif dan berpikir kritis pada proses pembelajaran,

2. Guru berinovasi mengembangkan media dan model pembelajaran yang baru.

3. Tersedianya media yang mendukung materi pembelajaran.

Kondisi Lapangan

1. Siswa belum berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.

2. Belum tersedia media yang sesuai dan mendukung penyampaian materi Bahasa Indonesia, keterampilan dalam mendongeng.

3. Siswa masih terkesan malu ketika membaca atau mendongeng di depan kelas.

Masalah

Masalah di SDN Mojolangu 5 Malang adalah 15 siswa dari 25 siswa belum lancar membaca, upaya guru adalah mendrilling kedua siswa setiap hari membaca tetapi dirumah belum melakukan upaya tersebut serta capaian tujuan pembelajaran 75% dikarenakan guru melakukan pengulangan beberapa materi yang ada dikelas 1 dan kelas 2 sebab siswa tidak paham dengan materi yang akan dicapai.

Solusi

Maka penelitian yang akan dilakukan yaitu menambahkan media papertoys, media lebih fokus pada materi mendongeng cerita fabel, media ini juga bisa digunakan pada pembelajaran tematik, menjadi madding 3 dimensi dan menggunakan model penelitian 4D Thiagarajan

Metode

Metode yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan 4D Thiagarajan yang terdapat 4 langkah pengembangan yakni (1) define (pendefinisian), (2) design (perancangan), (3) develop (pengembangan), dan (4) disseminate (penyebarluasan)

Luaran

Media papertoys (seni merakit kertas menjadi karya 3D) yaitu seni memotong, melipat, dan menempel potongan kertas menjadi bentuk 3D sesuai dengan bentuk kerangka hewan, selain menjadi alat peraga dalam kegiatan mendongeng, media ini juga dibentuk menjadi diorama dalam mading 3 dimensi.

Gambar 2. 1 kerangka Pikir (Sumber: Olahan Peneliti)

Gambar

Tabel 2. 1 Data Kajian yang Relevan
Gambar 2. 1 kerangka Pikir  (Sumber: Olahan Peneliti)

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu pembuatan pesan politik yang dilakukan oleh Abdullah Abu Bakar dan Lilik Muhibbah sangat refresentatif karena menyentuh nurani masyarakat Kediri, khususnya

Also, one-way analysis of variance (ANOVA) was applied in order to define whether media literacy skill levels of gifted students change according to the programs they study at

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Pengembangan media pembelajaran papan analisis

Oleh karena itu, penggunaan variasi dosis 50, 100 dan 200 mg/kgBB fraksi air pada kondisi hewan hiperkolesterol-diabetes tidak mampu menurunkan kadar kolesterol

Akan tetapi, sistem saraf simpatis ternyata tidak hanya meningkat aktifitasnya kalau terjadi tekanan fisik, tetapi juga bisa meningkat bila terjadi perubahan tekanan psikis,

Mengidentifikasi permasalahan nyata yang sesuai dengan pembelajaran berbasis proyek kolaborasi dalam pembelajaran Pedoman evaluasi dan pemanfaatan sumber belajar

11 (Jum’at, 18 November 2016) Mahasiswa mampu menguasai konsep permintaan dan penawaran serta keseimbangan pasar dalam aplikasinya di ekonomi perbankan Penerapan

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..