• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH  DIREKTORAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN  BAPPENAS  2012 

PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN 

EKONOMI LOKAL DAN DAERAH 

KABUPATEN BOALEMO

 

         

(2)

KATA PENGANTAR

Perencanaan pembangunan yang baik tidak lepas dari kebutuhan data yang baik. Untuk itu pengumpulan dan analisis data yang baik sangat dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan data dan informasi di dalam perencanaan. Publikasi dengan judul “Profil Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah Tahun 2012” menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Kegiatan PELD di sembilan daerah percontohan yang bersangkutan, maupun daerah lain yang juga akan berpartisipasi dalam program ini kedepannya, secara garis besar. “Profil PELD Tahun 2012” mencakup kondisi umum daerah percontohan, Kebijakan terkait pengembangan komoditas yang bersangkutan, serta analisa terkait pengembangan produk yang bersangkutan, yang dilengkapi dengan lampiran tabel data terkait daerah-daerah dimana percontohan program tersebut dilaksanakan. Profil PELD tahun 2012 ini merupakan salah satu series rangkaian laporan progres pengembangan ekonomi lokal dan daerah percontohan sampai dengan tahun 2014

Publikasi ini terdiri atas enam jilid buku, sesuai dengan provinsi di mana daerah percontohan berada. Profil PELD ini diharapkan dapat turut berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi bagi para perencana, perumus dan pengambil kebijakan, analis, dan para pemangku kepentingan pengembangan ekonomi lokal.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dan bantuan, terutama dalam bentuk data dan informasi, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Kami menyambut baik saran dan masukan untuk perbaikan laporan ini di masa yang akan datang. Saran maupun kontribusi perbaikan data dapat disampaikan kepada Direktorat Perkotaan dan Perdesaan; Telepon: (021) 390 5650-390 5643, Faksimili: (021) 392 6319, atau email : perkotdes@bappenas.go.id.

Jakarta, Desember 2012 Direktur Perkotaan dan Perdesaan, Bappenas

(3)

Daftar Isi

Halaman Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel BAB 1 PENDAHULUAN i ii iii Iv 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Penulisan 2 1.3 Ruang Lingkup 3 1.4 Sistematika Penulisan 5

BAB 2 KEADAAN UMUM WILAYAH 7

2.1 Geo dan Demografi 7

2.2 Ekonomi 12 a. Aspek Makro 12 b. Aspek Mikro 14 2.3 Infrastruktur 18 2.3.1 Jalan 19 2.3.2 Air 20 2.3.3 Listrik 21

BAB 3 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KARET DI KABUPATEN

BOALEMO 22

3.1 Kebijakan Pembangunan Daerah 23

3.2 Kebijakan Pembangunan Perdesaan 25

3.3 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD) 27

3.4 Pembangunan Ekonomi Lokal dan Daerah di Kabupaten Boalemo 30

BAB 4 ANALISA PENGEMBANGAN GAMBIR DI KABUPATEN BOALEMO 33

4.1 Klaster Pengembangan Ekonomi lokal dan daerah 33

4.2 Identifikasi Stakeholders 33

4.3 Analisa SWOT 34

4.4 Alternatif Strategi dan Agenda Program 36

BAB 5 PENUTUP

5.1. Upaya Memastikan Keberhasilan Pengembangan Ekonomi lokal dan daerah di Kabupaten Boalemo

5.2 Update Terkini dan Rencana Tindak Lanjut Pengembangan Jagung di Boalemo

43 44

(4)

Daftar Gambar

Halaman Gambar 1.1: Garis Besar Tahapan-Tahap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN) 2005-2025 1

Gambar 1.2: PDRB Non Migas dan Kesenjangannya per Kabupaten-Kota Tahun 1983-2009 (Rp

Miliar) 2

Gambar 1.3: Rantai Nilai Komoditas Dalam Upaya Mengembangkan Ekonomi Lokal dan Daerah 4

Gambar 2.1: Peta Kabupaten Boalemo 7

Gambar 2.2: Deskripsi Gender dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 8 Gambar 2.3: Deskripsi Angka Ketenaga Kerjaan Berdasarkan Desa-Kota dan Berdasarkan

Gender di Kabupaten Boalemo Tahun 2011 9

Gambar 2.4: Distribusi Tenaga Kerja di Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Boalemo

Berdasarkan Sektor Perekonomian Tahun 2011 (%) 10

Gambar 2.5: Rasio Produktivitas Tenaga Kerja terhadap PDRB per Sektor Kabupaten Boalemo

Tahun 2011 11

Gambar 2.6: Nilai PDRB, Pertumbuhan, dan Distribusinya di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 12 Gambar 2.7: Indeks Location Quotient (LQ) per Sektor di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 13 Gambar 2.8: Jumlah Usaha Berdasarkan kepemilikan Tanda daftar Perusahaan (TDP) dan Surat

Izin Pendirian Usaha (SIUP) Tahun 15

Gambar 2.9: Jumlah Pasar dan Pedagangnya di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 15

Gambar 2.10: Jumlah Koperasi dan Total Asetnya Tahun 2010 15

Gambar 2.11: Deskripsi Pemberian Kredit Perbankan di Kabupaten Boalemo Tahun 2005-2009

(Rp Miliar) 16

Gambar 2.12: Perbandingan Alokasi Belanja Daerah Berdasarkan Fungsi di Provinsi Gorontalo

dan Kabupaten/ Kota Didalamnya Tahun 2011 (Rp Miliar) 17

Gambar 2.13: Deskripsi Panjang Jalan di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 18 Gambar 2.14: Gambaran Penjualan dan Konsumsi Air di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 19

(5)

Daftar Tabel

Halaman Tabel 1 : Daerah Pilot Program Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD) 2012,

Beserta Masing-Masing Produk Unggulannya 3

Tabel 4.1:.Strategi Pengembangan Ekonomi lokal dan daerah pada Klaster Jagung 32 Tabel 4.2: Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Klaster Jagung Ekonomi lokal dan

daerah dan Daerah di Kabupaten Boalemo 34

(6)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, saat ini kita sudah memasuki fase akhir dari tahap 2. Yakni fase Pemantapan kembali NKRI; Meningkatkan kualitas SDM; Membangun kemampuan iptek; dan Memperkuat daya saing perekonomian. RPJMN 2010-2014 mengamanahkan bahwa pembangunan nasional berdimensi kewilayahan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah melalui pengembangan data dan informasi spasial; penataan ruang; pertanahan; perkotaan; perdesaan; ekonomi lokal dan daerah; kawasan startegis; kawasan perbatasan; daerah tertinggal; kawasan rawan bencana; desentralisasi; hubungan pusat-daerah, dan antar daerah; serta tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah.

Gambar 1.1: Garis Besar Tahapan-Tahap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 Sumber: RPJPN 2005-2025

RPJM 4

(2020-2024)

RPJM 1

(2005-2009)

Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai,

yang adil dan demokratis, dengan tingkat

kesejahteraan yang lebih baik.

RPJM 2 (2010-2014) Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuaniptek, memperkuat daya saing perekonomian

RPJM 3

(2015-2019)

Memantapkan pem-bangunan secara menyeluruh dengan menekankan pem-bangunan keung-gulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA

yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek Mewujudkan masya-rakat Indonesia yang mandiri, maju, adil

dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.

(7)

2 Dalam Mengembangkan Ekonomi Lokal dan Daerah, arah kebijakan pembangunan tersebut diimplementasikan dalam pengembangan pusat pertumbuhan/pasar dan pengembangan wilayah produksi.Adapun prinsip–prinsip yang digunakan dalam mendukung arah kebijakan tersebut berfokus kepada keunggulan komparatif maupun kompetitif dari masing-masing daerah, serta pembangunan konsep pengembangan dari hulu ke hilir, serta pengembangan sistem pasar yang efektif dan efisien.

Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan strategi yang dilaksanakan secara simultan dengan mengembangkan keterkaitan antar kawasan dari komoditas unggul yang dikembangkan. Tata kelola ekonomi daerah, kualitas/ kompetensi SDM, fasilitasi Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD), Kerjasama Antar Daerah (KAD), serta akses infrastruktur yang memadai dalam rantai pengembangan produk itu merupakan syarat-syarat yang mutlak dipenuhi.

Pengkajian berbagai aspek pengembangan ekonomi lokal dan daerah tersebut diujicobakan dilapangan melalui fokus lokasi terpilih berupa kawasan andalan, pusat-pusat pertumbuhan wilayah seperti kawasan industri berbasis kompetensi inti, industri daerah/klaster, kawasan sentra produksi, kawasan perkotaan baru/KTM, agropolitan, dan minapolitan. Oleh karena itu, pada tahun 2012 Direktorat Perkotaan dan Perdesaan mencoba menyusun dan menyampaikan gambaran dan data yang lebih rinci mengenai profil Pengembangan Ekonomi Lokal dan Desarah (PELD) di daerah percontohan

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari pembuatan buku profil ini adalah memberikan informasi terkait progress/ perjalanan kegiatan program PELD di berbagai daerah percontohan dengan berbagai komoditas unggul yang dikembangkannya masing-masing.

(8)

3

1.3 Ruang Lingkup

Penulisan buku profil PELD kali ini merupakan kelanjutan dari penerbitan perdana yang telah dimulai sejak tahun 2011. Program PELD dilaksanakan pada 9 Kabupaten/Kota, yang berada dalam 6 Provinsi percontohan dengan komoditas unggulan masing-masing untuk tiap daerah dan telah dimulai sejak tahun 2010. Adapun daerah-daerah percontohan ini terdiri atas:

Tabel 1.1: Daerah Percontohan Program Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD) 2012, Beserta Masing-Masing Produk Unggulannya

Provinsi Kabupaten/ Kota Komoditas Unggulan

1. Sumatera Barat Kab. Limapuluh Kota Gambir

2. Kepulauan Riau Kab. Natuna Rumput Laut

3. Kab. Bintan Perikanan

4. Kalimantan Selatan Kab. Banjar Karet

5. Gorontalo Kab Boalemo Jagung

6. Sulawesi Tenggara Kota Kendari Ikan Pasca Panen

7. Kab. Wakatobi Rumput Laut

8. Nusa Tenggara barat Kota Mataram Kerajinan Emas, Perak, dan Mutiara

9. Kab. Lombok Barat Kerajinan Gerabah

Sumber: Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas

Buku profil Pengembangan Ekonomi Lokal Kabupaten Boalemo ini merupakan satu seri buku dari sembilan seri buku PELD yang diterbitkan pada tahun 2012. Kesembilan seri buku tersebut masing-masing akan menggambarkan progres pengembangan komoditas unggulan yang telah ditetapkan hingga tahun 2012 ini.

Rantai komoditas yang akan dikembangkan merupakan sutau hal yang menjadi unsur pokok sekaligus menjadi indikator dalam mendeskripsikan Pengembangan Ekonomi Lokal di masing-masing daerah. Unsur-unsur pokok tersebut meliputi SDM, Pengembanagan

(9)

4 Infrastruktur, Sumberdaya Modal, Iklim Usaha, serta Informasi Pasar yang berimbang yang kondusif. Oleh karena itulah aspek keterkaitan antara desa dan kota haruslah diperhatikan. Perdesaaan sejarusnya bertindak sebagai agen yang meberi input, agroproduksi, dan agro industri. hal ini kemudian ditunjang pada daerah perkotaan yang bertugas mengawal output, dan pemasaran dan jasa pelayanan sebelum semua itu dilmepar ke pasar.

Gambar 1.2: Rantai Nilai Komoditas Dalam Upaya Mengembangkan Ekonomi Lokal dan Daerah

Sumber: Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas

Data-data yang dihimpun dalam rangka menyusun buku profil ini diambil dari berbagai sumber.Selain dari BPS, dokumen-dokumen perencanaan didaerah yang bersangkutan (seperti RPJMD Provinsi dan Kabupaten) menjadi acuannya dalam rangka melihat posisi pengembangan komoditas dalam perspektif yang lebih luas.Masterplan yang telah ditugaskan kepada masing-masing daerah untuk dibuat dalam rangka mendukung program PELD –yang dimulai dari review hingga analisis sektoral dari komoditas yang bersangkutan- juga merupakan sumber-sumber acuan utama dalam buku ini.

(10)

5

1.4 Sistematika Penulisan

Buku Profil Seri Pengembangan Komoditas Rumput laut di Kabupaten Boalemo ini terdiri atas empat bab. Pembahasan akan dimulai pada Bab 2 yang berisi tentang gambaran umum Kabupaten Boalemo. Pada bab ini indikator seperti Geografis dan demografi; Ekonomi Secara Makro; Infrastruktur Publik Pendukung; serta Kondisi Bisnis daerah akan dibahas.

Dalam Sub Bab Ekonomi Makro, kita akan melihat sektor-sektor yang menjadi basis di daerah masing-masing. Metoda analisa yang digunakan adalah melalui penghitungan indeks Location Quotient (LQ).Penghitungan sederhana ini dilakukan dengan melakukan perbandingan antara sektor-sektor tertentu dalam sebuah kabupaten dengan sektor-sektor sejenisnya ditingkat Provinsi. Diharapkan melalui komparasi tersebut akan terlihat mana sektor-sektor potensial secara ekonomi dalam konteks regional.

Dalam Bab 3 strategi besar daerah akan dibahas dengan judul Kebijakan Pembangunan

dan Pengembangan Kawasan Terkait Pengembangan Produk Rumput laut. Dalam bab

ini akan dibahas Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Boalemo. Selain itu Program-program lain yang dituangkan dalam RPJMD Kabupaten ini akan coba diringkas untuk melihat posisi pengembangan Rumput laut bersamaan dengan pengembangan komoditas lainnya.

Terakhir dalam Bab 4 Berbagai isu pengembangan Komoditas rumput laut akan dibahas secara mendalam. Dalam Bab ini akan dikupas Profil Komoditas rumput laut dalam Program PELD, mulai dari sisi Kelembagaan dan Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam rangka pengembangannya, hingga Rantai Perdagangan komoditas ini. Setelah itu Informasi ini akan dianalisa secara deskriptif untuk memperoleh gambaran analitis, serta beberapa masukan dan rekomendasi dalam Pengembangan Produk rumput laut ini kedepannya. Dalam pembahasan bab 3 dan 4 ini merupakan pemaparan ulang atas laporan analisis dari tim ahli regional yang ada di Boalemo. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan analisa yang lebih realistis terkait dinamika PELD di daerah tersebut.

(11)

6 Terakhir Bab 5 menyajikan hasil rangkuman kesimpulan dan rekomendasi dari analisa pada bab-bab sebelumnya. Namun demikian sebelumnya akan disisipkan perkembangan terkini dari program PELD di Boalemo. Pada akhir Bab 5 ini kemudian ditutup dalam dua bagian yaitu rekomendasi pengembangan dan rekomendasi kebijakan dan strategis.

(12)

7

BAB 2 KEADAAN UMUM WILAYAH

2.1 Geografi dan Demografi

Kabupaten Boalemo merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Gorontalo, Indonesia. Secara geografis letaknya berada di antara titik 00º23’50” sampai 00º55’40” Lintang Utara dan 122º01’10” sampai 122º39’25” Bujur Timur. Pusat kegiatan, sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten Boalemo berada di Kota Tilamuta.Dengan luas wilayah mencapai 2.300,90 Km2 kabupaten ini terdiri atas 7 kecamatan dengan 82 Desa. Luas Kecamatan terbesar berada di Kecamatan Botumoito, dengan luas 467,30 km2. Sedangkan yang terkecil adalaha Kecamatan Paguayaman Pantai, yakni sebesar 124,50 Km2 (website kab. Boalemo).

Sebelah barat Kabupaten Boalemo berbatasan dengan Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato.Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo.Sementara itu Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sumalata, Kabupaten Gorontalo Utara.

Gambar 2.1: Peta Kabupaten Boalemo

(13)

8 Dari sisi demografis, hingga 2010 Kabupaten Boalemo dihuni oleh sebanyak 129.253 jiwa. Data sensus terakhir ini telah mengalami peningkatan sekitar 82,4% dibandingkan tahun 2000. Rasio jenis kelamin pada 2010 sebesar 104, yang berarti ada sekitar 104 penduduk pria tiap 100 penduduk wanitanya.

Gambar 2.2: Deskripsi Gender dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boalemo Tahun 2010

Sumber: Kab Boalemo Dalam Angka 2011 (diolah)

Terkait dengan kepadatan penduduk, rasio kepadatan hingga 2010 mencapai 56 jiwa/km2.Sementara itu, dari Gambar 2.2 didiatas kita bisa menyimpulkan bahwa

98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 85 95 105 115 125 135 145 2 0 0 0 *) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2 0 1 0 *) Jiw a (0 0 0 ) Rasio Jns Kelamin

Jml Penduduk Rasio Jenis kelamin

R as io 35 40 45 50 55 60

65 Rasio Kepadatan (Jiwa/Km2)

27 151 423,4 196,6 0 100 200 300 400 500 600 0 20 40 60 80 100 120 140 160

Mananggu Botumoito Dulupi Wonosari Paguyaman Pantai Tilamuta Paguyaman

Rasio Kepadatan Penduduk per Kecamatan Tahun 2010

Rasio Penduduk (Jiwa/Km2) Luas (Km2)

Ra si o K ep ad ata n Lu as (K m 2 )

(14)

9 penyebaran penduduk di Kabupaten Boalemo berbanding terbalik dengan luas lahan untuk ditinggali.Hal ini tentu berpengaruh terhadap moda perekonomian yang dijalani oleh para warganya.Dimana pada daerah padat menuntut moda ekonomi yang menuntut sektor perekonomian dengan kebutuhan lahan yang lebih rendah seperti sektor sekunder dan tersier.Sementara pada daerah dengan tingkat kepadatan rendah menuntut sektor-sektor primer/ produksi barang, dengan kebutuhan lahan yang lebih tinggi. Perlu diketahui, tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten Boalemo pada 2010 terpusat di kecamatan Paguyaman dengan intensitas kepadatan mencapai 151 jiwa/km2. Sementara itu intensitas kepadatan terendah berada di kecamatan Mananggu dengan rasio 7 jiwa/km2.

Gambar 2.3: Deskripsi Angka Ketenaga Kerjaan Berdasarkan Desa-Kota dan Berdasarkan Gender di Kabupaten Boalemo Tahun 2011

Sumber: Sakernas dan Depnakertrans (diolah)

Dari sisi ketenaga-kerjaan, angka angkatan kerja penduduk desa mengungguli jumlah penduduk perkotaan, dengan kategori penduduk usia produktif mendominasi baik di perkotaan maupun perdesaan. Tercatat diperdesaan angkatan kerjanya berjumlah sekitar 52.655 jiwa dengan usia terbanyak pada kisaran umur 30-34 Tahun sebanyak 8.360 jiwa.

9000 7000 5000 3000 1000 1000 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65

Angkatan Kerja Tahun 2011

Desa Kota 20000 0 20000 SD< SMTP SMTA Umum SMTA Kejuruan Diploma I/II/III/Akademi Universitas

Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Tahun 2011

(15)

10 Sementara di perkotaan total angkatan kerja sebanyak 4.963 jiwa dengan usia terbanyak pada kisaran umur 25-29 tahun sebanyak 875 jiwa. Namun demikian tingkat serapan tenaga kerja di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Tercatat pada 2011 jumlah angkatan kerja perkotaan yang berhasil terserap di pasar tenaga kerja mencapai 97,76% atau naik dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 95,95%. Sementara itu di Perdesaan pada 2011 lalu penyerapan angkatan kerja di pasar angkatan kerja hanya sebesar 96.06%, atau naik dibandingkan tahun sebelumnya (2010) yang sebesar 95,95%.

Sayangnya Angkatan kerja ini masih memiliki kualitas pendidikan yang tergolong rendah. Berdasarkan data Sakernas pada 2011 lalu tercatat jenjang pendidikan yang mendominasi para angkatan kerja tersebut, baik laki-laki maupun perempuan, adalah tingkat pendidikan Sekolah Dasar kebawah (sekitar 74%). Sementara tingkat pendidikan menengah pertama dan atas masing-masing hanya sebesar 9% dan 12%

Gambar 2.4: Distribusi Tenaga Kerja di Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Boalemo Berdasarkan Sektor Perekonomian Tahun 2011 (%)

Sumber: Sakernas dan Depnakertrans (diolah) Pertanian 9% Pertamba ngan 0% Industri 2% Listrik, Air , Gas 0% Bangunan 4% Perdagan gan 18% Transport asi, Komu nikasi 4% Jasa Keuangan 2% 61%Jasa

Kota

Pertanian 66% Pertamba ngan 4% Industri 4% Listrik, Air , Gas 0% Bangunan 5% Perdagan gan 7% Transport asi, Komu nikasi 4% Jasa Keuangan 1% Jasa 9%

Desa

(16)

11 Penyerapan tenaga kerja di perkotaan didominasi oleh sektor jasa dengan jumlah pekerja mencapai 61% (sekitar 2.955 jiwa) dari total lapangan kerja yang ada di kota. Hal ini diikuti sektor perdagangan sebanyak 18% (887 jiwa) dan sektor pertanian sebanyak 9% (7.622 jiwa). Untuk daerah perdesaan sektor pertanian mendominasi sebanyak 66% dari total pekerja di perdesaan atau sekitar 33.667 jiwa. Hal ini diikuti sektor jasa sebanyak 9% (4.495 jiwa). Sementara itu sektor industri dan pertambangan masing-masing menyerap sekitar 4% dari total pekerja di perdesaan.

Gambar 2.5: Rasio Produktivitas Tenaga Kerja terhadap PDRB per Sektor Kabupaten Boalemo Tahun 2011

Sumber: Statistik PDRB dan Sakernas Kab Boalemo (diolah)

NB:* Angka ini menggunakan asumsi distribusi kasar pada semua pekerja, tanpa mempedulikan posisi pekerja-pekerja tersebut.

Produktivitas angkatan kerja pada tahun 2010 lalu mengalami peningkatan sebanyak 1,14% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 6,09 Juta per kapita.* Sektor keuangan merupakan pendorong utama dalam peningkatan ini dengan produktivitas rata-ratanya mencapai Rp 106,41 juta per kapita. Hal ini diikuti dengan sektor konstruksi/bangunan

6,02 6,04 6,06 6,08 6,10 6,12 6,14 2008 2009 2010

Produktivitas Rata-Rata Tenaga Kerja Kab Boalemo (Rp Juta/

Kap) Rp Ju ta 2,28 4,04 4,06 6,09 6,24 8,88 9,88 11,94 16,15 106,41

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pertanian Produktivitas Rata2 Kab Boalemo Jasa Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan Hotel & Restoran Listrik, Gas, & Air Bangunan Keuangan, Persewaan, dan jasa

perusahaan

Produktivitas Tenaga Kerja Kab Boalemo per Sektor Th 2010 (Rp

(17)

12 sebesar Rp 16,15 juta per kapita, dan sektor listrik, air, dan gas dengan produktivitas sebesar Rp 11,94 juta per kapita.

Sementara itu sektor-sektor hulu seperti pertanian, industri pengolahan dan pertambanagan masih berada di bawah rata-rata produktivitas kabupaten, dengan nilai produktivitas masing-masing sebesar Rp 4,06; 4,04; dan 2,28 juta per kapita. Khusus untuk sektor pertanian, rendahnya produktivitas ini disebabkan berlebihnya daya tampung lapangan pekerjaan didalam sektor ini.Meski memiliki nilai produksi sektor pertanian paling besar dalam perekonomian Kabupaten Boalemo, Hal ini tidak diimbangi ooleh naiknya nilai tambah dalam sektor ini. Selain itu kelebihan kapasitas daya tampung pekerja dalam sektor pertanian ini juga bisa diasumsikan sebagai dampak dari keterbatasan ketersediaan lapangan kerja dalam sektor lain.

2.2 Ekonomi

a. Aspek Makro

Gambar 2.6: Nilai PDRB, Pertumbuhan, dan Distribusinya di Kabupaten Boalemo Tahun 2010

Sumber: Statistik PDRB Kabupaten Boalemo (diolah)

5,5 5,7 5,9 6,1 6,3 6,5 6,7 6,9 7,1 7,3 7,5 150,00 170,00 190,00 210,00 230,00 250,00 270,00 290,00 310,00 330,00 350,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kab Boalemo (Rp Miliar / %)

PDRB Kab Boalemo (Rp Miliar) Pertumbuhan (%)

R p Mi liar % Pertanian 38% Pertamban gan dan Penggalian 1% Industri Pengolahan 5% Listrik, Gas, & Air 1% Bangunan 9% Perdagang an Hotel & Restoran 15% Pengangku tan dan Komunikasi 5% Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan 9% Jasa 17%

Distribusi PDRB Boalemo per Sektor (%) Tahun 2010

(18)

13 Pada 2010 lalu PDRB (Riil) Kabupaten Boalemo mencapai angka Rp 333,24 Miliar, atau meningkat sebesar 7,15% dibandingkan tahun sebelumnya. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa kontributor utama berasal dari sektor pertanian sebesar Rp 127,48 miliar (38%). Hal ini diikuti Sektor Jasa sebesar Rp 57,27 miliar (17%), dan Sektor Pedagangan, Hotel, dan Restoran sebesar Rp 49,41 miliar (15%).

Analisa Location Quotient (LQ) yang telah dilakukan pada tahun 2010 lalu, mendapatkan bahwa ada lima sektor basis di Kabupaten Boalemo (Indeks LQ>1). Sektor-sektor tersebut meliputi Sektor Pertanian (dengan nilai indeks 1,34); Sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan Perusahaan (1,09); Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (1,05); Sektor Listrik, Air, dan Gas (1,03); dan Sektor Bangunan (1,01). Indeks ini bisa dijadikan gambaran bahwa sektor-sektor basis tersebut merupakan sektor-sektor yang memiliki keunggulan secara ekonomis (competitiveness) terhadap sektor-sektor sejenisnya di tingkat provinsi Gorontalo.Hal ini tentu membantu dalam memberikan gambaran awal untuk melakukan pengembangan sektoral di kabupaten Boalemo.

Gambar 2.7: Indeks Location Quotient (LQ) per Sektor di Kabupaten Boalemo Tahun 2010

Sumber: Statistik PDRB Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Boalemo (diolah)

0,49 0,60 0,60 0,88 1,01 1,03 1,05 1,09 1,34 P en gangk ut an da n K om uni ka si P er ta m ba nga n da n P en gg ali an Indu st ri P en gol aha n Ja sa Bang unan Li st rik , Ga s, & Ai r P er da ganga n H ot el & R es tor an K eu an gan, P er se wa an , d an ja sa pe rus aha an P er ta ni an

Indeks LQ Kab Boalemo Thn 2010 Sektor Basis Sektor Non-Basis

(19)

14

b. Aspek Mikro

Hingga Tahun 2010 jumlah usaha formal yang memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP) mencapai 142 unit.Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 124 unit.Jumlah PT dan CV mengalami peningkatan, sementara perusahaan perorangan (PO) mengalami penurunan.Hal ini mengindikasikan bahwa transformasi dari PO menjadi skala yang lebih besar lagi. Sementara itu Dari segi kepemilikan Surat Izin Usaha Permanen (SIUP) jumlah pada 2010 mengalami penurunan sebanyak 30,13% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 109 usaha. Namun demikian ada peningkatan dalam jumlah usaha PT (menjadi 13 unit) dan PO (naik 55 unit menjadi 72 unit).

Gambar 2.8: Jumlah Usaha Berdasarkan kepemilikan Tanda daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Izin Pendirian Usaha (SIUP) Tahun

Perusahan Dagang dengan

Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

Tahun PT CV PO KOP 2007 20 252 24 2008 9 125 37 2009 10 59 54 1 2010 19 78 42 0 100 150 200 250 300 350 2007 2008 2009 2010 Jml Usaha dg TDP U n it

(20)

15

Perusahan Dagang dengan

Surat Izin Usaha Permanen (SIUP) Tahun PT CV PO 2007 6 38 194 2008 6 29 220 2009 0 129 27 2010 13 24 72

Sumber: Kabupaten Boalemo Dalam Angka (diolah)

Jumlah pedagang pasar di Kabupaten Boalemo pada 2010 lalu kembali mengalami peningkatan menjadi 2700 pedagang.Dimana jumlah terbanyak ada di kecamatan Paguyaman sebanyak 1026 pedagang.

Gambar 2.9: Jumlah Pasar dan Pedagangnya di Kabupaten Boalemo Tahun 2010

Sumber: Kabupaten Boalemo dalam Angka (diolah) 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 2007 2008 2009 2010 Jml Usaha dg SIUP U n it 2300 2350 2400 2450 2500 2550 2600 2650 2700 2750 0 5 10 15 20 25 2007 2008 2009 2010

Jml Pasar dan Pedagang

Jml Pasar (Unit) Jml Pedagang (Unit)

Jm l (U n it ) Jm l Pas ar (U ni t) 2 3 3 2 4 0 2 337 400 225 206 1026 0 499 -100 100 300 500 700 900 1100 1300 1500 0 1 1 2 2 3 3 4 4

Jml Pasar dan Pedagang per Kecamatan Thn 2010

Jml Pasar (Unit) Jml Pedagang (Unit)

Jm l Pe d a g a n g (Un it)

(21)

16 Namun demikian jumlah ketersediaan pasarnya justru menurun menjadi 16 unit pasar, dibandingkan tahun sebelumnya. Melihat trend peningkatan jumlah pedagang ini mesti dilakukan startegi peremajaan (perluasan), atau penambahan jumlah pasar demi mencegah terjadinya sebuah kelebihan jumlah pedagang dalam satu pasar.

Sementara itu jumlah koperasi di kabupaten Boalemo bertambah 2 unit menjadi 105 unit dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian terdapat penurunan asset yang cukup drastis lebih dari separuh dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 15,78 Miliar. Hal ini bisa disebabkan oleh siklus pengembalian yang fluktiatif tiap tahunnya.Jumlah koperasi terbanyak ada di Kecamatan Tilamuta, sebanyak 38 unit.Sementara paling sedikit berada di kecamatan Paguyaman pantai, sebanyak 4 unit. Meski demikian total aset terbanyak berada di kecamatan Rp 826 juta, dengan total koperasi sebanyak 22 unit. Hal ini menunjukkan bahwa Rasio kepemilikan asset tertinggi berada di kecamatan ini (sebesar Rp 37,55 juta per koperasi).

Gambar 2.10: Jumlah Koperasi dan Total Asetnya Tahun 2010

Sumber: Kabupaten Boalemo dalam Angka (diolah)

10000 20000 30000 40000 95 100 105 110 2007 2008 2009 2010

Jml Koperasi dan Total Aset

Jml Koperasi (unit) Total Aset (Rp Juta)

To ta l A se t Jm l Ko p era si (U n it ) Mana nggu Tilam uta Botu moito Dulup i Paguy aman Paguy aman Pantai Wono sari 0,0 500,0 1000,0 0 10 20 30 40 Jml K o p e ra si (U n it )

Jml Koperasi dan Total Aset per Kecamatan Thn 2010

To

ta

(22)

17 Dalam hal pemberian kredit perbankan, hingga 2009 total kredit yang disalurkan kepada masyarakat meningkat pesat sebanyak 97,32% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 352,98 miliar, dengan rasio terhadap PDRB sebesar 113,50%. Sayangnya pemebrian kredit ini sangat didominasi oleh sektor konsumsi (72%). Proporsi sektor konsumsi pada 2009 ini menggeser sektor Modal kerja menjadi 20,79% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 35,64%. Pemberian kredit pada sisi produktif (seperti Modal Kerja dan Investasi) perlu untuk ditingkatkan demi menstimulasi kinerja ekonomi yang lebih berkesinambungan.

Gambar 2.11: Deskripsi Pemberian Kredit Perbankan di Kabupaten Boalemo Tahun 2005-2009 (Rp Miliar)

Sumber: Kabupaten Boalemo Dalam Angka (diolah) 54,79 38,10 62,65 61,05 113,50 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 2005 2006 2007 2008 2009

Rasio Kredit Terhadap PDRB (%)

% 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 2005 2006 2007 2008 2009

Posisi Kredit (Rp Miliar)

Modal kerja Investasi Konsumsi

R

p

Mi

lia

(23)

18

2.3 Infrastruktur

Jumlah alokasi belanja Kabupaten Boalemo meningkat 15,52% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 379,7 miliar. Berdasarkan fungsinya, bidang yang paling banyak menerima alokasi dana ini adalah Pendidikan sebanyak Rp 135,45 miliar atau sekitar 35,67%. Sementara yang paling kecil adalah bidang Pariwisata dan Budaya sebanyak Rp 0,07 miliar (0,02%).

Gambar 2.12: Perbandingan Alokasi Belanja Daerah Berdasarkan Fungsi di Provinsi Gorontalo dan Kabupaten/ Kota Didalamnya Tahun 2011 (Rp Miliar)

Sumber: DJPK Kementerian Keuangan (diolah)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Prop. Gorontalo Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara

Prop. Gorontalo Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Ekonomi 144,51 35,15 40,62 25,86 58,58 30,89 36,77 Kesehatan 27,33 36,98 77,30 92,58 42,39 37,10 32,34 Ketertiban dan Ketentraman 7,32 9,01 7,34 7,37 6,77 4,38 4,20 Lingkungan Hidup 10,40 3,77 4,03 12,24 6,98 3,88 8,13 Pariwisata dan Budaya 4,75 0,07 3,02 0,96 1,20 0,66 2,76 Pelayanan Umum 279,18 105,58 115,79 161,28 128,68 100,92 91,96 Pendidikan 76,19 135,45 290,32 201,87 115,75 147,66 107,70 Perlindungan Sosial 16,49 7,61 9,06 2,23 3,11 7,86 8,72 Perumahan dan Fasilitas Umum 104,89 46,08 44,35 52,41 52,15 60,09 99,34

(24)

19 Sementara itu, bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain alokasi di Kabupaten Boalemo unggul dalam bidang Ketertiban dan Keamanan dengan porsi sebanyak 2,37% dari total anggaran yang doalokasikan. Sementara itu untuk kepentingan pembangunan ekonomi di Kabupaten Boalemo, dialokasikan sebesar 9,265 dari total APBD dengan nilai sebesar Rp 35,15 miliar.

2.3.1 Jalan

Gambar 2.13: Deskripsi Panjang Jalan di Kabupaten Boalemo Tahun 2010

Sumber: Kabupaten Boalemo Dalam Angka (diolah)

Panjang jalan di kabupaten Boalemo Meningkat sekitar 9,31% dari tahun sebelumnya menjadi 873,28 km. Jumlah tersebut didominasi oleh jalan milik pemerintah Kabupaten

500 600 700 800 900 1000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Panjang Jln (Km) Km Negara 12% Provins i 9% kabupa ten 79%

Kepemilikan

Aspal 69% Kerikil 30% Tanah 1%

Jenis

(25)

20 sebanyak 79%. Sementara Pemerintah Provinsi dan Pusat masing-masing hanya memiliki 9 dan 12%.Sementaraitu berdasarkan jenisnya mayoritas jalan sudah diaspal (69%).Sementara 30% berbentuk kerikil (diperkeras).dan hanya 1% saja yang berupa tanah.

2.3.2 Air

Pada 2010 lalu penggunaan air bersi di Kabupaten Boalemo meningkat sebanyak % dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 581 ribu m3.Hal ini dibarengi dengan peningkatan jumlah pelanggan sebanyak % dari tahun sebelumnya menjadi 2.557 unit pelanggan. Pengguna terbesar pada tahun 2010 tersebut didominasi oleh kelompok Non-Niaga (Rumah Tangga) dengan konsumsi sebanyak 509.842 m3 yang digunakan oleh 2.402 unit pelanggan.

Gambar 2.14: Gambaran Penjualan dan Konsumsi Air di Kabupaten Boalemo Tahun 2010 100 200 300 400 500 600 700 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Produksi Air

Jml Pelanggan (Unit) Jml Tersalurkan (000 m3)

(0 00 m 3 ) Un it

(26)

21

Sumber: Kabupaten Boalemo Ddalam Angka (diolah)

3 Listrik

Konsumsi listrik di Kabupaten Boalemo terus menunjukkan peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Tercatat hingga 2010 angka penjualan listrik mencapai Rp 6,52 miliar, atau meningkat sekitar 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini juga bisa dilihat dari peningkatan jumlah pelanggan yang mencapai angka 10,02 ribu unit pelanggan (meningkat 4,1%), dengan total pemakaian listrik mencapai 11,44 juta KWh (meningkat 16,4%).

Gambar 2.15: Konsumsi Listrik di Kabupaten Boalemo Tahun 2010

Sumber: Kabupaten Boalemo Dalam Angka (diolah) 89 2.402 62 2 2 Sosial Non Niaga Niaga Industri Khusus Jml Pelanggan (unit) 46.190 509.842 24.078 475 633 Sosial Non Niaga Niaga Industri Khusus Jml Tersalurkan (m3) 0 5 10 15 20 4,5 5 5,5 6 6,5 7 2007 2008 2009 2010

Penjualan Listrik (Rp Miliar)

Nilai Terjual (Rp Miliar) Pertumbuhan (%)

P er tu m bu ha n (%) 5,50 7,50 9,50 11,50 13,50 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Produksi Listrik

Pelanggan (000 Unit) Listrik Terjual (Juta KWh)

000 Un it Ju ta K W H

(27)

22

BAB 3 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KARET DI KABUPATEN BOALEMO

Sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 bahwa penyelenggaraan pembangunan nasional perlu memperhatikan aspek spasial atau dimensi kewilayahan yang terintegrasi ke dalam kerangka proses perencanaan pembangunan. Sementara itu, sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, juga ditegaskan bahwa pelaksanaan integrasi proses perencanaan pembangunan harus terintegrasi dengan rencana tata ruang perlu dilakukan pada semua tingkatan pemerintahan.

Dalam pelaksanaannya, harus selalu memperhatikan ketentuan di dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Arah pembangunan nasional yang dilakukan melalui strategi upaya diantaranya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memperkuat daya saing perekonomian, serta pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar dalam rangka penanggulangan kemiskinan.

Hal ini berarti, arah pembangunan nasional yang dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat harus dijabarkan ke dalam berbagai program pembangunan di daerah dan pembangunan perdesaan secara terintegrasi. Secara berjenjang hal ini juga berarti bahwa pembangunan daerah dalam kerangka perwujudan pencapaian arah pembangunan nasional harus dijabarkan ke dalam program pembangunan perdesaan.

Secara khusus dalam kerangka memperkuat daya saing perekonomian diperlukan adanya formulasi kebijakan yang dapat mendorong pengembangan komoditas unggulan sebagai potensi pembangunan nasional secara tepat, baik pada tingkatan nasional, daerah, maupun desa. Kebijakan tersebut dapat berbentuk, kebijakan pengembangan ekonomi lokal dan

(28)

23 daerah untuk mengembangkan keterkaitan antara kota-desa di dalam kabupaten dan provinsi, serta antara pusat- pusat pertumbuhan lokal dengan daerah belakangnya (hinterland).

Dalam praktek pelaksanaan kebijakan tersebut perlu untuk memperhatikan berbagai pendekatan seperti pendekatan pembangunan ekonomi, pendekatan kewilayahan, pendekatan penyelesaian isu strategis, pendekatan pemberdayaan masyarakat, dan pendekatan lainnya yang relevan terhadap pembangunan daerah dan pembangunan perdesaan dalam upaya pengembangan komoditas unggulan. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, desain program-program pembangunan daerah dan perdesaan dengan pendekatan yang ada perlu memperhatikan aspek kebutuhan dan karakteristik masyarakat lokal dan daerah setempat, serta kawasan pusat pertumbuhan daerah.

3.1 Kebijakan Pembangunan Daerah

Sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, sebagaimana diatur di dalam Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004, penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk pembangunan daerah diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Proses pembangunan daerah yang digerakkan oleh pengembangan ekonomi lokal umumnya diawali dengan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baik yang bersifat lokal, dan berkembang ke skala regional maupun nasional dan internasional, melalui tahapan-tahapan yang dimulai dengan pusat pertumbuhan lokal, pengembangan klaster komoditas/industri sampai akhirnya terjadi proses aglomerasi di satu wilayah, yang selanjutnya memberikan efek pengganda bagi perkembangan daerah sekitarnya, termasuk penguatan kapasitas masyarakat.

Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah maka kebijakan dan program pembangunan daerah yang dikembangkan meliputi

(29)

24 pembangunan sarana dan prasarana, investasi (akses terhadap sumber dana), pembangunan lingkungan, pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan), dan pengembangan sumber daya manusia.

Untuk mendukung pelaksanaan program itu, perlu didukung adanya: (a) koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional; (b) pola integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah; (c) adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (d) perlunya menggunakan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan; (e) partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah melalui mekanisme perencanaan partisipatif (bottom up planning) dalam rangka menampung kepentingan dan aspirasi masyarakat; (f ) serta sinergitas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam rangka menjaga kesatuan negara Indonesia.

Dengan adanya ketegasan arah kebijakan dan berbagai program pembangunan daerah, serta berbagai dukungan yang ada diharapkan pelaksanaan pembangunan daerah dapat mengatasi permasalahan yang ada, seperti: pengelolaan ekonomi daerah belum terkoordinasi, lemahnya daya saing komoditas unggulan, iklim investasi kurang kondusif, terbatasnya kesempatan kerja, meningkatnya urbanisasi, degradasi lingkungan, tingginya angka kemiskinan, dan kesenjangan pembangunan antarwilayah/daerah.

Dengan memperhatikan permasalahan yang ada, program-program pembangunan daerah dan perdesaan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah yang ada harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga berbagai masalah di daerah seperti kesenjangan masyarakat dan sebagainya dapat dengan sendirinya dapat diatasi. Agar pertumbuhan ekonomi daerah dapat melahirkan multiplier effect terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat maka pembangunan daerah harus berbasis pembangunan perdesaan.

(30)

25

3.2 Kebijakan Pembangunan Perdesaan

Arah Kebijakan Pembangunan Perdesaan dalam RPJMN Tahun 2010-2014:

a) Memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan;

b) Meningkatkan ketahanan desa sebagai wilayah produksi; dan

c) Meningkatkan daya tarik perdesaan melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan seiring dengan upaya peningkatan kualitas SDM dan lingkungan.

Sasaran Pembangunan Perdesaan dalam RPJMN Tahun 2010-2014:

a) Menguatnya kapasitas dan peran pemerintahan desa, serta kelembagaan masyarakat, dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik termasuk meningkatnya kapasitas (teknis dan fiskal) pemerintah kabupaten dalam pembangunan perdesaan.

b) Meningkatnya keberdayaan masyarakat perdesaan dan perlindungan masyarakat adat, termasuk meningkatnya taraf pendidikan, dan status kesehatan.

c) Meningkatnya pengembangan ekonomi perdesaan, melalui penciptaan kemudahan/akses berusaha, kesempatan kerja, dan peningkatan kemampuan masyarakat perdesaan terhadap permodalan, lahan, pengembangan agribisnis berbasis komoditas unggulan (termasuk di dalamnya agrowisata, dan agroindustri), pengembangan kewirausahaan, pengelolaan pasar desa serta penguatan kelembagaan keuangan mikro dan BUMDes.

d) Meningkatnya sarana prasarana perdesaan yang mendukung percepatan pembangunan perdesaan.

e) Meningkatnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, berwawasan mitigasi bencana termasuk meningkatnya ketahanan pangan masyarakat perdesaan.

(31)

26 Prinsip pembangunan perdesaan adalah:

a) Pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat, yang berorientasi kepada karakteristik dan aspirasi lokal.

b) Pembangunan yang partisipatif, kepemimpinan lokal, dan kelembagaan perdesaan berperan penting dalam proses menuju keberlanjutan pembangunan.

c) Pembangunan berkelanjutan. Untuk menjaga keberlanjutan ekosistem wilayah perdesaan diperlukan penataan ruang perdesaan yang dapat mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya, konservasi sumber daya alam, pelestarian budaya lokal, pertahanan kawasan lahan pangan berkelanjutan yang memberikan kemandirian pangan bagi masyarakatnya, serta keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.

Pendekatan Pembangunan Perdesaan:

a) Pembangunan perdesaan dalam rangka memenuhi pelayanan dasar masyarakat dan wilayah perdesaan yang berkualitas melalui kecukupan penyediaan sarana prasarana pendidikan, kesehatan, komunikasi dan informatika, transportasi, energi, serta permukiman yang dilakukan terutama di daerah tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar/terdepan, desa konservasi, desa hutan, dan kawasan transmigrasi, dan lainya;

b) Pembangunan perdesaan dalam upaya membangun desa mandiri menuju daya saing desa, yang dapat dilakukan melalui pengembangan desa mandiri pangan, desa percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal), desa mandiri energi, desa wisata, desa berbasis industri kreatif di bidang pariwisata, desa pendukung usaha pariwisata, desa siaga aktif, kawasan transmigrasi, dan lainnya.

(32)

27

3.3 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD)

Hakikat PELD:

a. Pendayagunaan potensi dan sumberdaya unggulan yang ada di desa/kelurahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif;

b. Peningkatan kapasitas usaha ekonomi melalui penerapan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman serta teknologi tepat guna;

c. Peningkatan hasil produksi yang memiliki nilai tambah dan keunggulan komparatif yang berdaya saing dalam pemasaran;

d. Peningkatan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan dukungan investasi dan/ atau pemasaran hasil produksi;

e. Peningkatan pendapatan masyarakat untuk mewujudkan perbaikan kualitas hidup masyarakat dan kapasitas perekonomian desa/kelurahan;

f. Peningkatan daya dukung kapasitas perekonomian desa/kelurahan terhadap terwujudnya stabilitas ekonomi daerah.

Arah Kebijakan PELD:

a) Peningkatan nilai tambah melalui agribisnis; b) Kelembagaan ekonomi;

c) Diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) desa terkait pasar di kota;

d) Jaringan infrastruktur produksi, distribusi dan pemasaran desa-kota.

Prinsip Kebijakan PELD:

a) Berorientasi pada pengembangan rantai nilai komoditas, mulai dari tahap input, proses produksi, output, sampai dengan pemasaran;

b) Dilakukan berdasarkan pengembangan sektor/ komoditas unggulan berbasis karakteristik dan kebutuhan serta aspirasi lokal (lokality), dengan didukung oleh industri pengolahan sebagai sektor pendorong, dan sektor pendukung lainnya;

(33)

28 Prinsip pengelolaan PELD:

a. Kearifan lokal, yaitu memperhatikan pengetahuan lokal, adat istiadat dan budaya yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat.

b. Prioritas, yaitu pengelolaan kegiatan yang didanai berdasarkan peringkat tertinggi dari kebutuhan Pokmas yang diputuskan secara musyawarah.

c. Kemandirian, yaitu kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat untuk mengatasi masalahnya sendiri dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya unggulan lokal untuk pemenuhan kebutuhan secara berkelanjutan.

d. Berdaya saing, yaitu mengembangkan produk yang berkualitas tinggi dan berkapasitas produksi besar.

e. Inovasi, yaitu mengembangkan kemampuan untuk melakukan terobosan secara kreatif dalam pendayagunaan potensi sumberdaya unggulan.

f. Kemitraan, yaitu mengembangkan kerja sama produksi dan kemanfaatan hasil produksi bersama-sama dengan pihak lain dan lokasi yang lebih luas.

g. Keterpaduan, yaitu menyelaraskan orientasi wilayah, kapasitas anggota Pokmas dan perekonomian masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. h. Berwawasan lingkungan, yaitu mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap

kondisi ekonomi, sosial, budaya dan fisik dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

i. Keberlanjutan, yaitu mempertahankan manfaat dan dampak yang diinginkan dalam jangka menengah dan jangka panjang di lingkungan setempat.

Kegiatan Prioritas PELD:

a. Meningkatkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota atau antara wilayah pusat pertumbuhan dengan wilayah produksi (hulu-hilir) atau desa-kota

b. Meningkatkan tata kelola ekonomi daerah, dilakukan dengan: 1) Menyusun kebijakan/regulasi yang mendukung PELD;

(34)

29 2) Menyusun rencana tata ruang dan masterplan kegiatan kawasan yang

berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah yang baru; 3) Meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan usaha ekonomi daerah,

terutama di bidang permodalan dan perizinan usaha;

4) Mengembangkan penelitian dan sistem data dan informasi potensi daerah dan kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah;

5) Mengembangkan sarana dan prasarana kelembagaan ekonomi lokal dan daerah; dan

6) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi tata kelola ekonomi daerah termasuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi efisiensi dan efektivitas regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi daerah.

7) Meningkatkan kapasitas SDM pengelola ekonomi daerah, dilakukan dengan: a. Meningkatkan Kapasitas SDM Aparatur, terutama di bidang kewirausahaan

(enterpreneurship);

b. Meningkatkan Kompetensi SDM Stakeholders Lokal/ Daerah dalam mengembangkan usaha ekonomi daerah;

c. Meningkatkan partisipasi stakeholders lokal/daerah dalam upaya pengembangan ekonomi daerah.

8) Meningkatkan fasilitasi/ pendampingan dalam PELD, dilakukan dengan:

a. Mengembangkan lembaga fasilitasi PELD yang terintegrasi secara lintas stakeholders (pemerintah, dunia usaha, dan akademisi), serta berkelanjutan, baik di pusat maupun di daerah;

b. Meningkatkan kapasitas fasilitasi PELD berbasis Iptek dan keterampilan. 9) Meningkatkan kerja sama dalam PELD, dilakukan dengan:

a. Meningkatkan kerja sama antardaerah, terutama di bidang ekonomi baik antara daerah yang memiliki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah dengan daerah belakangnya, maupun antara daerah tersebut dengan daerah lainnya;

(35)

30 10) Meningkatkan akses terhadap sarana dan prasarana fisik pendukung kegiatan

ekonomi lokal dan daerah, dilakukan dengan:

a. Mengembangkan prasarana dan sarana kawasan yang berpotensi menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah;

b. Membangun dan meningkatkan jaringan infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, energi, serta air minum.

3.4 Pembangunan Ekonomi Lokal dan Daerah di Kabupaten Boalemo

Berdasarkan analisis atas permasalahan sedang dihadapi, subtansi dari visi dan misi yang telah ditetapkan, serta tingkat prioritas permasalahan dan kebutuhan daerah, maka agenda pokok pembangunan Kabupaten Boalemo pada bidang Ekonomi ke depan dan kebijakan umum pelaksanaanya dapat dirumuskan, yaitu dengan meningkatkan produktifitas ekonomi masyarakat. Dengan memperhatikan posisi geografis dan potensi sumber daya yang dimiliki serta daya dukung wilayah hinterland dan daya dukung wilayah seperti Teluk Tomini yang memiliki potensi kelautan, sehingga pelayanan jasa yang dijadikan sebagai tumpuan dalam rangka membangun perekonomian Kabupaten Boalemo terutama jasa yang berbasis pertanian.

Dalam era otonomi daerah, paradigma ekonomi perlu direposisi dimana masyarakat tidak lagi dijadikan obyek pungutan, akan tetapi peningkatan penerimaan dapat dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi melalui peningkatan pajak dan retribusi daerah, dengan memberikan keleluasaan berusaha semua potensi yang ada, sehingga pembangunan ekonomi yang mengarah pada out put semata harus ditinggalkan dan mengembangkan pada pembangunan yang memberikan nilai tambah (value added), kesejahteraan rakyat dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan teknologi, maka konsep pemikiran jangka panjang diarahkan pada pengembangan tekno ekonomi, dimana implikasi kebijakan adalah pentingnya strategi pembangunan industri yang berorientasi ke dalam (in sourcing) melalui teknologi untuk core competence (kompetensi inti) guna mengurangi kelemahan pembangunan yang

(36)

31 berorientasi keluar (out sourching) melalui impor modal dan teknologi, sehingga kebijakan-kebijakan berupa fasilitas insentip yang menguntungkan bagi pengembangan investasi sektor swasta perlu dilahirkan. Kebijakan-kebijakan dalam rangka melaksanakan agenda peningkatan produktifitas ekonomi masyarakat antara lain:

a. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan memantapkan ketahanan pangan daerah, serta mendukung program Swasembada Pangan.

b. Mendorong dan menfasilitasi pemakaian benih bersertifikat dan meningkatkan kualitas SDM petani.

c. Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya perlindungan hutan.

d. Menfasilitasi pengembangan pengelolaan hasil usaha perikanan melalui pengembangan SDM nelayan, pemanfaatan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.

e. Mengembangkan sumber daya kelautan (pelabuhan) sebagai basis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

f. Penyediaan fasilitas ekonomi yang menunjang pengembangan ekonomi kerakyatan melalui pola kemitraan dengan pihak investor dan pemilik modal.

g. Meningkatkan daya saing hasil perikanan dan rumput laut yang berbasis teknologi.

h. Membangun pariwisata bahari yang teritegrasi.

i. Mewujudkan pembangunan Kawasan Industri Boalemo (KIB). j. Pengadaan sarana dan prasarana jaringan transportasi darat dan laut.

k. Mengantisipasi kemungkinan interkoneksitas aktivitas ekonomi antara wilayah yang bertujuan secara sinergik memperkuat ketahanan ekonomi antar wilayah. Untuk itu perlu dibangun secara terpadu kerjasama ekonomi dengan daerah-daerah yang ada di sekitar Kabupaten Boalemo.

(37)

32 l. Mengembangkan wawasan dan perubahan prilaku untuk memberi nilai tambah

terhadap hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah (value added).

m. Meningkatkan pembinaan dan pengembangkan usaha dagang dan industri berskala kecil dan menengah bertumpu pada potensi lokal.

n. Menyediakan fasilitas pengembangan usaha industri kecil dan menengah berbasis rumah tangga.

o. Menfasilitasi kerjasama kemitraan UMKM dengan lembaga keuangan.

p. Menfasilitasi pengelolaan potensi sumber daya alam berwawasan lingkungan dengan pola pemberdayaan.

q. Pembangunan pembangkit-pembangkit listrik berbasis potensi SDA seperti PLTA, Micro Hydro dan Tenaga surya.

r. Pembangunan inprastruktur sarana dan prasarana daerah, sarana dan prasarana air bersih dan air minum, dengan memperhatikan aspek pemerataan antar wilayah, prioritas kebutuhan dan pemberdayaan masyarakat setempat.

(38)

33

BAB 4 ANALISA PENGEMBANGAN GAMBIR DI KABUPATEN BOALEMO

4.1 Klaster Pengembangan Ekonomi lokal dan daerah

Kabupaten Boalemo harus mampu membuat strategi kompetitif dengan daerah-daerah lainnya. Sebab pada dasarnya, kota/kabupaten di wilayah administratif Provinsi Gorontalo mempunyai karakteristik yang sama, misalnya mempunyai berbasis ekonomi pertanian. Jika dilihat lebih lanjut pada sumbangan sector industri pengolahan memberikan sumbangan yang belum masksimal, hanya 3,86 persen terhadap PDRB Kabupaten Boalemo Tahun 2010. Dengan demikian potensi pada sektor pertanian, perikanan dan kelautan yang melimpah serta didukung oleh potensi SDA belum diolah menjadi value added. Berdasarkan identifikasi potensi ekonomi Kabupaten Boalemo terdapat beberapa alternatif klaster yang bisa dikembangkan. Beberapa alternatif klaster yang bisa dikembangkan yaitu;

a. Klaster Jagung b. Klaster Kakao c. Klaster Cakalang d. Klaster Rumput Laut e. Klaster Pariwisata

4.2 Identifikasi Stakeholders

Peningkatan kerja sama dan pemahaman tentang klaster di Kabupaten Boalemo pada kalangan penentu kebijakan dan para stakeholder perlu terus dilakukan. Karena hal ini merupakan salah satu pangkal tolak sukses tidaknya praktik dan implementasi pengembangan klaster. Beberapa stakeholder yang mempunyai kepentingan antara lain, yaitu:

a. Pemerintah Daerah:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boalemo

2. Bagian Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Boalemo 3. Dinas Pekerjaan Umum Daerah Kabupaten Boalemo

(39)

34 5. Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Boalemo

6. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Boalemo 7. Dinas Peternakan dan Kesehatan

8. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Boalemo Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Boalemo

9. Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kabupaten Boalemo 10. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Boalemo

11. Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Boalemo 12. Kantor lingkungan hidup Kabupaten Boalemo

13. Badan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Boalemo 14. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Boalemo 15. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Boalemo.

b. Pengusaha/Perusahaan: Perdagangan, Jasa dan Industri yang berbasis pada hasil pertanian, meliputi:

1. Perusahaan Jasa/Perdagangan

2. Asosiasi Pengusaha/Industri Jasa /Perdagangan 3. Pengusaha Kecil/Menengah (UMKM)

4. Perbankan

c. Masyarakat/Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi: 1. Tokoh Masyarakat

2. LSM Bidang Ekonomi 3. Perguruan Tinggi.

4.3 Analisa SWOT

Analisis SWOT merupakan instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan eksternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.

(40)

35 a. Klaster Jagung

1. Kekuatan (Strenght)

a) Kualitas jagung Kabupaten Boalemo relatif baik.

b) Lahan yang sesuai dan mendukung pengembangan jagung.

c) Dukungan dari Pemerintah Kabupaten Boalemo, Lembaga nonpemerintah, dan petani jagung maupun Pemerintah Pusat.

d) Potensi SDM pertanian cukup tersedia melimpah dan potensial.

e) Jumlah staf Dinas Pertanian dan Perkebunan yang cukup memadai untuk membantu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dinas.

f) Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

2. Kelemahan (Weakness)

a) Masih terbatasnya kualitas sumber daya manusia aparatur dinas pertanian dan perkebuan, penangkar benih, pembudidaya dan petani.

b) Belum tersedianya peraturan daerah Kabupaten Boalemo tentang pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan.

c) Penanganan pasca panen yang belum tergarap secara serius.

d) Data base untuk subsector pertanian tanaman pangan yang belum memadai dengan tingkat akurasi yang rendah.

e) Investasi (ex: Masih terbatasnya akses ke lembaga keuangan)

3. Peluang (Opportunity)

a) Permintaan pasar yang masih besar

b) Dukungan dari Pemerintah Pusat dan lembaga-lembaga non-pemerintahan, serta masyarakat

c) Perkembangan teknologi tepat guna

4. Ancaman (Threat)

a) Iklim yang tidak menentu

b) Serangan hama dan penyakit tanaman

c) Pesaing produksi jagung di wilayah lain di Provinsi Gorontalo d) Mata rantai pemasaran.

(41)

36

4.4 Alternatif Strategi dan Agenda Program

Berdasarkan analisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal pada budidaya jagung, maka dirumuskan beberapa strategi untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan untuk meraih dan memanfaatkan peluang yang dimiliki dalam meningkatkan daya saing budidaya jagung Kabupaten Boalemo. Strategi tersebut adalah: (Lihat Tabel 4.1)

Berdasarkan matriks Grand strategi SWOT didapatkan starteginya adalah:

Strategi S-O

Strategi S-O dalam pengembangan pembudidayaan jagung bertumpu pada pemanfaatan kesempatan permintaan jagung yang stabil dan kebiasaan pengetahuan (familiarity) dari penduduk mengenai pembudidayaan rumputlaut. Inti dari strategi ini adalah merubah petani menjadi pengusaha dengan memberikan pengetahuan mengenai potensidan pengelolaanhasil jagung yang lebih menguntungkan. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kesempatan yang ada adalah:

a) Perbaiki SDM petani untuk mendapatkan up date informasi harga. b) Memberikan pelatihan dan pengembangan SDM Petani jagung c) Pelatihan dan Pengembangan Kewirausahaan Petani jagung.

Strategi W-O

Strategi ini bertumpu pada bagaimana kekurangan-kekurangan yang ada dapat dipecahkan untuk pemanfaatan peluang yang ada.

a) Kerjasama dengan lembaga keuangan untuk melakukan pembiayaan b) Pembuatan Perda yang mengacu pada RTRW terhadap pembudidayaan

jagung.

c) Pembangunan lingkungan yang berkelanjutan

d) Pelatihan dan pengembangan SDM Petani dan Aparat.

Strategi S-T

(42)

37 ancaman dari luar.

a) Meningkatkan penyediaan bantuan bibit secara bertahap dari pemerintah untuk memberikan sertifikasi penangkar jagung b) Peningkatan kualitas pengolahan hasil jagung.

c) Upaya sertifikasi lahan.

d) Menggarap distribusi pemasaran

Strategi W-T

Strategi ini berupaya untukmengurangi dampak dari kondisi eksternal yang ada dalam pengembangan pembudidayaan Jagung.

a) Strategi Pembangunan SDM.

b) Strategi pembangunan berbasisi teknologi (pemasaran) c) Pengembangan Kewirausahaan petani

d) Sertifikasi produk hasil jagung

Strategi yang digunakan dengan melihat kondisi yang ada untuk mengambil kebijakan adalah strategi S-T (Strenght-Treath), yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi dan meredam ancaman dari lingkungan eksternal. Dimana berdasarkan matrik grand design strategi SWOT diatas didapat strateginya adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan penyediaan bantuan bibit secara bertahap dari pemerintah untuk memberikan sertifikasi penangkar benih jagung

b) Peningkatan kualitas pengolahan hasil jagung

c) Upaya sertifikasi lahan melalui program nasional revitalisasi pertanian. d) Menggarap distribusi pemasaran

Mengacu pada persoalan yang telah ada perlu dilakukan tindakan untuk menanggulangi hambatan yang ada. Sinergitas antara lembaga yang ada baik

(43)

38 pemerintah yang terlibat maupun pemerintah dengan stakeholder yang terlibat sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu adanya penyusunan rangkaian strategi dalam bentuk program.

Program dalam Klaster Jagung:

a) Program penyediaan bantuan bibit secara bertahap dari pemerintah untuk memberikan sertifikasi penagkar benih jagung.

b) Program penerapan budidaya jagung tepat (precision maize planting). c) Program peningkatan kualitas pengolahan hasil jagung.

d) Program penetapan Perda areal pengembangan jagung berdasarkan RTRW.

e) Program sertifikasi lahan melalui program nasional revitalisasi pertanian. f) Program distribusi pemasaran

Tabel 4.1. Strategi Pengembangan Ekonomi lokal dan daerah pada Klaster Jagung

Kekuatan (Strenght): 1. Kualitas jagung Kabupaten

Boalemo relatif baik. 2. Lahan yang sesuai dan

mendukung

pengembangan jagung. 3. Dukungan dari

Pemerintah Kabupaten Boalemo, Lembaga non pemerintah, dan petani jagung maupun

Pemerintah Pusat. 4. Potensi SDM pertanian

cukup tersedia melimpah

Kelemahan (Weakness): 1. Masih terbatasnya

kualitas sumber daya manusia aparatur dinas pertanian dan perkebuan, pengkar benih,

pembudidaya dan petani. 2. Belum tersedianya

peraturan daerah Kabupaten Boalemo tentang pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan. 3. Penanganan pasca panen

(44)

39 dan potensial.

5. Jumlah staf Dinas

Pertanian dan Perkebunan yang cukup memadai untuk membantu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dinas.

6. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai

secara serius.

4.Data base untuk sub sektor Pertanian tanaman

pangan yang belum

memadai dengan tingkat akurasi yang rendah.

5. Investasi (ex:Masih Terbatasnya akses ke lembaga keuangan) Peluang (Opportunities): 1. Permintaan pasar

yang masih besar 2. Dukungan dari Pemerintah Pusat dan lembaga-lembaga non pemerintahan, serta masyarakat 3. Perkembangan teknologi tepat guna

Strategi S-O

1. PerbaikiSDMpetani jagunguntuk

mendapatkaninformasi hargayanguptodate

2. Memberikan pelatihan dan pengembangan SDM

Petani jagung. 3. Pelatihan dan Pengembangan

kewirausahaan Petani jagung

StrategiW-O

1.Kerjasama dengan

lembaga keuangan untuk melakukan pembiayaan 2. Pembuatan Perda yang

mengacu pada RTRW terhadap pembudidayaan jagung. 3.Pembangunan lingkungan yang berkelanjutan 4. Pelatihan dan pengembangan SDM Petani dan Aparat Ancaman (Treaths):

1. Iklim yang tidak menentu

2. Serangan hama dan Penyakit

Strategi S-T:

1. Meningkatkan penyediaan bantuan bibit secara

bertahap dari pemerintah untuk memberikan Strategi W-T: 1. Strategi Pembangunan SDM. 2. Strategi pembangunan

(45)

40 tanaman

3. Pesaing produksi

Jagung diwilayah lain di Provinsi Gorontalo 4. Matarantai pemasaran.

sertifikasi penangkar jagung

2. Peningkatan kualitas pengolahan hasil jagung 3. Upaya sertifikasi lahan 4. Menggarap distribusi pemasaran berbasisi teknologi (pemasaran) 3.Pengembangan Kewirausahaan petani 4.Sertifikasi produk hasil jagung

(46)

41

Tabel 4.2: Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan K las ter Jagung Ekonomi lokal dan daerah dan Daerah di Kabupaten Boalemo

Isu Str ate gis T u ju a n Sasaran Str ate gi Kebija kan 1. Sumber daya kewirausahaa n petani jagung 2. Sumb erdaya aparat pemer intaha n 3. Pelestarian lingkungan 4. Pemasaran 5. Investasi 1. Meningkatkan pelaku usaha baru 2. Produktivitas dan kualitas hasil jagung 3. Daya saing produk jagung yang kuat 1. Meningkatn ya Produkstivit as dan Kualitas jagung 2.Meningka tnya keterampila n petani Jagung 3.Meningkat nya pendapatan 4. Dikenalnya kualitas jagung Boalemo Program penyediaan bantuan bibit secara bertahap dari pemerintah untuk memberikan sertifikasi penangkar benih jagung Memberik an alternatif kepada petani petani untuk menggun akan bibit yang berkualitas Programpenin gkatan kualitaspengol ahan hasiljagung Mendorong kepada petani untuk meningkatka n kualitas produksi jagung Program sertifikasi lahan melalui program nasional revitalisasi pertanian Mendoron g keseluruh pemangku kepentinga n untuk menjaga lingkungan Yang berkelanjutan Program distribusi pemasaran Lanjutan……

Program Kegiatan Target

2013 2014 2015 2016 2017 1. Program penyediaan

bantuan bibit secara bertahap dari

pemerintah untuk memberikan sertifikasi penagkar benih jagung.

1. Memberikan bibit kepada para petani dengan kualitas tinggi

(47)

42 2. Program penerapan

budidaya jagung tepat (precision maize planting).

2. Penelitian dan pengemban gan budidaya jagung yang produktif dan berkelanjutan 3. Program peningkatan kualitas pengolahan hasil jagung 3.Penyuluhan dan pendampingan terhadap proses pengolahan jagung 4. Program penetapan Perda areal pengembangan jagung berdasarkan RTRW. 4.Penyusunan Ranperda Perlindungan lahan pertanian berkelanjutan 5.Program sertifikasi lahan melalui program nasional revitalisasi pertanian. 5.Kampanye dan penyuluhan terhadap keberlangsunga n lahan pertanian 6.Program distribusi pemasaran

6.Menjalin dengan berbagai lembaga bisnis maupun lembaga pemerintahan dan non pemerintahan sebagai jaringan pemasaran 7.Kegiatan promosi 8.Membangun kemitraan Lanjutan…… Lokasi: Kecamatan /Desa Prakiraan Kebutuhan Anggaran/inve stasi Sum berP enda naa Pusat Provin si Kabupat en Swas ta Swada ya Masyarak at Lainn ya Paguyaman Paguyaman Pantai Wonosari Dulupi Tilamuta Botumoito Mananggu

Gambar

Gambar 1.1:   Garis  Besar  Tahapan-Tahap  Rencana  Pembangunan  Jangka  Panjang  Nasional (RPJPN) 2005-2025  Sumber: RPJPN 2005-2025  RPJM 4  (2020-2024) RPJM 1 (2005-2009) Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai,
Tabel  1.1:  Daerah  Percontohan  Program  Pengembangan  Ekonomi  Lokal  dan  Daerah  (PELD) 2012, Beserta Masing-Masing Produk Unggulannya
Gambar 1.2:   Rantai  Nilai  Komoditas  Dalam  Upaya  Mengembangkan  Ekonomi  Lokal  dan Daerah
Gambar 2.1: Peta Kabupaten Boalemo
+7

Referensi

Dokumen terkait

the book examines both drugs currently in the clinic and those merely on the drawing board…This comprehensive update of the 2008 edition will serve student or experienced

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data runtut waktu atau time series (data bulanan) dengan menggunakan sumber data sekunder yang diambil dari laporan

Tipe lahan yang mendominasi kelima desa lokasi penelitian kukang jawa adalah sawah dan pertanian darat/kering, sama seperti lahan dominan di kedua kabupaten.

109 WIDIYANTI, SH 480129747 P PEMKAB SUMEDANG BAG PEMERINTAHAN SETDA JABAR JAKARTA 110 MOHAMMAD FARID HADI 480129752 L PEMKOT BANDUNG BAPPEDA BANDUNG JABAR JAKARTA 111 AGUS SUSILO

Pengembangan Ideal Solution System ini dikatakan layak uji secara functional testing karena keluaran dari sistem menunjukkan tingkat keakuratan yang sama dengan perhitungan

Berdasarkan nilai efisiensi pemupukan diketahui bahwa pemupukan tanaman semangka di lahan pasir pantai dengan pupuk campuran relatif lebih efisien dari pada pupuk hayati.. Kata kunci

Perubahan paradigma pengelolaan sampah dimulai dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pada tanggal 7 Mei 2008. Pola pengelolaan

DIAGRAM ALUR DATA AERONAUTIKA Alur lingkup kebutuhan data dalam pemberian informasi Aeronautika disesuaikan dengan fungsi AIS yang beracuan pada ICAO Doc.