• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi : 1. Pendidikan lebih banyak ke arah hak sipil politik ke aparatus (bebas dari penangkapan, bebas dari penyiksaan). 2. Dekade berikutnya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Materi : 1. Pendidikan lebih banyak ke arah hak sipil politik ke aparatus (bebas dari penangkapan, bebas dari penyiksaan). 2. Dekade berikutnya,"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

EXECUTIVE SUMMARY

Semiloka Nasional Perumusan Kurikulum Pengajaran HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia

Yogyakarta, 30 Mei – 2 Juni 2005

Hari Pertama: Senin, 30 Mei 2005 A. HAM, Agama dan Etika Sosial

(M. Habib Chirzin dan Dr. Al Andang Listyo Birawan) 1. Pengajaran HAM sangat penting

2. Materi pengajaran HAM harus mulai memasukkan HAK EKOSOK,tidak hanya sipil politik 3. Pengajaran HAM harus dalam konteks hidup kita

4. Peta hubungan Negara – Masyarakat – Pasar harus dilihat dalam konteks kekinian, di mana hubungan Negara - Masyarakat - Pasar makin kompleks

B. Konteks Sosial, Ekonomi, Politik dan Hukum Pengajaran HAM (Dr.Todung Mulya Lubis dan Ifdhal Kasim, S.H.)

Latar belakang konteks sosial politik (politik global) :

1. Pertama-tama, gerakan penegakan HAM adalah sebuah gerakan yang memfokuskan diri untuk menuntut pertanggungjawaban pelanggar HAM ke wilayah peradilan, baik peradilan Internasional seperti Pengadilan untuk Rwanda (ICTR) dan untuk Yugoslavia (ICTY).

2. Pengadilan HAM ini kemudian mempunyai bentuk baku yaitu dengan dibentuknya Pengadilan HAM Internasional (ICC) yang berkedudukan di Deen Haag, Belanda.

3. Gerakan ini mulai berubah yaitu gerakan yang mengarah pada pendidikan HAM, yang kemudian pendidikan HAM ini didukung penuh oleh PBB, efeknya adalah menjamurnya pendidikan HAM yang dimotori oleh pemerintah dan juga perusahaan multinasional.

4. Dalam perkembangannya, Diseminasi Hak Sipil Politik masih mendominasi pendidikan HAM, baik yang dilakukan oleh institusi akademik maupun yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Konteks Indonesia, hal ini berakibat munculnya Peraturan Perundangan yang memberikan hak untuk dipilih dan memilih kepada masyarakat. Itu sebagai salah satu contohnya.

5. Kemudian muncullah Peristiwa 11 september 2001, yaitu pemboman WTC yang kemudian itu sangat berpengaruh terhadap gerakan HAM. Akibatnya isu penegakan dan pendidikan HAM tergeser secara politis oleh isu perang melawan terorisme.

6. Praktisnya, perang melawan teroris yang dimotori oleh Amerika, memberikan isu baru yang mengurangi jatah keuangan negara dan Perusahaan Multinasional untuk pendidikan HAM ke arah pendidikan melawan terorisme.

7. Konfigurasi politik internasional tidak memberikan peluang yang besar kepada pendidikan HAM karena peristiwa 11 September 2001.

(2)

Materi :

1. Pendidikan lebih banyak ke arah hak sipil politik ke aparatus (bebas dari penangkapan, bebas dari penyiksaan).

2. Dekade berikutnya, dalam konteks politik global tidak ramah kepada pendidikan HAM, yang harus dilakukan adalah mereproduksi pendidikan HAM ke arah yang relevan.

3. Konsentrasinya adalah kepada bagaimana pendidikan HAM mengacu pada pendidikan Ekonomi, Sosial dan Budaya (ECOSOC) yang lebih baik dan luas untuk mengawali pendidikan Hak Sipil dan Politik

4. Metode pengajaran HAM harus diperbaharui. Karena kebanyakan masih bersifat tradisional, seperti pengajaran di ruang kelas

5. Yang lebih baik adalah melalui pengenalan kepada realitas yang dihadapi masyarakat yang lebih banyak adalah berkaitan dengan Hak ECOSOC

6. Hal ini harus disesuaikan dengan kecenderungan masing-masing daerah

7. Tentunya masalah ekosok yang dihadapi oleh Jakarta adalah berbeda dengan dengan masalah ekosok daerah Kalimantan

8. Kalimantan misalnya, lebih kepada bagaimana hak indegenous people dll, berbeda dengan Jakarta yang lebih banyak bersinggungan dengan Hak Sipil Politik

9. Pendidikan HAM telah diberikan kepada mahasiswa 10 tahun terakhir

10. Sebagian besar mata kuliah HAM merupakan sub mata kuliah Hukum Tata Negara, sedangkan di negara lain lebih sebagai sub mata kuliah Hukum International, maka namanya adalah Internatioal Human Rights Law

11. HAM adalah Interdisipliner, Interelated, Interdependen yang tidak dikotomi antara satu dengan yang lain dan bukan hanya masalah disiplin Hukum. HAM bisa ditelisik lewat kacamata ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Maka seyogyanya tidak hanya mahasiswa Fakultas Hukum yang mendapatkan mata kuliah HAM tetapi fakultas lain juga. 12. Metodologi pengajaran HAM harus dirubah dengan memperkenalkan kasus-kasus HAM,

contoh: pilkada bukan hanya pemilu namun berkaitan dengan hak memilih dan dipilih. Adanya perusahaan berkaitan dengan hak untuk bekerja dan lain-lain. Pola pengajaran yang tematik lebih baik untuk dikembangkan dan tidak hanya berkaitan dengan pasal-pasal undang-undang dan konvensi Internasional tentang HAM.

13. HAM adalah Interelated, Interdependen yang tidak dikotomi antara satu dengan yang lain. 14. Dua pandangan terhadap HAM yaitu pandangan Negative Rights dan Positive Rights,

Negative Rights harus ada campur tangan pemerintah untuk memenuhinya.

15. Cara memperkuat rezim HAM adalah dengan metode pengajaran HAM yang lebih membumi, salah satu contohnya adalah mengajarkan HAM dengan tanpa menyebut istilah HAM.

16. Pendekatan yang Holistik, Multidisipliner dan Interdisipliner harus dipakai dalam pengajaran HAM.

(3)

Pertanyaan :

1. Materi Pengajaran HAM harus berkaitan dengan masalah lokal dan bagaimana cara mengambil masalah HAM lokal untuk dapat dimasukkan dalam kurikulum nasional termasuk terjadinya pelanggaran HAM dalam kebijakan publik pemerintah lokal.

2. Bagaimana konsep pelangaran HAM Berat dan Biasa.

3. Apa sebenarnya tujuan pengajaran HAM atau output yang diharapkan dari pengajaran HAM itu apa, dan hal itu akan berpengaruh pada metode yang digunakan.

4. Biasanya mata kuliah Hukum dan HAM adalah sub mata kuliah kewiraan dan pada semester berapa hukum dan HAM sebaiknya diajarkan

5. Bagaimana konsep kewajiban asasi dalam HAM

6. HAM adalah interdisipliner dan harus ada materi tentang Hak-hak perempuan

7. Kepentingan pasar yang tidak sebanding lurus dengan idealisme pengajaran HAM ditambah adanya SAP yang mempersulit untuk memasukkan unsur lokal

8. Kesadaran seperti apa yang akan dimunculkan sebagai hasil dari pengajaran HAM Jawaban :

1. Mata kuliah HAM masuk ke HT dan bukan HI. Dalam konteks Internasional, HAM adalah suatu perangkat yang mengatur hubungan antara Individu dengan Negara.

2. Selama ini perspektif yang saya pakai dalam konsep Hak dan Kewajiban adalah bahwa Kewajiban adalah milik negara, dan HAM adalah milik individu. Subjek HAM adalah Individu. Sehingga negara menjadi penjamin hak masyarakat.

3. Pelanggaran HAM adalah obligasi tersebut tidak dipenuhi oleh negara (state responsibility).

4. Bentuk obligasi contohnya hak untuk tidak ditangkap tanpa proses. Maka kewajiban negara adalah mengkriminalisasi penangkapan yang tanpa proses ke dalam Hukum Pidana.

5. Pelanggaran HAM berat di Indonesia merupakan bentuk ratifikasi atas konsep pelanggaran HAM berat internasional, yaitu adanya tindakan negara yang merupakan hasil dari skenario negara atau public policy bentuk pelanggarannya sangat banyak misal. Torture, dan lain-lain.

6. Dalam konteks lokal, harus ada interelasi antara masalah lokal dengan masalah nasional. 7. Output pendidikan HAM adalah menanamkan kepekaan untuk mempertahankan Sipil

Liberty. Atau penanaman komitmen untuk menegakan keadilan. Dan bukan hanya untuk menciptakan Human Rights Defenders.

8. Di balik huruf mati pasal ada sejarah hukum interaksi masyarakat internasional yang memunculkan HAM.

9. Pertanyaan tentang Kewajiban Asasi adalah alibi pemerintahan orba sebelumnya menghadapi kritik wacana HAM.

10. Institusi yang potensial melakukan pelanggaran HAM adalah Negara (state) dan perusahaan besar (perusahaan MNC).

(4)

12. Dalam konteks Indonesia, pelanggaran HAM oleh kebijakan publik belum ada pengadilan yang khusus. Maka tuntutan bisa dimajukan melewati Peradilan Tata Usaha Negara.

13. Saya lebih cenderung menempatkan HAM sebagai sub Hukum Internasional dari pada HTN. 14. Organisasi HAM internasional (Human Rights Commission) telah membuka kesempatan

yang luas kepada ahli-ahli HAM.

15. Sudah muncul Human Rights Audit (Gobal Compact oleh United Nations).

16. Salah satu untuk membangun sustainability adalah dengan mengadakan pertemuan reguler untuk memberikan tema-tema lokal atau membuat mail list untuk tukar informasi kasus lokal.

17. Market pasar tetap memerlukan Human Rights Complain.

C. Kontroversi Universitas dan Partikularitas HAM & Arah Pengajaran HAM (Dr. Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Prof. Dr. Nasikun)

Dr. Abdul Hakim Garuda Nusantara

1. Tidak ada rezim di dunia yang menyatakan diri sebagai pelanggar DUHAM.

2. Secara formal Universalitas HAM itu diakui pada tahun 1948 dengan keluarnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human Rights).

3. Universalisme adalah kesepakatan semua bangsa tentang penerapan Internasional Human Rights Law.

4. Human Rights merupakan standar pencapaian negara terhadap standar umum tetapi bukan sebagai norma hukum, standar umum merupakan kesepakatan bersama yang selalu berkaitan dengan nilai lokal.

5. Maka interaksi antara HAM dalam perspektif Internasional dan skala lokal akan memunculkan nilai universalitas HAM, HAM akan dapat ditegakkan hanya jika ia mau mengakui beragam pandangan terhadap HAM.

6. Kontroversi terjadi bukan dalam hal Universalitas HAM namun tentang Universalisme HAM. 7. Contoh: semua bangsa sepakat akan hak masyarakat untuk tidak disiksa, namun bagaimana

cara menerapkan hak tersebut dan bagaimana pola pengaturannya dalam konteks yuridis perundangan suatu negara, hal itu terjadi perbedaan antara satu negara dengan negara lain.

8. Dalam penerapannya, konteks sosial politik sangat mempengaruhinya. Dalam hal penegakan proses peradilan, penangkapan yang dilakukan polisi adalah sama, namun pengaturannya pasti berbeda.

9. Universalisme : HAM adalah sama, baik materi maupun penerapannya antara satu Negara dengan yang lain. Mereka menolak relatifisme cultural tentang HAM. Universalisme banyak dianut oleh orang barat dengan liberalisme berfikir.

10. Relatifisme: HAM tidak secara ekslusif pada budaya barat, tetapi melekat pada harkat dan martabat manusia karena pandangan moralitas masyarakat, maka HAM tidak dapat ditafsirkan tanpa mengakomodir pendapat lokal yang berbeda-beda. Relatifisme berkaitan

(5)

dengan perbedaan pandangan dan kemajemukan. Relatifisme kultural dikondisikan oleh agama, sosial, ekonomi, sejarah (multikultural).

11. Batas penghargaan: suatu Negara diberikan peluang dalam mengaplikasikan HAM boleh mempertimbangkan prinsip lokal yang kemudian dikenal dengan prinsip Margin of Appreciation.

12. Margin of appreciation penting untuk dipikirkan, tapi bagaimana hal ini digunakan tanpa harus membiarkan negara menjadi sewenang-wenang, untuk itu harus ada konsensus di parlemen.

13. Rakyat yang merasa hak-haknya dirugikan oleh negara bisa meminta pada mahkamah konstitusi untuk melakukan judicial review.

14. Dalam pengajaran perlu membangun suatu kesadaran kritis melalui perbandingan-perbandingan yang berbasis pasa kondisi real/empiris bangsa Indonesia.

15. Pendekatan pengajaran tidak hanya legal formal tetapi juga melalui pendekatan lintas disipliner (hukum-sosiologi,dan lain-lain). Karena mempelajari HAM dari sisi legal formal akan menemui banyak kesulitan.

Prof. Dr. Nasikun

1. Memulai dengan argument, bahwa universitas sejak awal kelahirannya merupakan culture counter freight dan culture counter hegemoni melawan dehumanisasi perjuangan Hak Asasi Manusia

2. Institusi Perguruan Tinggi harus melaksanakan kebijakan yang HAM oriented. Struktur dan mekanisme institusi universitas, disebut sebagai kurikulum yang tersembunyi. Karena ketika HAM diajarkan pada mahasiswa, kita harus berhitung apakah institusi tersebut mampu mengaktualisasikan HAM. Dilihat dari seberapa jauh mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan aktualisasi HAM (kebebasan mengemukakan pendapat, dan lain-lain).

3. Kematian universitas, terjadi karena mengingkari takdirnya.

4. Salah satu contoh pelanggaran HAM yang jelas adalah perampokan sumber-sumber hayati Indonesia dilakukan oleh negara-negara maju : Penyerbuan hasil rekayasa produk pertanian oleh Mosanto Inc. yang masuk ke Indonesia, pemberian hak paten kekayaan lokal oleh orang asing.

5. Pusat Studi harus mampu mempelajari HAM dalam konteks lokal maupun dalam konteks global.

6. Universitas harus mengembangkan kajian-kajian interdisipliner.

7. Universitas harus melakukan reformasi kelembagaan Universitas di tingkat kurikulum. 8. Universitas adalah pusat pengembangan HAM. Bukan hanya kurikulum tentang hukum

tetapi juga kurikulum di berbagai departemen. Salah satu isu kematian universitas adalah bahwa setiap departmen di universitas mau berdiri sendiri dan tidak mau diatur oleh universitas. Ini merupakan dampak dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

(6)

10. Penelitian-penelitian harus secara cerdas memilih tema-tema yang secara substantif berkaitan dengan HAM.

11. Penelitian universitas selama ini, referensi utamanya adalah dari kenyataan-kenyataan para penguasa. Akibat dampak kurikulum berbasis kompetensi.

Pertanyaan :

1. Pengaturan HAM sebenarnya bisa diajarkan pada peraturan HAM yang lain, misal hukum lingkungan, perdata, pidana dan lain-lain.

2. Bagaimana menggunakan teori relatifisme kultural untuk menjelaskan pelanggaran HAM di Indonesia dan untuk menjelaskan hanya diakuinya 2 kejahatan berat yang disebut pelanggaran HAM berat yaitu Genoside dan Craime againts humanity.

3. Undang-undang anti terorisme tidak melanggar HAM karena korban terorisme juga terlanggar hak-nya.

4. Apakah penggusuran adalah pelanggaran HAM.

5. Bagaimana dengan keberadaan raja seperti di Yogyakarta untuk mengimplementasikan margin of appreciation. Pelanggaran HAM yang terjadi adalah terselubung, bagaimana hukum dan HAM bisa bergerak dalam kondisi seperti ini. Maka harus ada Interpretasi HAM yang lebih khusus.

6. Bagaimana menurunkan konsep margin of appreciation dalam silabi pengajaran HAM di universitas.

Jawaban : Pak Hakim

1. Universalitas adalah dalam pengertian formil, dari dokumen internasional yang diterima oleh negara-negara yang pada waktu dirumuskan juga tidak ikut. Secara substansi apakah ada konsensus mengenai nilai yang bisa dijadikan untuk mengintrepretasi dan melaksanakan prinsip-prinsip itu yang penuh keanekaragaman. Saya tidak setuju hukuman mati karena ini bertentangan dengan hak hidup yang ada di dalam dokumen itu. Tetapi bisa juga diterima apabila didasarkan pada prinsip dan proses pengadilan yang objektif. 2. Kemampuan dari sistem hukum dan sosial dalam merespon kondisi-kondisi tersebut

bertentangan dengan prinsip negara tersebut. Apakah euthanasia bisa dimaksudkan secara sah dalam sistem hukum mereka.

3. Ada semacam perbedaan pandangan dalam mengimplemetasikan prinsip universalisme. 4. Ada hak-hak yang bisa disampaikan dan bisa disampaikan. Konsensus di parlemen tidak

final karena masih bias diuji di Mahkamah Konstitusi.

5. Tidak membenarkan praktek-praktek yang diklaim sebagai budaya yang membahayakan harkat dan martabat manusia.

6. Relativisme budaya tidak bias dikesampingkan tetapi untuk mendukung harkat manusia. 7. UU No. 39 adalah UU payung bukan UU sektoral.

(7)

8. UU HAM kita lebih berwarna-warni di banding KUHAP. Misalnya digunakannya 2 istilah dalam pasal. Sehingga tidak mengatur sanksi dari pelanggaran di sana, maka sanksi diatur dalam UU sektoral.

9. Margin of appreciation adalah sebuah diskresi atau ruang yang disediakan bagi negara-negara peserta konferensi untuk mengatur implementasi dari hak-hak tertentu yang dimuat dalam dokumen internasional tapi tidak boleh menyimpang dari konsensus tersebut, serta dilakukan melalui sistem yang demokratis. Di sistem kita dapat dilihat dari adanya Makamah Konstitusi.

10. Genocide masih menjadi masalah yang sulit untuk melakukan pengungkapan. 11. KKR akan komplemen dengan forum pengadilan.

Pak Nasikun

1. Pembakuan kurikulum harus mengakomodasi perspektif lokal.

2. Otokritik sangat penting, tapi memang satunya kata dan perbuatan memang problematik. 3. HAM seperti oksigen. Tetapi penolakan akan isu universalitas seperti penolakan atas isu

oksigen.

4. Masyarakat yang mempunyai kewajiban melakukan advokasi HAM harus paham benar akan isu-isu HAM. Misalnya dari masalah kurikulum pendidikan dan institusi demokratik untuk merumuskan kurikulum itu.

5. Reproduksi prinsip-prinsip HAM juga melalui proses politik. Tetapi dalam sistem demokratik parlemen bukan satu-satunya institusi demokratis tapi bisa juga melalui demontrasi.

(8)

Hari Kedua : Selasa, 31 Mei 2005

A. Urgensi dan Signifikasi Pendidikan HAM di Perguruan Tinggi (Prof. Dr. Muchtar Buchori dan Prof. Dr. Saparinah Sadli) Prof. Dr. Muchtar Buchori

1. Pendidikan HAM merupakan mata rantai transformasi nilai yang sangat baik, maka cara yang keliru akan dapat memperlambat proses transformasi.

2. Transformasi sistem nilai sebagai inti transformasi.

3. Transformasi masyarakat Indonesia adalah rangkaian perubahan yang terjadi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

4. Inti dari segenap perubahan ini ialah transformasi sistem nilai, dari sistem nilai yang terbentuk dalam zaman kolonial-feodal ke sistem nilai yang lebih egaliter.

5. HAM memuat nilai-nilai yang dirumuskan secara universal.

6. Implementasi HAM dalam masyarakat Indonesia harus memperhatikan kenyataan kenyataan yang ada.

7. Pendidikan HAM di perguruan tinggi Indonesia harus menggugah nurani mahasiswa terhadap soal-soal kemanusiaan.

8. Strategi Pendidikan HAM meliputi 3 unsur, yaitu tujuan pendidikan HAM, watak sosio-kultural HAM dan tipe intelektualita mahasiswa.

9. Tujuan Pendidikan HAM untuk Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: Mempersiapkan generasi baru yang mampu mengevaluasi sistem dan praktek manajemen masyarakat dan negara berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Deklarasi HAM, dan mampu merumuskan cara-cara untuk memperbaiki keadaan yang ada sekarang ini.

10. Tujuan pendidikan HAM dirumuskan secara politik karena HAM adalah suatu dokumen politik, setiap dokumen politik selalu membahas masalah pengelolaan masyarakat atau negara dan deklarasi HAM adalah hasil dari suatu perjuangan politik yang telah dimulai pada Permulaan Abad XIII.

11. Sejarah perkembangan HAM : Universal Declaration of Human Rights (PBB,1948) merupakan kelanjutan dari upaya menjunjung tinggi martabat manusia, yang telah melahirkan 3 dokumen sebelumnya, yaitu Declaration of the Rights of Man and Citizen (Perancis, 1779); Declaration of Independence (USA, 1776); Magna Carta (Inggris, 1215). Keempatnya merupakan dokumen tentang hak manusia untuk hidup yang bebas dari tekanan dan penindasan.

12. Strategi pendidikan HSM dalam watak sosio-kultural lingkungan adalah dengan cara Internalisasi nilai-nilai HAM akan terjadi secara lebih mudah, apabila Pendidikan HAM memperhitungkan kenyataan-kenyataan kultural setempat, baik yang mendukung, maupun yang menghambat implementasi nilai-nilai HAM.

13. Dua modus untuk melaksanakan Pendidikan HAM, yaitu modus teoretik-filosofis dan modus empirik-analitik.

14. Modus teoretik-filosofis, dan 15. Modus empirik-analitik.

(9)

16. Dua kecenderungan berfikir mahasiswa yaitu mahasiswa yang berfikir secara filosofis dan mahasiswa yang berfikir secara empirik analitik.

17. Maka cara pembelajaran yang harus dipraktekan adalah ceramah teoritik dan studi kasus yang analitik komparatif.

18. Untuk menjamin, bahwa ketentuan-ketentuan HAM selalu sepadan dengan perkembangan zaman, dibutuhkan kehadiran kelompok teoritik. Dan untuk menjamin bahwa setiap ketentuan yang sudah ada betul-betul dilaksanakan, dibutuhkan kehadiran kelompok praktisi.

19. Pendidikan HAM adalah pendidikan nilai yang bertujuan membimbing para mahasiswa untuk mengenali dan memahami nilai-nilai atau norma-norma kemanusiaan, dan secara sukarela menghormati dan turut mengusahakan, agar setiap norma ditaati oleh masyarakat.

20. Mengenal norma tidak selalu diikuti dengan pengamalan norma. Genosis tidak selalu menghasilkan praxis.

Prof. Dr. Saparinah Sadli

1. Nilai HAM adalah nilai universal yang harus dihormati semua orang.

2. Perbedaan budaya masyarakat bisa jadi merepresentasikan bentuk konsep HAM yang berbeda namun itu tidak mengurangi nilai universalitas HAM.

3. HAM perlu untuk mewujudkan kedamaian di muka bumi.

4. Pendidikan HAM adalah upaya untuk merekonstruksi sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

Perkembangan pendidikan HAM :

1. Tahun 1998 KOMNAS HAM telah memulai untuk melakukan pendidikan HAM melalui kegiatan Training of Trainers kepada tiga kelompok strategis, yaitu pertama, wakil dari TNI, Polisi, Pendidik, Wartawan, LSM. Kedua, wakil tokoh agama. Ketiga, wakil unsur penegak hukum.

2. Tujuan dari pendidikan tersebut adalah untuk menghasilkan Human Rights Educator. 3. Pada tahun 2000 Kelompok kerja Convention Watch UI telah menyelenggarakan kegiatan

dengan tujuan untuk disseminasi isu Anti Kekerasan terhadap kaum wanita.

4. Hasilnya lebih dari 75 Fakultas Hukum yang telah memasukan materi HAM dalam Perspektif Gender ke dalam mata kuliah Hukum dan HAM.

5. Materinya adalah berpatokan pada CEDAW (Undang-undang No. 7 tahun 1984).

6. Salah satu bentuk pendidikannya adalah dengan membuat buku pedoman tentang penyelenggaraan peradilan semu (moot court) untuk pelanggaran HAM.

(10)

Urgensi Dan Signifikansi Pendidikan HAM Di Perguruan Tinggi :

1. Pendidikan HAM belum menyentuh pada kelompok penting di masyarakat yang terutama mahasiwa.

2. Mahasiswa adalah calon penerus perjuangan bangsa yang akan tetap menegakan demokrasi, maka perlu ditanamkan nilai-nilai HAM.

3. Signifikansi pendidikan HAM adalah bahwa mahasiswa merupakan generasi yang dapat berfikir secara sistematis dan bersinggungan dengan pemikiran baru.

4. Proses pendidikan harus dilakukan dengan menerapkan ‘experiential learning’

5. Peran strategis Perguruan Tinggi adalah dia akan sangat dengan mudah untuk mempromosikan HAM kepada masyarakat luas, baik melalui institusi maupun melalui mahasiswa.

6. Pengembangan Kurikulum pendidikan HAM, Pertama, Mementingkan cara pendidikan yang dapat meningkatkan kesadaran dan mempromosikan pemahaman bahwa setiap manusia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan norma-norma yang menghargai martabat manusia tetapi juga untuk menghindari bertindak tidak manusiawi terhadap sesama manusia. Kedua, Memperhatikan pentingnya pendidikan hak asasi manusia dengan pendekatan multidisplin untuk membuka kesempatan bagi mahasiswa dengan berbagai latar belakang ilmu membahas bersama makna kebebasan dengan menghormati hukum. Ketiga, Mahasiswa memahami adanya interseksi antara budaya, hukum dan kebebasan dalam upaya menghormati martabat setiap manusia, tanpa membedakan ras, gender dan klas sosial-ekonomi.

7. Tujuan dari pendidikan HAM adalah a) Meningkatkan kesadaran tentang hak asasi manusia, b) Belajar tentang isu-isu hak asasi manusia, c) Belajar tentang sebab dan alasan terjadinya isu-isu hak asasi manusia, d) Belajar tentang solusi terbaik (ideal), e) Belajar tentang solusi yang praktis dan dapat dicapai, f) Komitmen mengenai promosi hak asasi manusia, g) Komitmen mengenai menyebar luaskan prinsip hak asasi manusia, h) Komitmen terhadap promosi hak asasi manusia dalam konteks budaya, agama dan politik yang berlaku.

8. Langkah-langkah yang diperlukan adalah pertama, Menyusun TOT-HAM untuk dosen dari berbagai disiplin ilmu yang akan bertanggungjawab terhadap matakuliah HAM. Kedua, Mengingat bahwa tujuan pendidikan HAM tidak hanya pengetahuan kognitif tetapi juga dapat diinternalisasi sebagai nilai (HAM sebagai nilai ideal dalam kehidupan masyarakat demokratis). Ketiga, Diterapkannya pendekatan pendidikan HAM secara kurikuler dengan metode pengajaran yang interaktif (dialog) yang memungkinkan mahasiswa untuk mendiskusikan bahan ajaran.

9. Pendidikan HAM di perguruan tinggi harus dijadikan mata kuliah wajib.

10. Kurikulum pendidikan HAM sebenarnya dapat diintegrasikan ke dalam disiplin ilmu yang lain.

(11)

11. Beberapa catatan penting dalam penyusunan kurikulum HAM adalah:

a. Setiap kurikulum pendidikan HAM di perguruan tinggi harus mengintegrasikan pemahaman hak asasi wanita sebagai hak asasi manusia (fs. 45 HAM no 39/99) mengingat komunitas perguruan tinggi terdiri dari perempuan dan laki-laki. Agar pendidikan HAM secara kurikuler dapat berkontribusi pada perjuangan bersama menuju mencapai keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender.

b. Kurikulum pendidikan HAM di perguruan tinggi yang secara sistematis mengintegrasikan Hak Asasi Perempuan adalah Hak Asasi Manusia akan dapat menghasilkan suatu kondisi lingkungan hidup bersama yang kondusif untuk dapat meyakini bahwa ‘bila semua orang memaHAMi ketidaksetaraan sosial, ekonomi, dan gender sebagai pelanggaran hak asasi manusia, maka dapat sekaligus diletakkan dasar-dasar kokoh yang mengarah pada keadilan sosial, terwujudnya kesetaran dan keadilan gender. c. Menyiapkan pendekatan multidisiplin dan cara mengajar interaktif bukan hal yang

sederhana. Karena lingkungan perguruan tinggi kita tidak mempunyai sejarah panjang dalam bidang studi multidisiplin dan masih mementingkan kejelasan akar suatu disiplin ilmu tertentu. Kondisi ini masih diperkuat oleh adanya kebiasaan dari kebanyakan dosen untuk mengajar dengan metode ‘sistem bangking’, terutama di tingkat Sarjana.

d. Setiap pendidikan di perguruan tinggi , pendidikan hak asasi manusia tidak bisa berkembang tanpa didukung oleh fasilitas penelitian dan penerapan ilmu, penelitian bidang hak asasi manusia dan hasilnya perlu dapat diakses oleh masyarakat pada umumnya, komunitas perguruan tinggi khususnya.

B. Ruang Lingkup Pengajaran HAM di Perguruan Tinggi (Artijo Alkostar, S.H., L.LM dan Fajrul Falakh, S.H., M.A.) Artijo Alkostar, S.H., L.LM

1. Konsep Universal HAM

- HAM yang melekat kepada manusia - HAM dan martabat

- HAM dan keadilan sebagai kebutuhan pokok rokhaniah individual dan komunal

- Konsekuensi krisis HAM yang melahirkan dokumen-dokumen HAM, charter, declaration, piagam, treaties, dan sejenisnya.

- HAM sejarah dan penegak keadilan sebagai guru umat manusia (the Great Law Giver) - Norma dasar HAM Internasional

2. Hak dan kewajiban asasi manusia menegakan HAM

- Crimes against humanity sebagai hostis humanis geneus (musuh seluruh umat manusia). Konsekuensinya mengadili merupakan kewajiban bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (ergo omens obligation)

(12)

- HAM dalam perspektif chaos, cosmos, nomo-logos, teknologos, dan real everyday life yang menyangkut revolusi sosial.

3. Proses Perkembangan HAM Internasional

- Evaluasi, institusi, dimensi (ruang dan struktur)

- Kedaulatan negara dan jurisdiksi pengadilan HAM internasional - Proteksi (perlindungan) dan prevensi (pencegahan)

- Transitional Justice, pengadilan ad hoc dan KKR

4. Tanggung jawab hukum

- Individual responsibility, command responsibility - Konflik horisontal, konflik vertikal dan konvensi Jeneva

- Instrumen-instrumen HAM, hukum HAM (human rights law), hukum humaniter (humanitarian law), refugee

- ICJ (International Court of Justice)

- Pemutaran film Nuremberg Tribunal, Malcom.X, dan sejenisnya.

5. Dokumen-dokumen HAM Internasional - Universal Declaration of Human Rights

- ICCPR (the International Convention on Civil and Political Rights) - CAT (the Convention Against Torture)

- CEDAW (the Convention on Elimination of All Form of Discrimination Against Women) - CERD (the Convention on the Elimination of All Form of Racial Discrimination) - Dan lain-lain

6. Generasi-generasi HAM - Hak-hak sipil dan politik

- Hak ekonomi, sosial dan budaya - Hak untuk membangun

7. Standar Internasional Peradilan HAM - Asas Retroaktif

- Pertanggungjawaban - Standar pembuktian - Dissenting Opinion - Sistem Pre-Trial - Prinsip non bis en idem

- Pengecualian terhadap ne bis in idem pengadilan tidak independen dan sham prosecution

(13)

- Tanggung jawab atasan dan komando pasal 7 ayat 3 satutie tribunal Jugoslavia dan Communal Responsibility

- Dasar retroaktif dalam menegakkan keadilan dan kemanusiaan

8. Proses Konvensi Internasional menjadi Hukum Nasional - Ratifikasi adopsi, customary international law

- Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia - Contoh-contoh konvensi, ILO, CAT, dll.

9. Sejarah Pengadilan Pidana Ad Hoc Internasional - Nuremberg

- Tokyo Tribunal, jus - ICTW

- ICTR

- Mixed Tribunal

- Model dan prosedur penuntutan kejahatan HAM - Non derogable right

- Konflik antar negara, konflik dalam negara, dan terorisme internasional - Rezim-rezim HAM dan pengadilannya

10. Mahkamah Pidana Internasional (MPI) - Statuta Roma

- Status permanen dan komplementer - Organ-organ

- Jurisdiksi

- Prinsip-prinsip dalam MPI : 9 Personalitas

9 Ratione temporis 9 Inperioritas

9 Tanggung jawab natural person 9 In Absentia

9 Nullum Crimean Sine Lege 9 Nulla Poena Sine Lege 11. HAM di Indonesia

- UUD 1945 dan amandemennya - UUDS 37 pasal HAM

(14)

12. Pengadilan HAM di Indonesia - UU HAM

- UU Pengadilan HAM

- Contoh-contoh kasus pelaksanaan HAM di Indonesia - Kasus-kasus pengadilan ad hoc untuk Timor Timur - Kasus Tanjung Priok

Fajrul Falakh, S.H., M.A.

Ruang lingkup pengajaran HAM :

1. Pendekatan-pendekatan dalam memahami HAM (termasuk paradigma negara hukum) 2. Arti penting studi HAM bagi studi hukum

3. Pengertian HAM (dimensi filosofis dan moral): hak-hak yang melekat pada manusia karena ia manusia (being human), bersifat universal, tak dapat dialihkan (indispensable, inalienable), tak terbagi (indivisible)

4. Kewajiban negara: to respect, to promote, to protect, to fulfill

5. Tradisi Bangsa-bangsa dan Instrumen-instrumen Internasional: DUHAM 1948 dan empat generasi HAM (politik dan sipil, sosial-ekonomi dan kultural, hak atas pembangunan, the right of nature)

6. Pendekatan-pendekatan dalam memahami HAM (termasuk paradigma negara hukum) 7. Arti penting studi HAM bagi studi hukum

8. Pengertian HAM (dimensi filosofis dan moral): hak-hak yang melekat pada manusia karena ia manusia (being human), bersifat universal, tak dapat dialihkan (indispensable, inalienable), tak terbagi (indivisible)

9. Kewajiban negara: to respect, to promote, to protect, to fullfill

10. Tradisi Bangsa-bangsa dan Instrumen-instrumen Internasional: DUHAM 1948 dan empat generasi HAM (politik dan sipil, sosial-ekonomi dan kultural, hak atas pembangunan, the right of nature)

C. Pendekatan dan Metodologi Pengajaran HAM di Perguruan Tinggi (Prof. Dr. Masyhur Effendi, S.H., M.S. dan Salman Luthan, S.H., M.H.) Prof. Dr. Masyhur Effendi, S.H., M.S.

1. Di dalam mencari pendekatan metodologi pengajaran adalah metodologi dan tujuan pengajaran menjadi penting.

2. Pengajaran : makna pendidikan. Sehingga tidak hanya sampai pada meeting of mind tetapi meeting of feeling, bisa menyentuh sampai pada wilayah yang pribadi. Menjadi pribadi yang terbuka dan sekaligus memiliki kemampuan untuk menjadi students today, leader tomorrow. Maka mahasiswa yang dalam jiwanya ada kesadaran HAM maka ke depan akan menjadi pemimpin bangsa yang sadar HAM.

3. Terkait dengan masalah menyentuh perasaan, adalah bagaimana membudayakan HAM sejak awal pada mahasiswa.Kemudian apakah HAM hanya untuk mahasiswa hukum?

(15)

4. Dalam rangka kita memberikan rangkaian mata kuliah HAM pada mahasiswa harus dilihat bahwa mereka kritis dan idealis. Oleh karena itu aspek-aspek idealisme perlu dibangun juga dikalangan mahasiswa.

5. Dengan mengembangkan aspek pendidikan , kita juga membangun citra HAM. 6. Metodelogi harus mengarah pada tujuan.

7. Bagaimana memasukkan tujuan-tujuan ini dalam kurikulum.

8. Bicara law enforcement berarti bicara HAM berarti bicara tentang system politik yang ada di negara tersebut.

9. Pada masa sebelumnya HAM menjadi sub mata kuliah Hukum Internasional atau Tata Negara, maka sebaliknya ditingkatkan menjadi mata kuliah yang berdiri sendiri dan setara dengan mata kuliah HI dan HTN.

10. Bagaimana menciptakan pemerataan keadilan dan kesejahteraan bisa dirasakan oleh warga semuanya.

11. Apabila kita mampu mengembangakan HAM: bisa mempersatukan bangsa, tidak tercabik-cabik, menjadi bangsa yang terbuka.

12. Salah satu tujuan utama pengajaran HAM adalah bagaimana mahasiswa mampu melakukan diseminasi HAM di wilayahnya.

Salman Luthan, S.H.,M.H.

1. Untuk bicara metode maka harus ditentukan terlebih dahulu tujuannya. 2. Ada beberapa permasalahan:

- Pengajaran HAM di Fakultas Hukum bersifat fragmentaris, tidak secara sistemik dalam kerangka ilmu hukum. Dalam pengajaran HAM seolah-olah dilihat seperti mata kuliah hukum dan HAM, padahal kalau dilihat lebih lanjut hampir semua jurusan ilmu hukum mempunyai dimensi HAM. Sehingga perlu ditentukan apa yang menjadi fokus dan apa yang harus disampaikan dalam mata kuliah hukum, sehingga tidak tumpang tindih. - Masih banyak dosen tidak memenuhi kualifikasi sebagai pengajar HAM sehingga ada

kemungkinan terjadi “pelanggaran” HAM di dalam kelas.

- Konsursium ilmu hukum sekarang sudah bubar maka sebenarnya policy apaakah mata kuliah diajarkan 4 atau 2 SKS merupakan kewenangan kita sekarang.

- Belum ada kesepakatan mengenai prioritas materi ajar (silabi). 3. Ada tiga potensi dalam pengajaran (kognitif, efektif dan psikomotorik)

4. Kurikulum di Fakultas Hukum dibagi dalam 2 wilayah : dimensi moral/nilai dan dimensi kognitif.

5. Dengan melihat kasus HAM berat, misalnya kasus Timor-timur, bagaimana terjadi penistaan terhadap kemanusiaan: bagaimana mahasiswa mampu mengapresiasikan HAM dalam masayarakat :

- Kajian kritis atas hukum yang dilanggar - Penghayatan atas HAM

(16)

6. Matode pengajaran, tidak lepas dari metode konvensional : diskusi. Selain itu juga dengan audio visual, menayangkan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Pertanyaan :

1. Kadangkala untuk membangun idealisme di kampus, terjadi perbenturan dengan aturan birokrasi kampus

2. Dalam dunia akademis lebih dipentingkan meeting of mind dari pada meeting of feeling 3. Mata kuliah HAM hanya perlu diajarkan dalam 2 SKS, karena itu akan menjadi dasar bagi

pengembangan disiplin ilmu hukum lain.

4. Seringkali proses penerimaan mahasiswa malah tak manusiawi dan cenderung melanggar HAM.

5. Perlu adanya pendekatan analitik dalam pengajaran HAM

Jawaban : Pak Masyhur

1. Bicara nilai berarti bicara hati nurani: adalah jembatan antara manusia dan Tuhan dan hati nurani tidak bisa bohong.

2. Penentuan semester yang pas adalah semester 2 karena saat untuk membentuk watak. Pak Salman

1. Penempatan mata kuliah hukum dan HASM di semester berapa? Karena HAM menempatkan negara dan warga negara: hukum publik, oleh karena itu tidak disejajarkan dengan Hukum Pidana, Internasional Publik, Tata Negara. Sehingga harus diberikan setelah Hukum Pidana, dll.

2. Alat evaluasi keberhasilan pengajaran HAM adalah sikap bisa diuji, bagaimana sikapnya terhadap nilai-nilai sebelum dan sesudah ikut pengajaran HAM.

3. HTN melindungi HAM secara deklaratif, tetapi kalau pidana melindungi HAM dengan cara-cara karakteristik hukum pidananya

4. Di dalam kelas ada kaidah sopan-santun yang juga harus dijaga oleh mahasiswa sehingga tidak menjadikan HAM untuk menjadi alasan untuk bebas bersikap.

5. Penegak hukum menegakan nilai-nilai melalui penegakan nilai-nilai yang ada. Penegak hukum malah banyak yang melanggar nilai, memberi aturan yang tidak jelas. Sehingga dunia hukum dan dunia pendidikan harus bekerjasama, saling konsisten menegakan nilai-nilai itu.

6. Metode: Melakukan kritisi secara kognitif, Afeksi: bagaimana menghayati bagaimana ketika terjadi penistaan terhadap harkat martabat manusia (untuk pengasahan empati, nurani dan rasa)

7. Dalam kelas orang juga harus demokratis, semua konsep katakanlah, tak tergantung pada konsep dosen saja. Dan biarkan mahasiswa memilihnya.

(17)

Hari ketiga : Rabu, 1 Juni 2005

A. Diskusi I Materi : Kurikulum dan Silabi Pengajaran HAM 1. Universitas Padjajaran Bandung

2. Universitas Negeri Makasar 3. Universtias Islam Indonesia 4. Universitas Negeri Padang Summary Diskusi :

1. Perlu ada penamaan yang jelas terhadap materi ini, apakah mengunakan nama “Hukum dan HAM” atau mengunakan namun Pendidikan/Pengajaran HAM. Disababkan ada kemungkinan bisa dengan materi Ilmu Hukum

2. Bahwa pemberian mata kuliah ini harus juga dibuat standar semesternya agar dapat disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa dalam menerima ataupun memahami materi tersebut.

3. Sebaiknya kurikulum dan silabi ini memperhatikan juga perkembangan HAM di Indonesia, termasuk memperhatikan lokalitas daerah dimana pengajaran HAM tersebut diberikan 4. Perlu ada standar tentang standar pengertian dasar HAM, Ruang Lingkup HAM,

Instrumen-Instrumen HAM, Teori-Teori yang diberikan, Studi Kasus serta wacana-wancana pengembangan HAM selanjutnya. Disamping itu tetap memperhatikan kearifan lokal masing-masing daerah

5. Untuk materi HAM yang begitu luas dan banyak perlu ada penambahan SKS bukan saja 2 SKS yang selama ini diberikan di masing-masing fakultas

B. Diskusi II Materi : Metode Pengajaran HAM di Perguruan Tinggi 1. Universitas Hasanudin Makasar

2. Universitas Cenderawasih Papua 3. Iniversitas Diponenegoro Semarang 4. Universitas Nusa Cendana Kupang Summary Diskusi :

¾ Universitas Hasanuddin

1. Keberhasilan pengajaran, selain ditentukan oleh substansi pelajaran, juga harus dirumuskan dengan tepat, tujuan yang ingin dicapai dengan pengajaran tersebut. Untuk menghindari tumpang tindih mata kuliah di level S1 dan S2, serta S3.

2. Metode pengajaran HAM pada dasarnya sama dengan metode pengajaran mata kuliah lain di Perguruan Tinggi, bukan hal baru.

3. Tidak ada model tunggal dalam metode.

4. Perlu dipikirkan, perubahan paradigma, proses pembelajaran dari sifafnya yuridis normatif, ke sosio-yuridis. Perlu dimensi lain dikaitkan.

(18)

6. Metode pengajaran (pengalaman Makassar): tatap muka, diskusi kelas, tugas mandiri, audio visual, case study, integrasi materi HAM dengan mata pelajaran lain.

7. Di Unhas, Pusham Unhas menjadi bank data untuk penelitian Skripsi, dan Tesis ¾ Universitas Cendrawasih (Yusak E. Reba)

1. Tidak semua materi HAM diajarkan di kelas ada aspek HAM lain, yang diajarkan pada bidang lain, seperti Hukum Pidana, Agraria dan lain-lain.

2. Metode kuliah, ceramah dan tanya jawab, fasilitas terbatas, ada problem metode. Diskusi isu-isu aktual di Papua dan nasional.

3. Ada 3 dosen yang mengajar dengan keterbatasan masing-masing.

4. Perlu pengelolaan Kelas yang lebih baik. Di antaranya dengan mengangkat isu-isu aktual yang terjadi di tingkatan lokal.

¾ Universitas Diponegoro (Kartini Sekartadji)

1. Mata Kuliah HAM di Undip, diampu oleh dosen Hukum HI, dosen Hukum Acara juga 2. Metode perkuliahan masih tardisional, tatap muka, ada penugasan. Ada problem,

kalau tugas diberikan satu-satu permahasiswa, dosen juga tidak bisa menyelesaikan. Kalau diberikan per kelompok, ada mahasiswa gandul, titip nama saja. Ada problem penugasan yang dilematis.

3. Kalau diberi tugas, analisa mahasiswa semester 3 masih rendah.

4. Namun, mahasiswa harus tahu, memahami, namun untuk merubah sikap, masih pesimis.

5. Pengajaran HAM yang dibayangkan untuk ke depan:

ƒ Tidak normatif, membumi, bersinggungan dengan ilmu-ilmu lain, ilmu pilitik, mengeliminasi pendekatan positivistik, dengan menggunakan pendekatan yang lebih ke arah phsico-sosialigical studies, critical studies. Sehingga mahasiswa lebih kritis, mahasiswa mengalami penanaman nilai.

ƒ Kelas dibikin paralel, kalau kebanyakan.

ƒ Pengajaran tidak linear, monolog, dosen lebih sebagai fasilitator: memberi pancingan, ada umpan balik. Memang yang ideal, seperti pak Rudi, namun tiap daerah punya lokalitas.

ƒ Tiap 2 tahun materi HAM harus ada pembaharuan, review.

ƒ Pengajaran HAM, selain berdiri sendiri, terintegrasi ke dalam berbagai mata kuliah, dengan spesifikasi masing-maisng mata kuliah (integrated curiculum). ƒ Berharap ada standar-standar, yang sesuai masing-masing fakultas, lokalitas dan

(19)

Tanggapan Peserta :

1. Ada dua tataran yang masing-masing berbeda metodenya:

ƒ Teoritik: ceramah, analisa, berkreasi, yanya jawab, guyon juga jalan, disambung diskusi, tanya jawab.

ƒ Tataran praksis: studi kasus, membuat metode VCT, ada 10 pola yang bisa dikembangkan. Boleh juga dengan menggunakan metode brain storming, dan dosen berperan sebagai fasilitator.

2. Perlu ditambah kasus-kasus yang telah diputus pengadilan, baik nasional ataupun internasional.

3. Akan lebih menarik penggunaan media audio visusl seperti pemutaran film dan pembahasan terhadap film tersebut.

4. Teoritik: ceramah, analisa, berkreasi, yanya jawab, guyon juga jalan, disambung diskusi, tanya jawab.

Summary Diskusi (Kesimpulan Moderator) : ¾ Prinsip pengajaran menyangkut :

1. Orientasi Pengajaran HAM dari normatif ke sosial 2. Humanis

3. Tidak ada metode tunggal, tergantung berbagai macam variabel 4. Pengajaran yang baik bervariasi

¾ Metode yang bagus : 1. Inquiry Method

2. Value Clarification Technik 3. Investigasi

4. Ceramah, 5. Diskusi 6. Penugasan

7. Diperkaya oleh media dan sarana (film)

8. Sumber belajar (bank data seperti Pusham di Makassar) ¾ Variabel yang mempengaruhi Metode Pengajaran :

1. Tujuan 2. Mahasiswa 3. Materi 4. Alat 5. Lingkungan

(20)

C. Diskusi III Materi : Metode Evaluasi Pengajaran HAM 1. Universitas Sriwijaya Palembang

2. Universitas Muhammadiyah Malang 3. Universitas Lampung

Summary Diskusi :

¾ Universitas Sriwijaya (Amzulian Rifa’i)

1. Apakah dosen memiliki GBPP atau SAP atau tidak. 2. SAP untuk tolok ukur pengajaran HAM.

3. Karakteristik Perkuliahan : Kelas Besar atau Kecil, Fasilitas (Multimedia atau), Materi yang diajarkan dan Bahasa yang digunakan. Ini beberapa hal yang dipakai untuk melakukan evaluasi.

4. Cara Evaluasi, Kelas Besar : Tanya Jawab, Paper (diketik dan tulis tangan), Makalah kelompok (dengan beberapa topik tertentu yang kemudian diseminarkan).

5. Kelas Kecil : Diskusi terhadap topik tertentu sesuai dengan SAP, Kuis (diskusi terhadap jawaban), Brainstorming pada awal pertemuan dengan menampilkan beberapa pertanyaan dari pertemuan sebelumnya.

6. Fasilitas (multimedia, internet, film) evalusinya adalah dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan isi film yang sebelumya dilihat, sejauh mana mahasiswa memahami jalan cerita dan kemudian dikaitkan dengan teori-teori.

7. Internet (kasih tugas mahasiswa untuk mencari data tentang isu-isu HAM), Evaluasinya: sejauh mana mahasiswa mendapatkan materi yang ditugaskan.

8. Kuliah lapangan. dengan membuat kerjasama dengan lembaga lain misal: mengirim mahasiswa ke LBH. Evaluasi: mahasiswa menggambarkan data-data pelanggaran HAM lokal yang ada di LBH.

9. Nilai Ahir 0-44 : E, 45-54: D, 55-64:C, 65-79:B, 80-100:A.

10. Apakah mahasiswa adalah aktivis atau bukan perlu juga dijadikan pertimbangan. ¾ Universitas Lampung (Agus Salim)

1. Target (pemahaman, pengetahuan dan kepedulian).

2. Ada tiga hal yang dijadikan dasar evalusi : Pangajar, Materi dan Mahasiswa. ¾ Universitas Muhammadiyah Malang (Sulardi)

1. Diajarkan mulai semester 6.

2. Evaluasi berkaitan dengan metode pengajaran HAM (ceramah, Diskusi kelompok, Studi Kasus).

3. Kelompok studi kasus evaluasinya adalah bagaimana mahasiswa mampu menganalisis kasus.

4. Kelompok diskusi evaluasinya adalah aktif tidaknya mahasiswa dalam diskusi. 5. Metode ceramah evaluasinya adalah dengan pemberian soal.

(21)

Pertanyaan :

1. Apakah evaluasi pengajaran HAM itu harus dilakukan pada akhir proses atau pada pertengahan proses pengajaran.

2. Mahasiswa juga diberi hak untuk melakukan evaluasi terhadap dosen pengajar (materi, metode dan lain-lain).

3. Bolehkan dosen diperbolehkan menggunakan penilaian terhadap (norma/keseharian/kepribadian) selain angka nominal.

4. Evaluasi itu Tes saja atau non-tes juga (lisan atau tertulis). 5. Tes tulis apakah tes subyektif atau tes obyektif.

6. Bagaimana dengan metode multiple choice. Jawaban/komentar balik :

Amzulian

1. Mata kuliah HAM wajib untuk semua jurusan dan diajarkan pada semster 6.

2. Evaluasi dosen pada ahir perkulaiahan. Evaluasi pengajaran dilakukan selama proses perkuliahan

3. Untuk bahasa inggris dilakukan 3-4 kali pertemuan setiap semester

4. Penilaian tidak hanya dengan angka-angka (aktifitas kelas, aktifitas kulaih lapangan, mahasiswa aktifis).

5. Take home exam lebih positif karena bisa dikerjakan bersama dengan referensi yang beragam.

6. Sarjana S1 maksimal 5 kelompok untuk tugas kelompok, setelah selesai dilakukan seminar sehari.

7. Film bisa dipergunakan tidak hanya dalam mata kuliah HAM, namun mata kuliah lain juga bisa dipakai. Dan dosen harus melihatnya dulu berulang-ulang.

8. Dengan mengudang pembicara tamu. Agus Salim

1. Kurikulum adalah untuk sarjana strata satu (S1).

2. Maka penilaian yang dilakukan harus disesuaikan dengan konteks.

3. Evaluasi biasanya dilakukan dengan mengajukan kasus kepada mahasiswa. Sulardi

1. Ada berbagai model dalam melakukan evaluasi, namun tidak semua metode evaluasi bisa diberikan pada semua waktu.

2. Metode evaluasi yang dilakukan pada saat semeter 2 tentu tidak sama jika dilakukan pada saat semester 6.

3. Adanya BKMA, badan kendali mutu akademik yang akan melakukan evaluasi terhadap kinerja dosen.

(22)

Summary Diskusi (Kesimpulan Moderator) :

1. Evaluasi berkaitan dengan alokasi waktu semster 2 atau semester 6.

2. Indicator penilaian :aktifitas mahasiswa, analisis kasus, film, tes, keaktifan dalam diskusi. 3. Model evaluasi berkaitan dengan silabi, SAP, fasilitas, kapasitas dosen.

4. Media evaluasi bersinggungan dengan masing-masing fakultas dan tidak harus dilakukan univerformitas.

(23)

Hari Keempat : Kamis, 2 Juni 2005

Kelompok I (Merumuskan Silabi Buku Ajar HAM) A. KOMPETENSI DASAR

1. Faham tentang HAM.

2. Peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan. 3. Memahami aspek HAM dalam rumpun hukum. 4. Kritis terhadap persoalan HAM.

5. Pak Muchtar Buchori: Mempersiapkan generasi baru yang mampu/menilai/ mengevaluasi sistem dan praktek-praktek manajemen masyarakat dan negara berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam DUHAM, mampu menemukan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang ada selama ini.

6. Memiliki kesadaran dan penerapannya tentang nilai HAM.

7. Mahasiswa mengerti dan memahami serta menerapkan nilai-nilai HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta mampu memecahkan persoalan-persoalan HAM baik nasional, regional maupun internasional.

B. INDIKATOR PENCAPAIAN

1. Kritis terhadap persoalan HAM.

2. Mampu menjelaskan tentang nilai-nilai HAM. 3. Mampu menganalisis masalah-masalah HAM.

4. Memiliki tanggungjawab terhadap persoalan-persoalan HAM. 5. Mampu membedakan pelangaran-pelanggaran HAM dan Hukum.

6. Mampu menganalisis nilai-nilai HAM dalam peraturan dan perundangan (nasional-internasional).

7. Mampu melakukan advokasi HAM. C. SILLABI/POKOK-POKOK BAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN

ƒ Pengertian Hak Asasi Manusia

ƒ HAM sebagai nilai universal yang melekat pada diri manusia ƒ HAM sebagai wujud rasa keadilan masyarakat

ƒ Norma dasar HAM

BAB II. TEORI-TEORI HAM ƒ Teori Ketuhanan ƒ Hukum Kodrat ƒ Teori Hukum Positif ƒ Realisasi Hukum

(24)

BAB III. SEJARAH DAN DINAMIKA HAM

ƒ Sejarah Perkembangan HAM Internasional ƒ Sejarah Perkembangan HAM Nasional BAB IV. TANGGUNG JAWAB HUKUM

ƒ Individual responsibility, command responsibility ƒ Konflik horisontal, konflik vertikal dan konvensi Jeneva

ƒ Instrumen-instrumen HAM, hukum HAM (human rights law), hukum humaniter (humanitarian law), refugee

ƒ ICJ (International Court of Justice)

BAB V. DOKUMEN-DOKUMEN HAM INTERNASIONAL ƒ Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

ƒ The International Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) ƒ The Convention Against Torture (CAT)

ƒ The Convention on Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW) ƒ The Convention on the Elimination of All Form of Racial Discrimination (CERD) ƒ dll.

BAB VI. GENERASI-GENERASI HAM ƒ Hak-hak Sipil dan Politik

ƒ Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya ƒ Hak untuk Membangun

BAB VII. STANDAR INTERNASIONAL PERADILAN HAM ƒ Asas Retroaktif

ƒ Pertanggungjawaban ƒ Standar pembuktian ƒ Dissenting Opinion ƒ Sistem Pre-Trial ƒ Prinsip non bis en idem

ƒ Pengecualian terhadap ne bis in idem pengadilan tidak independen dan sham prosecution

ƒ Tanggung jawab atasan dan komando pasal 7 ayat 3 Satutie Tribunal Jugoslavia dan Communal Responsibility

ƒ Dasar retroaktif dalam menegakkan keadilan dan kemanusiaan BAB VIII. PROSES KONVENSI INTERNASIONAL MENJADI HUKUM NASIONAL

ƒ Ratifikasi adopsi, customary international law

ƒ Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia ƒ Contoh-contoh konvensi, ILO, CAT, dll.

(25)

BAB IX. SEJARAH PENGADILAN PIDANA AD HOC INTERNASIONAL ƒ Nuremberg ƒ Tokyo Tribunal ƒ ICTW ƒ ICTR ƒ Mixed Tribunal

ƒ Model dan prosedur penuntutan kejahatan HAM ƒ Non derogable right

ƒ Konflik antar negara, konflik dalam negara, dan terorisme internasional ƒ Rejim-rejim HAM dan pengadilannya

BAB X. MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL (MPI) ƒ Statuta Roma

ƒ Status permanen dan komplementer ƒ Organ-organ

ƒ Jurisdiksi

ƒ Prinsip-prinsip dalam MPI − Personalitas

− Ratione temporis − Inperioritas

− Tanggung jawab natural person − In Absentia

− Nullum Crimen Sine Lege − Nulla Poena Sine Lege BAB X. HAM DI INDONESIA

ƒ UUD 1945 dan amandemennya ƒ UUD pasal HAM

ƒ Sejarah dan fungsi Komnas HAM (Keppres No.50 Tahun 1993) BAB XI. PENGADILAN HAM DI INDONESIA

ƒ UU HAM

ƒ UU Pengadilan HAM

ƒ Contoh-contoh kasus pelaksanaan HAM di Indonesia

(26)

Kelompok II (Membentuk Jaringan dan Pogram Kerja Pengajar HAM di Indonesia) Point Diskusi Awal :

a. Perlu adanya organisasi yang dapat menjadi wadah pengajar mata kuliah HAM. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah koordinasi dan juga wadah yang dapat membuat program penguatan dan peningkatan kemampuan dan kualitas dosen pengajar mata kuliah HAM.

b. Perlu dibentuk forum komunikasi, forum ini dapat dijalankan melalui fasilitas internet dan lain-lain. Forum komunikasi ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) wilyah misalnya wilayah Indonesia Barat, Indonesis Tengah dan Indonesia Timur.

c. Perlu ada sekretariat pusat sebagai kendali dan juga sebagai kantor pusat jaringan

d. Perlu ada langkah-langkah identifikasi anggota, baik yang hadir dalam semiloka maupun yang tidak hadir.

e. Untuk itu sebaiknya dosen pengajar mata kuliah HAM membuat Asosiasi sebagai wadah komunikasi, koordinasi dan saling tukar informasi pengajar HAM

f. Setelah asosiasi terbentuk, maka pertama yang harus dilakukan adalah menyusun program asosiasi. Ada beberapa program yang dapat dikembangkan antara lain: Seminar, pembuatan jurnal, pelatihan kepada pengajar yang tingkatannya mulai basic hingga advance, dan lain-lain

Beberapa hasil keputusan bersama yang akan ditindak lanjuti yaitu pembentukan Asosiasi dengan menggunakan jaringan sebagai alat komunikasinya. Berikut beberapa catatan tentang asosiasi tersebut :

1. Nama

Asosiasi Pengajar HAM Seluruh Indonesia disingkat (ASPAHAMI) 2. Tujuan

1. Meningkatan kualitas pengajar HAM dan peduli pada perkembangan HAM 2. Berperan serta dalam menyebarluaskan dan megembangkan kesadaran HAM 3. Struktur

Jenjang: Koordinator Nasional (KorNas), Koordinator Wilayah-Propinsi (KorWil), Koordinator Daerah-Kabupaten (KorDa).

Perlu mempertimbangkan basis perguruan tinggi. Ada yang 1 propinsi 1 wilayah, bisa juga 1 propinsi yang meliputi beberapa wilayah, dan ada juga propinsi yang gabung dengan propinsi lain yang gabung dalam 1 wilayah.

Keterangan: a. Kornas

1. Berkedudukan di Pusham UII (Sekretariat Pusham UII), meski ketua umumnya bukan dari Pusham UII.

(27)

b. Korwil dan Korda

Tergantung kondisi wilayah:

1. Di Jawa, 1 propinsi bisa beberapa wilayah, berdasarkan eks karesidenan. 2. Di luar Jawa 1 propinisi, 1 wilayah.

Struktur Nasional: a. Ketua Umum Wakil ketua :

− Wakil Ketua I − Wakil Ketua II − Wakil Ketua III b. Sekretaris Umum

Wakil Sekretaris :

− Wakil Seketaris Umum I − Wakil Seketaris Umum II − Wakil Seketaris Umum III c. Bendahara Umum

Wakil Bendahara

d. Bidang-bidang: (sesuai kebutuhan) 1. ………

2. ……… 3. ……… e. Anggota Asosiasi

Orang-perorang pengajar HAM, semua pengajar HAM di PTN, PTS, yang mendaftarkan diri dalam asosiasi.

4. Program

1. Mengkordinasikan pengajar HAM di seluruh Indonesia, PT negeri maupun swasta. 2. Menyusun dan mengevealuasi kurikulum HAM.

3. Menyuusn buku ajar HAM.

4. Membuat maling list, membuat website.

5. Mendorong terbetuknya Pusham di masing-masing PT (Perguruan Tinggi), negeri maupun swasta yang belum ada.

6. Meningkatkan kualitas pengajar, training tingkat dasar, madya dan tingi (up grading). 7. Publikasi tentang studi-studi HAM, melalui jurnal .

8. Membangun jaringan eksternal (pemerintah, dll).

(28)

5. Maling List:

Moderator : Pusham UII

Nama mailis : aspahami@yahoogroups.com

Kelompok III (Kisi-Kisi Buku Ajar, Agenda Kelanjutan, Masa Uji Coba dan Evaluasi) A. LATAR BELAKANG

1. Ada dua buku yang akan ditulis yaitu buku ajar yang akan ditulis oleh Tim Penulis Khusus dan buku bacaan (suplemen tambahan) yang ditulis oleh seluruh peserta workshop.

2. Ada rencana untuk mengadakan TOT pada bulan September atau Oktober. 3. Akan dibuatkan mailing list sebagai sarana tukar informasi antar peserta.

4. Uji coba, perdebatan pada semester berapa dan berapa SKS mata kuliah HAM diajarkan adalah merupakan hal yang kondisional tergantung pada policy masing-masing fakultas dimasing-masing Universitas.

B. KISI-KISI BUKU BACAAN Topik-topik Strategis :

1. Hak Perempuan

2. HAM dan Lingkungan Hidup 3. HAM dan Pembagunan 4. HAM dan Terorisme

5. HAM dan Politik Internasional 6. HAM dan Kelompok Marginal 7. HAM dan Konstruksi Politik Nasional 8. HAM dan Hubungan Internasional 9. HAM dan Penguasaan Tanah 10. HAM dan Perkembangan Ekonomi

11. Pelanggaran HAM dan System Penegakannya (Hukum Humaniter) 12. Pemikiran HAM dari Tokoh Nasional dan Internasional

13. Sejarah Perkembangan HAM 14. Peradilan HAM

15. HAM dan Perspektif Budaya 16. HAM dan Agama

17. HAM dan Birokrasi Pemerintahan 18. Prospek Penegakan HAM di Indonesia 19. International Labour Organization 20. Discrimination

21. HAM dan Globalisasi 22. Hak Asasi Anak

(29)

23. Perbandingan Konsep HAM di Beberapa Negara 24. Hak Pandidikan dan Kesehatan

25. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

26. Peranan KOMNAS HAM dalam Penegakan dan Perlindungan HAM Metodologi Penulisan Artikel (Untuk Buku Bacaan) :

1. Pendahuluan 2. Pembahasan

3. Kesimpulan dan saran

4. Daftar Pustaka (sesuai kaidah ilmiyah baku) Teknis :

1. Tulisan dikumpulkan paling lambat ahir Agustus

2. Tebal tulisan adalah 15-20 lembar, ukuran 1,5 spasi, font arial (12) 3. Istilah asing ditulis kursif (miring)

4. Menggunakan foot note

5. Biodata Penulis (nama lengkap, pengajar di mana) C. KISI-KISI BUKU AJAR HAM

Sistematika Setiap Bab : 1. PENDAHULUAN

Pada bab ini anda akan belajar mengenai masalah ……, dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui …… (Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dan Tujuan Instruksional Umum (TIU)

1. Uraian Pengantar 2. Ilustrasi

3. Rangkuman

4. Pelatihan-pelatihan dengan soal untuk evaluasi 5. Penutup

6. Daftar Pustaka (buku bacaan) setiap BAB

Sistematika ini berlaku untuk tiap-tipa bab, sedangkan substansinya menyesuaikan dengan hasil kelompok 1 (satu) di atas.

Jawaban (kunci jawaban) atas soal-soal evaluasi tiap bab dimunculkan jadi satu di ahir buku ajar. Hal ini dilakukan guna mengurangi keinginan mahasiswa untuk membaca kunci jawaban sebelum mencoba manjawabnya sendiri.

2. MASA UJI COBA

Uji coba dilakukan selama 1 (satu) tahun di beberapa universitas yang nanti akan ditentukan kemudian.

(30)

3. EVALUASI

Dilakukan setelah masa uji coba selama satu tahun selesai. 4. REKOMENDASI

1. Penggunaan buku ajar dan silabi HAM yang akan disusun ini bisa direkomendasikan ke forum pertemuan dekan yaitu Badan Kerjasama Dekan yang dikoordinatori oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

2. Kepada seluruh peserta semiloka diharapkan untuk menulis makalah untuk kepentingan penyusunan buku bacaan HAM, sebagai pendukung buku ajar.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pembahasan mengenai pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik baik dari teori maupun dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan maka dapat

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah menerapkan metode AHP kedalam sistem pendukung keputusan untuk pemilihan calon

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan segala rahmat serta karuniaNya sehingga penyusun telah dapat menyelesaikan Tugas Akhir “Pra Rencana

Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR) dalam Hadiwijoyo (2012 : 68) definisi dari desa wisata adalah suatu kawasan pedesaan dengan keseluruhan suasana yang asli dan khas baik dari

Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis pengaruh kepemimpinan secara parsial terhadap disiplin kerja guru di SMPN 2 Pasarkemis 2) menganalisis pengaruh

4.1.1 Pada peringkat akhir pemerintahan Bani Umaiyah, golongan mawali (orang Islam bukan Arab seperti Parsi dan Barbar) merasa didiskriminasikan (tidak dapat jawatan dan

Balai besar adalah badan yang berfungsi melaksanakan penelitian, pengembangan, kerjasama, standarisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi

Masyarakat suku Tolaki dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat, pesta pernikahan, kematian maupun dalam