• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. artritis dan paling banyak diderita oleh pasien usia tua. Osteoartritis dikaitkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. artritis dan paling banyak diderita oleh pasien usia tua. Osteoartritis dikaitkan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Osteoartritis adalah kondisi degradasi kronik dari tulang kartilago dan sendi. Penyakit ini merupakan bentuk paling umum yang dijumpai dari penyakit artritis dan paling banyak diderita oleh pasien usia tua. Osteoartritis dikaitkan dengan nyeri, kecacatan substansial, dan pengurangan kualitas hidup (Anonim, 2009).

Osteoartritis menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan sekitar 10%–15% orang dewasa lebih dari 60 tahun menderita osteoartritis (Reginster, 2002). Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Koentjoro dkk., 2010). Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan osteoartritis di Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk.

Gejala umum osteoartritis adalah nyeri pada sendi. Pada usia 65 tahun ke atas, nyeri yang tidak diatasi dapat menyebabkan menurunnya status kesehatan dan penurunan fungsi kognisi serta mobilitas pasien. Nyeri merupakan gejala paling umum yang menyebabkan kecacatan di kemudian hari dan menyebabkan ketergantungan terhadap orang lain (Reid dkk., 2012).

(2)

Nyeri yang tidak diterapi memiliki dampak signifikan pada penderita dan keluarga. Menurut hasil survei dan siaran pers dari American Pain Society dengan judul The Chronic Pain America: Roadblocks to Relief Study menyatakan bahwa nyeri mempunyai dampak negatif pada kualitas hidup. Nyeri mengurangi kemampuan untuk berkonsentrasi, melakukan pekerjaan, latihan, bersosialisasi, mengerjakan pekerjaan sehari-hari dan tidur yang dapat mengakibatkan depresi, isolasi, dan kehilangan harga diri.

Terapi untuk artritis seharusnya dimulai dengan evaluasi menyeluruh pada pasien termasuk penilaian nyeri dan evaluasi fungsi (DeAngelo & Gordin, 2004). Pengukuran nyeri pada osteoarthritis dapat menggunakan Wong-Baker Faces Pain

Relating Scale (WBS), Numeric Rating Scale (NRS), Faces Pain Scale-Revised

(FPS-R), Visual Analog Scale (VAS) dan Verbal Rating Scale (VRS). Semua instrumen pengukuran tersebut sensitif untuk pengukuran nyeri kronik osteoarthritis. Hasil yang didapatpun tidak berbeda bermakna secara statistik (Bashir dkk., 2013).

Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) dan mengukur domain tertentu saja (hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang). Pada osteoartritis dapat digunakan Medical

Outcomes Short Form 36 Health Survey (SF-36), Western Ontario and McMaster

(WOMAC), Arthritis Impact Measurement Scales 2 Short Form (AIMS2-SF), dan

(3)

Obat-obatan yang umum digunakan untuk osteoartritis termasuk obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAID), asetaminofen, suplemen

over-the-counter (glukosamin dan kondroitin), dan agen topikal (NSAID dan rubefacient,

termasuk capsaicin) (Anonim, 2009). Setiap golongan obat atau suplemen digunakan dengan memperhatikan risiko dan manfaatnya. Intervensi non farmakologi digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan status fungsional pasien (Anonim, 2006).

Terdapat beberapa penelitian yang menghubungkan terapi NSAID dengan penurunan nyeri osteoartritis. Dalam studi osteoartritis, meskipun pengurangan nilai nyeri VAS sedikit lebih baik dengan diklofenak, namun baik meloksikam maupun diklofenak sama-sama efektif dalam meningkatkan fungsi fisik berdasarkan WOMAC (Western Ontario McMaster Univ Osteoarthritis Index) (Chopra dkk., 2004). Dalam pengobatan osteoartritis, celecoxib mempunyai efektivitas yang sama dengan NSAID non spesifik naproxen dan diklofenak, tetapi secara signifikan memiliki efek samping lebih rendah pada bagian pencernaan atas (Singh dkk., 2006).

Osteoartritis dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Pada penelitian Woo dkk. (2004) menyebutkan bahwa osteoartritis memiliki nilai rata-rata yang rendah dalam semua domain SF-36 dan nilai rata-rata yang tinggi di semua domain WOMAC. Hal ini menunjukkan kualitas hidup yang buruk. Namun dengan penggunaan terapi yang tepat, kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. Pengobatan dengan celecoxib 100 mg dua kali sehari atau 200 mg sekali sehari pada pasien dengan osteoartitis menghasilkan perbaikan kondisi yang diukur

(4)

dengan WOMAC (Bensen dkk., 1999). Meloksikam dan diklofenak sama-sama efektif dalam meningkatkan fungsi fisik berdasarkan WOMAC (Chopra dkk., 2004). Kajian kualitas hidup pasien osteoartritis dengan instrumen SF-36 menyatakan bahwa dengan penggunaan celecoxib selama 4 minggu menunjukkan peningkatan kualitas hidup dalam domain fisik, psikologis, dan sosial (Rozenberg dkk., 2008).

Pemilihan tempat yang digunakan untuk penelitian adalah provinsi D.I. Yogyakarta. Hal ini disebabkan angka harapan hidup di provinsi berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025 menyebutkan bahwa angka harapan hidup provinsi D.I Yogyakarta menempati urutan pertama yaitu sebesar 77,09 tahun (Anonim, 2008). Hal ini berkaitan dengan jumlah usia lanjut yang termasuk tinggi dan keterkaitan dengan kejadian osteoartritis juga tinggi (Arissa, 2012). Pemilihan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta karena rumah sakit ini telah mempunyai poli khusus untuk penyakit reumatologi sehingga menjadi rujukan pasien yang mengalami osteoartritis. Sampai saat ini belum terdapat kajian mengenai outcome klinik dan kualitas hidup pasien nyeri osteoartritis yang mendapatkan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakuan penelitian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana outcome klinik penggunaan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak pada pasien nyeri osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

(5)

2. Bagaimana kualitas hidup penggunaan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak pada pasien nyeri osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui informasi penggunaan terapi dalam manajemen terapi osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui outcome klinik penggunaan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak pada pasien nyeri osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Mengetahui kualitas hidup penggunaan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak pada pasien nyeri osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat

1. Sebagai informasi dan masukan dalam pertimbangan penggunaan NSAID sebagai terapi nyeri osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dapat menjadi masukan kepada pemerintah dalam membuat kebijakan dan evaluasi penggunaan NSAID untuk terapi nyeri osteoartritis.

(6)

3. Bagi peneliti dapat digunakan untuk memperdalam pengetahuan mengenai penggunaan NSAID dalam terapi nyeri osteoartritis.

E. Tinjauan Pustaka 1. Osteoartritis

a. Definisi Osteoartritis

Osteoartritis didefinisikan sebagai nyeri sendi dan gangguan pergerakan yang berhubungan dengan kerusakan kartilago secara berangsur-angsur. Sampai saat ini belum terdapat cara untuk menyembuhkan osteoartritis. Terapi yang ada utamanya digunakan untuk mengurangi gejala yang terlihat, meningkatkan pergerakan dan fungsi sendi, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi pada osteoartrits pada pinggul dan atau lutut (dan bagian lain) meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi (Anonim, 2009).

Osteoartritis merupakan kondisi yang berkembang secara bertahap, berefek pada beberapa sendi, dan terjadi lebih dari beberapa tahun. Pada beberapa orang, perubahan yang terjadi tidak terlihat dan berkembang selama beberapa periode waktu. Namun pada beberapa orang, gejala yang muncul termasuk nyeri pada sendi seperti lutut dan pinggul (Anonima, 2013).

(7)

b. Faktor Risiko 1) Usia

Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan penurunan fungsi kondrosit. Kesemuanya ini mendukung terjadinya osteoartritis. Risiko seseorang mengalami gejala timbulnya osteoartritis lutut dimulai pada usia 50 tahun (Kraus, 1997). Studi mengenai kelenturan pada osteoartritis telah ditemukan bahwa terjadi penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan osteoartritis lutut (Pai dkk., 1997).

2) Jenis Kelamin

Prevalensi osteoartritis pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Namun setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita osteoartritis dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak pada usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50–80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang signifikan (Felson & Zhang, 1998).

(8)

3) Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Hal ini disebabkan selama berjalan setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut.

4) Pekerjaan

Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita osteoartritis lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani, dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi (Setiyohadi, 2003).

Terdapat berbagai faktor risiko pada osteoartritis, baik faktor predisposisi maupun faktor biomekanik. Faktor predisposisi adalah faktor yang memudahkan seseorang untuk terserang osteoartritis, sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis/gerak tubuh yang memberikan tekanan pada sendi. Faktor risiko individu yang utama sangat bervariasi. Meskipun berbeda letaknya sama yaitu pada sendi (Anonim, 2008).

(9)

c. Gejala dan Tanda Klinik

Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang seringkali membawa penderita ke dokter. Walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya. Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.

Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi, dan krepitasi (suara berderak). Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme, dan kontraktur otot periartikular. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis, dan spasme otot periartikular (Price & Wilson, 1995).

2. Penatalaksanaan Osteoartritis

Penatalaksanaan osteoartritis dimulai dengan dasar diagnosis dari amamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, temuan radiologi, dan penilaian sendi yang terkena. Pengobatan harus direncanakan sesuai kebutuhan individual. Tujuan terapi adalah menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan, menjaga atau meningkatkan mobilitas kerusakan fungsi, dan

(10)

mengurangi faktor penyebab. Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Penatalaksanaan terdiri dari non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologi meliputi edukasi, penurunan berat badan, dan pemilihan latihan fisik seperti olahraga yang sesuai, sedangkan terapi farmakologi atau terapi dengan obat meliputi pemberian suplemen gizi seperti glukosamin, kondroitin sulfat, pemberian obat anti nyeri non narkotik seperti parasetamol dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID), terapi lokal yaitu pemberian injeksi intraartikular steroid atau hialuronat, dan pemberian terapi topikal seperti krem NSAID, krem salisilat, atau krem capsaicin, serta tindakan bedah sendi pengganti terutama pada sendi pinggul dan sendi lutut dapat mengurangi rasa sakit (Sharma, 2008).

a. Natrium diklofenak

Dikofenak merupakan NSAID turunan fenil asetat yang mempunyai daya anti inflamasi kuat yang digunakan secara luas untuk mengurangi nyeri. Natrium diklofenak adalah NSAID yang tidak selektif. Natrium diklofenak menekan aktivitas siklooksigenase yang menghambat pembentukan prostaglandin sehingga cenderung menimbulkan efek samping pada gastrointestinal dan ginjal (Tjay & Raharja, 2003).

Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak dijumpai di masyarakat. Pasien osteoartritis sering menggunakan obat anti inflamasi non steroid seperti natrium diklofenak. Data

(11)

menunjukkan banyaknya efek samping natrium diklofenak khususnya terhadap fungsi ginjal (Kertia dkk., 2011). Penggunaan natrium diklofenak secara topikal dapat digunakan sebagai alternatif terapi NSAID oral dalam pengobatan osteortritis dengan profil keamanan yang lebih menguntungkan (Roth & Fuller, 2011). Natrium diklofenak digunakan untuk pengobatan jangka panjang pada gejala reumatoid artritis dan osteoartritis. Efek samping yang sering terjadi adalah efek pada gastrointestinal. Selain itu bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati yang bersifat irreversible. Efek samping lain yang berkaitan dengan penggunaan natrium diklofenak adalah adanya gangguan sistem syaraf pusat, ruam, alergi, edema, dan retensi air (Burke & FitzGerald, 2006).

b. Meloksikam

Meloksikam merupakan golongan NSAID dari derivat asam enolat. Profil farmakokinetik dari meloksikam adalah memiliki ikatan protein sebesar 99,4%, bioavailibilitas sebesar 89%, dan waktu mencapai puncak selama 5-10 jam. Selain itu waktu paruh eliminasinya selama 15-20 jam (Lacey dkk., 2008).

Mekanisme kerja meloksikam sebagai analgetik inflamasi sama seperti golongan NSAID lainnya. Hanya saja pada meloksikam penghambatan terhadap siklooksigenase akan lebih selektif terhadap COX-2 dibandingkan COX-1. Sehingga pada

(12)

dosis rendah kerja dari meloksikam mirip dengan obat golongan COX-2 selektif (Brunton dkk., 2007).

Food and Drug Administration (FDA) Amerika menyebutkan bahwa meloksikam digunakan untuk mengurangi gejala dan tanda osteoartritis yang direkomendasikan dengan dosis oral sebesar 7,5 mg per hari. Beberapa pasien mungkin baru akan mendapatkan manfaat dengan kenaikan dosis sebesar 15 mg perhari. Kajian mengenai meloksikam menyatakan bila dibandingkan dengan piroksikam dan diklofenak, meloksikam memiliki khasiat klinis yang sama dan profil keamanan yang lebih baik (Chopra dkk., 2004).

c. Celecoxib

Celcoxib merupakan obat golongan COX-2 selektif. Pengobatn osteoartritis dengan NSAID dari golongan selektif COX-2 (misalnya celecoxib, rofecoxib) relatif lebih kecil toksisitasnya terhadap gastrointestinal dibandingkan dengan golongan non selective COX-2 inhibitor (misalnya aspirin, ibuprofen, dan natrium diklofenak). Seperti yang sudah diketahui bahwa COX-1 berperan dalam pemeliharaan perfusi ginjal, homeostasis vaskuler, melindungi lambung dengan jalan membentuk bikarbonat dan lendir, serta menghambat produksi asam. Sehingga dengan penghambatan COX-1 akan berisiko terhadap tingginya efek gangguan gastrointestinal yang mungkin

(13)

terjadi. Bagi pasien yang tidak dapat mentolerir efek samping tersebut dapat diberikan obat golongan COX-2 selektif.

Obat golongan COX-2 selektif dianggap bermasalah terhadap gangguan kardiovaskular. Golongan obat tersebut menekan pembentukan Prostacyclin oleh sel endotelial tanpa seiring pembentukan platelet tromboksan. Prostacyclin membatasi efek kardiovaskular tromboksan, sehingga dengan adanya mekanisme penghambatan yang selektif ini dapat meningkatkan risiko thrombosis. Hal ini konsisten dengan hasil dari

postmarketing tials dari rofecoxib (Brunton dkk., 2007).

Celecoxib diperbolehkan beredar di Indonesia dengan indikasi dan pasologi yang telah disetujui, yaitu meringankan gejala osteoartritis dan rematoid artritis (Sampurno, 2005). Dari berbagai uji klinik pada penderita osteoarthritis menunjukkan bahwa NSAID baik yang non-selektif (naproxen) maupun selektif menghambat aktivitas COX-2 (celecoxib) berkhasiat dalam mengurangi nyeri rematik (Bensen dkk., 1999).

3. Nyeri

Nyeri dapat didefinisikan sebagai suatu reflex untuk menghindari bahaya atau suatu rangsangan lain dari luar tubuh. Pengertian nyeri menurut IASP (International Assosiation of the Study of Pain) adalah sebagai pengalaman emosional dan sensorik yang tidak menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun

(14)

potensial, atau digambarkan dalam kerusakan tersebut. Nyeri merupakan pernyataan subjektif tubuh yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau mempunyai potensi terjadi suatu kerusakan. Karena bersifat subjektif, maka pengukuran nyeri pun dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti VAS (Visual Analog Scale), VRS (Visual Rating Scale), NRS (Numerical Rating Scale), dan DDS (Descriptor Differential Scale).

Skala analog visual (Visual Analog Scale/VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami oleh seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis yang umumnya sepanjang 10 cm dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung angka 0 mewakili tidak ada nyeri sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Farmasis dapat segera menggunakannya sebagai penilaian cepat pada hampir semua situasi praktek farmasi.

VAS telah banyak digunakan sebagai penilai nyeri pada osteoartritis. Berbagai penelitian mengenai osteoartritis banyak menggunakan VAS sebagai alat penilaian nyeri. Diantaranya adalah penelitian Lukum dkk. (2011) mengenai “Hubungan Derajat Nyeri Berdasarkan Visual Analogue Scale (VAS) Dengan Derajat Radiologik Berdasarkan Kellgern Lawrence Score Pada Foto Konvensional Lutut

(15)

Pasien Osteoartritis Sendi Lutut”, Tulaar (2009) mengenai “Sudut FTA Dan Nyeri Pada Osteoartritis Lutut”, dan Budiwati (2010) mengenai “Perbandingan Tingkat Nyeri Dan Keamanan Terapi Pasien Osteoartritis Lutut Usia Lanjut Yang Mendapatkan Obat Oral Dengan Kombinasi Oral-Injeksi Intraartikular di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta”.

Gambar 1. Pengukuran nyeri VAS

4. Kualitas Hidup

Menurut WHO (1994) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka. Dalam bidang kesehatan, kualitas hidup merupakan aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan seseorang.

Brief Pain Inventory (BPI) merupakan salah satu alat yang

(16)

riwayat pengobatan pasien. Penilaian ini menggambarkan aktivitas sehari-hari, suasana hati, pekerjaan, hubungan dengan orang lain, tidur, dan menikmati hidup. Hasil dari penilaian menggunakan kuesioner ini menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik pada skor yang paling rendah. BPI dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup pada pasien nyeri termasuk dalam kanker dan osteoartritis. BPI termasuk instrumen yang pendek bila dibandingkan dengan instrumen lain seperti SF-36. Hal ini dapat memudahkan penelitian dalam penggunaan dan skoring terhadap kualitas hidup pasien.

F. Landasan Teori

Hasil penelitian yang melakukan kajian mengenai perbandingan efikasi terapi manajemen osteoartritis lutut antara natrium diklofenak dan metil salisilat menyatakan bahwa natirum diklofenak lebih efektif dibandingkan dengan metil salisilat (Akinbo dkk., 2011). Dalam studi osteoarthritis lain menyatakan bahwa meskipun pengurangan nilai nyeri VAS sedikit lebih baik dengan diklofenak, namun baik meloksikam dan diklofenak sama-sama efektif dalam meningkatkan fungsi fisik berdasarkan WOMAC (Western Ontario McMaster Univ

Osteoarthritis Index). Secara keseluruhan meloksikam menunjukkan profil

keamanan dan tolerabilitas yang lebih unggul dibandingkan dengan piroksikam dan diklofenak (Chopra, 2004).

Kajian randomised double-blind menunjukkan bahwa celecoxib lebih unggul dibandingkan plasebo dan memiliki khasiat yang sama seperti obat

(17)

anti-inflamasi konvensional (NSAID) dalam memperbaiki tanda-tanda dan gejala osteoartritis dan reumatoid artritis (Adis, 2000). Dalam pengobatan osteoartritis, celecoxib mempunyai efektivitas yang sama dengan NSAID non spesifik naproxen dan diklofenak. Namun secara bermakna memiliki efek samping serius pada pencernaan bagian atas yang lebih sedikit (Singh dkk., 2006).

Celecoxib dan naproxen dapat meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan secara bermakna dibandingkan dengan plasebo (Lesse dkk., 2001). Kajian kualitas hidup pasien osteoartritis dengan instrumen SF-36 menyatakan bahwa dengan penggunaan celecoxib selama 4 minggu menunjukkan peningkatan kualitas hidup dalam domain fisik, psikologis, dan sosial (Rozenberg dkk., 2008). Dari uraian di atas belum terdapat kajian yang membandingkan terapi celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak pada terapi nyeri osteoartritis sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut.

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan outcome klinik pada penggunaan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak untuk terapi nyeri pada pasien osteoartritis.

2. Terdapat perbedaan kualitas hidup pada penggunaan celecoxib, meloksikam, dan natrium diklofenak untuk terapi nyeri pada pasien osteoartritis.

(18)

H. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

Pasien osteoartritis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Karakteristik pasien nyeri osteoartritis: usia, pendidikan, durasi, dan lokasi Celecoxib

1. Outcome klinik (VAS) 2. Kualitas hidup (BPI)

Meloksikam Natrium diklofenak

Confounding factors:

penggunaan obat lain, obesitas, trauma, genetik, hormonal

Gambar

Gambar 1. Pengukuran nyeri VAS
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah Wasyukurillah, segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola pertumbuhan dan kondisi cumi-cumi yang terdapat di Perairan Banyuasin, sehingga menghasilkan informasi yang dapat

Tujuan Membuktikan pengaruh pemberian heparin intravena sebagai profilaksis trombosis vena dalam (TVD) terhadap jumlah trombosit pada pasien sakit kritis di ICU RSUP

Selanjutnya bagi anak-anak keturunan Cina yang belum dewasa pada saat Undang-undang Nomor 2 Tahun 1958 berlaku di mana status mereka adalah asing karena

Ekspresi marah dapat dilihat dari bentuk alis yang menukik kearah tengah (bawah) di antara dua mata lalu mulut dapat tertutup datar dengan sudut bibir sedikit ditarik

Reaksi positif fermentasi karbohidrat menghasilkan asam dan mengubah media menjadi kuning (Tabel 2).. Tetesi dengan larutan saline 0,85% dan emulsikan. Letakkan 1 tetes

1) Teknik Penokohan Analitik Dalam teknik ini merupakan cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian, deskripsi ataupun penjelasan oleh pengarang. Sifat, watak,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan biourine sapi, pupuk kandang sapi dan pupuk Petroganik berpengaruh nyata pada jumlah anakan, jumlah daun, luas daun, indeks luas