• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN FOODGRADE PADA KARAGENAN DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT HASIL BUDIDAYA NELAYAN SERAM BAGIAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KANDUNGAN FOODGRADE PADA KARAGENAN DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT HASIL BUDIDAYA NELAYAN SERAM BAGIAN BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

499

ANALISIS KANDUNGAN FOODGRADE PADA KARAGENAN

DARI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT HASIL BUDIDAYA

NELAYAN SERAM BAGIAN BARAT

Said Karyani

Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon

Diterima 07-02-2013, diterbitkan 01-05-2013

ABSTRACT

Carrageenan is a linear or straight polysaccharide and galactan molecules with main units are

galactose has many benefit as food, raw material of industry, and has a high economic value. Flour of carrageenan can be processed from seaweed by solvent extraction using an alkaline of solutions in certain condition. Extraction of carrageenan from seaweed has performed in West Seram coast using solvent NaOH 9% for 4 hour with an average value carbohydrate, fat, protein, ash, water, and

rendemen are 66,83± 0,24%, 1,60± 0,06 %, 2,04± 0,05 %, 17,09± 0,06 %, 12,45± 0,14 % dan 36,10 ± 1,16%, which still fulfilled carrageenan standart.

Keyword: Solvent Extraction, Carrageenan, Foodgrade Pendahuluan

Rumput laut sebagai salah satu jenis tanaman yang tumbuh di perairan pantai memiliki manfaat utama untuk menopang ekosistem kehidupan pantai dan juga bagi masyarakat dapat memberikan manfaat yang besar sehingga bernilai ekonomis yang tinggi. Rumput laut yang dikenal dengan nama

Seaweed dapat dimanfaatkan sebagai bahan

mentah, seperti agar – agar, karaginan dan alginat. Tetapi kenyataan sebagian besar rumput laut di Indonesia masih diekspor dalam bentuk

kering (Suwandi, 1992) belum maksimal

diupayakan menjadi produk olahan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada hanya sekedar menjualnya sebagai bahan baku. Bila ditinjau dari segi ekonomi, harga hasil olahan rumput laut seperti karagenan jauh lebih tinggi dari pada rumput laut kering. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya, maka pengolahan rumput laut menjadi karagenan di dalam negeri perlu dikembangkan (Istini, 1998), terutama dapat menyentuh aktivitas masyarakat pesisir.

Keberadaan rumput laut yang tumbuh subur di Wilayah Perairan Pantai Seram Bagian Barat menyebabkan budidaya rumput laut tidak terlepas dari aktivitas masyarakat nelayan di wilayah tersebut, baik secara perorangan

maupun melalui usaha kelompok. Seram Bagian Barat merupakan salah satu kabupaten yang ada di Maluku sebagai penghasil terbesar rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut ini selain memiliki daya tahan terhadap penyakit, juga mengandung karaginan kelompok

kappa karaginan dengan kandungan yang relatif

tinggi, yakni sekitar 50 % atas dasar berat kering (Winarno, 1996). Umumnya E. cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati. Beberapa jenis

Eucheuma cottonii mempunyai peranan penting

dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 – 73 % tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya (Samsuar, 2006).. Karaginan

dari kelompok kappa (kappa karaginan)

termasuk produk olahan rumput laut yang bernilai ekonomi tinggi, yakni 10 sampai 20 kali harga rumput laut (Ma’rup, 2003).

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot

water) atau larutan alkali pada suhu tinggi.

Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang merupakan susunan dari senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut. Karaginan merupakan polisakarida yang linear dan merupakan molekul galaktan dengan

(2)

unit-500

unit utamanya berupa galaktosaa (Pancomulyo dkk., 2006 ; Kordi dan Ghufran, 2011). Kappa karaginan digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik, industri pangan dan industri lainnya (Mubarak et al., 1990). Produk karagenan banyak manfaatnya baik sebagai bahan makanan dan juga sebagai bahan industri minuman, industri kosmetik, tekstil, obat-obatan dan cat (Aslan, 1998). Pada industri kosmetik, karagenan digunakan sebagai sediaan krem, master, pasta gigi dan lotion. Pada bidang teknologi digunakan sebagai sediaan kultur bakteri dan sebagai mobilisasi enzim. Di bidang industri kue dan roti, kombinasi garam natrium dengan lambda-karagenan dapat meningkatkan mutu adonan. Pada jumlah kecil karagenan juga dapat digunakan pada produk makanan lain, misalnya pada macaroni, jelly, produk kopi, bir, sosis, salad, es krim, susu kental, coklat, dan sari buah yang berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, pelindung koloid, pengikat suatu bahan dan pencegah terjadinya pelepasan air. Selain itu, hasil ekstrak lambda karagenan dari alga merah jenis Euchemma

cottoni dan Euchemma spinosium berpotensi

sebagai anti oksidan.

Untuk memenuhi kebutuhan karagenan dalam negeri sampai saat ini masih harus

mengimpor. Besarnya impor karagenan

Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

sehubungan dengan peningkatan

perkembangan industri yang menggunakan karagenan sebagai bahan baku. Ini terjadi sesuai dengan perkembangan industri yang

memerlukan karagenan, seperti industri

makanan, es krim, pasta gigi dan tekstil, yang terus meningkat maka kebutuhannya akan karagenan juga terus meningkat. Jika hal ini tidak dibarengi dengan produksi dalam negeri maka nilai impor karagenan Indonesia sangat besar. Dengan nilai ekonomi karaginan yang tinggi ini, serta potensi rumput laut Eucheuma

cottoni Seram Bagian Barat, maka usaha

pengolahan karaginan berpeluang

meningkatkan pendapatan masyarakat dan

membuka lapangan usaha, terutama

masyarakat yang bermukim di daerah pesisir Seram Bagian Barat sebagai sentra produksi rumput laut. Masyarakat perlu digairahkan untuk

menggerakkan sentra-sentra produksi

pengolahan rumput laut menjadi karagenan seiring dengan minat masyarakat nelayan membudidayakan rumput laut yang semakin meningkat. Sumber Daya Masyarakat Nelayan yang masih rendah perlu ditingkatkan untuk menghasilkan produk-produk olahan rumput laut menjadi karagenan yang lebih baik dan memenuhi standart mutu.

METODE PENELITIAN

Penelitian inimerupakan penelitian eksperimen yang dilakukan di Laboratorium kimia berupa analisis kuantitatif terhadap kandungan karbohidrat, lemak, protein, air, abu dan rendemen produk karagenan hasil ekstraksi. Sampel rumput laut diambil dari desa Nurue, Kai Ratu, Seram Bagian Barat. Sampel pada penelitian ini adalah 1 kg rumput laut yang berusia panen 50 hari yang telah dikeringkan.

.

Ekstraksi karagenan

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan rumput laut yang telah berumur 50 hari yang berasal dari desa Nurue Kecamatan Kairatu.

:

Gambar 1. Skema bagan ekstraksi dan analisis karaginan

Proses ekstraksi dilakukan dengan

menggunakan larutan NaOH 9%, lama ekstraksi 4 jam. Selanjutnya mutu produk karagenan yang

diperoleh dianalisis untuk selanjutnya

bandingkan dengan mutu standart karagenan

berupa kandungan air, lemak, protein,

karbohidrat, serat, dan abu. Proses ekstrasi karagenan dilakukan sesuai skema pada gambar 1 .

Uji Kandungan Foodgrade karagenen

Tepung karaginan yang dihasilkan

kemudian dianalisis rendemen, kekuatan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidratnya.

(3)

501

1. Rendemen (FMC Corp. 1977)

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan.

Rendemen (%) =

2. Kadar Air (AOAC 1995)

Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah

dikeringkan. Cawan porselin yang akan

digunakan, dikeringkan terlebih dahulu kira-kira 1 jam pada suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga beratnya tetap (A). Contoh ditimbang kira-kira 2 g (B) dalam cawan tersebut, dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105 o

C selama 5 jam atau beratnya tetap. Cawan yang berisi contoh didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya tetap (C). Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = ( )

( )

2. Kadar abu (AOAC 1995)

Penentuan kadar abu didasarkan

menimbang sisa mineral sebagai hasil

pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 oC. Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selam satu jam pada suhu 105 oC, lalu didinginkan selam 30 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat tetap (A). Ditimbang contoh sebanyak 2 g (B), dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) dengan suhu 650 oC selama ± 12 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat tetap (C). Kadar abu dihitung menggunakan rumus :

Kadar abu (%) = ( )

( )

4. Kadar Protein (AOAC 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan

dengan metode mikro Kjeldahl. Contoh

sebanyak 0,75 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 6,25 g K2SO4

dan 0,6225 g CuSO4 sebagai katalisator.

Sebanyak 15 ml H2SO4 pekat dan 3 mL H2O2

secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam labu dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam.

Tahap selanjutnya adalah proses

destruksi pada suhu 410 oC selama 2 jam atau

hingga didapatkan larutan yang jernih,

didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50–75 mL akuades. Disiapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H3BO3 4 % yang

mengandung indikator (bromocherosol green 0,1

% dan methyl red 0,1 % (2:1)) sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Ditambahkan 50 ml Na2S2O3 (alkali).

Dilakukan destilasi dan destilat

ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 mL (hasil destilat berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N, dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu natural. Blanko dikerjakan seperti tahapan contoh. Pengujian contoh dilakukan duplo. Kadar protein ditentukan dengan rumus :

Kadar protein (%) =

( )

( )

Keterangan: A = ml titrasi HCl sampel B = ml tirasi HCl blank 5. Kadar Lemak (Apriyantono et al. 1989)

Labu lemak yang telah dikeringkan di

dalam oven (105 oC) ditimbang hingga

didapatkan berat tetap (A). Sebanyak 2 g contoh (C) dibungkus dengan kertas saring bebas

lemak kemudian dimasukkan ke dalam

selongsong lemak. Selongsong tersebut

dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Sebanyak 150 mL kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Contoh direfluks selama 8 jam, setelah pelarut sudah terlihat jernih menandakan lemak sudah terekstrak semua. Selanjutnya pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak, kemudian labu lemak dikeringkan dalam oven 105 oC selama 30 menit. Setelah itu ditimbang hingga didapatkan berat tetap (B). Kadar lemak dihitung denga rumus :

Kadar lemak (%) =

6. Kadar Karbohidrat

Dilakukan dengan menghitung sisa (by

difference):

Kadar Karbohidrat (%) = 100%- [Kadar (air)+(protein)+(lemak)+(abu)]

Rancangan penelitian ini adalah

berdasarkan pada variabel tunggal dimana hanya menghitung kadar karbohidrat, kadar lemak, kadar protein, kadar air, kadar abu dan rendemen karaginan hasil ekstraksi rumput laut jenis E.cottonii berumur 50 hari menggunakan larutan alkalis NaOH 9% dengan lama ekstrasi 4 jam. Masing-masing pengujian sampel dilakukan 3 kali. Kemudian data yang diperoleh akan dianalisis distribusinya melalui statistika biasa sehingga diperoleh persamaan

Hasil akhir dapat dinyatakan: Kadar = ̅ ± t.SD / √N

(4)

502

Keterangan : ̅ = rerata

t = suatu harga yang besarnya tergantung derajat kebebasan dan taraf kepercayaan yang dipilih.

N = jumlah penetapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi pengambilan sampel yang berada di desa Nurue Kecamatan Kairatu Seram Bagian Barat Maluku merupakan daerah pesisir yang kehidupan umum masyarakatnya kebanyakan

petani nelayan. Kehidupan masyarakatnya

bergantung pada kondisi alam yang mereka hadapi yaitu di samping sebagai petani karena menggarap kebun bila musim pencaharian di laut tidak mendukung dan juga kebanyakan berfungsi sebagai nelayan. Sebagai nelayan di

samping usaha penangkapan ikan juga

melakukan usaha budidaya rumput laut.

Potensi rumput laut perairan pantai Nurue Nampak besar yang disebabkan kondisi perairannya yang memungkinkan rumput laut dapat tumbuh dengan baik karena aliran air lautnya yang tetap yang mengalirkan substrat makanan bagi rumput laut, nampak adanya variasi suhu harian air laut yang kecil. Bila dilihat dari luasan wilayah pasang surut

(intertidal) yang cukup cukup besar maka pesisir

Nurue memiliki potensi yang dapat dijadikan kawasan pengembangan budidaya rumput laut jenis E. cottonii.

Nampak terlihat budidaya rumput laut di desa Nurue ini telah lama dilakukan baik secara perorangan maupun berkelompok. Kebanyakan sistem pembudidayaannya masih tradisional dan masih mengandalkan pengalalaman mereka masing-masing, serta hasil budidayanya masih

dijual sebagai rumput laut kering. Belum terdapat penjualan hasil olahan rumput laut.

Penelitian yang telah dilakukan ini

sesungguhnya bukanlah penelitian yang

memiliki banyak perlakuan sehingga

memungkinkan adanya variasi perlakuan

variable. Tetapi penelitian ini hanya memiliki perlakuan tunggal dimana rumput laut jenis

E.cottonii yang telah berumur 50 hari kemudian

dilakukan diekstraksi menggunakan larutan NaOH 9% dengan lama ekstraksi 4 jam pada

pemanasan maksimal untuk mendapatkan

karagenannya yang kemudian dari produk karagenan itu dilakukan analisis kandungan

foodgrage-nya yang berupa kadar karbohidrat,

kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu, serta dilakukan juga uji rendemen dari karagenan yang dihasilkan.

Dengan demikian variabel dalam

penelitian ini adalah :

1. Variabel bebasnya (X) adalah perlakuan ekstraksi rumput laut jenis E. cottonii umur 50 hari menggunakan larutan alkalis NaOH 9% dengan lama ekstraksi 4 jam.

2. Variabel terikatnya (Y) adalah

kandungan foodgrade karaginan dari produk olahan rumput laut.

Pengujian dan Analisis Data Hasil Penelitian

Pengujian pada produk karagenan yang dihasilkan dari ekstraksi rumput laut yang berumur 50 hari dengan kondisi ekstraksi pelarut menggunakan NaOH 9% selama 4 jam memberikan hasil analisis kandungan karagenan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengujian Analisis Kandungan Karagenan

No. Parameter yang

dianalisis

Sampel ulangan

Rata-rata Kadar (%) 1 2 3 1 Rendemen (%) 35,67 35,82 36,83 36,10 36,11 ± 1,16 2 Air (%) 12,36 12,49 12,49 12,45 12,45 ± 0,14 3 Abu (%) 17,06 17,12 17,08 17,09 17,09 ± 0,06 4 Protein (%) 2,01 2,05 2,06 2,04 2,04 ± 0,05 5 Lemak (%) 1,60 1,63 1,56 1,60 1,60 ± 0,06 6 Karbohidrat (%) 66,97 66,71 66,83 66,83 66,84 ± 0,24 Rendemen karagenan

Rendemen merupakan salah satu

parameter penting dalam menilai efektif tidaknya proses pembuatan tepung karaginan. Efektif dan efisiennya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Perhitungan

rendemen dilakukan untuk mengetahui

persentase karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering yang digunakan berdasarkan umur panen, konsentrasi NaOH dan lama ekstraksi.

(5)

503

Gambar 2. Hasil uji rendemen karaginan Berdasarkan Tabel 1 atau Gambar 2 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai rendemen tepung karagenan yang dihasilkan adalah 36,11 ± 1,16 %. Nilai rendemen ini diperoleh dari perlakuan umur panen 50 hari, konsentrasi NaOH 9 % dan lama ekstraksi 4 jam Rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini masih

memenuhi standar persyaratan minimum

rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25 %.

Kadar Air

Peranan air dalam bahan pangan

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya, sehingga pengujian kandungan air pada bahan pangan diperlukan untuk menjaga daya tahan/simpan bahan makanan dari kerusakan.

Gambar 3. Hasil uji kadar air pada karaginan Berdasarkan Tabel 1 atau Gambar 3 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kadar air pada tepung karagenan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 12,45 ± 0,14 %. Nilai kadar air ini memenuhi standart mutu karagenan untuk komersia akan tetapi berdasarkan mutu standart karagenan menurut FAO telah melebihi batas maksimal 12 % seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Adanya kelebihan kadar air yang dipersyaratkan oleh FAO, FCC dan EEC

kemungkinan disebabkan oleh kurang

maksimalnya pengeringan rumput laut dimana dalam penelitian ini rumput laut walapun berumur telah tua (panen umur 50 hari) tetapi hanya memiliki pengeringan 60%. Kadar air pada karaginan hasil ekstraksi dalam penelitian ini sedikit lagi akan mencapai standart mutu karagenan yang ditetapkan sehigga perlu peningkatan suhu pengeringan di atas 60%.

Kadar abu

Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam pangan tersebut yang dapat berupa mineral garan organik maupun non orgnik sebagai unsure mikro atau makro yang dibutuhkan oleh tubuh.

Tabel 2. Standart Mutu Kandungan Proksimat Karaginan

Parameter Karaginan Komersial Karaginan Standar FAO Karaginan Standar FCC Karaginan Standar EEC

Kadar Air (%) 14,34±0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12

Kadar Protein (%) 2,80 - - -

Kadar Lemak (%) 1,78 - - -

Kadar Abu (%) 1. 18,60±0,22 15-40 18-40 15-40

Serat Kasar (%) Maks 7,02 - - -

Karbohidrat (%) Maks 68,48 - - -

Sumber : A/S Kobenhvas Pektifabrik (1978) Dari pengujian kadar abu karagenan

yang dihasilkan dari ekstraksi runput laut dalam penelitian ini seperti yang tertera pada Tabel 2 atau gambar 9 memberikan hasil rerata sebesar 17,09 ± 0,06 % yang berarti telah memenuhi

standart mutu sebagai karagenan untuk

komersial dan juga telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh FAO, FFC dan EEC yaitu antara 15 – 40 %. 35,67 35,82 36,83 35 35,5 36 36,5 37 1 2 3

Rendemen (%)

Rendemen (%) 12,36 12,49 12,49 12,25 12,3 12,35 12,4 12,45 12,5 1 2 3

Kadar air

(%)

Kadar air (%)

(6)

504

Gambar 4. Hasil uji kadar abu karagenan

Kadar protein

Salah satu syarat utama kandungan gizi makanan adalah adanya protein dalam bahan makanan. Keberadaan protein dalam bahan makanan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh.

Gambar 5. Hasil uji kadar protein pada karaginan

Berdasarkan uji protein pada karagenan yang dihasilkan dalam penelitian ini sesuai tabel 2 atau gambar 10 menunjukkan kandungan protein dengan nilai kadar 2,04 ± 0,05 % yang berarti karagenan yang dihasilkan telah memenuhi sebagai bahan makanan yang mengandung nilai gizi walaupun nilainya masih berbeda sedikit di bawah standard mutu karagenan komersial 2,80 % seperti yang tercantum dalam tabel 3.

Kadar lemak

Rumput laut memiliki kadar lemak yang sangat rendah, sehingga rumput laut aman dikonsumsi dalam jumlah banyak. Kandungan lemaknya yang rendah menyebabkan rumput laut digunakan sebagai bahan penyusun utama pada makanan diet rendah lemak. Lemak rumput laut kaya akan omega-3 dan omega-6 yang cocok buat ibu yang mengandung dan menyusui.

Gambar 6. Hasil uji kadar lemak pada karaginan Berdasarkan uji lemak pada karagenan hasil ekstraksi dalam penelitian ini seperti yang terlihat pada Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai reratanya adalah 1,60 %. Nilai ini di bawah sedikit dari nilai standart mutu karaginan komersial sebesar 1,76 %. Hal ini dapat saja terjadi perbedaan karena mungkin dalam proses pengujian diperlukan pengambilan data yang lebih banyak dan variatif serta dengan menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.

Kadar Karbohidrat

Karagenan merupakan polisakarida

yang linear atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa, sehingga komposisi utama dalam karagenan adalah kandungan karbohidratnya. Berdasarkan hasil uji karbohidrat pada karagenan hasil ekstraksi dalam penelitian ini sesuai Tabel 2 atau Gambar 12 menujukkan nilai yang besar yaitu dengan kadar 66,84 ± 0,24 %. Kandungan ini relatif tinggi karena belum dikurangi dengan bahan-bahan gizi yang lain dalam karagenan sebagai proksimat seperti vitamin yang terkandung di dalamnya. Nilai kandungan karbohidrat pada karaginan ini seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2 bila

dibandingkan dengan nilai kandungan

karbohidrat yang tertera pada Tabel 3 dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata sehingga masih memenuhi standart mutu karagenan komersial. 17,06 17,12 17,08 17,02 17,04 17,06 17,08 17,1 17,12 17,14 1 2 3

Kadar abu (%)

Kadar abu (%) 2,01 2,05 2,06 1,98 2 2,02 2,04 2,06 2,08 1 2 3

Kadar protein (%)

Kadar protein (%) 1,6 1,63 1,56 1,5 1,55 1,6 1,65 1 2 3

Kadar lemak (%)

Kadar lemak (%)

(7)

505

Gambar 7. Hasil uji kadar karbohidrat pada karagenan

KESIMPULAN

1. Karegenan hasil olahan rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan di perairan pantai Seram Bagian Barat dalam penelitian ini telah dapat diekstraksi menggunakan pelarut NaOH 9% selama 4 jam dengan nilai rata-rata (%) kandungan karbohidrat, lemak, protein, abu dan air serta kadar rendemen berturut-turut sebagai berikut : 66,83 %, 1,60 %, 2,04 %, 17,09 %, 12,45 % dan 36,10 %. 2. Kandungan foodgrade yang terkandung

dalam karagenan hasil ekstraksi rumput laut

E. cottonii yang dibudidayakan oleh

masyarakat pesisir Seram Bagian Barat dapat memenuhi standart mutu karagenan.

SARAN

1. Diperlukannya penelitian lanjutan untuk mendapatkan kondisi-kondisi optimal dalam pengolahan rumput laut menjadi produk karagenan.

2. Pengolahan hasil budidaya rumput laut

menjadi produk karagenan sudah dapat dilaksanakan di wilayah pesisir Seram

Bagain Barat karena teknologinya

sederhana dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat melalui kegiatan sentra industri kecil.

DAFTAR PUSTAKA

A/S Kobenhvns Pektifabrik, 1978, Carrageenan, Lilleskensved, Denmark.

Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi

Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the

Association of Official Analitycal

Chemist. Inc. Washington DC. P 185

189

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL,

Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.

Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi, Institut

Pertanian Bogor.

Aslan LM. 1999. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.

BPPT. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput

Laut Jakarta.

Ceamsa. 2001. Gelation in carrageenan.

www.ceamsa.com [28 April 2007]. Dawes C.J, Lawrence JM, Cheney DP,

Mathieson AC. 1977. Ecological Studies

on Floridean Euchema Seasonal vanation of carrageenal, total carbohydrate protein and lipid, Bull

Mar Sei 24, 286, 299.

FMC Corp., 1977, Carrageenan, Marine Colloid

Monograph Number One, Marine

Colloids Division FMC Corporation, Springfield, New Jersey, USA.

Glicksman M. 1983. Food Hydrocoloid. Vol. III Florida Inc. Bociraton Press CRC. Indriani, Hety dan Emi Sumarsih, 1997.

Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Istini, S. dan Suhaimi., 1998, Manfaat dan

Pengolahan Rumput Laut, Lembaga

Oseanologi Nasional, Jakarta.

Kordi, M., Ghufran, H., 2011. Kiat Sukses Budi

Daya Rumput Laut di Laut dan Tambak. Andi. Yogyakarta.

Ma’rup. F. 2003. Menggali Manfaat Rumput

Laut. Harian Kompas 23 Juli 2003.

Moirano A.L, 1977. Sulfated seaweed

polysaccharide 1n H.D Graham (ed) Food Colloids Connectical, The

Publishing page 347- 381. Food

Chemical Codex 1981.

Washington DC. Nasional Academic

Press, page 274.

Mubarak H, Soegiarto A, Sulistyo, Atmadja WS.

1990. Petunjuk Teknis Budidaya

Rumput Laut. Jakarta : Pusat Penelitian

dan Pengembangan Pertanian.

Puslitbangkan. IDRC-INFIS. 34 hlm.

Parwata, P., dan Oviantari, V., 2007.

Optimalisasi Produksi Semi-refined Carrageenan (SRC) dari Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Variasi

66,97 66,71 66,83 66,5 66,6 66,7 66,8 66,9 67 1 2 3

Kadar karbohidrat (%)

Kadar karbohidra t (%)

(8)

506

Teknik Pengeringan dan Kadar Air Bahan Baku. Laporan Penelitian.

Lembaga Penelitian Universitas

Pendidikan Ganesha

Poncomulyo, T. Maryani, H., Kristiana, L., 2006,

Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006. Rumput Laut. Depok: Penebar Swadaya.

Putro S. 1991. Pemasaran dan Perdagangan Rumput Laut.

Samsuar, 2006. Karakteristik karaginan Rumput

laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai Umur panen, Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Tesis. Sekolah

PascaSarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Sentra Informasi

IPTEK. 2006. Rumput laut/alga.

www.iptek.net.id [2 Januari 2008].

Setiawati, Tanti., 2007. Keunikan Rumput Laut

dan Budi Dayanya. Mutiara Books.

Jakarta.

Suwandi, 1992, Isolasi dan Identifikasi Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii, Lembaga Penelitian Universitas

Sumatra Utara, Medan.

Towle G.A. 1973. Carrageenan dalam whisler

RL. Industrial Gum Polysaccharides and Their Derrvativer, New York, Academic

Press page 85 -109.

Winarno FG., 1996, Teknologi Pengolahan

Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta.

Yasita, Dian dan Intan Dewi Rachmawati, 2010.

Optimasi Proses Ekstruksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Grade. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro.

Gambar

Gambar 1. Skema bagan ekstraksi dan analisis  karaginan
Tabel 1. Hasil Pengujian  Analisis Kandungan Karagenan  No.  Parameter yang
Gambar 3. Hasil uji kadar air pada karaginan  Berdasarkan  Tabel  1  atau  Gambar  3  dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kadar air pada  tepung  karagenan  yang  dihasilkan  dalam  penelitian ini adalah  12,45 ± 0,14 %
Gambar 5. Hasil uji kadar protein pada  karaginan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji beda warna (L,a,b) seperti terlihat pada Tabel 2 untuk parameter a* dari semua sampel uji menghasilkan nilai +a* yang menunjukkan bahwa pewarnaan

Hasil uji beda warna (L,a,b) seperti terlihat pada Tabel 2 untuk parameter a* dari semua sampel uji menghasilkan nilai +a* yang menunjukkan bahwa pewarnaan