• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Glukosamin dari Ceker Ayam ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ekstraksi Glukosamin dari Ceker Ayam ABSTRAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Ekstraksi Glukosamin dari Ceker Ayam

Tri Dewanti Widyaningsih*, Dian Handayani**, Novita Wijayanti*, Sudarma Dita*, Okkie Dhyantari***,dan CyntiaTrivena Milala***

*Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan THP FTP Universitas Brawijaya ** Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

*** Alumni Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan THP FTP Universitas Brawijaya email : tridewantiw@ub.ac.id

ABSTRAK

Sirip ikan hiu mengandung kartilago atau tulang rawan yang mengandung senyawa anti radang alami yaitu glukosamin yang bermanfaat untuk mengobati penyakit gejala radang sendi atau osteoarthritis. Organisasi pelindung binatang WildAid mengatakan lebih dari 70 juta hiu dibunuh setiap tahun, sehingga ikan hiu terancam punah. Oleh karena itu perlu dicarikan alternatif sumber tulang rawan yang memiliki kandungan nutrisi yang sama dengan ikan hiu. Salah satunya adalah pemanfaatan kaki atau ceker ayam. Ceker ayam mengandung α-kitin yang bermanfaat untuk memproduksi produk derivatnya yaitu senyawa glukosamin. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan ekstraksi dari ceker ayam sehingga diketahui kandungan senyawa bioaktifnya termasuk glukosamin. Ekstraksi glukosamin dari bubuk ceker ayam dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan : pelarut ammonium karbonat 2M (NH4CO3)

(1:4 dan 1:6) dan lama maserasi yaitu 6, 12, dan 24 jam. Hasil ekstrak diambil perlakuan terbaik menggunakan metode Zeleny dan diperoleh hasil terbaik perlakuan ekstrak ceker ayam dengan perlakuan selama12 jam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:4, Rendemen 11,94%, Kadar Protein 9,08%, kadar Abu 0,36% dan Kadar Glukosamin 66,93 mg/100 g.

Kata Kunci: Glukosamin, Ceker Ayam, Ammonium Karbonat

PENDAHULUAN

Pengembangan obat anti inflamasi dari bahan alami telah banyak dilakukan salah satunya dari tulang rawan ikan hiu. Tulang rawan ikan hiu mengandung glukosamin yang berpotensi sebagai agen anti inflamasi (Lane dan Contreras, 1992 ; Rauis,1957 dalam Fontenele et al., 1997). Berdasarkan laporan WWF (World Wildlife Fund) (2013) hiu merupakan hewan yang dilindungi dan terancam punah. Menurunnya jumlah populasi hiu disebabkan banyaknya permintaan sirip ikan hiu, terutama di Indonesia yang termasuk 20 besar negara penangkap ikan hiu. Sehingga perlu dikembangkan obat anti inflamasi dari tulang rawan yang berasal dari hewan lainnya. Bahan yang berpotensi sebagai anti inflamasi adalah ceker ayam (Pramurdiarja, 2011).

Ceker atau kaki ayam merupakan hasil samping dari Rumah Potong Ayam. Menurut data pertanian statistik yang dilaporkan oleh Suryana (2004) produksi daging ayam sebanyak 973.000 ton dan dapat diperkirakan hasil samping ceker mencapai 1.297.333.333 potong. Berdasarkan laporan Jurnas (2012) produksi ayam potong di Indonesia akan terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2013 akan mencapai 2,3 miliar ekor ayam dan 4,6 miliar potong ceker ayam. Jumlah hasil samping ceker yang banyak oleh masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai olahan pangan. Sedangkan ceker memiliki kandungan kolagen, tulang rawan dan tinggi protein yang dapat dimanfaatkan sebagai agen anti inflamasi. Tulang rawan pada hewan merupakan protein kompleks yang mengandung glukosamin, kolagen, dan kondroitin sulfat A, B, dan C yang dapat dijadikan suplemen bagi anti inflamasi (Lane dan Contreras, 1992 ; Rauis,1957 dalam Fontenele et al., 1997). Glukosamin merupakan salah satu senyawa gula amino yang ditemukan secara luas pada tulang rawan. Secara umum, glukosamin terbagi menjadi tiga bentuk yaitu glukosamin hiroklorida, glukosamin sulfat, dan N-asetil glukosamin. Glukosamin yang umum dikonsumsi adalah dalam bentuk glukosamin sulfat dan glukosamin hidroklorida. Produksi glukosamin hidroklorida dapat dilakukan dari kitin melalui reaksi hidrolisis sederhana dan depolimerisasi untuk menjadi glukosamin hidroklorida sebagai hasil dari perendaman didalam larutan asam hidroklorida

(2)

(Mojarrad et al., 2007). Teknologi pembuatan bioglukosamin dari cangkang krustasea laut, juga dari tulang rawan ikan hiu dan ikan pari dengan menggunakan proses enzimatik (Riyanto dkk., 2013). Glukosamin juga dapat diproduksi dari fermentasi bakteri dan sintesis kimia (Purnomo dkk., 2012).

Pada penelitian ini ekstraksi glukosamin dilakukan dengan mengekstrak glukosamin dari bubuk ceker ayam dengan larutan amonium karbonat seperti yang dilakukan oleh Musfiroh dkk. (2009) pada tulang rawan ikan hiu.

METODE

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor lama ekstraksi terhadap hasil ekstraksi. Lama ekstraksi yang digunakan adalah 3 level dan perbandingan bahan dengan pelarut digunakan 2 level, sehingga diperoleh 6 kali percobaan dan diulang 4 kali dan total diperoleh 24 kali percobaan. Pengelompokan percobaan ini berdasarkan ulangan.

Level waktu yang digunakan adalah sebagai berikut :

L1 : maserasi 6 jam P1 : 1:4 (Bahan :Pelarut) L2 : maserasi 12 jam P2 : 1:6 (Bahan : Pelarut) L3 : maserasi 24 jam

Proses Pembuatan Bubuk dari Ceker Ayam 1. Sortasi dan Pressure Cooker

Ceker ayam dibersihkan dari kuku, kulit terluarnya dan kotoran-kotaran yang menempel pada bagian ceker agar diperoleh bahan baku yang bersih dan baik. Ceker kemudian di masak dengan metode pressure cooker agar tulang utama ceker dapat dilepas dan diperoleh bagian tulang rawan ceker saja. Pemasakan menggunakan tekanan tinggi selama 1 jam karena berfungsi untuk meminimalisir adanya kerusakan komponen senyawa bioaktif pada ceker.

2. Penggilingan basah

Penggilingan pada ceker yang masih semi basah dengan meggunakan blender kering bertujuan untuk memperluas luas pemukaan dan keseragaman bahan ceker agar mempercepat proses pengeringan.

3. Pengeringan

Penggeringan ini menggunakan suhu 65°C selama 12 jam bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang terkandung pada ceker. Pengurangan kadar air bertujuan agar pada saat pengekstrakan diperoleh glukosamin yang terlarut.

4. Penggilingan kering dan Pengayakan

Penggingan kering menggunakan blender kering agar diperoleh bubuk ceker yang seragam dan bertekstur halus. Untuk menyamakan ukuran bubuk maka akan dilakukan proses pengayakan untuk mensortasi bubuk yang tidak berukuran sama. Selain itu ukuran bubuk yang sama dapat mengoptimalkan proses ekstraksi.

Proses Ekstraksi Glukosamin dari Bubuk Ceker Ayam 1. Pelarutan dengan Pelarut

Bubuk ceker ayam dilarutkan dengan pelarut ammonium karbonat 2M (NH4CO3) (1:4 ;

1:6) dengan menggunakan metode maserasi. Pelarut akan merendam seluruh bubuk ekstrak sehingga dapat mengekstrak senyawa bioaktif pada bahan secara optimal.

2. Pengadukan

Pengadukan dengan menggunakan shaker yang dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan lama maserasi yaitu 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Pengadukan ini bertujuan untuk mengoptimalkan pelarut dalam mengekstrak senyawa bioaktif di dalamnya menggunakan kecepatan 100 rpm.

3. Penyaringan

Sampel dipisahkan antara filtrat dan endapannya dengan menggunakan kain saring. Hal ini digunakan untuk memisahkan pelarut dan senyawa bioaktifnya. Hasil penyaringan akan disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 20 menit, dan diambil supernatannya. 4. Pengeringan

(3)

Filtrat dan endapan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer. Pengeringan menggunakan freeze dryer bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang masih menempel pada supernatan dan agar hasil ekstrak yang diperoleh dalam bentuk bubuk.

Analisis

Pada penelitian ini pengamatan dan analisis dilakukan pada ekstrak glukosamin dari ceker ayam. Parameter yang diamati yaitu analisis awal pada bubuk ceker ayam dan ekstrak glukosamin dari ceker ayam yaitu :

1. Analisis Protein (AOAC,1995) 2. Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995)

3. Analisis Glukosamin secara kualitatif dan kuantitatif (Musfiroh dkk., 2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Bubuk Ceker Ayam

Pada penelitian ini digunakan ceker ayam dari ayam buras atau ayam potong yang dapat diperoleh dipasar tradisional dengan usia 2-3 bulan. Hasil pengeringan dihaluskan untuk memperoleh bubuk ceker yang lebih halus. Kandungan bubuk ceker ayam hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Bubuk Ceker Ayam

Komposisi Bubuk Ceker Ayam

Protein 47,87%

Lemak 13,57%

Kadar Air 4,49%

Kadar Abu 22,02%

Glukosamin 4,08%

Hasil pengujian menunjukkan bahwa bubuk ceker ayam mengandung protein, lemak, kadar air, kadar abu, dan glukosamin. Kandungan protein pada bubuk ceker sebesar 42,87% menunjukkan bahwa kandungan protein masih tinggi tidak banyak yang rusak oleh proses pembuatan bubuk ceker. Identifikasi kadar protein pada bubuk ceker ayam merupakan identifikasi awal untuk mengetahui kadar glukosamin di dalam bubuk ceker ayam. Glukosamin adalah senyawa gula amino yang dapat diperoleh dari jaringan tulang rawan hewan, glukosamin merupakan senyawa amino monosakarida yang terkonsentrasi pada kartilago yang akan tergabung menjadi ikatan yang panjang dan disebut dengan glycosamiglican. Ikatan tersebut akan membentuk ikatan yang lebih besar dan disebut proteoglycans (Syafril, 2006).Proteoglycans adalah senyawa yang menempel pada protein dan mampu menjadi modulator pertumbuhan dan differensiasi sel (Iozzo dan Antonio, 2001 dalam Riana, 2014).

Kadar Protein Ekstrak Ceker Ayam

Gambar 1. Grafik Rerata Kadar Protein Ekstrak Bubuk Ceker Ayam

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000

6 jam 12 jam 24 jam

K a d a r P ro te in %

Lama waktu maserasi

(1:4) (1:6)

(4)

Berdasarkan hasil analisis rerata kadar protein ekstrak bubuk ceker ayam terdapat perbedaan kadar protein dari masing-masing perlakuan yang berbeda. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan jumlah bubuk ceker ayam dan pelarut memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada ekstrak kasar ceker ayam, tetapi perbandingan jumlah pelarut dan lama maserasi tersebut tidak menunjukkan adanya interaksi. Hasil uji BNT perlakuan perbandingan jumlah bubuk ceker ayam dan pelarut terhadap jumlah kadar protein pada ekstrak kasar ceker ayam dapat dilihat pada Tabel 2. Pada faktor perlakuan lama maserasi tidak dilakukan uji lanjut karena menunjukkan tidak adanya beda nyata antar waktu perlakuan.

Tabel 2. Rerata Kadar Protein Ekstrak Ceker Ayam Akibat Perlakuan Perbandingan Jumlah Bubuk dan Pelarut

Perbandingan Bubuk Ceker denga Pelarut (NH4)2CO3 Kadar Protein (%) BNT (5%) P2 (1:6) P1 (1:4) 8,75 a 13,21 b 2,23

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 4 kali ulangan

2. Angka yang didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α=0,05) Penambahan pelarut (NH4)2CO3 semakin banyak tidak menunjukkan semakin efektif

melarutkan protein yang terkandung di dalam bubuk ceker ayam. Hal ini disebabkan dalam proses ekstraksi dibutuhkan jumlah pelarut yang optimal dalam berpenetrasi ke dalam bubuk ceker sehingga protein akan mampu berikatan dengan pelarut (NH4)2CO3 dimana pelarut ini dinilai

efektif dalam melarutkan protein karena tingkat polaritas protein didalam air (Musfiroh dkk, 2009).

Kadar Abu Ekstrak Ceker Ayam

Gambar 2 Grafik Rerata Kadar Abu Ekstrak Ceker Ayam

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan bahan dan pelarut menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) pada kadar abu ekstrak kasar ceker ayam, tetapi faktor lama maserasi dan perbandingan jumlah pelarut tidak menunjukkan adanya interaksi. Penggunaan perbandingan bubuk ceker dengan pelarut menunjukkan adanya perbedaan nyata. Hasil pengujian BNT pada perlakuan perbandingan bubuk ceker dengan pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata Kadar Abu Ekstrak Ceker Ayam Akibat Perlakuan Perbandingan Jumlah Bubuk dan Pelarut

Perbandingan Bubuk Ceker denga Pelarut (NH4)2CO3 Kadar Abu (%) BNT (5%) P2 (1:6) P1 (1:4) 0,29 a 0,47 b 0,19

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 4 kali ulangan

2. Angka yang didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05) 0

0.1 0.2 0.3 0.4

6 jam 12 jam 24 jam

K ad ar A b u %

Lama Waktu Maserasi

(1:4) (1:6)

(5)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin sedikit jumlah pelarut yang ditambahkan maka kadar abu akan semakin tinggi. Jumlah kadar abu yang ikut di dalam ekstrak kasar ayam masih tergolong rendah, sehingga tidak perlu dilakukan proses demineralisasi yaitu proses penghilangan kadar abu pada bahan. Pada umumnya glukosamin akan lebih efektif didalam tubuh jika bebas dari komponen anorganik (Erika et al., 2005).

Penetuan Perlakuan Terbaik Ekstrak Ceker Ayam

Penentuan perlakuan terbaik diperoleh berdasarkan metode Multiple Attribute (Zeleny, 1982). Berdasarkan hasil perhitungan nilai ekstrak kasar ceker ayam berdasarkan kadar protein dan kadar abu diperoleh peroleh perlakuan terbaik pada perlakuan 12 jam dengan perbandingan bubuk ceker ayam dengan pelarut (NH4)2CO3 1:4. Perlakuan terbaik tersebut akan dilakukan pengujian

lanjut analisis glukosamin. Pada perlakuan tersebut diperoleh kadar protein sebesar 9,08% dan kadar abu sebesar 0,36%. Ekstrak dikeringkan menggunakan freeze dryer, rendemen yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rendemen Ekstraksi Kering Ceker Ayam Perlakuan Lama Ekstraksi 24 Jam Perbandingan Bubuk Ceker dengan Larutan (NH4)2CO3 1:4

Bubuk Ceker Ekstrak Kering Rendemen % Kadar Glukosamin

100,0997 gram 11,9516 gram 11,9397 66,93mg/100g.

Pengeringan menggunakan freeze dryer mampu menghindari kerusakan senyawa bioaktif di dalam ekstrak kasar ceker ayam. Hal ini disebabkan freeze dryer menggunakan suhu rendah, pengeringan ini menggunakan 2 tahapan yaitu kristalisasi dan sublimasi. Pada proses kristalisasi semua kadar air pada bahan akan dibekukan, setelah semua bahan kering akan mengalami proses sublimasi. Untuk menghilangkan kadar air yang terikat karena proses sublimasi dilakukan pengeringan dalam kondisi vakum sehingga diperoleh bahan dalam kondisi kering mencapai 90% (Anonim, 2014).

KESIMPULAN

Pada Ekstraksi bubuk ceker ayam dengan pelarut ammonium karbonat [(NH4)2CO3],

faktor lama ekstraksi maserasi tidak menunjukkan beda nyata (α=0,05) dan perbandingan bubuk ceker ayam dan pelarut menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) tetapi kedua faktor tersebut tidak menunjukkan interaksi. Hasil perlakuan terbaik diperoleh perlakuan dengan lama maserasi 12 jam dengan perbandingan bubuk dan pelarut 1:4. Rendemen 11,94%, Kadar Protein 9,08%, kadar Abu 0,36% dan Kadar Glukosamin 66,93 mg/100 g.

SARAN

Bandingkan dengan cara ekstraksi lainnya (metode asam maupun enzimatis) dan diujikan sebagai anti inflamasi pada hewan coba.

DAFTAR PUSTAKA

Erika, Rojas D., Waldo M., Arguelles M., Inocencio H.C., Javier H.,.Jaime.L.M.,.Francisco M.G., 2005. Determination of Chitin and Protein Contents during The Isolation of Chitin From Shrimp Waste. Journal Macromolecular Bioscience 6:340-347.

Iozzo dan Antonio. 2001. Heparan Sulfate Proteoglycans: Heavy Hitters in The Angiogenes Arena. Journal Clinical Investigation 55:108-349.

Lane, I.W., Contreras E. 1992. Journal Naturopathic Medicine 3 : 86-88. Dalam Fontenele, J.B, Glaucia B.A., Alencar W. dan Viana GSdB. 1997. The Analgesic and Anti-Inflammatory Effectsof Shark Cartilage Are Duetoa Peptide Molecule and Are Nitric Oxide (NO) System Dependent. J.Biol.Pharm.Bull 20 (11) :1151–1154.

(6)

Mojarrad J.S., Nemati M., Valizadeh H., Ansarin M. and Bourbour S., 2007. Preparation of glucosamine from exoskeleton of shrimp and predicting production yield by response surface methodology. Journal of Agricultural Food Chemistry 55: 2246-2250.

Musfiroh I., Indriyati W., Surahman E., Suniwi S.A., Muchtaridi, Mutakin, Levita J., 2009. Analisis dan Aktivitas Anti Inflamasi Tulang Rawan Ikan Hiu. Jurnal Farmaka 7(2):1-12.

Purnomo E.H., Sitanggang A.B., Indrasti D., 2012. Studi Kinetika Produksi Glukosamin Dalam Water-Miscible Solvent dan Proses Separasinya. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB.

Pramudiarha U., 2011. Ceker Ayam Khasiatnya Mirip dengan Sirip Ikan Hiu. Dilihat pada 5 Oktober 2013. <http://health.detik.com/read/2011/03/23/075747/1599174/763/ ceker-ayam-khasiatnya-mirip-dengan-sirip-ikan-hiu?l771108bcj>

Riyanto B, Nurhayati T, Pujiastuti AD. 2013. Karakterisasi Glikosaminoglikan Dari Tulang Rawan Ikan Pari Air Laut (Neotrygon Kuhlii) Dan Pari Air Tawar (Himantura Signifer). JPHPI 2013, Volume 16 Nomor 3.

Suryana A. 2004. Ketahanan Pangan di Indonesia. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004

Syafril R., 2006. Evaluasi Keberadaan Glukosamin Pada Tempe Kedelai Murni. Hasil Skripsi. Institut Pertanian Bogor

Gambar

Tabel 1. Kandungan Bubuk Ceker Ayam
Tabel 2.   Rerata  Kadar  Protein  Ekstrak  Ceker  Ayam  Akibat  Perlakuan  Perbandingan  Jumlah  Bubuk dan Pelarut

Referensi

Dokumen terkait

Dalam masa yang sama, masalah ini telah membuka mata masyarakat dunia kepada potensi sebenar kejayaan sistem kewangan Islam yang dilaksanakan di Malaysia dan

Oleh karena itu orang yang tidak mampu tersebut dapat mengajukan perkara secara Cuma-Cuma (Prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan pembayaran ongkos

1) Rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 46 pasien Thalasemia anak, yaitu pengguna obat kelasi besi Ferriprox ( Deferiprone ) sebanyak 23 pasien dan

Kelestarian telecenter pelbagai fungsi boleh disimbiosiskan dengan wawasan pembangunan negara untuk menjadi negara maju seperti Wawasan 2020 di Malaysia, Visi Indonesia 2030,

A group of exams in the same range, for example, Cambridge IGCSE and Cambridge International A Level, with the same closing date for entries and timetable period. A series is

Perbandingan pertumbuhan aspek sosial (tenaga kerja , jumlah sekolah, jumlah pusat kesehatan) di Labuhanbatu dan Labuhanbatu Selatan

This international seminar on Language Maintenance and Shift V (LAMAS V for short) is a continuation of the previous LAMAS seminars conducted annually by the