• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. oleh karena itu keberadaan pemuda perlu dikelola secara efektif. Badan Pusat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. oleh karena itu keberadaan pemuda perlu dikelola secara efektif. Badan Pusat"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

Pemuda secara demografi ekonomi merupakan aset untuk menggerakkan pembangunan namun di sisi lain pemuda dapat menjadi beban, oleh karena itu keberadaan pemuda perlu dikelola secara efektif. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2013 jumlah pemuda mencapai 62,6 juta orang. Artinya, rata-rata jumlah pemuda 25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan. Berkaca pada data tersebut, kaum muda memegang peran penting dan strategis membawa arah perjalanan bangsa, seharusnya pemuda bisa bertindak nyata dan menjadi faktor kebangkitan bangsa. Oleh karena itu pembangunan kepemudaan adalah bagian tak terpisahkan dari kepentingan pembangunan nasional.

Keberhasilan pembangunan kepemudaan terutama dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing menjadi salah satu kunci dalam membuka peluang dan kemajuan di berbagai sektor pembangunan dan masa depan Indonesia sebagai Negara Bangsa (Nation State). Selain itu jiwa kepeloporan kepemudaan dalam kaitannya dengan perkembangan dan kesuksesan pembangunan dapat mendorong, mengembangkan dan meningkatkan kepeloporan kepemudaan. Salah satu program pemerintahan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga yang ada kaitannya dengan jiwa kepemudaan dan kepeloporan adalah program Sarjana Penggerak Pembanguan di Pedesaan (SP-3).

(2)

Program ini sudah berlangsung sejak tahun 1989, pada tahun 2011 Kemenpora melakukan revitalisasi program SP-3 menjadi PSP-3 (Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan). Penempatan kata Pemuda memiliki maksud sebagai simbol dari perwujudan lingkup tugas dan fungsi kerja Kemenpora, selain itu sarjana yang dilibatkan adalah kaum muda yang dicirikan dari usia, status pernikahan, jiwa dan maksud yang terakhir dari penempatan kata pemuda adalah fokus sasaran program ini memberdayakan penduduk terutama usia muda.

Sarjana yang sudah ditempatkan dari tahun 1989-2010 sebanyak 16.567 orang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan untuk angkatan pertama PSP-3 pada tahun 2011 sebanyak 1000 orang tersebar di 33 Provinsi di Indonesia (Kemenpora, 2011). Para sarjana yang ditempatkan di desa memiliki tugas menggerakkan dan mendampingi masyarakat khususnya pemuda dan mampu menumbuhkan beragam kegiatan produktif di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lingkungan.

Pembangunan pada prinsipnya merupakan sebuah proses sistematis yang dilakukan oleh masyarakat atau warga setempat untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dari apa yang dirasakan sebelumnya. Namun demikian, pembangunan juga merupakan proses “bertahap” untuk menuju kondisi yang lebih ideal. Karena itu, masyarakat yang ingin melakukan pembangunan perlu melakukan tahapan yang sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya dengan mempertimbangkan segala bentuk persoalan yang tengah dihadapinya.

(3)

Besarnya disparitas antara desa maju dengan desa tertinggal banyak disebabkan oleh: terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia yang profesional; belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan secara efektif dan produktif; pendekatan top down dan buttom up yang belum berjalan seimbang; pembangunan belum sepenuhnya partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur; kebijakan yang sentralistik sementara kondisi pedesaan amat plural dan beragam; pembangunan pedesaan belum terintegrasi dan belum komperhensif; belum adanya fokus kegiatan pembangunan pedesaan; lokus kegiatan belum tepat sasaran; dan yang lebih penting kebijakan pembangunan desa selama ini belum sepenuhnya menekankan prinsip pro poor, pro job dan pro growth. (Republika, edisi Kamis 7 November 2013).

Kenyataan di atas tentu sangat mengkhawatirkan. Mengapa desa yang memiliki kekayaan melimpah dan sumber daya alam yang sangat potensial justru mengalami ketertinggalan. Padahal pasokan makanan seperti sayuran, buah-buahan dan bahan pokok lainnya untuk wilayah perkotaan semuanya berasal dari desa. Desa memiliki lahan yang luas, wilayah yang strategis dan kondisi yang memungkinkan untuk berkarya dan mencipta. Mengingat demikian besarnya sumber daya manusia desa, ditambah dengan sumber daya alam yang berlimpah ruah serta dilihat dari strategi pertahanan dan keamanan nasional, maka sesungguhnya basis pembangunan nasional adalah berawal di pedesaan. Sangat disayangkan sekali bila pembangunan nasional tidak ditunjang dengan pembangunan pedesaan.

(4)

Peran pemerintah sangat penting dalam membangun sektor kepemudaan terutama pada kondisi krisis yang tengah dihadapi bangsa, sehingga berimbas pada tersendatnya pembangunan di pedesaan. Keberadaan pemuda sebagai penggerak dan perubah keadaan sangat memainkan posisi yang strategis. Strategis mengandung arti bahwa pemuda adalah kader penerus kepemimpinan nasional dan juga lokal (desa), pembaharu keadaan, pelopor pembangunan, penyemangat bagi kaum remaja dan anak-anak. Karena itu, paling tidak ada 3 peran utama yang bisa dilakukan pemuda sebagai kader penerus bangsa, yaitu; (1) sebagai organizer yang menata dan membantu memenuhi kebutuhan warga desa; (2) sebagai mediamaker yang berfungsi menyampaikan aspirasi, keluhan dan keinginan warga; dan (3) sebagai leader, pemimpin di masyarakat, menjadi pengurus publik/warga.

Ketiga peran itulah setidaknya yang harus dilakukan pemuda dalam pembangunan desa, dan yang lebih penting lagi ada beberapa tindakan yang harus dilakukan sebagai strategi pembangunan desa. Pertama, berpartisipasi dalam mempraktikan nilai-nilai luhur budaya lokal dan agama, dan membangun solidaritas sosial antar warga. Kedua, aktif dalam membangun dan mengembangkan wadah atau organisasi yang memberikan manfaat bagi warga. Ketiga, memajukan desa dengan memperbanyak belajar, karya dan cipta yang bermanfaat bagi warga. Keempat, berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan yang diselenggerakan oleh pemerintahan desa dan kelima, melakukan upaya-upaya untuk mendorong pemerintahan dalam setiap

(5)

tingkatan (pusat, daerah dan desa) untuk menjalankan fungsinya sebagai pengurus warga yang benar-benar berpihak pada warga.

Strategi dan perencanaan pembangunan desa akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya, apabila perencanaan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan warga setempat atau menekankan prinsip pro poor, pro job dan pro growth. Untuk memungkinkan hal itu terjadi, khususnya pembangunan pedesaan, mutlak diperlukan keikutsertaan warga desa secara langsung dalam penyusunan rencana dan terlibat dalam setiap agenda. Sikap gotong royong, bahu-membahu, dan saling menjaga hendaknya dilakukan warga desa demi terciptanya pembangunan desa yang lebih baik.

Keberhasilan pembangunan desa pada akhirnya berarti juga keberhasilan pembangunan nasional. Karena desa tidak dipungkiri sebagai sumber kebutuhan warga perkotaan, tetapi sebaliknya ketidakberhasilan pembanggunan pedesaan berarti pula ketidakberhasilan pembangunan nasional. Apabila pembangunan nasional digambarkan sebagai suatu titik, maka titik pusat dari lingkaran tersebut adalah pembangunan pedesaan. Karena itu, pemerintah dalam hal ini jangan mengabaikan desa dan mengenyampingkan kebutuhan warga desa. Ciri sebuah negara yang maju bukan bertolak pada pembangunan yang bersifat sentralistik, dalam hal ini berpusat di perkotaan tapi antara desa dan kota memerlukan pembangunan yang seimbang dan merata.

(6)

Secara nasional, kebijakan kewirausahan pemuda telah diatur dalam Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan. Undang-Undang yang disahkan pada tanggal 14 Oktober 2009 ini mengatur bahwa pengembangan kewirausahaan merupakan salah satu fungsi dari pelayanan kepemudaan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Undang-Undang ini memberikan batasan yang dimaksud dengan kebijakan pengembangan kewirausahaan pemuda sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (8), bahwa pengembangan kewirausahaan pemuda adalah kegiatan pengembangan potensi keterampilan dan kemandirian berwirausaha.

Berdasarkan pasal 1 ayat (8) tersebut di atas, maka kebijakan pengembangan kewirausahanan pemuda difokuskan pada: Pertama, mengembangkan potensi keterampilan pemuda; dan yang kedua, mengembangkan kemandirian pemuda melalui kegiatan wirausaha. Secara lengkap, Undang-Undang mengatur tentang pengembangan kewirausahan pemuda, koordinasi dan kemitraan, partisipasi masyarakat dan permodalan, (Kemenpora, 2011)

Terkait tentang koordinasi dan kemitraan, Undang-Undang ini pada pasal 30 memberikan amanah kepada pemerintah untuk melakukan koordinasi strategis lintas sektor untuk mengefektifkan pelayanan penyelenggaraan kepemudaan, dimana program Pemuda Penggerak Pembangunan di pedesaan merupakan salah satu fungsi dari pelayanan kepemudaan tersebut yang tentunya diselenggarakan oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga.

(7)

Undang-Undang juga mengatur perihal kemitraan dalam pelayanan kepemudaan, termasuk pelayanan dalam pengembangan kewirusahaan pemuda. Hal ini sebagaimana diatur pada pasal 32 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah dan organisasi kepemudaan dapat melakukan kemitraan berbasis program dalam pelayanan kepemudaan. Lebih lanjut, Pasal 33 mengamanatkan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi terselenggaranya kemitraan secara sinergis antara pemuda dan/atau organisasi kepemudaan dan dunia usaha.

Lebih lanjut, kebijakan kewirausahaan pemuda ini dipertegas lagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMN) Tahun 2010-2014, dimana pengembangan kewirausahaan pemuda tercantum sebagai kegiatan prioritas nasional, dalam Buku I Prioritas Nasional RPJMN 2010-2014, pembangunan kepemudaan merupakan bagian dari : (1) Prioritas Nasional Ke-11 Kebudayaan, kreativitas dan Inovasi Teknologi; dan (2) Prioritas Nasional Lainnya Bidang Kesejahteraan Rakyat (Bappenas, 2014).

Prioritas Nasional ke-11, kegiatan pengembangan kewirausahan pemuda diamanatkan dalam substansi inti pengambangan penguasaan teknologi dan kreativitas pemuda. Sementara itu pada prioritas nasional lainnya bidang kesejahteraan rakyat, kegiatan pengembangan kewirausahan pemuda dimanfaatkan dalam substansi inti peningkatan character building melalui gerakan, revitalisasi dan konsolidasi gerakan kepemudaan, oleh karena itu peran program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan diharapkan dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik

(8)

lagi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di wilayah pedesaan. Pada tingkat daerah, kebijakan kewirausahan pemuda tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DIY tahun 2009-2013 memiliki visi sebagai berikut : “Pemerintah daerah yang katalistik dan masyarakat mandiri yang berbasis keunggulan daerah serta sumber daya manusia yang berkualitas, unggul dan beretika”.

Mewujudkan visi tersebut, pemerintah Provinsi DIY menetapkan empat misi pembangunan, yaitu: (1) mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang sehat, cerdas, profesional, humanis dan beretika dalam mendukung terwujudnya budaya yang adiluhung; (2) menguatkan fondasi kelembagaan dan menetapkan struktur ekonomi daerah berbasis pariwisata yang didukung potensi lokal dengan semangat kerakyatan menuju masyarakat yang sejahtera; (3) meningkatkan efisiensi dan efektivitas tata kelola pemerintahan yang berbasis good gevernance; dan (4) memantapkan prasarana dan sarana daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik, dengan memperhatikan visi dan misi tersebut, maka pembangunan kepemudaan merupakan bagian dari misi pertama, dan tentu saja merupakan hal yang diprioritaskan dalam membangun sumber daya manusia di Provinsi DIY di masa yang akan datang.

Sementara itu, kebijakan kewirausahaan pemuda secara lebih jelas terdapat pada Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY Tahun 2009-2013, dimana pembangunan kepemudaan dilakukan melalui tiga program, yaitu: (1) Program Peningkatan Peran Serta

(9)

Kepemudaan; (2) Program Pemberdayaan dan Pengembangan Pemuda; dan (3) Program Peningkatan Upaya Penumbuhan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda.

Meskipun demikian, kebijakan kewirausahaan pemuda di daerah belum diterjemahkan secara lebih operasional, padahal menurut Wibawa (1994) menyatakan, “agar suatu kebijakan mudah untuk dioperasionalisasikan, maka kebijakan tersebut secara rinci harus menyebutkan alokasi dana, personil dan sumber daya lain yang diperlukan”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa program-program yang dijanjikan atau diwacanakan oleh pemerintah tersebut harus jelas implikasinya di lapangan seperti apa, format atau jenis kegiatan apa yang mendukung kebijakan-kebijakan tersebut.

Kebijakan pemerintah pusat tentang otonomi daerah sangatlah berpengaruh dalam proses meningkatkan ketahanan ekonomi wilayah terutama di pedesaan. Ketahanan ekonomi perlu dikembangkan berdasarkan prinsip dan semangat otonomi daerah yakni dengan mengembangkan melalui teori ketahanan ekonomi wilayah, sebuah daerah perlu meningkatkan daya saing daerahnya masing-masing sebagai penentu keberhasilan pembangunan daerah itu. Kemampuan untuk meningkatkan daya saing daerah sangat tergantung kepada kemampuan daerah dalam menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran daya saing suatu daerah. Selain itu, juga ditentukan oleh kemampuan pemerintah daerah masing-masing dalam menetapkan kebijakan untuk meningkatkan daya saing perekonomian terhadap daerah-daerah lain. Bagi daerah, hasilnya akan bisa dinilai dari apakah

(10)

penerapan otonomi dan desentralisasi fiskal benar-benar akan efektif dalam mempercepat proses pembangunan atau malah sebaliknya, merupakan distorsi-distorsi baru bagi pembangunan ekonomi di daerah. Dengan begitu, tantangan utama dari pemberdayaan otonomi daerah adalah pemahaman dari potensi daya saing tersebut.

Pemahaman yang akurat dan lengkap mengenal potensi daya saing yang dimiliki oleh masing-masing daerah, pemerintah daerah dengan mudah menyusun kebijakan yang benar-benar baik, sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha di daerah yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu tugas PSP3 saat pertama kali diterjunkan di lokasi untuk mengenal potensi daerah penempatan dengan kecenderungan tersebut, sistem produksi di daerah harus dibangun berdasarkan kemitraan erat antara PSP3, unit produksi dan sektor-sektor penyedia penguatan seperti institusi penelitian dan pengembangan, serta dengan melibatkan perguruan tinggi untuk menghasilkan produk yang berdaya saing dan berkelanjutan. Untuk daerah penempatan propinsi D.I Yogyakarta salah satu institusi tersebut adalah Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM.

Kemampuan suatu daerah untuk memelihara, memanfaatkan dan mengembangkan seluruh potensi daerah yang ada sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi daerah yang dimaksud tidak hanya terbatas pada potensi yang bernilai ekonomi semata, melainkan juga mencakup sosial, politik, hukum, keamanan, ilmu pengetahuan dan terknologi, beserta infrastrukturnya, sumber daya manusia dan kelembagaan.

(11)

Richardson (1973) mengembangkan suatu model ekonomi regional, yaitu basis ekonomi yang dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah, dalam model ini kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dibedakan menjadi dua sektor, yaitu kegiatan ekonomi basis dan nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang mampu melayani pasar di dalam dan di luar daerah, sedangkan sektor nonbasis hanya mampu melayani pasar di dalam daerah itu sendiri (Bahtiar, 2007)

Mengingat sudah lamanya program ini Kemenpora menyadari bahwa keberadaan program ini belum terasa cukup signifikan dampaknya bila diukur dalam aspek pengurangan kemiskinan dan peningkatan asset masyarakat. Namun jika diukur dari aspek sosial keberadaan PSP-3 untuk berkerja di pedesaan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun untuk menggerakan masyarakat dalam pembangunan merupakan hal yang positif. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti “Pelaksanaan Program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) dalam Meningkatkan Kemandirian Wirausaha Pemuda dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah” (Studi di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta).

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) dalam meningkatkan kemandirian kewirausahaan Pemuda di Kecamatan Dlingo Kab Bantul D.I Yogyakarta?

(12)

2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta?

3. Bagaimana implikasi pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) dalam meningkatkan kemandirian kewirausahaan terhadap ketahanan ekonomi wilayah di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta?

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, baik yang bersifat praktis maupun teoritis :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi penyelenggara program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) dalam meningkatkan tingkat keberhasilan program pada masa yang akan datang. Memperkaya ilmu pengetahuan bagi pengembangan program kepemudaan dan program-program pengembangan masyarakat lainnya. Mengetahui dan dapat memberikan solusi bagi setiap kendala yang dihadapi oleh para peserta program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) yang ditempatkan di berbagai daerah dan yang terakhir adalah peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat sebegai referensi bagi peneliti lain yang juga akan melakukan penelitian mengenai program kepemudaan atau program pemberdayaan masyarakat yang berhubungan dengan aspek ekonomi.

(13)

2. Manfaat Praktis

Bagi pemuda dapat memberikan wawasan baru dan juga memberi pengalaman baru terutama dalam hal pengembangan masyarakat/pemuda dan bagi penyelenggara program, yaitu sebagai bahan evaluasi dari pencapaian tujuan program yang telah diselenggarakan serta sebagai upaya peningkatan mutu kebijakan pelaksanaan program kemandirian, kepeloporan, dan kewirausahaan bagi pemuda.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) dalam meningkatkan kemandirian kewirausahaan pemuda di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan Di Pedesaan (PSP3) di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui implikasi pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) dalam meningkatkan kemandirian kewirausahaan pemuda terhadap ketahanan ekonomi wilayah di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta.

1.5 Keaslian Penelitian

Munthe, Renova, 2009, dalam penelitiannya yang berjudul “Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Sarjana Penggerak Pemuda di Pedesaan

(14)

(SP-3), Studi Deskriptif Terhadap Masyarakat Desa Sidoadi Kecamatan Sibiri-biru”, Kabupaten Deli Serdang Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 oleh Renova Munthe ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP3) dan bagaimana partisipasi dari masyarakat terhadap programdari SP3 di desa mereka. Penelitian ini dilakukan di Desa Sidodadi Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dilakukan melalui penyebaran kuesioner, observasi.

Widuri, Berti, 2012, Impementasi Kebijakan Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Berti Widuri mengkaji tentang Implementasi dan kebijakan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program ini dapat di implementasikan oleh seluruh peserta dan pihak-pihak terkait seperti Kemenpora, BPO dan LPPM UGM.

Dari beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan program PSP3, belum ada yang membahas sesuai dengan tujuan peneliti yaitu : (1) Untuk mengetahui pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan

(15)

di Pedesaan (PSP3) dalam meningkatkan kewirausahaan pemuda di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. (2)Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan Di Pedesaan (PSP3) di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. (3) Untuk mengetahui pelaksanaan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) dalam meningkatkan ketahanan ekonomi wilayah di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Untuk mengetahui tingkatan pencapaian kesuksesan program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan, pada penelitian sebelumnya hanya menempatkan pemangku kebijakan sebagai objek penelitian, sementara penelitian yang dilakukan peneliti melibatkan seluruh individu yang memang terlibat dengan program PSP3 tersebut dengan menggunakan purposive sampling untuk menentukan sampel yang benar-benar berkompeten sehingga informasi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk memudahkan dalam memahami gambaran umum hasil penelitian, maka dirancang sistematika penulisan yang dibagi ke dalam tujuh bab yaitu:

1. Bab I Pengantar, berisi tentang latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori. Bab ini terdiri dari dua sub bab, yaitu: Tinjauan Pustaka memaparkan tentang beberapa pustaka yang

(16)

menganalisis tentang Program Pemuda Sarjna Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3). Landasan teori memaparkan beberapa teori, yaitu teori evaluasi, teori dampak pelaksanaan program, teori pemberdayaan masyarakat, teori ketahanan nasional dan teori ketahanan ekonomi wilayah.

3. Bab III Metode Penelitian. Bab ini memaparkan tentang lokasi penelitian, jenis penelitian, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

4. Bab IV Gambaran Umum Objek Penelitian. Bab ini mendeskripsikan gambaran secara umum tentang keadaan wilayah Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta, dari keadaan demografis, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur dan akses transportasi.

5. Bab V Pelaksanaan Program PSP3 dalam Kemandirian Kewirausahaan Pemuda Perspektif santri terhadap Pancasila. Bab ini berisi tentang pelaksanaan Program PSP3 di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul DIY, indikator keberhasilan program PSP3 dan tingkat keberhasilan pelaksanaan program PSP3.

6. Bab VI Kendala-kendala yang dihadapi. Bab ini berisi tentang sub bab kendala dari faktor geografis, kendala dari faktor bahasa dan budaya, kendala dari faktor minimnya bantuan atau dukungan dari pemerintah daerah dan kendala dari faktor pendanaan.

7. Bab VII Implikasi Keberhasilan Pelaksanaan Program PSP3 Terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah. Bab ini menjelaskan tentang kriteria

(17)

ketahanan ekonomi wilayah dan pelaksanaan program PSP3 implikasinya terhadap ketahanan ekonomi wilayah.

8. Bab VIII Kesimpulan dan Rekomendasi, terdiri dari kesimpulan hasil penelitian yang menjawab pertanyaan penelitian, dan rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat mengetahui dan mempelajari bauran promosi bagi perusahaan adalah perusahaan dapat memilih dan menentukan iklan apa yang sesuai untuk disampaikan kepada konsumen

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan suhu udara, kelembaban udara,intensitas cahaya matahari antara 10 hari akhir bulan Ramadhan dan 20 hari di awal Ramadhan begitu

Meskipun demikian, dari prespektif manajemen SDM sektor privat dan sektor publik memiliki persamaan tujuan yakni agar pegawai mampu memberikan pelayanan terbaik

Angka romawi kecil pada halaman judul tidak perlu dituliskan, penulisan baru dimulai pada halaman persetujuan pembimbing (ii). 2) Bagian isi laporan penelitian mulai

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Hasil adaptasi tujuh varietas kentang di desa Bontolojong, kacamatan Ulu Ere, kabupaten Bantaeng dapat disimpulkan bahwa varietas yang beradaptasi baik dengan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan hurlf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten

Model belajar berdasar regulasi diri ini didasarkan pada empat asumsi umum yaitu bahwa individu dalam belajar berdasar regulasi diri, (1) dipandang