• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Kemasyarakatan

Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan masyarakat setempat), tanpa mengganggu fungsi pokoknya (meningkatkan fungsi hutan dan kawasan hutan, pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan tetap menjaga fungsi kawasan hutan (Cahyaningsih et

al. 2006).

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dan hanya diperuntukkan pada kawasan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.

Hutan kemasyarakatan memiliki manfaat untuk masyarakat, pemerintah maupun manfaat terhadap fungsi hutan dan restorasi habitat. Manfaat HKm untuk masyarakat adalah: (1) pemberian izin kelola HKm memberikan kepastian hak akses untuk turut mengelola kawasan hutan; (2) masyarakat atau kelompok tani HKm menjadi pasti untuk berinvestasi dalam kawasan hutan melalui reboisasi swadaya mereka. HKm menjadi sumber mata pencaharian dengan memanfaatkan hasil dari kawasan hutan. Keanekaragaman tanaman yang diwajibkan dalam kegiatan HKm menjadikan kalender musim panen petani menjadi padat dan dapat

(2)

menutupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga petani HKm; (3) kegiatan pengelolaan HKm yang juga menjaga sumber-sumber mata air dengan prinsip lindung, berdampak pada terjaganya ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rumah tangga dan kebutuhan pertanian lainnya; (4) terjalinnya hubungan dialogis dan harmonis dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Diskusi-diskusi dan komunikasi yang dibangun dan dilakukan melalui kegiatan HKm telah menghasilkan komunikasi yang baik dan harmonis antar para pihak yang dulu merupakan sesuatu hal yang jarang ditemukan; (5) adanya peningkatan pendapatan non tunai (innatura atau berbentuk barang) dalam bentuk pangan dan papan. Manfaat HKm untuk pemerintah adalah: (1) kegiatan HKm memberikan sumbangan tidak langsung oleh masyarakat kepada pemerintah melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana; (2) adanya peningkatan pendapatan pemerintah daerah untuk pembangunan hutan lestari masyarakat sejahtera; (3) kegiatan teknis di lahan HKm yang mewajibkan kelompok melakukan penerapan pengolahan lahan berwawasan konservasi (menerapkan terasering, guludan, rorak, dll) dan melakukan penanaman melalui sistem MPTS membawa perbaikan pada fungsi hutan; (4) kegiatan HKm berdampak kepada pengamanan hutan (menurunkan penebangan liar), kebakaran hutan, dan perambah hutan. Kegiatan pengamanan hutan tersebut tercantum dan merupakan bagian dari program kerja masing-masing kelompok HKm; (5) terlaksananya tertib hukum di lahan HKm (berdasarkan aturan dan mekanisme kerja kelompok). Manfaat HKm terhadap fungsi hutan dan restorasi hábitat adalah: (1) terbentuknya keanekaragaman tanaman (tajuk rendah, sedang, dan tinggi); (2) terjaganya fungsí ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan; (3) terjaganya blok perlindungan yang dikelola oleh kelompok pemegang izin HKm, yang diatur melalui aturan main kelompok; (4) kegiatan HKm juga menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya beserta habitatnya (Cahyaningsih et al. 2006).

(3)

Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan

Penelitian mengenai optimalisasi lahan sistem agroforestry telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan

Nama (tahun) Lokasi Metode análisis Hasil Rauf (2004) Kabupaten Langkat Sumatera Utara Goal programming

Tipe agrosilvopastural dengan kombinasi pepohonan/hutan, tanaman pertanian dan rumput pakan ternak memberikan hasil optimal

Arunglangi (2005)

Tana Toraja Goal

programming

Pola tanam optimal adalah pola yang memiliki keragaman tertinggi

Mandagi (2005) Kecamatan Bintauna Provinsi Sulawesi Utara Linear programming

Pola tanam optimal berdasarkan pertimbangan musim, unsur hara, hama penyakit dan sumberdaya yang tersedia memberikan pendapatan optimal.

Rajati (2006) Hutan Cipadayungan, Kabupaten Sumedang Goal programming dan USLE

Pola tanam yang memberikan hasil optimal adalah pola tanam berdasarkan pilihan masyarakat

Hasil-Hasil Penelitian Hkm

Beberapa hasil penelitian tentang HKm telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang HKm Nama (tahun) Lokasi Metode análisis Hasil Zulfarina (2003) Lampung Barat

Statistik Terdapat hubungan yang positif antara persepsi

dan partisipasi petani terhadap usaha pertanian konservasi Susilawati (2009) Lampung Barat Statistik deskriptif dan inferensia

1) Semakin luas lahan yang dikelola petani, semakin besar daya dukung gizi yang diperoleh untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. 2) Semakin beranekaragam jenis tanaman,

ketersediaan energi yang dihasilkan semakin besar

(4)

Agroforestry

Sistem agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan dan atau ternak secara terus-menerus ataupun periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah (Nair 1993). King (1979) diacu dalam Watanabe (1999) mendefinisikan bahwa

agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang mampu

meningkatkan produktivitas lahan secara total, mengkombinasikan tanaman pangan (termasuk tanaman tahunan), tanaman hutan dan atau ternak secara terus-menerus atau periodik pada lahan yang sama, mengaplikasikan tingkat pengelolaan yang bersaing dengan kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua definisi agroforestry di atas mengimplikasikan bahwa:

1) Terdapat interaksi yang kuat, baik kompetitif maupun komplementer antara komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan

2) Terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing komponen agroforestry dalam dimensi fisik, umur dan penampilan fisiologi

3) Agroforestry umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau tanaman dan ternak), dimana paling tidak salah satunya merupakan tanaman berkayu

4) Agroforestry selalu mempunyai dua atau lebih hasil 5) Siklus agroforestry selalu lebih dari satu tahun

6) Walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi agroforestry lebih kompleks dibandingkan dengan usahatani monokultur

7) Agroforestry dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu, berawa-rawa, ataupun tanah marjinal dimana sistem usahatani lainnya kurang cocok.

Pada saat ini dikenal empat jenis agroforestry, yaitu tanaman sela, talun, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung dan pagar hidup. Empat jenis

agroforestry itu adalah (Santoso et al. 2004):

Tanaman sela

Ada dua model pertanaman sela, yaitu pertanaman sela terus menerus dan pertanaman sela periodik dilihat dari perkembangan tajuk tanaman tahunan.

(5)

Pertanaman sela terus-menerus adalah penanaman tanaman semusim atau menahun, palawija, atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang sudah menghasilkan. Tajuk tanaman tahunan tidak rapat sehingga memungkinkan untuk membudidayakan tanaman lainnya yang memiliki tajuk lebih rendah dari tanaman tahunan. Pengaturan tanaman dilakukan sedemikian rupa, sehingga interaksi antar tanaman tidak saling merugikan. Penanaman kakao, pisang, ubi kayu, padi gogo, nanas, atau jagung diantara barisan kelapa adalah salah satu contoh pertanaman sela terus-menerus.

Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim, palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi seluruh permukaan tanah. Tanaman semusim tidak dapat dibudidayakan lagi jika tajuk tanaman tahunan sudah menutupi seluruh permukaan tanah.

Teknik tanaman sela berkembang pesat di daerah perkebunan dengan tujuan untuk memberikan penghasilan yang cepat kepada petani selama menunggu tanaman perkebunan menghasilkan atau memberikan pendapatan tambahan dari tanaman tahunan yang tajuknya tidak menutupi seluruh permukaan tanah. Beberapa keuntungan dari pertanaman sela adalah memberikan pendapatan dalam waktu singkat kepada petani pengelola kebun, mencegah pertumbuhan gulma yang dapat merugikan tanaman tahunan dan meringankan pemeliharaan tanaman tahunan karena pemberian pupuk dan pengendalian hama/penyakit tanaman sela meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi gangguan hama/penyakit bagi tanaman tahunan. Kekurangan dari sistem tanaman sela adalah tanaman semusim atau tanaman bertajuk rendah dapat menjadi inang hama/penyakit yang menyerang tanaman tahunan. Tanaman sela dengan tanaman semusim hanya cocok diterapkan pada lahan dengan lereng < 30% karena pada lereng yang lebih curam akan mempercepat erosi dan memerlukan banyak tenaga dan biaya.

Talun

Talun adalah lahan di luar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya. Komponen tanamannya tumbuh sendiri sehingga proporsi jarak tanamnya tidak teratur. Sistem ini lebih menyerupai hutan sekunder yang tumbuh setelah hutan primer dibuka, ditanami tanaman pangan dan setelah beberapa tahun ditinggalkan karena produktivitas lahannya rendah. Talun

(6)

berasosiasi erat dengan perladangan berpindah di daerah Sumatera dan Kalimantan yang pada umumnya menumbuhkan hutan karet rakyat.

Kebun campuran

Kebun campuran mirip dengan talun, tetapi komponen tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya sengaja ditanam. Jenis tanaman tahunan yang sengaja ditanam antara lain petai, jengkol, aren, melinjo, sengon, dan buah-buahan. Sebagian lahan kadang-kadang ditanami dengan tanaman pangan semusim tetapi komponen tanaman tahunan dalam sistem kebun campuran lebih dominan dibandingkan dengan tanaman semusim. Kebun campuran dikenal dengan istilah

Taungya di Filipina, India dan Kenya, yang berarti sehamparan lahan di daerah

pegunungan. Sistem ini disebut tegalan jika proporsi tanaman semusim lebih luas daripada tanaman tahunan.

Pekarangan

Pekarangan adalah penanaman tanaman tahunan dan tanaman pangan semusim atau menahun serta sering dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak terutama jenis ruminansia dan unggas di sekitar rumah. Sistem ini berkembang baik di daerah transmigrasi, dimana untuk setiap rumah tangga disediakan lahan pekarangan sekitar 0,25 hektar untuk ditanami tanaman tahunan, tanaman pangan, tanaman obat-obatan, dan sering diiringi dengan pembuatan kandang ternak ruminansia dan unggas.

Tanaman pelindung

Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan bertajuk tinggi yang sengaja ditanam dengan tujuan untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman perkebunan bertajuk rendah (perdu) dari kelebihan intensitas sinar matahari dan pengaruh buruk dari angin dingin. Proporsi tanaman pelindung lebih sedikit daripada tanaman yang dilindungi dan dipilih tanaman jenis leguminosa berkayu untuk mengurangi persaingan unsur hara dengan tanaman yang dilindungi. Tanaman Erythrina sp. yang ditanam di sela-sela barisan tanaman kopi merupakan salah satu contoh tanaman pelindung. Persyaratan tanaman pelindung adalah:

(7)

1) Memiliki tajuk tinggi

2) Memiliki perakaran yang dalam sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan tanah yang dalam, dan mengurangi persaingan dengan tanaman pokok 3) Termasuk jenis legume berkayu, sehingga dapat memfiksasi nitrogen dari

udara untuk tanaman pokok

4) Tidak mudah rebah atau patah sehingga tanaman pokok tidak mengalami kerusakan

5) Mampu mengurangi kerusakan tanaman pokok dari pengaruh jelek angin terutama di daerah beriklim kering dan kena pengaruh angin dingin dari Benua Australia

Pagar hidup

Pagar hidup adalah barisan tanaman tahunan jenis perdu atau pohon sepanjang batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat, dipangkas pada ketinggian 1,5 - 2 m. Pagar hidup dapat berfungsi sebagai pencegah orang, ternak pemakan rumput/tanaman masuk ke lahan dan merusak tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi selain sebagai batas pemilikan lahan. Persyaratan yang diperlukan untuk tanaman pagar hidup adalah:

1) Berperakaran dalam, sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan tanah yang dalam, mengurangi persaingan dengan tanaman pokok, dan mampu mencegah erosi

2) Tahan dipangkas secara periodik

3) Menghasilkan banyak bahan hijauan segar untuk pakan ternak atau menghasilkan banyak bahan kayu bakar

4) Bukan sebagai inang hama/penyakit bagi tanaman pokok

5) Untuk daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, dipilih tanaman yang tahan kering, sehingga tidak mati selama kemarau panjang

6) Diusahakan dari jenis legume perdu karena kualitas pakan ternak akan lebih baik dan dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk tanaman pokok.

Klasifikasi agroforestry

Klasifikasi pola agroforestry dapat dilakukan berdasarkan struktur, fungsi, sosial ekonomi, dan ekologi (Watanabe 1999). Klasifikasi berdasarkan struktur menunjukkan komponen-komponen yang menyusun pola tersebut, misalnya

(8)

tanaman pertanian, tanaman kehutanan dan ternak, sedangkan klasifikasi berdasarkan fungsi menunjukkan peranan dari pola agroforestry yang meliputi peranan produksi atau peranan proteksi. Klasifikasi agroforestry menunjukkan tingkat input yang digunakan (input rendah, input tinggi) atau intensitas pengelolaan dan tujuan komersil (subsisten, komersil atau setengah komersil) berdasarkan sosial ekonomi, sedangkan berdasarkan ekologi menunjukkan kondisi lingkungan dan kesesuaian ekologis dari pola tersebut, misalnya suatu kelompok pola agroforestry yang sesuai untuk dataran tinggi tropis, wilayah semi-arid dan lain-lain. Agroforestry dapat dibagi berdasarkan struktur atau komponen-komponen yang menyusunnya sebagai berikut (Sukandi et al. 2002):

a. Kombinasi antara pohon-pohonan dan tanaman pertanian disebut

agrisilviculture

b. Kombinasi antara pohon-pohonan dengan tanaman pakan ternak dan atau ternak disebut silvopasture

c. Kombinasi antara pohon-pohonan, tanaman pertanian, tanaman pakan ternak dan atau ternak disebut agrosilvopasture

d. Kombinasi yang lain, diantaranya adalah pohon-pohonan dengan kegiatan perikanan (silvofishery) atau pohon-pohonan dengan kegiatan perlebahan.

Pola Tanam

Pola tanam dalam agroforestry sangat spesifik karena menyangkut berbagai komponen yang berbeda di dalamnya. Prinsip pola tanam dalam sistem

agroforestry adalah bagaimana memanfaatkan ruang dan waktu secara optimal

sehingga unsur-unsur hara, air dan cahaya dapat dimanfaatkan secara optimal pula. Usaha pemanfaatan ruang secara optimal dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya pengaturan jarak tanam, tata letak tanaman, perkembangan lapisan tajuk dan perakaran. Optimalisasi pemanfaatan unsur waktu dilakukan antara lain dengan pengaturan waktu tanam dan panen. Pengaturan ruang dan waktu yang optimal diharapkan komponen yang satu tidak akan menekan komponen yang lain, malah sebaliknya terjadi saling menunjang antar komponen.

Pola tanam dalam sistem agroforestry diatur sedemikian rupa sehingga pada tahap awal (faktor naungan belum menjadi masalah) beberapa komponen dapat

(9)

tumbuh bersamaan dalam satu lapisan tajuk. Sistem agroforestry akan menyerupai ekosistem hutan pada tahap lanjut yang terdiri dari banyak lapisan tajuk (multistrata). Lapisan tajuk atas ditempati oleh jenis-jenis dominan, di bawahnya ditempati oleh jenis-jenis yang kurang dominan yang tahan setengah naungan, kemudian lapisan bawah ditempati oleh jenis-jenis tahan naungan. Pola tanam adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman seumur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani lahan kering (Santoso et al. 2004).

Perencanaan Tanaman

Banyak usahatani yang disusun berdasarkan pengalaman. Kebanyakan dari petani yang menggunakan cara ini dibesarkan di daerah tempat ia berusahatani sekarang. Praktek-praktek usahataninya tidak berbeda dengan praktek-praktek yang berlaku di daerah tersebut. Perencanaan tanaman dilakukan untuk menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi tanaman tersebut adalah (Soeharjo dan Patong 1973):

1) Dapat menambah atau mempertahankan kesuburan tanah

Tiap unit tanah harus dipertahankan kesuburannya. Salah satu jalan adalah dengan rotasi, baik yang sifatnya pendek maupun lama. Pergiliran tanaman yang baik akan memperbaiki struktur dan menjaga kesuburan tanah. Tanaman-tanaman yang dipilih sebagai tanaman kedua adalah tanaman yang memang sifatnya menambah kesuburan tanah. Tanaman-tanaman jenis leguminosa seperti kacang tanah, kedele adalah tanaman-tanaman yang dapat menambah kesuburan tanah. Pergiliran tanaman juga bisa didasarkan atas tanaman yang intensif dan ekstensif.

2) Komplementer dan suplementer satu sama lain

Tanaman-tanaman yang diusahakan hendaknya saling meninggikan hasil antara satu dengan lainnya atau sekurang-kurangnya tidak mengurangi hasil tanaman lainnya, terutama penggunaan alat-alat dan tenaga kerja. Tanaman yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman yang ekstensif, sehingga penggunaan tenaga kerja dan alat-alat tidak saling bersaing.

(10)

Absorpsi tenaga kerja pada saat-saat tertentu tidak selalu harus oleh tanaman. Ternak dapat juga mengabsorpsi tenaga kerja.

3) Menggunakan kerja keluarga dengan efisien

Salah satu tujuan dari penyusunan rencana tanaman adalah menghitung jumlah kerja produktif. Tembakau dan kentang misalnya, memerlukan lebih banyak kerja per hektar daripada jagung. Jumlah jam yang diperlukan per hektar menjadi sangat berkurang setelah penemuan mesin-mesin pertanian, terutama mesin-mesin serbaguna.

4) Dalam permintaan pasar

Syarat ini berlaku terutama bagi usahatani-usahatani yang bertujuan menjual hasilnya ke pasar. Faktor harga sangat berkaitan erat dengan permintaan. Seorang pengusaha harus dapat membedakan antara perubahan-perubahan harga yang sifatnya sementara dan yang relatif kekal.

Perencanaan tanaman memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan ternak yang dapat diusahakan. Hasil tanaman tertentu mencerminkan jernis ternak tertentu pula.

Perencanaan tanaman harus disertai dengan anggaran biaya atas tindakan-tindakan dan hasil yang akan diterima karena tindakan-tindakan tersebut. Anggaran biaya ini menggambarkan taksiran pengeluaran total dan taksiran penerimaan total dari usahatani. Anggaran biaya ini dihitung berdasarkan analisis ekonomi sehingga dalam beberapa hal nilai total biaya bisa menjadi lebih besar dari total penerimaan. Taksiran pengeluaran total dimulai dari perhitungan penggunaan bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, penyusutan alat dan pajak. Taksiran penerimaan total dihitung berdasarkan taksiran produksi tanaman jika tanaman tersebut sudah menghasilkan dengan memperhatikan variasi harga apakah harga untuk jangka pendek atau untuk jangka panjang.

Kebutuhan Tenaga Kerja

Jumlah kerja yang dibutuhkan pada usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Soeharjo dan Patong 1973):

1) Tingkat perkembangan usahatani

Jumlah kerja yang dicurahkan untuk operasi usahataninya relatif kecil pada usahatani yang tujuannya mencukupi kebutuhan keluarga. Tambahan kerja

(11)

diperlukan lebih banyak pada usaha tani yang telah banyak menggunakan input modern. Hasil yang lebih baik diperoleh dengan melakukan pemeliharaan, penyiangan, pengaturan air, pemberantasan hama penyakit, pemupukan dan sebagainya.

2) Jenis tanaman yang diusahakan

Setiap jenis tanaman memerlukan kerja yang berbeda. Berdasarkan kebutuhan kerja yang berbeda, tanaman dapat digolongkan dalam:

a) Tanaman yang memerlukan kerja intensif, terutama terdiri dari tanaman-tanaman semusim

b) Tanaman yang tidak memerlukan kerja yang banyak terutama terdiri dari tanaman tahunan.

Setiap jenis tanaman dari setiap golongan juga memerlukan kerja yang berbeda, misalnya tanaman padi memerlukan kerja yang lebih banyak daripada tanaman palawija. Tanaman keras juga membutuhkan hari kerja yang berbeda dalam satu tahun. Tabel 3 menunjukkan perbedaan jumlah kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan membersihkan tanaman, menyiang, peremajaan dan panen. Tabel 3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman jangka panjang di

Maluku tahun 1972

No Desa (HKP) Kelapa (HKP) Eugenia aromatica (HKP) Tanaman campuran (HKP) 1 Jailolo 47 - - 2 Oba 34,9 - - 3 Wahai 58,1 - - 4 Tanimbar 50,4 - - 5 Makian - 13,9 - 6 Saparna - 36,3 - 7 Tiharu - 96,1 - 8 P. Ambon - - 94,7

HKP = Hari kerja pria

Sumber : Masalah usahatani kelapa dan Eugenia aromatica, lokakarya dalam metode penelitian ilmu-ilmu sosial perdesaan, Departemen Sosek IPB

3) Topografi dan jenis tanah

Pengusahaan tanah miring dan bergunung lebih berat daripada tanah datar. Pengusahaan tanah liat lebih berat dari pada tanah-tanah pasir.

(12)

Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani

Perencana harus menyusun perencanaan tanaman yang memenuhi beberapa persyaratan. Kegiatan pertanaman merupakan kegiatan proses produksi yang tergantung atau banyak dipengaruhi oleh faktor eksogenous di luar kontrol pengelola dengan demikian aspek ketidakpastian perlu diperhitungkan. Kegiatan pertanaman ini juga melibatkan banyak orang yang tidak terstandarkan, memiliki banyak produsen dan tersebar dan sebagian besar produkya adalah perishable (Soeharjo dan Patong 1973).

Linear programming pada dasarnya menentukan penggunaan yang paling menguntungkan dari sumber-sumber pertanian dengan kendala keterbatasan faktor atau sumber itu sendiri dan mampu menunjukkan pendugaan pendapatan dari alternatif yang dipilih. Hubungan produk-produk input-input dan input produk muncul dalam masalah perencanaan usahatani (Soekartawi 1992).

Ilmu usahatani adalah ilmu eknomi yang mempelajari bagaimana sumberdaya yang terbatas dapat memenuhi kehendak yang tidak terbatas. Keputusan ekonomi atau pilihan akan melibatkan tujuan, sumberdaya atau faktor dengan pembatasnya atau kendalanya untuk dapat menjangkau tujuan dan kemungkinan alternatif penggunaan sumber daya itu untuk mencapai tujuan (Hernanto 1996).

Linear programming adalah salah satu pendekatan matematika yang paling

sering digunakan dan diterapkan dalam keputusan-keputusan manajerial. Tujuan dari linear programming adalah untuk menyusun suatu model yang dapat dipergunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi yang optimal dari sumber daya perusahaan ke berbagai alternatif (Muslich 2009).

Model adalah penggambaran atau tiruan dunia nyata. Keputusan optimal dari sebuah model mungkin merupakan keputusan terbaik bagi keadaan nyata, namun mungkin juga bukan. Hal itu sangat tergantung kepada kemampuan model untuk mewakili persoalan atau sistem yang sedang dianalisis. Penyelesaian optimal yang dihasilkan oleh sebuah model adalah penyelesaian matematis sehingga hasil tersebut hendaknya ditafsirkan dan kebijaksanaan dapat dibuat berdasar hasil-hasil perhitungan tersebut. Langkah untuk membuat peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model. Perumusan model

(13)

merupakan hal pertama yang tidaklah mudah dilakukan. Pemahaman terhadap unsur-unsur model akan sangat membantu mengatasi kesulitan ini. Unsur-unsur tersebut adalah (Siswanto 2007):

1) Variabel keputusan

Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai tujuan yang hendak dicapai. Penemuan variabel keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya di dalam proses permodelan.

2) Fungsi tujuan

Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika linear dalam linear programming. Fungsi itu dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada.

3) Fungsi kendala

Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Kenyataan tentang eksistensi kendala-kendala tersebut selalu ada. Kendala dapat diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika. Ada tiga macam kendala sesuai dengan dengan dalil matematika yaitu:

1. Kendala berupa pembatas 2. Kendala berupa syarat 3. Kendala berupa keharusan

Ketiga macam kendala tersebut akan selalu dijumpai di dalam setiap susunan kendala kasus pemrograman linear, baik yang sejenis maupun gabungan dari ketiganya. Linear programming adalah sebuah metode matematis yang berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimukan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan kendala.

Gambar

Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan

Referensi

Dokumen terkait

pada bahan cetak maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang modifikasi tepung jagung ( Zea mays ) pada bahan cetak alginat yang ditinjau dari setting time

Pada studi proses-proses reversibel, yang diobservasi saat pemanasan dan pendinginan sampel, sangat umum untuk mengamati histeresis; misalnya, eksoterm yang tampak

Sherif menyebut dua hal terkait dengan teori penilaian sosialnya ini, pertama, seseorang akan melihat pesan dari segi yang tidak akan mau diterimanya mengingat

z Pada masa kini, terdapat pelbagai aplikasi robot di dalam industri pembuatan /Manufactur.. di dalam industri

Fenomena belalang berkelompok Model I Sistem PDP GB Sistem tak berdimensi Pelinearan Nilai eigen Tidak ada solusi TB Model II Model III Sistem PDP GB Sistem tak

Untuk memperkirakan arus muatan, produksi LNG dan arus kapal di Pelabuhan Khusus Gas Alam Bontang digunakan asumsi bahwa laju pertumbuhan produksi dan arus muatan LNG,

Dalam perspektif paradigma pembangunan daerah berbasis pengembangan kawasan dan paradigma baru sistem pendidikan nasional, maka Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo sebagai

Alasannya, penelitian ini diarahkan untuk mengkaji kondisi, kegiatan, perkembangan serta faktor-faktor penting yang terkait dan menunjang kondisi (Sukmadinata, 2005),