• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bank Syariah

1. Prinsip Akutansi Bank Islam

Laporan akuntansi Bank Islam menurut Pardede dan Gayo (2005) terdiri dari :

 Laporan posisi keuangan / neraca  Laporan laba-rugi

 Laporan arus kas

 Laporan perubahan modal

 Laporan perubahan investasi tidak bebas /terbatas  Catatan atas laporan keuangan

 Laporan sumber dan penggunaan zakat

 Laporan sumber dan penggunaan dana qard/qardhul hasan

Dan menurut Harahap (2005), Beberapa hal yang menonjol dalam akuntansi Bank Islam adalah :

 Giro dan tabungan wadiah dicatat / disajikan sebagai hutang dalam neraca.  Rekening investasi mudharabah bebas / deposito dicatat/disajikan sebagai

rekening tersendiri antara hutang dan modal (bukan hutang).

 Rekening investasi tidak bebas dicatat terpisah sebagai off balance sheet

account dalam bentuk laporan perubahan posisi investasi tidak bebas.

 Piutang murabahah dicatat sebesar sisa harga jual yang belum tertagih dikurangi dengan margin yang belum diterima

(2)

 Investasi mudharabah dan musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang disertakan atau diinvestasikan

 Aset yang disewakan dicatat sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.

 Pendapatan pada umumnya diakui secara cash basis sedang beban tetap secara

accrual basis.

 Bagi hasil antara mudharib dan sahibul mal dilakukan atas profit loss sharing atau revenue sharing, sedangkan pendapatan bank yang berasal dari investasi dana sendiri atau dari dana yang bukan berasal dari rekening investasi sepenuhnya menjadi pendapatan bank, disamping itu pendapatan jasa bank sepenuhnya menjadi pendapatan bank yang tidak dibagi hasilkan.

Prinsip akuntansi Bank Islam mengacu pada Accounting and Auditing

Standard for Islamic Financial Institution yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution yang berpusat di Bahrain yang

didirikan pada tahun 1991 atas prakarsa Islamics Development of Bank (IDB) dan beberapa lembaga keuangan Islam besar dan sekarang telah mempunyai anggota hampir seluruh lembaga keuangan Islam. (Idat, 2000)

2. Produk Pembiayaan Perbankan Syariah

Metode, produk dan tujuan pengunaan pembiayaan Bank Syariah di sajikan pada tabel 2.1 berikut ini:

(3)

Tabel 2.1.

Metode, Produk dan Tujuan Penggunaan Pembiayaan Bank Syariah No Metode

Pembiayaan Produk Aplikasi Pembiayaan

1 Jual beli a. Murabahah b. Salam c. Istisna’

 Modal kerja seasonal/project atau investasi  Modal kerja atau investasi terutama untuk

produk-produk pertanian

 Modal kerja atau investasi, terutama project dengan pembayaran per termin

2 Sewa beli Ijarah - Investasi (fixed asset) 3 Bagi hasil a. Mudharabah

b. Musyarakah

- Modal kerja atau investasi - Modal kerja atau investasi Sumber: Amin (2003)

3. Lembaga Keuangan Bank

Bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dan memberikan pembiayaan pinjaman. Defenisi Bank menurut Undang-Undang Perbankan Indonesia (UU NO.7/1992) tentang Perbankan, Pasal 1, ayat 1 adalah: ”Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak ”.

Lembaga keuangan yang sampai saat ini paling besar adalah Perbankan. Kelebihan Perbankan yang utama dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya adalah diizinkannya mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk deposito. Posisi Perbankan juga sangat strategis, karena merupakan lembaga keuangan yang paling utama yang diandalkan pemerintah dalam melaksanakan kebijaksanaan moneter.

Di Indonesia pengelompokan lembaga Perbankan terus disempurnakan. Klasifikasi Bank di Indonesia ditetapkan berdasarkan fungsi, kepemilikan dan status.

(4)

Berdasarkan fungsinya, klasifikasi Perbankan di Indonesia sudah semakin disederhanakan. Saat ini dilihat dari fungsinya, bank dibedakan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Sebelumnya, klasifikasi Perbankan jauh lebih kompleks seperti terlihat pada tabel 2.2. berikut ini:

Tabel 2.2.

Klasifikasi Perbankan (Sebelum dan Sesudah Undang-undang No.7/1992). Undang-Undang No.14/1967 Undang-Undang No.7/1992 Bank Umum Bank Pembangunan Bank Tabungan Bank Pasar Bank Desa Bank Lainnya Bank Umum: - Bank Konvensional - Bank Syariah Bank Perkreditan Rakyat:

- Bank Konvensional - Bank Syariah

(Sumber:Abdullah: 2004.)

4. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah

Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa :

“kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Manajemen pembiayaan Bank Syari’ah secara umum diterapkan dengan berpegang teguh kepada Syariah Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadist). Diharapkan lembaga keuangan maupun Bank dengan sistem Syariah dapat menjaga kestabilan keuangan mereka (income stability). Selain itu, Bank Syariah diharapkan dapat lebih memaksimalkan pelayanan mobilisasi dana masyarakat dan memberikan jaminan keuangan dengan pasti. Di sisi lain, penyaluran kembali dana masyarakat

(5)

dalam bentuk pembiayaan, akan berjalan normal sesuai dengan harapan dan tujuan bersama.

Wiroso (2005), mengemukakan bahwa pada sisi pembiayaan, dalam aturan Syariah, Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Mekanisme seperti itu, akan mencegah kemungkinan dana pembiayaan digunakan untuk transaksi spekulasi, atau untuk jual beli valas. Jika terjadi default, Bank mudah mendapatkan dananya kembali karena ada aset yang nilainya jelas berupa sejumlah pembiayaan yang dikucurkan. Dalam Bank Syariah, karakter nasabah (personal

guarantee) lebih dinomorsatukan, ketimbang cover guarantee berupa asset. Debitor

yang dinilai tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya baik akan mendapat prioritas. 5. Mekanisme Operasional Bank Syariah

Pada gambar 2.1 berikut ini memberikan illustrasi tentang prinsip-prinsip dasar operasional Bank Syariah.

Gambar 2.1.

Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah

Sumber : Manurung (2004) Distribusi Sumber  Giro Wadiah  Tabungan Mudharabah  Deposito Mudharabah  Ekuitas Pooling Dana Penyaluran Dana Pembiayaan Jual Beli  Murabahah Angsuran  Murabahah Tunai Sewa Beli  Ijarah Bai  Ut Tajkiri Bagi Hasil  Murabahah  Musyarakah Jual beli Bagi Hasil Porsi Nasabah Porsi Bank Jasa-Jasa Bank  Kiriman Uang  Inkaso  Garansi Bank 100% Pendapatan Bank

(6)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sebagaimana halnya Bank konvensional, orientasi Bank Syariah juga memperoleh laba. Namun laba bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Laba yang diperoleh tersebut kemudian didistribusikan kembali.

6. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah

Menurut UU No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa :

“kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Manajemen pembiayaan Bank Syari’ah secara umum diterapkan dengan berpegang teguh kepada Syariah Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadist). Diharapkan lembaga keuangan maupun Bank dengan sistem Syariah dapat menjaga kestabilan keuangan mereka (income stability). Selain itu, Bank Syariah diharapkan dapat lebih memaksimalkan pelayanan mobilisasi dana masyarakat dan memberikan jaminan keuangan dengan pasti. Di sisi lain, penyaluran kembali dana masyarakat dalam bentuk pembiayaan, akan berjalan normal sesuai dengan harapan dan tujuan bersama.

Nasution (2003), mengemukakan bahwa pada sisi pembiayaan, dalam aturan Syariah, Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Mekanisme seperti itu, akan mencegah kemungkinan dana pembiayaan digunakan untuk transaksi spekulasi, atau untuk jual beli valas. Jika terjadi default, Bank mudah mendapatkan dananya kembali karena ada aset yang nilainya jelas berupa sejumlah pembiayaan yang dikucurkan. Dalam Bank Syariah, karakter nasabah (personal guarantee) lebih dinomorsatukan, ketimbang cover guarantee

(7)

berupa asset. Debitor yang dinilai tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya baik akan mendapat prioritas.

Menurut Nasution (2003) kredit dapat digolongkan kedalam enam bentuk yaitu :

1. Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (maturity), antara lain : a. Kredit jangka pendek (short-term loan).

b. Kredit jangka menengah (medium-term loan) c. Kredit jangka panjang (long-term loan).

2. Penggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (collateral), antara lain :

a. Kredit dengan jaminan (secured loan). b. Kredit dengan jaminan (unsecured loan).

3. Kredit berdasarkan segmen usaha, seperti otomotif, pharmasi, tekstil, makanan, konstruksi dan sebagainya.

4. Penggolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain :

a. Kredit komersil (commercial loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan.

b. Kredit konsumtif (consumer loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.

c. Kredit produktif (productive loan), yaitu kredit yang diberikan dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi.

5. Penggolongan kredit menurut penggunaannya, antara lain :

a. Kredit modal kerja (working capital credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitur.

(8)

b. Kredit investasi (Invesment credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal.

6. Kredit non kas (non cash loan), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang hanya boleh ditarik apabila suatu transaksi yang telah diperjanjikan telah direalisasikan atau efektif.

Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank. Menurut Nasution (2003) penilaian kredit harus memenuhi criteria sebagai berikut :

1. Keamanan kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat dilunasi kembali.

2. Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

3. Menguntungkan (profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan bagi Bank maupun bagi nasabah.

B. Murabahah

1. Pembiayaan Murabahah

a. Ketentuan Umum Murabahah

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.04/DSN-MUI/IV/2000, tentang Murabahah, maka telah ditetapkan ketentuan umum Murabahah dalam Bank Syariah :

(9)

1. Bank dan Nasabah harus melakukan akad Murabahah yang bebas riba, 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syari’ah Islam, 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank sendiri,dan pembelian ini harus sah dan bebas riba

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah keuntungan dalam kaitan ini, Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah

9. Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang, dan secara prinsip menjadi milik bank.

b. Pembebanan Biaya

1. Pembebanan biaya dapat langsung dibayarkan kepada pihak ketiga.

2. Tidak membolehkan pembebenan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna.

(10)

3. Membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak ketiga.

c. Murabahah dengan pesanan

1. Bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya ( bank dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah )

2. Dalam murabahah melalui pesanan si penjual boleh meminta pembayaran

hamish ghadiyah,yakni uang tanda jadi ketika ijab qabul. Hal ini sekedar

untuk menunjukkan bukti keseriusan si pembeli

3. Bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya

d. Tunai atau Cicilan

1. Dapat dilakukan secara tunai atau cicilan

Dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda.

Adanya pembayaran diawal akad dan pembayaran kemudian ( setelah awal akad ), baik dalam bentuk angsuran maupun sekaligus.

2. Pengakuan dan Pengukuran Murabahah

a. Pernyataan Standar Akuntan Keuangan Syariah No. 59 Mengenai Murabahah

1. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

(11)

2. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.

3. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva Murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (Bank) dan penjual (Bank) akan mengurangi nilai akad.

4. Pembayaran Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam Murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda.

5. Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah: a) mempercepat pembayaran cicilan; atau

b) melunasi piutang Murabahah sebelum jatuh tempo.

6 Harga yang disepakati dalam Murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok, maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

7 Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.

8 Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian

(12)

pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank, maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah

9 Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul

hasan).

b. Bank Sebagai Penjual

1. Pada saat perolehan, aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan. 2. Pengukuran aktiva murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:

a) Aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat:

(i) Dinilai sebesar biaya perolehan; dan

(ii) Jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak atau kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva;

b) Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal melakukan transaksi, maka aktiva murabahah:

(13)

(i) Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; dan

(ii) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

3. Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan aktiva murabahah.

4. Pada saat akad, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu jumlah piutang jatuh tempo dikurangi penyisihan piutang diragukan.

5. Keuntungan murabahah diakui:

a) Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan keuangan yang sama; atau

b) Selama periode akad secara proporsional, apabila akad melampaui satu periode laporan keuangan.

6. Potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu metode berikut:

a) Jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah; atau

b) Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian, bank terlebih dulu menerima pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah. Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam

(14)

melakukan kewajibannya sesuai dengan akad. Pada saat diterima, denda diakui sebagai bagian dana sosial.

7. Denda dikenakan apabila nasabah dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad pada saat diterima, denda diakui sebagai bagian dana sosial. 8. Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut:

a) Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima;

b) Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang; dan

c) Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan Bank.

9. Pengungkapan Penjual

Bank syariah mengungkapkan saldo transaksi murabahah berdasarkan

sifatnya, baik berupa pesanan mengikat maupun tidak mengikat

.

10. Penyajian Piutang

Penyajian piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.

(15)

3. Mekanisme Penyaluran Murabahah

Pada gambar 2.2. berikut ini memberikan illustrasi tentang mekanisme penyaluran murabahah

Gambar 2.2

Mekanisme Penyaluran Murabahah Sumber: Manurung (2004)

Dari gambar 2.2. diatas dijelaskan proses pembiayaan Murabahah diawali dari calon nasabah mengajukan pembiayaan kepada Bank untuk pembelian suatu barang yang halal, selanjutnya Bank melakukan proses – proses sesuai peraturan pembiayaan Murabahah yang berdasarkan akad atau perjanjian jual beli barang. Setelah kesepakatan Akad, Bank membeli barang yang diinginkan Nasabah dengan tunai atau sebelumnya sudah dipesan terlebih dahulu oleh nasabah. Dengan demikian barang yang dibeli pihak Bank diserahkan kepada Nasabah. Dan nasabah harus melakukan kewajibannya sesuai akad atau perjanjian yang telah disepakati bersama.

Disimpulkan, bahwa sistem pembiayaan murabahah menerapkan jual beli barang, bukan jual beli uang. Bank syariah dan nasabah dapat melakukan negosiasi sehingga tercapai kesepakatan bersama ( Bank dan Nasabah ).

Pemasok BANK Nasabah

3. Beli Barang 4. Kirim Barang 1. Pesanan Beli Barang (Negosiasi dan Persyaratan Pesan Barang (jika perlu)

2. Perjanjian Jual beli

(16)

4. Rukun dan Syarat Murabahah Rukun Murabahah tersebut adalah : 1. Penjual (Ba’i)

2. Pembeli (Musytari)

3. Harga (Tsaman)

4. Mabi’ 5. Ijab Qabul

Persyaratan pembiayaan Murabahah adalah :

1. Penjual memberitahukan biaya barang kepada nasabah.

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3. Kontrak harus bebas dari riba.

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat barang sesudah pembelian.

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

5. Aplikasi penyaluran Dana Berdasarkan Prinsip Murabahah

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Penjual harus memberitahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

Murabahah bisa dilakukan oleh perusahaan Trading yang melakukan aktivitas bisnisnya dengan cara membeli barang, kemudian menjual kembali tanpa

(17)

melakukan perubahan barang tersebut. Bank syariah dapat mengadopsi transaksi ini, kaitannya dengan kebutuhan nasabah untuk memiliki barang tertentu, tetapi tidak cukup memiliki dana, sehingga bank syariah bisa memenuhi kebutuhan nasabah dengan skim Bai’ al-murabahah. Mekanisme transaksi ini, Bank syariah melakukan akad dengan nasabah kemudian Bank syariah membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah kepada supplier secara tunai, setelah itu Bank syariah menjual kepada nasabah dengan pembayaran angsuran.

C. Kerangka Konseptual

Dalam melaksanakan penelitian-penelitian membuat kerangka konseptual untuk mempermudah penulisan skripsi ini. Dan agar lebih terarahnya penelitian dan dapat saling berkaitan antara teori dan pembahasanya selanjutnya.

Adapun gambar mengenai kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual

Dari gambar diatas, skripsi ini memiliki batas penelitian dimana sebagai objek penelitian adalah Bank Muamalat Cabang Medan. Dengan yang pembahasan

Bank Muamalat Cabang Medan Pembiayaan Murabahah - Pengakuan, - Pengukuran, - Penyajian, - Pengungkapan - Pengakuan Laba PSAK No.59

(18)

apakah pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59 untuk melakukan pengakuan, pengukuran, penyajian, pengungkapan dan pengakuan laba terhadap pembiayaan Murabahah sudah diterapkan Bank Muamalat Cabang Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu Bahan ajar PAI berbasis Pendekatan Saintifik pada materi Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah swt memenuhi kriteria standar

Qosim (2017) juga melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan pada perusahaan dagang yang terdaftar di BEI

Permasalahan yang dihadapi wanita single parent pada perceraian akan mengurangi kebahagiaan karena adanya gangguan orang tua dengan anak, tekanan sosial adanya

1) Faktur penjualan tunai (FPT) : merupakan dokumen yang berfungsi merekam informasi yang diperlukan manajemen mengenai penjualan tunai. Dokumen ini diisi oleh

Dari hasil penelitian penulis diperoleh data ukuran Lorjuk di pantai Pamekasan merupakan ukuran yang paling kecil di dunia, menyusul Lorjuk di pantai Timur Surabaya yang sama

Diksripsi dari proses pembelajaran pada siklus II peneliti tampilkan dalam langkah-langkah pembelajaran berikut ini: (a) Kegiatan Awal: guru menyiapkan peserta

Berdasarkan gambar 1.2 persentase usia rata-rata pegawai UPTD Dinas Pendidikan Garut Kota, dapat diketahui bahwa pegawai yang berusia < 21 tahun sebanyak 0%, pegawai

pada saat pemeringkatan spesifikasi kebutuhan berdasarkan keuntungan dan nilai proyek maka jumlah perbandingan berpasangan yang harus dijawab oleh pengguna dan