• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Pondok Pesantren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Pondok Pesantren"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pondok Pesantren

Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren. Ada yang menyebut pondok saja, atau pesantren saja, namun kebanyakan menyebut dengan lengkap yaitu pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan perpaduan antara konsep pendidikan Islam dengan model pendidikan yang merupakan budaya lokal yang sudah berkembang sebelumnya khususnya di Pulau Jawa pada saat datangnya agama Islam pertama kali (Gitosardjono 2006).

Gitosardjono (2006) menyatakan bahwa meskipun pada zaman sekarang model pondok pesantren berbeda-beda, tetapi para peneliti sepakat bahwa sebuah lembaga pendidikan dapat dikategorikan sebagai pondok pesantren apabila memiliki lima unsur utama yaitu Kyai, Santri, Pondok, Masjid, dan Kitab Kuning.

Sebagai sub sistem pendidikan nasional, pesantren dalam keberadaannya diupayakan tidak saja mendalami kajian keagamaan semata, tetapi melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial dan juga melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar melalui pengembangan sistem pembelajaran yang pada gilirannya mengupayakan pemberdayaan santri melalui pengembangan bakat, minat, sekaligus jenjang pendidikan formal. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya pesantren selain memberikan pendidikan agama juga memberikan bekal keterampilan kepada santri, sehingga lulusannya memiliki keterampilan dan kemandirian lebih baik dibandingkan dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya (Habibah 2007).

Sebuah pesantren digolongkan kecil bila memiliki santri dibawah 1000 orang dan pengaruhnya hanya sebatas kabupaten. Pesantren sedang memiliki antara 1000-2000 orang yang pengaruh dan rekruitmen santrinya meliputi beberapa kabupaten. Pesantren besar memiliki santri lebih dari 2000 orang dan biasanya berasal dari beberapa kabupaten dan propinsi (Maftukha 2006). Menurut Departemen Agama (2003), terdapat beberapa model pesantren yaitu: 1. Pesantren Tradisional.

Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik. Diantara pesantren ini ada yang mengelola madrasah, bahkan juga sekolah-sekolah umum. Murid dan mahasiswa boleh tinggal di pondok atau di luar, tetapi

(2)

mereka diwajibkan mengikuti pengajaran kitab-kitab dengan cara sorogan maupun bandongan, sesuai dengan tingkatan masing-masing.

2. Pesantren Modern.

Pesantren modern adalah lembaga pesantren yang mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal pondok dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua santri masuk pondok dan terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab tidak lagi menonjol, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Demikian pula cara sorogan dan bandongan mulai berubah bentuk menjadi bimbingan individual dalam belajar dan kuliah ceramah umum, atau stadium general. Jadi selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal atau jalur sekolah.

Perkembangan pesantren saat ini sangat diperhitungkan oleh masyarakat, selain mempertahankan kekhasannya juga dapat mengembangkan pengetahuan lain sebagai kegiatan tambahan bagi para santrinya. Menurut catatan Depag (2008), pondok pesantren di Indonesia berjumlah 21521 yang terdiri atas 8001 (37.18%) tradisional, 3881 (18.03%) modern, dan 9639 (44.79%) kombinasi keduanya, dengan jumlah total santri sebanyak 3818469.

Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pesantren sangat potensial dalam bidang pendidikan yang keberadaannya makin diminati masyarakat. Secara kuantitatif pesantren cukup besar dalam memberikan sumbangsihnya terhadap pengembangan SDM karena pesantren telah mengakar di tanah air dan bangsa Indonesia. Demikian dengan perubahan masyarakat baik akibat perkembangan ilmu pengetahuan maupun modernisasi, keberadaan pesantren harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, termasuk menerapkan aspek-aspek manajerial kearah yang lebih baik (Habibah 2007).

Remaja

Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak pula pemantapan pola-pola dewasa. Dekatnya masa remaja dengan kematangan biologi dan orang dewasa memberikan peluang untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti (Riyadi 2001).

Remaja dimulai dengan masa pubertas, yaitu tanda-tanda awal dari perkembangan karakteristik seksual sekunder, dan terus berlanjut sampai terjadi perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi pada masa dewasa, yaitu

(3)

mendekati akhir dasawarsa kedua kehidupan. Menurut kriteria World Health Organization (WHO), yang mencakup dalam umur remaja yaitu 10-19 tahun (Riyadi 2001).

Perkembangan fisiologis, perubahan sosiofisiologis muncul dan mempengaruhi perilaku konsumsi gizi remaja; diantaranya adalah ekspresi kebebasan, kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan, penerimaan dan tekanan teman sejawat, perhatian terhadap image tubuh (body image) dan kesegaran fisik tubuh, dan peningkatan aktivitas tubuh khususnya partisipasi olahraga dan aktivitas atletis lainnya (Garrow et al. 2000)

Spear (2004) menyatakan bahwa kebutuhan akan keseluruhan zat gizi pada masa remaja sangat bergantung pada tingkat kematangan fisik per individu dibanding dengan usia kronologis akibat dari beragamnya kebutuhan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, penanganan masalah gizi baik gizi lebih maupun kurang pada masa remaja bersifat spesifik dan berbeda antar individu.

Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem yang mencakup kegiatan atau sub-sistem penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pembuatan taksiran bahan makanan, penyediaan atau pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan pelaporan dan evaluasi yang dilaksanakan delam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di institusi (Depkes 1991). Moehyi (1992) menyebutkan bahwa ciri-ciri penyelengaraan makanan institusi adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

b. Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga penyelenggaraan makanan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang tersedia.

c. Makanan yang diolah dan dimasak berada di lingkungan tempat institusi itu berada.

d. Makanan yang disajikan diatur menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh harian.

e. Makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan dilingkungan keluarga.

(4)

Adanya keterbatasan dalam penyelenggaraan makanan institusi menimbulkan berbagai kelemahan yang merugikan konsumen dan penyelenggaraan itu sendiri. Kelemahan itu berasal dari pengelolaan yang tidak dilakukan secara profesional. Kelemahan tersebut antara lain tidak memperhatikan citarasa makanan, variasi makanan, dan porsi makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan karena tidak ada risiko untung atau rugi. Hal ini akan menyebabkan konsumen tidak berselera memakannya, sehingga terdapat sisa makanan dalm jumlah yang cukup banyak (Moehyi 1992).

Kebutuhan Zat Gizi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial (Arisman 2009)

Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu dalam tabel RDA. Kebutuhan remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2550 kkal), untuk kemudian menurun menjadi 2200 kkal pada usia 18 tahun. Perhitungan ini didasarkan pada stadium perkembangan fisiologis, bukan usia kronologis. Arisman (2004), menganjurkan penggunaan kkal per cm tinggi badan sebagai penentu kebutuhan akan energi yang lebih baik. Perkiraan energi untuk remaja putri berusia 11-18 tahun yaitu 10-19 kkal/cm (Arisman 2009).

Penghitungan besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia kronologis. Untuk remaja putri hanya 0.27-0.29 g/cm. Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentukan tulang dan otot. Asupan kalsium yang dianjurkan sebesar 800 mg (pra-remaja) sampai 1200 mg (remaja) (Arisman 2009).

Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas kebutuhan masa bayi dan anak. Kebutuhan akan Thiamin, Riboflavin dan Niacin didasarkan atas fungsinya terhadap metabolisme energi sehingga kebutuhan akan meningkat secara langsung apabila terjadi peningkatan konsumsi kalori (Mahan & Stump 2004). Vitamin ini diketahui

(5)

berperan dalam proses pelepasan energi dari karbohidrat. Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B6, B12 dan asam folat.

Ketiga jenis vitamin ini berperan dalam sintesis Ribo Nucleic Acid (RNA) dan Dianosin Nucleic Acid (DNA). Untuk menjaga agar sel dan jaringan baru tidak cepat rusak, asupan vitamin A, C dan E juga perlu ditingkatkan di samping vitamin D karena perannya dalam proses pembentukan tulang. Kadar vitamin C dalam serum remaja cukup rendah, terutama mereka yang tidak menyukai sayur dan buah serta perokok (Arisman 2004).

Angka Kecukupan Gizi

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Angka kebutuhan gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor memengaruhi angka kebutuhan gizi seperti genetika aktivitas, dan berat badan. Oleh karena itu, ada angka kebutuhan gizi rendah dan ada pula angka kebutuhan gizi tinggi (Syafiq et al. 2009). Kebutuhan zat gizi remaja secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja wanita

Zat gizi Perempuan (tahun)

13-15 16-18 Energi (kkal) 2350 2200 Protein (g) 57 55 Kalsium (mg) 1000 1000 Besi (mg) 26 26 Fosfor (mg) 1000 1000 Vitamin A (RE) 600 600 Vitamin B1 (mg) 1.1 1.1 Vitamin C (mg) 65 75

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi

(6)

pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Selain itu juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suhardjo 1989).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes objektif yang paling sering digunakan. Kelebihan multiple choice test ini adalah bahwa bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak. Kelemahannya adalah tes ini hanya mengukur apa yang diketahui atau dipahami oleh responden (Khomsan 2000).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif dan negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh.Demikian juga halnya dengan kepercayaan (belief) terhadap makanan, yang meliput wilayah kejiwaannya dengan nilai-nilai cognitive yang berkaitan dengan kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik.dan pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi 1989). Kebiasaan makan secara umum meliputi frekuensi makan per hari, kebiasaan sarapan, keteraturan makan, susunan hidangan makan, orang yang berperan dalam memillih dan mengolah makanan dalam keluarga, makanan pantangan dan kebiasaan makan bersama dalam keluarga (Ulfah & Latifah 2007).

Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat (Almatsier 2004).

Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), konsumsi suatu zat gizi yang rendah atau yang kurang dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan

(7)

konsekuensi berupa penyakit defisiensi. Sebaliknya konsumsi suatu zat gizi yang berlebihan juga dapat membahayakan kesehatan, seperti kegemukan, keracunan zat gizi.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau buruk (Riyadi 2001).

Parameter antropometri merupakan salah satu dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat pengamatan atau pengukuran (current nutritional status). Indeks TB/U selain menggambarkan status gizi masa lalu juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi, sementara indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat pengamatan atau pengukuran. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al. 2002).

Prista et al. (2003) mengemukakan bahwa di Negara berkembang, kesehatan dan kesejahteraan juga diukur oleh kapasitas seseorang untuk melakukan pekerjaan dan melawan penyakit. Namun, pengaruh status gizi sebagai indikator kesehatan dan penyakit belum dapat diketahui.

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu sejalan dengan teori hierarki kebutuhan ( hierarchy of needs ) dari Abraham Maslow, yang terdiri dari: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman,

Ushuluddin, Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Anwar Mujahidin M.A. Kata Kunci: Ketakwaan dan Kehormatan. Harga diri dan kehormatan manusia

Dari hasil evaluasi diketahui bahwa problem utama kecilnya signal yang dihasilkan dari tembakan airgun ini disebabkan dari chamber airgun masih kekecilan (volume 0,5-0,6

Untuk mengetahui pengaruh kapur sebagai bahan stabilisasi tanah lempung ditinjau dari kuat geser (nilai tegangan geser, kohesi atau sudut geser dalam).. Prosentase

Dalam pembuatan sistem yang dapat memudahkan pelanggan untuk melakukan pencarian indekos dibutuhkan sebuah aplikasi yang memiliki fitur pencarian berdasarkan lokasi real

Hasil penelitian membuktikan psikoedukasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi yaitu dari nilai mean

[r]

usbindiklat eneliti bertugas melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan serta dan pengembangan jabatan fungsional peneliti, baik untuk peneliti pusat maupun