• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lintasan Dubins-Geometri pada Kapal Tanpa Awak untuk Menghindari Halangan Statis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perencanaan Lintasan Dubins-Geometri pada Kapal Tanpa Awak untuk Menghindari Halangan Statis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Permasalahan yang seringkali menjadi kendala dalam pengembangan kendaraan tanpa awak adalah terkait perencanaan lintasan, khususnya lintasan yang dapat menghindari halangan baik statis maupun bergerak. Selama ini, kapal tanpa awak (Unmanned Surface Vehicle atau USV) kurang banyak dikembangkan karena berbagai alasan, salah satunya adalah belum ada metode yang mudah untuk diaplikasikan. Padahal manfaat kapal tanpa awak di berbagai bidang seperti navigasi, oceanografi, dan pertahanan tidak bisa diremehkan.

Salah satu metode perencanaan lintasan yang dikenal cukup mudah dan banyak dikaji pada penerbangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) adalah metode Dubins-Geometri. Dengan mengadopsi metode Dubins-Geometri tersebut, akan dirancang lintasan pelayaran untuk kapal tanpa awak. Selanjutnya, jika lintasan menabrak halangan, dalam hal ini adalah halangan statis, maka akan dilakukan perancangan ulang dengan mengubah jari-jari kelengkungan lintasan semula sedemikian hingga kapal dapat berlayar dengan aman dan terhindar dari tabrakan.

Hasil yang akan diperoleh dari pengerjaan Tugas Akhir ini adalah beberapa contoh simulasi lintasan Dubins, meliputi lintasan RSR, LSL, RSL, dan LSR, yang berhasil menghindari halangan statis dengan rumus umum serta proses perhitungannya masing-masing.

Kata Kunci—halangan statis, jari-jari kelengkungan, kapal tanpa awak (Unmanned Surface Vehicle atau USV), lintasan Dubins-Geometri, perencanaan lintasan.

I. PENDAHULUAN

ENDARAAN tanpa awak telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir yang disertai dengan peningkatan jumlah pengaplikasiannya di bidang industri, militer, maupun penelitian baik di area darat, laut, maupun udara. Namun, sebagian besar pengembang masih terfokus pada kendaraan darat (Unmanned Ground

Vehicle atau UGV), udara (Unmanned Aerial Vehicle atau

UAV) dan bawah laut (Unmanned Underwater Vehicle atau UUV) [1]. Padahal kendaraan tanpa awak di permukaan laut

(Unmanned Surface Vehicle atau USV) yang untuk

selanjutnya akan kita sebut dengan kapal tanpa awak pun tak kalah penting karena memiliki banyak manfaat seperti untuk pengumpulan data oseanografi, pemantauan polusi, patroli perairan teritorial, dan lain-lain.

Di wilayah pelabuhan, pemantauan lalu lintas biasa dilakukan dengan memasang radar di sejumlah area yang

dilindungi. Akan tetapi, cara ini memiliki kekurangan yakni terkadang cakupan radarnya tidak bisa lengkap. Oleh karena itu perlu digunakan kapal tanpa awak yang dilengkapi dengan sensor seperti inframerah maupun kamera untuk berpatroli di daerah-daerah pelabuhan yang tidak terjangkau oleh radar [2]. Kapal tanpa awak pun bisa berlayar di laut lepas guna memantau kondisi keamanan laut teritorial khususnya di wilayah-wilayah yang berbahaya bagi keselamatan manusia yang mengoperasikan kapal berawak. Selain itu, kapal tanpa awak umumnya didesain ringan sehingga bisa lebih efisien dalam pengalokasian biaya.

Salah satu masalah dalam pengembangan sistem otonomi kapal tanpa awak adalah perencanaan jalur pelayaran. Sebuah algoritma perencanaan jalur pelayaran dapat menghasilkan satu atau lebih lintasan yang aman untuk beberapa kapal. Jalur pelayaran tersebut harus ditentukan, minimal terkait panjang lintasan. Namun, tidak seperti kasus bawah laut, kapal tanpa awak memiliki persoalan terkait penghindaran halangan. Halangan yang akan dihadapi oleh kapal tanpa awak dapat berupa halangan bergerak seperti angin dan ombak maupun halangan statis seperti pulau, kapal yang berhenti, dan sebagainya. Selama ini, metode yang digunakan dalam penghindaran halangan pada kapal tanpa awak adalah Algoritma Genetik [3]. Namun, metode ini dikenal cukup sulit sehingga dianggap perlu untuk mencari metode lain sebagai solusi yang lebih mudah.

Dengan mengadopsi metode Dubins-Geometri yang biasa digunakan dalam perencanaan lintasan penerbangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA), dibuat algoritma perencanaan jalur pelayaran kapal tanpa awak untuk menghindari halangan, dalam hal ini adalah halangan statis, serta simulasinya dalam perangkat lunak.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Studi Literatur

Berdasarkan studi literatur dari berbagai sumber seperti artikel, jurnal ilmiah, buku, dan lain-lain belum ditemukan penggunaan metode Dubins-Geometri pada perancangan lintasan pelayaran kapal tanpa awak. Selama ini, metode Dubins-Geometri banyak dikembangkan hanya pada perencanaan lintasan penerbangan Pesawat Udara Nir Awak. Dengan mengamati kesamaan pergerakan manuvernya,

Perencanaan Lintasan Dubins-Geometri pada

Kapal Tanpa Awak untuk Menghindari

Halangan Statis

Nur Mu’alifah, Iis Herisman, dan Subchan

Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail:

s.subchan@gmail.com

(2)

metode Dubins-Geometri diajukan untuk merancang lintasan pelayaran kapal tanpa awak menggantikan metode-metode lain yang lebih sulit. Lintasan yang berhasil dirancang juga akan dikembangkan sehingga dapat menghindari halangan statis yang posisinya telah diketahui.

B. Analisa Model Perencanaan Lintasan

Pada tahap ini dianalisa permasalahan yang menjadi topik pembahasan yakni perencanaan lintasan Dubins-Geometri pada kapal tanpa awak serta langkah apa yang harus ditempuh guna menghindarkannya dari halangan statis sehingga tidak terjadi tabrakan.

C. Perancangan Algoritma Perencanaan Lintasan

Setelah memahami model dan langkah kerja yang harus dilakukan guna menyelesaikan perencanaan lintasan Dubins-Geometri pada kapal tanpa awak untuk menghindari halangan statis, dirancanglah algoritma yang dapat memperjelas serta menjadi acuan dalam pembuatan simulasi program pada perangkat lunak. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan posisi halangan statis sebagai gambaran lokasi yang akan dilayari oleh kapal tanpa awak.

2. Menentukan posisi awal dan akhir kapal serta jari-jari kelengkungannya.

3. Perangkat lunak menghitung panjang dari masing-masing lintasan.

4. Lintasan-lintasan yang terbukti feasible akan dibandingkan guna menentukan lintasan mana yang paling pendek.

5. Lintasan terpendek diplot bersamaan dengan halangan statis.

6. Jika tidak terjadi tabrakan, maka lintasan tersebut dapat dilayari dan perhitungan dihentikan.

7. Namun jika lintasan awal menabrak halangan statis, maka kita harus menghitung secara manual dan menentukan jari-jari kelengkungan baru yang dapat menghindarkannya dari tabrakan tersebut.

8. Jari-jari kelengkungan baru yang diperoleh dari hasil perhitungan diinputkan ulang. Selanjutnya proses berjalan sebagaimana langkah-langkah yang telah diuraikan di atas.

D. Simulasi Model Perencanaan Lintasan pada Perangkat Lunak

Rumus umum yang digunakan untuk menyelesaikan perhitungan Tugas Akhir diimplementasikan pada perangkat lunak MATLAB sehingga diperoleh hasil berupa nilai panjang lintasan serta sketsa jalur pelayarannya. Hasil tersebut bisa menjadi evaluasi kesesuain konsep Dubins-Geometri yang akan diterapkan pada kapal tanpa awak.

E. Penarikan Kesimpulan dan Penulisan Laporan

Setelah diperoleh hasil baik dari perhitungan secara manual maupun dari simulasi program, ditariklah beberapa kesimpulan yang selanjutnya ditulis dan dijabarkan dalam laporan Tugas Akhir.

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Model Lintasan Tanpa Halangan

Lintasan Dubins-Geometri terbagi menjadi 2 model yakni CLC dan CCC. Dengan posisi awal dan akhir yang sama, model CLC akan memiliki panjang lintasan yang lebih optimal dibandingkan model CCC. Oleh karena itu, analisis model lintasan akan dikerucutkan hanya pada lintasan CLC. Berdasarkan arah putarnya, lintasan CLC diklasifikasikan ke dalam empat bentuk antara lain RSR (Right-Straight-Right), LSL (Left-Straight-Left), RSL (Right-Straight-Left), dan LSR

(Left-Straight-Right).

Berikut penghitungan dari masing-masing bentuk lintasan tanpa halangan :

1. Lintasan RSR (Right-Straight-Right)

• Menentukan posisi awal 𝑃𝑃𝑠𝑠(𝑥𝑥𝑠𝑠, 𝑦𝑦𝑠𝑠, ∅𝑠𝑠), posisi akhir 𝑃𝑃𝑓𝑓�𝑥𝑥𝑓𝑓, 𝑦𝑦𝑓𝑓, ∅𝑓𝑓�, jari-jari kelengkungan awal 𝜌𝜌𝑠𝑠 serta jari-jari kelengkungan akhir 𝜌𝜌𝑓𝑓.

• Menentukan pusat lingkaran awal 𝑂𝑂𝑠𝑠(𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠) dan pusat lingkaran akhir 𝑂𝑂𝑓𝑓�𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓� dengan rumus :

𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠 = 𝑥𝑥𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(∅𝑠𝑠+ 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠= 𝑦𝑦𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(∅𝑠𝑠+ 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑥𝑥𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓cos�∅𝑓𝑓+ 𝜋𝜋 2⁄ � 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑦𝑦𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓sin�∅𝑓𝑓+ 𝜋𝜋 2⁄ � • Menghitung centreline : 𝑐𝑐 = ��𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠− 𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓�2+ �𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠− 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓�2

• Memeriksa eksistensi lintasan RSR yang merupakan garis singgung luar dengan kondisi :

�𝜌𝜌𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑠𝑠� < 𝑐𝑐

• Menghitung sudut antara 𝑂𝑂𝑠𝑠𝑂𝑂𝑓𝑓 dan 𝑂𝑂𝑠𝑠𝑇𝑇′ : 𝛼𝛼 = arctan � 𝜌𝜌𝑓𝑓−𝜌𝜌𝑠𝑠

�𝑐𝑐2−�𝜌𝜌𝑓𝑓−𝜌𝜌𝑠𝑠2� dan kemiringan centreline :

𝛽𝛽 = arctan �𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓−𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠

𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓−𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠� .

• Menentukan titik keluar garis singgung 𝑃𝑃𝑋𝑋�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋�

pada 𝐶𝐶𝑠𝑠 dan titik masuk garis singgung 𝑃𝑃𝑁𝑁�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� pada 𝐶𝐶𝑓𝑓 dengan rumus :

�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋� = (𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(𝜃𝜃𝑋𝑋) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(𝜃𝜃𝑋𝑋)) �𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� = �𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓cos(𝜃𝜃𝑁𝑁) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓sin(𝜃𝜃𝑁𝑁)� dimana 𝜃𝜃𝑋𝑋= 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽 +𝜋𝜋 2 dan 𝜃𝜃𝑁𝑁= 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽 + 𝜋𝜋 2 .

• Menghitung panjang lintasan garis dengan teorema Pythagoras :

𝑆𝑆𝑡𝑡 = ‖𝑃𝑃𝑋𝑋𝑃𝑃𝑁𝑁‖ = ��𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋 − 𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁�

2

+ �𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋− 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁�

2

• Menghitung panjang lintasan busur lingkaran awal dan busur lingkaran akhir :

𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑠𝑠360𝜓𝜓𝑠𝑠𝑜𝑜 dan 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑏𝑏 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑓𝑓

𝜓𝜓𝑓𝑓

360𝑜𝑜

𝜓𝜓𝑠𝑠= ��∅𝑠𝑠+𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑋𝑋� dan 𝜓𝜓𝑓𝑓 = ��∅𝑓𝑓+𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑁𝑁� • Panjang lintasan total :

(3)

2. Lintasan LSL (Left-Straight-Left)

Yang membedakan lintasan LSL dengan lintasan RSR adalah sebagai berikut :

• Pusat lingkaran awal 𝑂𝑂𝑠𝑠(𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠) dan pusat lingkaran akhir 𝑂𝑂𝑓𝑓�𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓� :

𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠= 𝑥𝑥𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(∅𝑠𝑠− 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠 = 𝑦𝑦𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(∅𝑠𝑠− 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑥𝑥𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓cos�∅𝑓𝑓− 𝜋𝜋 2⁄ � 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑦𝑦𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓sin�∅𝑓𝑓− 𝜋𝜋 2⁄ �

• Titik keluar garis singgung 𝑃𝑃𝑋𝑋�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋� pada 𝐶𝐶𝑠𝑠 dan

titik masuk garis singgung 𝑃𝑃𝑁𝑁�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� pada 𝐶𝐶𝑓𝑓 : �𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋� = (𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(𝜃𝜃𝑋𝑋) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(𝜃𝜃𝑋𝑋)) �𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� = �𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓cos(𝜃𝜃𝑁𝑁) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓sin(𝜃𝜃𝑁𝑁)� dimana 𝜃𝜃𝑋𝑋= 𝛽𝛽 − 𝛼𝛼 +3𝜋𝜋 2 dan 𝜃𝜃𝑁𝑁= 𝛽𝛽 − 𝛼𝛼 + 3𝜋𝜋 2 .

• Panjang lintasan busur lingkaran awal dan busur lingkaran akhir : 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑠𝑠360𝜓𝜓𝑠𝑠𝑜𝑜 dan 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑏𝑏 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑓𝑓 𝜓𝜓𝑓𝑓 360𝑜𝑜 𝜓𝜓𝑠𝑠= ��∅𝑠𝑠−𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑋𝑋� dan 𝜓𝜓𝑓𝑓 = ��∅𝑓𝑓−𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑁𝑁� 3. Lintasan RSL (Right-Straight-Left)

• Menentukan posisi awal 𝑃𝑃𝑠𝑠(𝑥𝑥𝑠𝑠, 𝑦𝑦𝑠𝑠, ∅𝑠𝑠), posisi akhir 𝑃𝑃𝑓𝑓�𝑥𝑥𝑓𝑓, 𝑦𝑦𝑓𝑓, ∅𝑓𝑓�, jari-jari kelengkungan awal 𝜌𝜌𝑠𝑠 serta jari-jari kelengkungan akhir 𝜌𝜌𝑓𝑓.

• Menentukan pusat lingkaran awal 𝑂𝑂𝑠𝑠(𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠) dan pusat lingkaran akhir 𝑂𝑂𝑓𝑓�𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓� dengan rumus :

𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠= 𝑥𝑥𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(∅𝑠𝑠+ 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠 = 𝑦𝑦𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(∅𝑠𝑠+ 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑥𝑥𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓cos�∅𝑓𝑓− 𝜋𝜋 2⁄ � 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑦𝑦𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓sin�∅𝑓𝑓− 𝜋𝜋 2⁄ � • Menghitung centreline : 𝑐𝑐 = ��𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠− 𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓�2+ �𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠− 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓�2

• Memeriksa eksistensi lintasan RSL yang merupakan garis singgung dalam dengan kondisi :

�𝜌𝜌𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑠𝑠� < 𝑐𝑐

• Menghitung sudut 𝛼𝛼 = arctan ��𝑐𝑐2−�𝜌𝜌𝑓𝑓+𝜌𝜌𝑠𝑠�

2

𝜌𝜌𝑓𝑓+𝜌𝜌𝑠𝑠 � dan

𝛽𝛽 = arctan �𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓−𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠

𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓−𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠� .

• Menentukan titik keluar garis singgung 𝑃𝑃𝑋𝑋�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋�

pada 𝐶𝐶𝑠𝑠 dan titik masuk garis singgung 𝑃𝑃𝑁𝑁�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� pada 𝐶𝐶𝑓𝑓 dengan rumus :

�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋� = (𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(𝜃𝜃𝑋𝑋) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(𝜃𝜃𝑋𝑋))

�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� = �𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓cos(𝜃𝜃𝑁𝑁) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓sin(𝜃𝜃𝑁𝑁)�

dimana 𝜃𝜃𝑋𝑋= 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽 dan 𝜃𝜃𝑁𝑁= 𝜋𝜋 + 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽.

• Menghitung panjang lintasan garis dengan teorema Pythagoras : 𝑆𝑆𝑡𝑡 = ‖𝑃𝑃𝑋𝑋𝑃𝑃𝑁𝑁‖ = ��𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋 − 𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁� 2 + �𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋 − 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� 2 .

• Menghitung panjang lintasan busur lingkaran awal dan busur lingkaran akhir :

𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑠𝑠360𝜓𝜓𝑠𝑠𝑜𝑜 dan 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑏𝑏 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑓𝑓360𝜓𝜓𝑓𝑓𝑜𝑜

𝜓𝜓𝑠𝑠= ��∅𝑠𝑠+𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑋𝑋� dan 𝜓𝜓𝑓𝑓= ��∅𝑓𝑓−𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑁𝑁� • Panjang lintasan total :

𝑆𝑆𝐷𝐷𝑏𝑏𝑏𝑏𝑖𝑖𝐷𝐷𝑠𝑠 = 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑆𝑆𝑡𝑡+ 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑏𝑏 4. Lintasan LSR (Left-Straight-Right)

Yang membedakan lintasan LSR dengan lintasan RSL adalah sebagai berikut :

• Pusat lingkaran awal 𝑂𝑂𝑠𝑠(𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠) dan pusat lingkaran akhir 𝑂𝑂𝑓𝑓�𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓, 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓� :

𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠 = 𝑥𝑥𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(∅𝑠𝑠− 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠= 𝑦𝑦𝑠𝑠− 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(∅𝑠𝑠− 𝜋𝜋 2⁄ ) 𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑥𝑥𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓cos�∅𝑓𝑓+ 𝜋𝜋 2⁄ � 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓 = 𝑦𝑦𝑓𝑓− 𝜌𝜌𝑓𝑓sin�∅𝑓𝑓+ 𝜋𝜋 2⁄ �

• Titik keluar garis singgung 𝑃𝑃𝑋𝑋�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋� pada 𝐶𝐶𝑠𝑠 dan

titik masuk garis singgung 𝑃𝑃𝑁𝑁�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� pada 𝐶𝐶𝑓𝑓 : �𝑥𝑥𝑃𝑃𝑋𝑋, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑋𝑋� = (𝑥𝑥𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠cos(𝜃𝜃𝑋𝑋) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑠𝑠+ 𝜌𝜌𝑠𝑠sin(𝜃𝜃𝑋𝑋))

�𝑥𝑥𝑃𝑃𝑁𝑁, 𝑦𝑦𝑃𝑃𝑁𝑁� = �𝑥𝑥𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓cos(𝜃𝜃𝑁𝑁) , 𝑦𝑦𝑐𝑐𝑓𝑓+ 𝜌𝜌𝑓𝑓sin(𝜃𝜃𝑁𝑁)�

dimana 𝜃𝜃𝑋𝑋= 𝛽𝛽 − 𝛼𝛼 + 2𝜋𝜋 dan 𝜃𝜃𝑁𝑁= 𝛽𝛽 − 𝛼𝛼 + 𝜋𝜋 .

• Panjang lintasan busur lingkaran awal dan busur lingkaran akhir :

𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑠𝑠360𝜓𝜓𝑠𝑠𝑜𝑜 dan 𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑠𝑠𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑏𝑏 = 2𝜋𝜋𝜌𝜌𝑓𝑓360𝜓𝜓𝑓𝑓𝑜𝑜

𝜓𝜓𝑠𝑠= ��∅𝑠𝑠−𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑋𝑋� dan 𝜓𝜓𝑓𝑓= ��∅𝑓𝑓+𝜋𝜋2� − 𝜃𝜃𝑁𝑁�

B. Deteksi Perpotongan Garis

Dalam perencanaan lintasan Dubins-Geometri pada kapal tanpa awak untuk menghindari halangan statis ini dipilih studi kasus dimana halangan statis memotong bagian garis dari lintasan CLC awal. Adapun proses yang perlu dilakukan oleh kapal tanpa awak adalah melakukan perencanaan lintasan ulang dengan mengubah kelengkungannya.

Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum merancang lintasan untuk menghindari halangan statis adalah memastikan terlebih dahulu apakah halangan tersebut benar-benar memotong bagian garis dari lintasan CLC awal.

(4)

C. Pengubahan Kelengkungan

Setelah diketahui kepastian bahwa lintasan menabrak halangan statis, maka selanjutnya perlu dilakukan pengubahan kelengkungan lintasan awal tersebut. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lintasan baru dengan jari-jari kelengkungan yang bisa tepat menghindari halangan statis yang sebelumnya telah ditentukan.

Untuk mendapatkan jari-jari kelengkungan minimum yang dapat menghindari halangan statis, kita harus mencari titik (𝑥𝑥2, 𝑦𝑦2) terlebih dahulu.

�𝑥𝑥𝑦𝑦2 2� = �

𝑥𝑥1 𝑦𝑦𝑜𝑜− 𝑏𝑏𝑜𝑜�

Selanjutnya, kita mencari jari-jari kelengkungan minimum 𝑅𝑅 dengan rumus :

𝑅𝑅 =12�(𝑥𝑥1− 𝑥𝑥2)2+ (𝑦𝑦1− 𝑦𝑦2)2

D. Algoritma Perencanaan Lintasan

Langkah-langkah yang harus dilalui dalam proses perencanaan lintasan Dubins-Geometri untuk menghindari halangan statis dari awal hingga akhir digambarkan dalam algoritma sebagai berikut :

E. Simulasi dan Evaluasi

Dalam bagian ini akan dilakukan beberapa percobaan yang dapat menggambarkan masing-masing bentuk lintasan Dubins-Geometri yakni lintasan RSR, LSL, RSL, dan LSR yang dapat menghindari suatu halangan statis disertai berbagai perhitungan yang mendasarinya.

Percobaan pertama menggunakan input parameter sebagai berikut :

Posisi halangan dalam bidang Kartesius : 𝐻𝐻 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 𝑏𝑏]

𝐻𝐻 = [2 −2 1]

Rute pelayaran dalam bidang Kartesius : 𝑃𝑃 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 ∅ 𝜌𝜌]

𝑃𝑃𝑠𝑠= [4 0 0o 1] 𝑃𝑃𝑓𝑓 = [0 0 30o 1]

Hasil simulasi di atas menunjukkan bahwa lintasan menabrak halangan statis sehingga harus ada pengubahan kelengkungan lintasan guna menghindari tabrakan tersebut. �𝑥𝑥𝑦𝑦2 2� = � 4−2 − 1� = � 4−3� sehingga, 𝑅𝑅 =12�(4 − 4)2+ �0 − (−3)�2 =12 √0 + 9 =1 2 ∙ 3 = 1.5

Dengan menginputkan 𝑅𝑅 = 1.6, terbentuklah lintasan yang dapat menghindari halangan statis seperti ditujukkan oleh gambar di bawah ini :

Gambar. 3. Algoritma perencanaan lintasan

Proses mencari jari-jari kelengkungan baru Mulai

Input posisi halangan statis : - Koordinat pusat halangan - Jari-jari kelengkungan

Input :

- Koord awal & akhir kapal - Sudut hadap kapal - Jari-jari kelengkungan

Proses menghitung lintasan (RSR, LSL, RSL, LSR)

Proses membandingkan panjang lintasan dan memilih lintasan terpendek (optimal)

Plot kurva lintasan terpendek beserta posisi halangan

Bertabrakan?

Selesai

Tidak

Gambar. 2. Busur lingkaran awal dengan jari-jari minimum yang dapat menghindari halangan statis

(5)

Percobaan kedua, input parameter yang digunakan adalah sebagai berikut :

Posisi halangan dalam bidang Kartesius : 𝐻𝐻 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 𝑏𝑏]

𝐻𝐻 = [1 3 1]

Rute pelayaran dalam bidang Kartesius : 𝑃𝑃 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 ∅ 𝜌𝜌]

𝑃𝑃𝑠𝑠= [3 3 60o 1] 𝑃𝑃𝑓𝑓= [0 1 30o 1]

Setelah dilakukan pengubahan kelengkungan :

Percobaan ketiga adalah lintasan RSL yang dapat kita peroleh dengan menginputkan rute pelayaran sebagai berikut : 𝑃𝑃 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 ∅ 𝜌𝜌]

𝑃𝑃𝑠𝑠= [0 0 0o 1] 𝑃𝑃𝑓𝑓 = [5 −3 135o 1]

Untuk halangan statisnya kita tentukan dengan posisi : 𝐻𝐻 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 𝑏𝑏]

𝐻𝐻 = [1 −2 1]

Dalam kasus lintasan RSL, translasi yang diperlukan untuk mengubah kelengkungan adalah melalui sumbu absis sekaligus sumbu ordinat. Pertama kita akan melakukan translasi melalui sumbu absis :

�𝑥𝑥𝑦𝑦22� = �1 + 10 � = �20�

Selanjutnya hasil translasi di sumbu absis ditranslasikan ke sumbu ordinat.

�𝑥𝑥𝑦𝑦22�′ = � 2−2 − 1� = � 2−3�

Oleh karena itu, nilai jari-jari kelengkungan minimum baru guna menghindari halangan statis adalah :

𝑅𝑅 =12�(0 − 2)2+ �0 − (−3)�2 =12 √4 + 9

= 1.8

Karena posisi halangan statis lebih dekat dengan posisi busur lingkaran awal, maka hanya kelengkungan lingkaran awal lah yang kita ubah dengan nilai 𝑅𝑅. Jika nilai 𝑅𝑅 = 1.8 diinputkan menggantikan jari-jari kelengkungan busur lingkaran awal sebelumnya, maka akan diperoleh panjang lintasan RSL = 9.0866. Adapun simulasinya ditunjukkan oleh gambar di bawah ini :

Gambar. 5. Lintasan RSR yang berhasil menghindari halangan statis

Gambar. 6. Lintasan LSL bertabrakan dengan halangan statis

Gambar. 7. Lintasan LSL yang berhasil menghindari halangan statis

(6)

Percobaan keempat menggunakan input parameter sebagai berikut :

Posisi halangan dalam bidang Kartesius : 𝐻𝐻 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 𝑏𝑏]

𝐻𝐻 = [2 −1 1]

Rute pelayaran dalam bidang Kartesius : 𝑃𝑃 = [𝑥𝑥 𝑦𝑦 ∅ 𝜌𝜌]

𝑃𝑃𝑠𝑠= [5 0 90o 1] 𝑃𝑃𝑓𝑓= [0 0 30o 1]

Dengan menggunakan konsep lintasan RSL, maka diubahlah jari-jari lintasan LSR tersebut sehingga :

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa lintasan Dubins-Geometri merupakan lintasan yang dinamis untuk semua sudut di sebarang kuadran sehingga mudah dalam perencanaannya. Selain itu, lintasan Dubins-Geometri juga tidak membutuhkan banyak waktu dalam perencanaannya sehingga lebih optimal dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Campbell, S., Naeem, W., dan Irwin, G. W., 2012, “A review on improving the autonomy of unmanned surface vehicles through intelligent collision avoidance manoeuvres”, Queen’s University Belfast. [2] Casalino, G., Turetta, A., dan Simetti, E., 2009, “A Three-Layered Architecture for Real Time Path Planning and Obstacle Avoidance for Surveillance USVs Operating in Harbour Fields”, University of Genoa. [3] Zeng, Xiao-ming., Ito, M., dan Shimizu, E., 2000, “Collision Avoidance

of Moving Obstacles for Ship with Genetic Algorithm”, Tokyo University of Mercantile Marine.

[4] Siswandi, B., Santoso, H. A., dan Musriyadi, T. B., 2012, “Perencanaan Unmanned Surface Vehicle (USV) Ukuran 3 Meter Tipe Serbu Cepat”, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[5] Kockums, 2010, “PIRAYA USV Group Control of Unmanned Surface Vehicles”, ThyssenKrupp Marine Systems.

[6] Dewi, N. K., 2010, “Perencanaan Lintasan Menggunakan Dubins Geometry pada Pesawat Udara Nir Awak (PUNA)”, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[7] Tsourdos, A., White, B. A., dan Shanmugavel, M., 2011, “Cooperative Path Planning of Unmanned Aerial Vehicles”, Cranfield University. Gambar. 9. Lintasan RSL yang berhasil menghindari halangan statis

Gambar. 10. Lintasan LSR bertabrakan dengan halangan statis

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi pada permasalahan perencanaan jalur yang kompleks dengan lingkungan dinamis, algoritma dasar PSO tidak dapat menjamin menemukan solusi optimal (local

Rancangan pesawat terbang tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) berbasis quadcopter yang digabungkan dengan sistem penyemprotan untuk kegiatan pertanian yaitu

Tugas akhir ini bertujuan menjelaskan prinsip algoritma genetika dan menerapkannya pada teknik perencanaan lintasan dengan beberapa kriteria dasar, seperti lintasan

Tujuan penelitian tugas akhir ini adalah mendapatkan solusi lintasan terpendek yang terbaik dengan menggunakan algoritma Bellman-Ford pada jalur pengangkutan kelapa sawit di