• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROJECT BASED LEARNIG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROJECT BASED LEARNIG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROJECT BASED LEARNIG (PjBL) DENGGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

(PBL)

(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI SMK Negeri 3 Tasikmalaya)

Yuni Aryanti

e-mail: yuniaryanti04@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan model Problem Based Learning (PBL), serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI SMK Negeri 3 Tasikmalaya. Sampel dipilih secara acak (Random Sampling), maka terpilih dua kelas sebagai sampel yaitu XI DKV 3 dengan jumlah peserta didik 37 orang dan XI DKV 2 dengan jumlah peserta didik 40 orang. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan berpikir kritis matematik dan angket motivasi belajar. Teknik analisis data menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan model Problem Based

Learning (PBL). Motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model Project Based Learning (PjBL) menunjukan motivasi tinggi dan motivasi belajar peserta didik pada

penggunaan model Problem Based Learning (PBL) menunjukan motivasi tinggi.

Kata kunci: Model Project Based Learning (PjBL), Model Problem Based Learning (PBL), Kemampuan Berpikir Kritis Matematik, Motivasi Belajar Peserta Didik.

ABSTRACT

The research is aimed to find out critical thinking ability of mathematics learners between using Project Based Learning models (PjBL) with Problem Based Learning models (PBL), and to find out learning motivation of the student during use Project Based Learning and Problem Based Learning models. This research used experiment research methodology. The population in this research is all of class XI student in SMK

Negeri 3 Tasikmalaya. The sample is selected randomly (random sampling), then

selected two class as sample of XI DKV 3 with 37 students and XI DKV 2 with 40 students. The instrument used critical thinking ability of mathematics test and learning motivation question form. Technique of analyzing the data uses the similarity of two average. The research result and data analysis indicate there are significant differences

(2)

2

in critical thinking ability of mathematic learners between using Project Based Learning and Problem Based Learning models. Student’s learning motivation in using Project Based Learning model indicates high motivation and student’s learning motivation in using Problem Based Learning model indicates high motivation.

Keyword: Project Based Learning model, Problem Based Learning model, critical thinking ability of mathematics, student’s learning motivation.

PENDAHULUAN

Pembelajaran sering dikenal sebagai proses belajar mengajar di sekolah, sehingga seorang guru merupakan fasilitator untuk menjadikan peserta didik yaitu pembelajaran mendapatkan pelajaran atau mau dan mampu belajar dari berbagai pengalamannya agar mendapat ilmu serta perubahan ke arah yang lebih baik. Berkaitan dengan hal itu, Wiyani, Novan Ardy (2013:20) berpendapat “Pembelajaran adalah proses menjadikan orang agar mau belajar dan mampu (kompoten) belajar melalui berbagai pengalamannya agar tingkah lakunya dapat berubah menjadi lebih baik lagi.” Proses pembelajaran pada setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar, terutama pada mata pelajaran matematika.

Dewasa ini lemahnya proses pembelajaran dan mata pelajaran yang sulit membuat peserta didik kehilangan kemampuan belajar dengan baik, maka dari itu untuk mengembangkan kemampuan peserta didik diperlukan suatu proses berpikir matematika. Menurut Sumarno, Utari (2013:196)

Beberapa kemampuan berpikir kritis matematik tingkat tinggi diantaranya adalah: pemahaman, penalaran, koneksi, komunikasi, dan representasi matematik yang tidak sederhana atau tidak rutin, pemecahan masalah, berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative), berpikir reflektif (reflective

thinking), berpikir evaluatif, berpikir analistik, berpikir sintetik dalam

matematika.

Hasil penelitian Arvan Priatna, Ade (2014) di SMA Negeri 1 Tasikmalaya menyatakan “Peserta didik pada tes kemampuan berpikir kritis matematik yang mencapai KKM dengan frekuensi relatif 55,5% pada kelas eksperimen. Sedangkan pada kelas kontrol peserta didik yang mencapai KKM dengan frekuensi relatif 33,3 %”.

Mengingat masih rendahnya kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik, tentunya ada berbagai cara untuk mencapai kemampuan tersebut. Salah satunya melalui pendekatan scientific. Seperti yang dikemukakan oleh Kemendikbud (2013:145) “Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas

(3)

3

kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting) dan membuat jejaring (networking)”.

Maka beberapa model pembelajaran yang dipandang sejalan dan cocok dengan prinsip-prinsip pendekatan scientific atau ilmiah antara lain model pembelajaran:

Discovery Learning, Problem Based Learning, Project Based Learning, dan model

pembelajaran Kooperatif tertentu. Model Project Based Learning (PjBL) dan Problem

Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan

kondisi belajar aktif kepada peserta didik untuk melatih kemampuan berpikir kritis. Model Project Based Learning (PjBL) merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Seperti yang dikemukakan oleh Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:85) Dalam Pembelajaran Berbasis Proyek peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan proyek yang realistik. Di samping itu, penerapan pembealajaran berbasis proyek ini mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta berpikir kritis dan analitis peserta didik.

Penelitian yang dilaporkan oleh Eka Yanti, Dwi (2013) dengan judul “Pengaruh Model Project Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitiannya menunjukkan model PjBL berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model PjBL dalam pembelajaran lebih tinggi dibandingkan dengan kelas control yang menggunakan metode ceramah bervariasi.

Selain model Project Based Learning (PjBL), model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik untuk melatih kemampuan berpikir kritis. Model Problem

Based Learning (PBL) yang menekankan pada representasi matematik merupakan salah

satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan dan kreativitas peserta didik dalam belajar matematika dan menjadi solusi untuk mendorong peserta didik berpikir dan bekerja daripada menghapal dan bercerita. Problem Based Learning (PBL) dapat melatih kemampuan berpikir peserta didik sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tan (Rusman, 2012:229)

(4)

4

Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah kemampuan berpikir peserta didik betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Penelitian tentang penggunaan model Problem Based Learning dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Peserta Didik dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah” (Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas X SMAN 1 Tasikmalaya), dilaporkan oleh Ade Arvan Priatna (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik yang menggunakan pembelajaran langsung.

Dalam pembelajaran matematika motivasi belajar juga penting untuk dimiliki peserta didik. Motivasi merupakan alasan individu untuk berperilaku dalam situasi tertentu. Motivasi biasanya didefinisikan sebagai kekuatan yang menjelaskan semangat, seleksi, arah dan kelanjutan perilaku. Dengan motivasi belajar, peserta didik akan memiliki keinginan untuk berpikir kritis. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui motivasi peserta didik selama pembelajaran dengan menggunakan model Project Based

Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL). Indikator motivasi belajar

Menurut B. Uno, Hamzah (2013:31)

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan d. Adanya penghargaan dalam belajar

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan model Problem Based Learning (PBL), dan untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Problem

(5)

5 METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dilihat perbandingan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didiknya. Selain itu juga melihat bagaimana motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) dan melihat bagaimana motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Problem Based

Learning (PBL).

Populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas XI SMK Negeri 3 Tasikmalaya. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, kelas eksperimen pertama menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dan kelas eksperimen kedua menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Terpilih kelas XI DKV 3 dengan jumlah peserta didik 37 orang sebagai kelas eksperimen pertama dan kelas XI DKV 2 dengan jumlah peserta didik 40 orang sebagai kelas eksperimen kedua.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik dan angket motivasi belajar peserta didik yang diberikan diakhir setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan berpikir kritis matematik digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang pembelajaran menggunakan model Project Based

Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL). Angket motivasi belajar

digunakan untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model

Project Based Learning (PjBL) dan untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik

selama penggunaan model Problem Based Learning (PBL).

Ada tiga perlakuan dalam teknik analisis data yaitu statistika deskriptif, uji persyaratan analisis, dan uji hipotesis.Untuk uji hipotesis menggunakan uji kesamaan rata-rata dengan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik kelas eksperimen pertama diperoleh skor terkecil adalah 5, skor terbesar adalah 18 dan rentangnya 13.Sehingga diperoleh banyak kelas interval adalah 6 dan panjang kelas 3. Untuk skor yang paling banyak diperoleh peserta didik pada kelas eksperimen pertama

(6)

6

yaitu kelas ke-3 pada interval 11-13. Skor rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) adalah 13,11 dan standar deviasinya 3,16.

Hasil penelitian kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik kelas eksperimen kedua diperoleh skor terkecil adalah 8, skor terbesar adalah 20 dan rentangnya 12. Sehingga diperoleh banyak kelas interval adalah 7 dan panjang kelas 2. Untuk skor yang paling banyak diperoleh peserta didik pada kelas eksperimen kedua yaitu kelas ke-4 pada interval 14-15. Skor rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik adalah 14,78 dan standar deviasinya 2,96.

Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa ada perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model

Project Based Learning (PjBL) sebesar 13,11 dengan rata-rata kemampuan berpikir

kritis matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) sebesar 14,78. Artinya ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan model Problem Based Learning (PBL) . Untuk melihat apakah perbedaannya signifikan atau tidak dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji kesamaan dua rata - rata yaitu uji-t.

Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dan pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen pertama menghasilkan nilai chi kuadrat sebesar 4,77 dengan taraf nyata ∝= 1% diperoleh 2

hitung

= 4,77 < 2

daftar

= 11,3 sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji normalitas pada kelas eksperimen kedua menghasilkan nilai chikuadrat 1,21. Dengan ∝= 1% diperoleh 2

hitung

= 1,21 < 2

daftar

=

13,3 maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung=1,14. Dengan db1 = 36, db2 = 39, dan taraf nyata ∝= 1% diperoleh Fhitung = 1,14 < F0,01(36/39) = 2,16, kedua varians homogen. Uji hipotesis dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata yaitu diperoleh thitung = 2,46. Ternyata pada α = 1% −2,28 < 2,46 > 2,38. Artinya ditolak dan diterima. Sehingga ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir matematik peserta didik antara yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan model Problem Based Learning (PBL).

Pembelajaran di kelas eksperimen pertama menggunakan model Project Based

(7)

7

melalui enam langkah, yaitu penetuan pertanyaan mendasar, mendesain perencanaan proyek, menyusun jadwal, memonitor peserta didik dan kemajuan proyek, menguji hasil, dan mengevaluasi pengalaman. Pada saat pembelajaran berlangsung dengan model Project Based Learning (PjBL) dengan pendekatan scientific didalamnya harus mencakup komponen mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat jejaring.

Pada langkah pertama untuk penentuan pertanyaan mendasar guru mengemukakan pertanyaan esensial yang bersifat eksplorasi pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik berdasarkan pengalaman belajarnya yang bermuara pada penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Misalnya ketika guru akan menjelaskan tentang persamaan lingkaran, guru menyajikan gambar sebuah lingkaran kemudian mengemukakan pertanyaan mendasar “Apa yang dimaksud dengan lingkaran?” , “Bagaimana cara menemukan konsep persamaan lingkaran?”. Maka peserta didik harus melakukan sebuah aktivitas untuk menjawab pertanyaan mendasar tersebut. Langkah pertama ini berkaitan dengan proses mengamati pada pendekatan

scientific, peserta didik mengamati obyek yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

suatu proyek.

Langkah kedua adalah mendesain perencanaan proyek. Dalam langkah ini guru meminta peserta didik membentuk kelompok yang heterogen, kemudian guru dan peserta didik membicarakan aturan main untuk disepakati bersama dalam proses penyelesaian proyek. Hal-hal yang disepakati diantaranya pemilihan aktivitas, waktu maksimal yang direncanakan, sanksi yang dijatuhkan pada pelanggaran aturan main, tempat pelaksanaan proyek, hal-hal yang dilaporkan, serta alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

Langkah ketiga adalah menyusun jadwal. Guru dan peserta didik bersama-sama menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada langkah ini antara lain membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, membuat deadline penyelesaian proyek, membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek dan meminta peserta didik untuk membuat alasan tentang pemilihan suatu cara. Langkah kedua dan langkah ketiga berkaitan dengan proses menanya pada pendekatan scientific, peserta didik diarahkan untuk mendesain perencanaan proyek dan

(8)

8

menyusun jadwal, dalam penyusunan desain proyek dan jadwal peserta didik dapat bertanya kepada guru jika terdapat kesulitan.

Langkah keempat adalah memonitor peserta didik dan kemajuan proyek. Pada langkah ini guru membagikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi tugas proyek kemudian guru memonitoring terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Langkah keempat ini berikaitan dengan proses menalar pada pendekatan scientific, pada tahap ini peserta didik harus dapat mengerjakan sebuah proyek dengan logis dan sistematis.

Langkah kelima adalah menguji hasil. Guru telah melakukan penilaian selama monitoring dilakukan dengan mengacu pada rubrik penilaian yang bertujuan mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Setelah peserta didik mengerjakan proyeknya guru melakukan penilaian, mereka mencoba menunjukkan hasil karyanya kepada guru. Langkah kelima ini berkaitan dengan proses mencoba pada pendekatan scientific.

Selanjutnya langkah terakhir adalah mengevaluasi pengalaman. Pada langkah ini peserta didik secara berkelompok melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Hal-hal yang direfleksikan adalah kesulitan-kesulitan yang dialami dan cara mengatasinya dan perasaan yang dirasakan pada saat menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Selanjutnya kelompok lain diminta menanggapi. Langkah terakhir berkaitan dengan proses membuat jejaring atau menyimpulkan pada pendekatan scientific, peserta didik dan guru bersama-sama membuat kesimpulan dari semua proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pada kelas yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) ada lima fase yaitu orientasi peserta didik kepada masalah, mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada saat pembelajaran berlangsung dengan model Problem Based Learning (PjBL) dengan pendekatan scientific didalamnya harus mencakup komponen mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat jejaring.

(9)

9

Pada fase pertama, peneliti dalam hal ini sebagai guru meminta peserta didik membaca atau mempelajari materi yang akan dipelajari misalnya cara menemukan konsep persamaan lingkaran yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau sumber lain. Kemudian guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan yang terkait dengan materi konsep persamaan lingkaran yang telah dipelajari dari buku pegangan peserta didik maupun sumber yang lain. Peserta didik lain diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan teman atau memberikan tanggapan atas pertanyaan atau tanggapan teman yang lain. Fase ini berkaitan dengan tahap mengamati pada pendekatan scientific, peserta didik mampu mengamati masalah yang diberikan oleh guru baik masalah pada kehidupan nyata atau obyek matematika yang abstrak mengenai konsep persamaan lingkaran.

Fase mengorganisasikan peserta didik, pada fase ini peneliti sebagai guru meminta peserta didik membentuk kelompok yang heteregon. Kemudian Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dibagikan kepada setiap kelompok dan guru meminta peserta didik berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Guru mengarahkan peserta didik untuk menemukan konsep persamaan lingkaran dari masalah yang terdapat dalam LKPD dan mendorong peserta didik agar bekerja sama dalam kelompok. Peserta didik bisa menanyakan permasalahan jika ada yang tidak dimengerti kepada guru. Hal ini berkaitan dengan proses menanya pada pendekatan scientific.

Fase ketiga adalah fase membimbing penyelidikan individu dan kelompok. Dalam fase ini guru memperhatikan dan mendorong semua peserta didik untuk terlibat dalam diskusi dan mengarahkan bila ada kelompok yang melenceng jauh dari pekerjaannya. Selanjutnya guru mendorong peserta didik untuk saling bertukar informasi/data dan menanggapinya. Pada tahap ini guru membimbing peserta didik dalam menalar permasalahan yang diberikan dan mengumpulkan informasi yang sesuai. Hal ini berkaitan dengan proses menalar pada pendekatan scientific. Fase keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam fase ini guru meminta salah satu kelompok dalam diskusi untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Peserta didik dari kelompok lain diminta untuk menanggapi, mengajukan pertanyaan, saran dan sebagainya dalam rangka penyempurnaan. Pada tahap ini berkaitan dengan proses mencoba pada pendekatan scientific peserta didik menyajikan hasil diskusi masalah kemudian mencoba mengerjakan soal-sosal terkait permasalahan tersebut.

(10)

10

Selanjutnya fase terakhir adalah menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada fase ini guru mengarahkan semua peserta didik untuk melakukan penyelidikan langkah-langkah penyelesaian untuk mengecek kesalahan terhadap hasil presentasi salah satu kelompok. Pada tahap ini peserta didik dan guru melakukan evaluasi dan secara bersama-sama menyimpulkan. Maka pada fase terakhir ini berkaitan dengan proses membuat jejaring atau menyimpulkan pada pendekatan

scientific.

Penelitian ini mengukur aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik menggunakan penilaian autentik menurut Kemendikbud. Penilaian autentik dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan diperoleh rata-rata seluruh pertemuan pada kelas eksperimen pertama untuk aspek pengetahuan adalah 3,17 dengan kriteria B dan pada kelas eksperimen kedua adalah 3,35 dengan kriteria B+. Untuk aspek sikap rata-rata seluruh pertamuan pada kelas eksperimen pertama adalah 3,26 dengan kriteria B+ dan pada kelas eksperimen kedua adalah 3,31 dengan kriteria B+. Untuk aspek keterampilan seluruh pertemuan pada kelas eksperimen pertama adalah 3,49 dengan kriteria B+ dan pada kelas eksperimen kedua adalah 3,44 dengan kriteria B+.

Berdasarkan data hasil tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik, pada indikator alasan (reason) rata-rata skor yang diperoleh untuk kelas eksperimen pertama yang pembelajarannya menggunakan model Project Based Learning (PjBL) adalah 3,59 atau setara dengan 89,86% dari skor maksimum 4. Kemudian, pada kelas eksperimen kedua yang pembelajarannya menggunakan menggunakan model Problem

Based Learning (PBL) diperoleh rata-rata skor 3,35 atau setara dengan 83,75% dari

skor maksimum 4. Artinya ada perbedaan peserta didik yang menguasai soal-soal kemampuan berpikir kritis matematik pada indikator tersebut antara kelas eksperimen pertama dengan kelas eksperimen kedua dengan selisih 6,11%.

Analisis indikator kesimpulan (inference) pada kelas eksperimen pertama diperoleh rata-rata skor 2,51 atau setara dengan 62,84% dari skor maksimum 4. Kemudian pada kelas eksperimen kedua diperoleh rata-rata skor 2,68 atau setara dengan 66,88% dari skor maksimum 4. Artinya ada perbedaan peserta didik yang menguasai soal-soal kemampuan berpikir kritis matematik pada indikator tersebut antara kelas eksperimen pertama dengan kelas eksperimen kedua dengan selisih 4,04%.

(11)

11

Indikator selanjutnya adalah situasi (situation). Untuk kelas eksperimen pertama yang pembelajarannya menggunakan model Project Based Learning (PjBL) diperoleh skor rata-rata 2,86 atau setara dengan 71,62% dari skor maksimal 4. Kemudian, pada kelas eksperimen kedua yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based

Learning (PBL) diperoleh rata-rata skor 3,10 atau setara dengan 77,50% dari skor

maksimal 4. Artinya ada perbedaan peserta didik yang menguasai soal-soal kemampuan berpikir kritis matematik pada indikator tersebut antara kelas eksperimen pertama dengan kelas eksperimen kedua dengan selisih 5,88%.

Pada indikator kejelasan (clarity), rata-rata skor yang diperoleh untuk kelas eksperimen pertama yang pembelajarannya menggunakan model Project Based

Learning (PjBL) adalah 2,24 atau setara dengan 56,08% dari skor maksimum 4.

Kemudian, pada kelas eksperimen kedua yang pembelajarannya menggunakan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) diperoleh rata-rata skor 2,80 atau setara dengan 70,00% dari skor maksimum 4. Artinya ada perbedaan peserta didik yang menguasai soal-soal kemampuan berpikir kritis matematik pada indikator tersebut antara kelas eksperimen pertama dengan kelas eksperimen kedua dengan selisih 13,92%.

Indikator terakhir adalah pandangan menyeluruh (overview). Peserta didik mampu menguasai indikator ini jika peserta didik mampu menyelesaikan tes untuk indikator pandangan menyeluruh (overview). Pada kelas eksperimen pertama diperoleh rata-rata skor 1,89 atau setara dengan 47,30% dari skor maksimal 4 sedangkan pada kelas eksperimen kedua diperoleh rata-rata skor 2,85 atau setara dengan 71,25% dari skor maksimal 4. Artinya, ada perbedaan peserta didik yang menguasai soal-soal kemampuan berpikir kritis matematik pada indikator tersebut antara kelas eksperimen pertama dengan kelas eksperimen kedua dengan selisih 23,95%.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik antara kelas eksperimen pertama yang pembelajarannya menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan kelas eksperimen kedua yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Hal ini didukung dengan perolehan skor rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematik di kelas eksperimen pertama sebesar 13,11 (65,54% dari skor ideal 20) atau setara dengan 2,62 (B-) termasuk kategori baik dan rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematik

(12)

12

di kelas eksperimen kedua sebesar 14,78 (73,88% dari skor ideal 20) atau setara dengan 2,96 (B) termasuk kategori baik.

Selanjutnya pada kelas eksperimen pertama yang menggunakan model Project

Based Learning (PjBL) jumlah peserta didik yang tuntas dalam pembelajaran sebanyak

23 orang atau setara dengan 62,16%. Kemudian, jumlah peserta didik yang dikatakan belum tuntas sebanyak 14 orang atau setara dengan 37,48%. Pada kelas eksperimen kedua yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dilihat dari hasil tes kemampuan berpikir kritis matematik, jumlah peserta didik yang tuntas dalam pembelajaran sebanyak 30 orang atau setara dengan 75,00%, dan jumlah peserta didik yang dikatakan belum tuntas sebanyak 10 orang atau setara dengan 25,00%.

Pada kelas eksperimen pertama yang menggunakan model Project Based

Learning (PjBL) peserta didik lebih antusias untuk belajar. Saat peserta didik diberikan

tugas proyek, peserta didik mengerjakan tugas proyek tersebut dengan sungguh-sungguh. Dalam pengerjaan proyek masing-masing peserta didik dapat menuangkan ide, mencari informasi dengan caranya sendiri mengenai proyek yang dibuat, berdiskusi dengan teman sekelompoknya, dan saling berkompetisi untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan pendapat (Santyasa, I.W : 2006) “Pada saat pengerjaan proyek, setiap peserta didik dalam kelompok memiliki kemampuan yang bervariasi sehingga setiap peserta didik mencoba menunjukkan kemampuan yang mereka miliki dalam kerja tim mereka”. Dalam Project Based Learning (PjBL) peserta didik menunjukkan kemampuan yang mereka miliki terutama kemampuan berpikir kritis matematik dalam pengerjaan proyek untuk menhasilkan suatu produk.

Pada proses pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) peserta didik lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari merumuskan masalah, melakukan pencarian data untuk menyelesaikan permasalahan, merumuskan solusi, mempresentasikan hasil diskusi pemecahan permasalahan hingga merumuskan solusi terbaik sebagai hasil dari pembelajaran sehingga pengalaman yang diperoleh akan lebih bertahan lama. Menurut Kemendikbud (2013:195) “PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok”. Hal tersebut mendukung bahwa penggunaan

(13)

13

model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik.

Dengan demikian pembelajaran yang menggunakan model Project Based

Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data serta hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model

Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL).

Dari hasil analisis item angket motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) maka dapat diketahui bahwa skor rata-rata angket paling tinggi adalah pernyataan angket nomor 11 dengan rata-rata 4,05 atau mayoritas peserta didik menjawab “tidak pernah” pada “Informasi pada LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) atau bahan ajar yang diberikan membuat saya malas memahaminya”. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik lebih memahami sebuah materi apabila diberikan LKPD dan bahan ajar, sehingga akan memberikan motivasi yang tinggi pada keberhasilan belajar peserta didik. Sedangkan skor rata-rata angket paling rendah adalah pernyataan nomor 18 dengan rata-rata 3,51 pada pernyataan “Saya tidak nyaman ketika pelajaran matematika karena kelas terasa gaduh”. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik menginginkan situasi yang nyaman dalam proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan analisis angket motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) berdasarkan kriterianya, aspek motivasi instrinsik untuk kelas eksperimen pertama dijabarkan ke dalam 15 butir pernyataan yang terdiri dari indikator adanya hasrat dan keinginan berhasil dan adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 3,80 dan 3,76 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi instrinsik adalah 3,78.

Aspek motivasi ekstrinsik untuk kelas eksperimen pertama dijabarkan ke dalam 8 butir pernyataan yang terdiri dari indikator adanya penghargaan dalam belajar, adanya kagiatan yang menarik dalam belajar dan adanya lingkungan belajar yng kondusif, sehingga memungkinkan peserta didik dalam belajar dengan baik. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 3,81, 3,85 dan 3,93 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi ekstrinsik adalah 3,86.

(14)

14

Dari hasil analisis item angket motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Problem Based Learning (PBL) maka dapat diketahui bahwa skor rata-rata angket paling tinggi adalah pernyataan angket nomor 8 dengan rata-rata 3,95 atau mayoritas peserta didik menjawab “selalu” pada “Penghargaan atas prestasi yang saya kerjakan menorong saya lebih giat belajar”. Hal ini menunjukkan bahwa dengan sebuah penghargaan peserta didik lebih bersemangat mengikuti pelajaran, terbukti dengan penghargaan motivasi belajar peserta didik meningkat. Sedangkan skor rata-rata angket paling rendah adalah pernyataan nomor 2 dengan rata-rata 3,40 pada pernyataan “Saya mencoba mengkonsentrasikan perhatian terhadap pembelajaran matematika denga model Problem Based Learning”. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik yang kurang berkonsentrasi selama pembelajaran karena peserta didik masih kurang mendapat motivasi dalam belajar. Berdasarkan analisis angket motivasi belajar peserta didik selama penggunaan model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan kriterianya, aspek motivasi instrinsik untuk kelas eksperimen kedua dijabarkan ke dalam 12 butir pernyataan yang terdiri dari indikator adanya hasrat dan keinginan berhasil dan adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 3,74 dan 3,65 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi instrinsik adalah 3,70.

Aspek motivasi ekstrinsik untuk kelas eksperimen kedua dijabarkan ke dalam 8 butir pernyataan yang terdiri dari indikator adanya penghargaan dalam belajar, adanya kagiatan yang menarik dalam belajar dan adanya lingkungan belajar yng kondusif, sehingga memungkinkan peserta didik dalam belajar dengan baik. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 3,85, 3,72 dan 3,63 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi ekstrinsik adalah 3,73.

Menurut B. Uno, Hamzah (2013:28) “Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik”. Peserta didik dengan motivasi belajar tinggi memiliki dorongan yang kuat dalam belajar sehingga mereka memiliki kesadaran yang lebih baik tentang manfaat dari pembelajaran yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL). Peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi tidak cepat merasa puas dalam belajar, sehingga mereka akan

(15)

15

terus merasa penasaran dalam menguasai ilmu, selalu ingin segera memecahkan permasalahan yang ada dan mereka cenderung tidak mudah putus asa dalam belajar.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) peserta didik belajar berkelompok sehingga peserta didik dapat berdiskusi dan saling bertukar pendapat. Mereka mempunyai motivasi yang tinggi dalam memecahkan permasalahan maupun dalam mengerjakan tugas proyek. Hal ini dibuktikan pada pembahasan sebelumnya bahwa motivasi belajar peserta didik tinggi selama pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik antara yang menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan model

Problem Based Learning (PBL).

2. Motivasi belajar peserta didik tinggi selama penggunaan model Project Based

Learning (PjBL).

3. Motivasi belajar peserta didik tinggi selama penggunaan model Problem Based

Learning (PBL).

Saran

Berdasarkan simpulan hasil peneitian, peneliti menyarankan bagi guru dapat menjadikan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) ini sebagai salah satu alternatif dalam menyampaikan materi pelajaran, demi terciptanya tujuan pengajaran matematika terutama pada kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik. Kemudian bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melaksanakan penelitian dengan menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) pada materi yang cocok, diluar kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik misalnya kemampuan pemecahan masalah matematik, penalaran matematik dan berpikir kreatif.

(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

Arvan Priatna, Ade. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

Peserta Didik dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

Skripsi Universitas Siliwangi: Tidak Diterbitkan.

B. Uno, Hamzah. (2006). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara. Eka Yanti, Dwi. (2013). Pengaruh Model Project Based Learning terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun

Pelajaran 2012/2013. [online]. Tersedia:

http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JBT/article/view/1435/849. [ 16 Mei 2015]

Kemendikbud (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: BPSDMPK Kemendikbud.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena.

Rusman (2012). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Satyasa, I.W. (2006). Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis Proyek, dan

Orientasi NOS. Makalah: Disajikan dalam seminar di SMA Negeri 2

Semarapura, Tanggal 27 Desember 2006.

Sumarno, Utari (2013). Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Kumpulan Makalah Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung. Wiyani, Novan Ardy (2013). Desain Pembelajaran Pendidikan. Jakarta: Kencana

Referensi

Dokumen terkait

yang sedang dipelajari. Selanjutnya, mahasiswa sekaligus belajar mengenai data dan metode yang digunakan dalam artikel ilmiah sehingga secara tidak langsung

Hasil daripada kajian ini, para usahawan dapat menilai semula tahap kerjasama sesama mereka dalam membantu memperluaskan lagi pasaran perniagaan dan melahirkan

Dari perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika, perubahan tingkat imbal hasilnya juga terlihat terbatas meskipun dengan

Pemberian ekstrak etanol daun Binahong dalam bentuk sediaan salep dapat berpengaruh terhadap jumlah fibroblas pada penyembuhan luka bakar kulit tikus. Pemberian ekstrak

Hasil penlitian ini sudah menujukan sistem pengolahan bahan pustaka di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sulawesi Selatan sudah memenuhi standar nasional karena,

Dengan demekian iklim organisasi merupakan yang dialami oleh semua anggota yang berada dalam suatu organisasi adalah bagaimana karakteristik yang berasal dari lingkungan berpengaruh

Hasil yang diharapkan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah berupa aplikasi mobile yang menggantikan proses sistem kehadiran mahasiswa dari sistem manual melalui tanda

Namun, ada penelitian yang tidak menemukan hubungan yang signifikan (Evans dan Patton, 1983; Robbins dan Austin, 1986, Stamatiadis, , 2009) dan bahkan studi di mana hubungan