• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERANCANGAN. Gambar 5.1 Kondisi lereng sebelum longsor dan setelah longsor. Tugas Akhir Hariish ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PERANCANGAN. Gambar 5.1 Kondisi lereng sebelum longsor dan setelah longsor. Tugas Akhir Hariish ( )"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PERANCANGAN

5.1. Perancangan Penanganan Kelongsoran pada KM. 36+650

Pada kilometer 37+675 Ruas Jalan Cadas Pangeran terjadi kelongsoran pada lereng bagian atas dan bagian bawah jalan lereng gambar 5.1 menunjukan kondisi lereng sebelum dan setelah longsor. Berdasarkan fungsi dan peranannya, jalan ini diharapkan dapat selalu memberikan pelayanan optimal pada arus lalu lintas yang lewat di atasnya. Gangguan yang terjadi pada ruas jalan ini seperti kelongsoran tidak hanya mengganggu lalu lintas kendaraan, tetapi juga dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan.

Gambar 5.1 Kondisi lereng sebelum longsor dan setelah longsor

Untuk mencegah agar tidak terulang kembali perlu suatu upaya agar kestabilan lereng tetap terjaga. Metode yang akan digunakan adalah dengan mengubah geometri lereng pada lereng bagian atas dan dengan paku tanah pada lereng bagian bawah (gambar 5.2).

               

(2)

Gambar 5.2 Penanganan dengan Paku Tanah dan Mengubah Geometrik Lereng 5.2. Perancangan Pemakuan Tanah (Soil Nailing)

Pada peristiwa longsor yang terjadi sebelumnya bahu jalan pada lereng bagian bawah hilang akibat ikut longsor. Bahu jalan merupakan bagian dari jalan yang tidak dapat dihiraukan, oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk mengembalikan jalan pada kondisi semula. Untuk mengembalikan kondisi jalan bahu jalan akan diadakan kembali dengan cara penimbunan dan perkuatan dengan paku tanah. Paku tanah pada kasus ini dirancang untuk mengikat antara tanah timbunan dan lereng agar tidak terjadi longsor karena pada kasus ini tanah timbunan dan lereng tidak akan memiliki ikatan yang dapat menahan gaya longsor.

5.2.1. Kriteria Perancangan

Dalam perancangan paku tanah terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar didapatkan struktur penahan tanah yang dapat berfungsi dengan baik, berikut ini beberapa kriteria yang harus dipenuhi:

a. Angka keamanan

Angka keamanan dari setiap aspek perhitungan desain harus memenuhi angka keamanan minlmal yang diambil berdasarkan GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls dari FHWA dan pada tugas akhir ini angka keamanan yang harus di penuhi adalah sebagai berikut:

               

(3)

Tabel 5.1 Angka keamanan minlmal pemakuan tanah Mode

keruntuhan Komponen Penahan Lambang Angka keamanan minimum

Stabilitas

eksternal Stabilitas penggeseran Stabilitas global FSFSSLG 1.5 1.5 Stabilitas

internal Ketahanan Putusnya paku FST 1,8

Stabilitas Permukaan

Ketahanan lendutan Temporer FSPermanen FSFF 1.35

FF 1.5

Ketahanan punching Temporer FSPermanen FSFP 1.35

FP 1.5

Ketahanan putusnya

Headed-Stud Permanen FSHT 1.8

Sumber : GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls FHWA

b. Kemungkinan dikerjakan di lapangan

Metode pengerjaan yang akan digunakan pada proyek harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan agar didapatkan hasil sesuai dengan harapan. Kondisi yang menentukan dalam pemilihan metoda pengerjaan diantaranya adalah jenis tanah di lapangan dan kondisi muka air tanah. Misalkan pada proses pengeboran lubang paku tanah perlu diperhatikan jenis tanah pada lokasi untuk menentukan metode pengeboran yang akan digunakan. Pada perancangan ini akan digunakan metode pengeboran dengan rotary drilled karena disesuaikan dengan jenis tanah yaitu lempung padat kelanauan.

c. Keindahan

Keindahan merupakan salah satu kriteria yang tidak dapat dihiraukan, kriteria ini perlu diperhatikan terutama pada struktur paku tanah yang dapat terlihat oleh pengguna jalan. Komponen yang berhubungan dengan faktor keindahan adalah komponen permukaan permanen karena merupakan bagian terluar dari struktur. Metoda pengerjaan bagian permukaan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat keindahan yang akan didapatkan dari proses pengerjaan struktur. Apabila permukaan terlihat oleh pengguna jalan sebaiknya digunakan metoda pengerjaan dengan pengecoran dengan bekisting atau dengan beton precast. Apabila digunakan pada daerah yang tidak terlihat oleh pengguna jalan dapat digunakan dengan metode beton tembak dengan

               

(4)

cara ini keindahan yang dihasilkan kurang maksimal tetapi waktu pengerjaan dan biaya yang diperlukan lebih sedikit. Pada perancangan ini lokasi paku tanah tidak terlihat dari jalan oleh karena itu akan digunakan pembuatan tembok permanen dengan beton tembak.

d. Umur rencana

Umur rencana dari struktur soil nailing berpengaruh pada pemilihan penggunaan perlindungan tulangan terhadap karat apakah akan digunakan perlindungan tingkat satu atau tingkat dua. Pemilihan tingkat perlindungan terhadap karat pada GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls ditentukan berdasarkan umur rencana dari struktur, dan tingkat agresifitas tanah di lokasi. Umur rencana dibagi dua yaitu struktur sementara dan struktur permanen, struktur sementara adalah struktur dengan umur rencana < 18 bulan dan struktur permanen > 18 bulan, biasanya 50 tahun bisa juga lebih. Tingkat agresifitas tanah bergantung terhadap kandungan kimia dan tingkat keasaman tanah untuk mengetahuinya dapat dilakukan pengujian laboratorium Berikut ini perlindungan karat yang dibutuhkan untuk umur rencana permanen dan sementara.

Tabel 5.2 Perlindungan karat Kelas

perlindungan perlindungan Level perlindungan Elemen Umur rencana

I Maksimum

Grouting dan dilapisi epoxy atau groting dan dikapsulasi PVC

Permanen

II Menengah Grouting saja

Sementara

Permaen dengan ketentuan: tanah tidak agresif tidak ada ancaman kerusakan serius, dan harga yang terlalu tinggi.

Sumber : GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls FHWA

Pada perancangan kali ini akan digunakan perlindungan kelas 2 karena tanah tidak agresif dan tidak ada ancaman kerusakan serius.

               

(5)

5.2.2. Data

a. Geometrik Struktur yang Akan Dirancang

Dalam perancangan ini akan direncanakan struktur paku tanah dengan geometrik sebagai berikut.

H : 8.35 m δ : 0

α : 38.12° β : 0

αFHWA : 37.42

θ : 127.42°

Panjang bidang longsor (Lf): 13.524 m Luas bidang longsor (Af): 17.202 m2

Gambar 5.3 Sketsa geometrik struktur yang akan dirancang b. Paku Tanah

Spesifikasi paku tanah yang akan digunakan pada perancangan adalah sebagai berikut.

DDH : 0.15 m (didapatkan dengan coba-coba antara 100mm-300mm) sudut paku : 15° (didapatkan dengan coba-coba antara 10°-20°)

qu : 35 Kpa (dipilih yang terkecil antara 35-50 Kpa) SH : 2 m (didapatkan dengan coba-coba antara 1.25 -2 m) SV : 2 m (didapatkan dengan coba-coba antara 1.25 -2 m)

fy : 420 MPa (dipilih antara 420 dan 520 MPa)

               

(6)

E : 200000MPa I : 3.218x10-9 m4

f’c : 21 MPa

d : 0.016 m (didapatkan dengan coba-coba dengan diameter yang ada

dipasaran)

Panjang paku tanah : 3.5 (didapatkan dengan coba-coba)

Jenis tanah yang berada di belakang strukur adalah tanah keras Tufa Abu-abu Sisipan Breksi Kerakal Padat sehingga akan digunakan metode pemboran dengan rotary drilled, digunakanya pengeboran tipe ini karena jenis pemboran tipe ini dapat menembus tanah keras .

c. Permukaan Paku Tanah (facing)

tebal permukaan sementara : 75 mm (didapatkan dengan coba-coba antara 75mm-100mm)

tebal permukaan permanen : 200 mmdidapatkan dengan coba-coba antara 150mm-200mm)

fy : 420 MPa

f’c : 21 MPa

Ukuran pelat bearing : 200 x 200 mm (ukuran yang biasa digunakan)

tp : 25 mm (ketebalan yang biasa digunakan)

Cf permanen : 1

Cf sementara :2

Tulangan sementara : wire mesh 102 x 102 – MW19 x MW19

(didapatkan dengan coba-coba antara berdasarkan standar pada GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7, 2003)

Tulangan permanen : wire mesh 102 x 102 – MW26 x MW26

(didapatkan dengan coba-coba antara berdasarkan standar pada GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7, 2003)

Headed Stud : 1/4 x 4 (didapatkan dengan coba-coba antara

               

(7)

berdasarkan standar pada GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7, 2003)

d. Tanah

Bahan Timbunan

Tanah timbunan yang digunakan untuk urugan dibelakang perkuatan ialah berupa tanah pilihan yang diasumsikan sangat baik digunakan untuk timbunan jalan yang sekaligus dipadatkan dengan baik, nilai parameter tanah yang digunakan ialah:

- Berat Isi () = 20 KN/m3

- Berat Isi Jenuh (sat) = 21 KN/m3 - Sudut Geser Dalam () = 100

- Kohesi ( c ) = 35 KN/m2

Data Tanah Perancangan

Pada perancangan pemakuan tanah data yang digunakan adalah data hasil analisa balik hasli dari studi kasus, hal ini diakarenakan lereng hasil timbunan diasumsikan tidak memiliki ikatan dengan lereng dibelakangnya.

- Berat Isi () = 14.5 KN/m3

- Berat Isi Jenuh (sat) = 15.05 KN/m3 - Sudut Geser Dalam () = 7.2060

- Kohesi ( c ) = 11 KN/m2

- Modulus reaksi tanah lateral (KS) = 46000kN/m3 - Tekanan pasif limit tanah (Py) = 610 kN/m2 Tanah di Belakang Struktur

Berdasarkan uji SPT didapatkan nilai SPT > 60 maka berdasarkan pengujian ini dilakukan korelasi dan didapatkan data tanah sebagai berikut:

- Berat Isi () = 19 KN/m3

- Berat Isi Jenuh (sat) = 21 KN/m3 - Sudut Geser Dalam () = 430                

(8)

- Kohesi ( c ) = 150 KN/m2 5.2.3. Stabilitas Eksternal

a. Stabilitas Global

Stabilitas Global Sebelum Diberi Paku Tanah

fs = ( ) W = Afx

Af = luas segitiga1+luas segitiga2+luas segitiga3

Af = ( )+ ( )+ ( ) = 6.57+4.27+6.37 = 17.2m2 W = 17.2 15.05 = 258.89 kN/m

Wair = Af air

Wair = 17.2 9.81 = 168.752 kN/m

Gambar 5.4 Sketsa geometrik lereng sebelum di beri paku tanah fs = ( )

=

0.987

Dengan bentuk kelongsoran seperti pada gambar dengan metode Culmann didapatkan angka keamanan sebesar 0.987 sedangkan syarat angka kestabilan adalah 1.5 oleh karena itu diperlukan perkuatan tambahan.

               

(9)

Stabilitas Global Setelah Diberi Paku Tanah

Pada perhitungan bagian paku tanah akan digunakan metode baji. Pada metode ini perhitungan stabilitas global secara bersamaan akan menghasilkan angka stabilitas internal pull out.

Ketahanan paku tanah terhadap pull out akan sangat mempengaruhi kestabilan global lereng. Langkah awal untuk menghitung kuat cabut paku tanah adalah dengan mencari nilau Qu. Qu merupakan kuatnya ikatan antara paku tanah dengan tanah disekitarnya. Nilai Qu tergantung kepada jenis tanah, metode pengeboran, dan keliling lubang bor. Dalam panduan yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu dari FHWA GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls terdapat tabel untuk mendapatkan nilai kuat ikatan yang dihasilkan antara paku tanah dengan tanah yang terdapat pada halaman 43. Setelah didapatkan berapa ikatan yang dihasilkan yaitu dalam satuan kPa maka dikalikan dengan keliling lubang bor untuk mendapatkan kuat ikat antara tanah dan paku per meter.

Qu = π.qu.DDH

Qu = π 35 0.15 = 16.5 kN/m

Setelah didapatkan nilai Qu langkah selanjutnya adalah mengalikan dengan berapa panjang paku tanah yang berada di belakang garis kelongsoran lereng, dengan panjang paku tanah seragam sepanjang 3.5 m (didapatkan Lp tabel 5.3).

Tp = Qu.Lp

Tabel 5.3 Gaya tahan paku tanah terhadap tarik Paku

No. Panjang dibelakang garis longsor (LP)

Gaya tahan terhadap pull out 1 0.829 13.679 2 1.298 21.417 3 1.851 30.542 4 2.27 37.455 Total (ΣTp) 103.092 ΣTp(perancangan) = ΣTp/1.4 ΣTp(perancangan) = 103.092/1.4 = 73.637 kN                

(10)

Gaya tarik yang dapat ditahan seluruh paku tanah terhadap gaya tarik dari gaya pelongsor adalah sebesar 73.637 kN. Dari tabel 5.3 gaya tarik maksimal yang ditahan sebuah paku tanah adalah sebesar 37.455 kN.

Rn = Fy As tul Rn =201.1 0.42 = 84.462 kN Rc = 0.5 Rn Rc = 0.5 84.462 = 42.231 kN VF = √ ( ( )) VF = √ ( ( ))

=

23.420 kN

TF = 4 VF tan (90-(α+kemiringan paku)) TF = 4 23.420 tan(90-53.12) = 70.285 kN Lo =

Lo =

=

0.139 m Va = Vmax =Pyx xLo Va = 610 0.139 = 6.359 kN

Dari perhitungan didapatkan kekuatan terhadap geser adalah Va = 19.016 kN dan VF = 23.42 kN dan di ambil yang terkecil yaitu Va. Sehingga kuat geser satu paku tanah adalah sebesar Va

Total Va = Va jumlah paku Total Va = 6.359 4 = 25.434 kN

Gaya tarik yang terbesar yang ditahan pada sebuah paku tanah pada tabel 5.3 adalah sebesar 37.455 kN dan TF (kuat tarik maksimal sebuah paku tanah) = 70.285 kN maka kondisi tulangan pada paku tanah dalam kondisi aman. W = Afx W = 17.2 15.05 = 258.89 kN/m Wair = Afxair                

(11)

Wair = 17.2 9.81 = 168.752 kN/m Fs=

Fs=

= 1.62 > 1.5 OK

b. Stabilitas terhadap penggeseran (sliding)

Langkah pertama untuk menghitung kestabilan terhadap penggeseran adalah dengan menghitung koefisien tekanan tanah aktif. Koefisien ini didapatkan dengan menghubungkan faktor keadaan geometrik di sekitar tanah yang ditinjau dengan kuat geser tanah. Koefisien ini dibutuhkan untuk mengetahui berapa tekanan tanah aktif yang terjadi pada tanah bila mendapatkan tekanan tertentu.

ka = ( ( ))

( ) [ √ ]

= 0.017

Lalu dilanjutkan dengan menghitung tekanan tanah aktif yang bekerja di bawah struktur paku tanah.

PA = = 10.361 kN

Tekanan tanah aktif yang bekerja pada struktur kecil dikarenakan kondisi tanah yang berada di belakang struktur memiliki nilai sudut geser yang besar. Selanjutnya adalah dengan menghitung berat tanah yang berada di sekitar struktur paku tanah (daerah yang diarsir, gambar 5.5).

𝑐. 𝐿𝑓+ ((𝑊 − 𝑊𝑎𝑖𝑟). cos 𝛼 + 𝑇𝑝𝑝. sin(𝛼 + 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑢) − 𝑉𝑎. cos(𝛼 + 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑢)). 𝑡𝑎𝑛∅ 𝑤. 𝑠𝑖𝑛𝛼 − 𝑇𝑝𝑝. cos(𝛼 + 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑢) − 𝑉𝑎. sin(𝛼 + 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑢)

11×13.524+((258.89−168.752).cos(38.12)+73.637×sin(15+38.12)−25.434.cos(15+38.12))× 𝑡𝑎𝑛7.206

258.89.𝑠𝑖𝑛43.49−73.637× cos(15+38.12)−25.434.sin(15+38.12)

               

(12)

Gambar 5.5 Berat tanah yang berada di sekitar struktur paku tanah Karena terdapat dua jenis tanah maka:

W = 29.805x19 + 11.848x15.05 = 744.607 kN/m

Gaya lawan pada dasar paku tanah merupakan kekuatan geser tanah yang didapatkan dengan cara berikut:

𝑐 (𝑊 ) ∅

Rh = 150 2.5+(744.607+15+10.361.sin0) tan43 = 1083.345 kN

Beban penggeseran yang bekerja pada dasar struktur merupakan tekanan tanah aktif dikalikan dengan sudut lereng yang berada di belakang struktur, pada kasus ini lereng yang terdekat berada 11 m dibelakang struktur dan merupakan tanah keras sehingga nilai β = 0.

D = 10.361 cos0 = 10.361 kN

Angka keamanan terhadap penggeseran adalah sebagai berikut. FSSL =

FSSL = 1083.345/10.361 = 104.559 > 1.5 OK 5.2.4. Stabilitas Internal

a. Putusnya paku (nail tensile resistance)

Kekuatan nail menahan gaya tarik yang ditimbulkan oleh tanah yang berpotensi longsor pada bidang longsornya sangat bergantung terhadap

               

(13)

diameter tulangan dan mutu baja yang akan digunakan. Berdasarkan perhitungan kestabilan global kuat tarik tulangan adalah TF = 70.285 kN dan beban tarik yang bekerja adalah sebesar 35.463 kN.

Angka keamanan terhadap putusnya paku: FST =

FST = 70.285/37.455 = 1.88 > 1.8 OK 5.2.5. Stabilitas Permukaan

a. Gaya tarik yang bekerja pada permukaan

Gaya tarik yang bekerja pada permukaan berbeda dengan gaya tarik yang bekerja pada paku. Gaya tarik yang bekerja pada permukaan dirumuskan dengan.

To = Tmax-s [0.6 + 0.2x(Smax – 1)]

To =37.455 [0.6+0.2x(2-1)] = 29.964 kN

b. Kegagalan akibat lendutan (Flexure Failure) Dinding sementara

Langkah awal darlam perhitungan beton bertulang adalah menentukan batas minimum dan maksimum tulangan yang digunakan.

ρmin = 20 √ = 0.218 %

ρmax = 50 (21/420). = 1.471 %

Setelah diketahui batas maksimum dan batas minimum lalu dipilih tulangan yang berada daiantaranya maka dipilihlah tulangan wire mesh 102 x 102 – MW19 x MW19 dengan ρ sebesar .                

(14)

Karena tulangan pada daerah disekitar nail head sama dengan di tengah bentang maka:

ρn = ρm = (186.3/1000)/(0.5 75) 100 = 0.497 %

Maka kapasitas dinding sementara dalam menahan lendutan adalah sebesar: RFF = 1.6 CFx(avn +avm)

Nilai CF didapatakn dari panduan FHWA GEOTECHNICAL

ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls halaman 98. RFF = 1.6 2 (186.3) 0.075 = 44.712 kN

Angka keamanan terhadap lendutan: FSFF = RFF/ To

FSFF = 44.712 / 29.964 = 1.492 > 1.35 OK Dinding Permanen

Batas maksimum dan minimum penulangan pada dinding permanen sama dengan dinding sementara, maka perhitungan dilanjutkan pada perhitungan ρ penulangan.

ρ = (254.9/1000) (0.5 200) 100 = 0.255%

Maka kapasitas dinding permanen dalam menahan lendutan adalah sebesar: RFF = 1.6 CFx(avn +avm)

RFF = 1.6 2 (254.9) 0.2 = 81.568 kN Angka keamanan terhadap lendutan: FSFF = RFF/ To

FSFF = 81.568 / 29.964 = 2.722 > 1.35 OK

c. Kegagalan akibat punching (Punching Shear Failure) Dinding sementara

Dalam menghitung kestabilan akibat kegagalan punching yang pertama kali harus dihitung adalah diameter (D’c) dan tinggi (hc) dari keruntuhan punching yang berbentuk kerucut , dirumuskan dengan:

D’c = 200+75 = 275 mm                

(15)

Kapasitas terhadap punching dirumuskan dengan: RFP = VF = 330 √ π 0.275 0.75 = 98.026 kN Angka keamanan terhadap punching:

FSFP = 98.026/29.964 = 3.271 > 1.35 OK Dinding Permanen

Langkah yang dilakukan pada analisa kestabilan terhadap dinding permanen tidak berbeda jauh dengan pada dinding sementara, yang berbeda hanya pada tahap penentuan D’c dan hc.

hc = 105+25-4.7 = 125.3 mm

D’c 1 = (200-12.7)+125.3 = 312.6 mm D’c 2 = 2 125.3 = 250.6 mm

yang dipilih adalah 250.6 mm

RFP = VF = 330 √ π 0.2506 0.2 = 238.21 kN Angka keamanan terhadap punching:

FSFP = 238.21/29.964 = 7.95 > 1.35 OK

d. Putusnya Headed-Stud (Headed-Stud Tensile Failure) Dinding Permanen

Langkah pertama dalam menghitung kekuatan headed-stud adalah dengan menghitung luas potongan melintang batang headed-stud, karena bagian ini adalah bagian yang menyalurkan gaya tarik dari kepala paku tanah ke dinding permanen. ASH =

ASH = π 6.42 0.25 = 32.183 mm2                

(16)

Kuat tarik headed-stud dalam menahan gaya tarik adalah luas potongan melintang batang headed-stud dikalikan dengan mutu baja dan jumlah headed-stud yang digunakan pada pelat bearing.

RHT = NH.ASH.fy

RHT = 4 32.183 0.42 = 54.067 kN

Angka kemanan terhadap putusnya Headed-Stud:

FSHT = 54.067/29.964 = 1.804 > 1.8 OK 5.2.6. Metode Pengerjaan

1. Pemasangan pipa drainase

Tahap pertama adalah proses pemasangan pipa drainase dan strip drainase geokomposit yang menyalurkan air dari geokomposit keluar dari lereng.

2. Penimbunan

Pada tahap penimbunan hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemadatan. Pada proses pemadatan ketinggian setiap lapisannya adalah 2m dan pemadatan dilakukan setiap 20cm dan dipadatkan sampai mendekati kepadatan tanah asli.

3. Pengeboran lubang paku tanah

Pemboran dilakukan dengan metode rotary drilled sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.

4. Pemasangan paku tanah

Setelah dilakukan pengeboran tahap selanjutnya adalah pemasukkan paku tanah lalu dilanjutkan dengan pengisian lubang dengan beton dengan cara penggroutingan.

5. Pemasangan drainase

Tahap selanjutnya adalah menghamparkan strip drainase geokomposit yang sudah tertimbun dari proses pemasangan pipa untuk mengalirkan air dari bagian atas lereng ke bagian bawah lereng dimana terdapat pipa pengeluaran.

               

(17)

6. Konstruksi permukaan sementara dengan beton tembak

Setelah drainase geokomposit terpasang dilanjutkan dengan pemasangan wiremess. Pada bagian yang menghadap ke lereng harus dipasang beton tahu agar didapatkan ketebalan yang diingikan. Tahap selanjutnya adalah penyemprotan beton tembak hingga didapatkan ketebalan beton yang diinginkan.

7. Pengerjaan pada level berikutnya

Lalu dilanjutkan pada bagian atas lereng dengan langkah 2,3,4,5,dan 6 setelah paku tanah sebelumnya berumur 28 hari.

8. Konstruksi permukaan permanen

Setelah seluruh bagian lereng tertutup dengan permukaan sementara maka langkah terakhir adalah dengan pemasangan permukaan permanen. Tahap pertama dalam konstruksi permukaan permanen adalah pemasangan welded wire mesh yang telah di beri beton tahu pada bagian yang menghadap lereng. Dilanjutkan dengan penyemprotan beton tembak hingga di dapatkan ketebalan yang direncanakan.

5.2.7. Perkiraan kebutuhan Biaya

Tabel 5.4 Perkiraan kebutuhan biaya

NO. URAIAN SATUAN VOLUME HARGA

SATUAN (Rp.) JUMLAH HARGA (Rp.) I. Bahan 1.152.000 1 Tulangan deform d = 13 mm kg 96 12.000 97.780.800 2 Shotcrete m3 75.216 850.000 63.933.600

3 Plat bearing buah 96 15.000 7.063.200

4 Wire mess 102 x 102-mw13 x 102-mw13 kg 523.2 13.500 14.126.400 5 Wire mess 102 x 102-mw26 x 102-mw26 kg 1046.4 13.500 1.920.000

6 Headed stud ¼ x 4 buah 384 5.000

864.000 7 Centralizer buah 288 3.000 192.000                

(18)

8 Baud buah 96 2.000 240.000

9 Round hex nut buah 96 2.500 4.800.000

10 Geokomposit lebar = 600mm m 120 40.000 90.000 11 Pipa PVC 2 in m 6 15.000 220.000 12 Filter buah 11 20.000 3.628.800 13 Timbunan tanah pilihan m3 345.6 10.500 1.152.000

II. Upah kerja + alat

1 Penimbunan m3 345.6 41.000 14.169.600 2 Shotcrete m3 75.216 40.000 3.008.640 3 Pengeboran m 206.4 45.000 9.288.000 Total 126.136.240

5.3. Perancangan Geometrik Lereng

Penanganan dengan mengubah geometrik lereng dilakukan pada penanganan lereng atas. Selain dengan mengubah geometrik lereng juga ditambah dengan saluran penangkap dan rumput vertiver untuk menambah umur kestabilan lereng.

5.3.1. Kriteria Perancangan

a. Angka keamanan

Lereng dikatakan aman dari kelongsoran adalah apabila dari analisa kestabilan didapatkan angka kemanan lebih besar dari satu. Dalam perancangan ini saya akan menentukan angka keamanan lereng sebesar 1.3. b. Umur rencana

Dalam perancangan ini direncanakan umur kestabilan lereng selama 50 tahun oleh karena itu untuk menjaga stabilitasnya perlu dilakukan suatu usaha untuk melindungi permukaan lereng dari erosi dan gangguan lain dari luar. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan perkuatan lereng dengan tanaman, tetapi perkuatan ini tidak difungsikan untuk menahan beban.

               

(19)

5.3.2. Data Tanah

- Berat Isi () = 14.5 KN/m3

- Berat Isi Jenuh (sat) = 15.05 KN/m3 - Sudut Geser Dalam () = 4.530

- Kohesi ( c ) = 10 KN/m2

Curah Hujan

Berikut merupakan data curah hujan di kecamatan Tanjung Sari tahun 2010 :

Tabel 5.5 Data Curah Hujan Harian

Tanggal JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES

1 89 30 15 12 - - - - 4 - 1 4 2 22 - 6 - - - 3 3 50 - 3 4 29 - - - 4 - 1 1 17 4 3 15 32 - 2 - - 1 - - 8 4 5 - 28 6 - - 22 - 1 - - 8 - 6 88 82 45 - 11 2 - - 9 - - 25 7 25 - 76 - - 1 - - 32 - - 20 8 2 2 16 0 84 2 19 - - - 49 - 9 - 14 6 4 62 55 17 13 - 21 120 47 10 10 0 19 - 29 - 0 6 5 - - 30 11 0 32 - 17 9 - - 4 - - 8 - 12 - - - - 24 - 4 - 10 - 1 - 13 - - - 0 25 - - - 5 6 1 1 14 - 11 - 29 24 - 19 - - 16 42 - 15 - 13 12 - 42 13 - 2 - 9 8 - 16 1 36 2 51 16 - - 7 - 24 - - 17 0 4 - - 0 - 0 - 3 4 1 9 18 52 48 55 - 7 - 0 - 6 6 5 -                

(20)

19 - 28 - - - - 11 - - 1 3 - 20 0 0 84 3 87 - - - 1 - - 3 21 8 9 - - 2 - - 29 - 67 2 3 22 9 4 50 6 6 - - - - 4 3 10 23 3 4 - - 7 - - - 8 0 25 - 24 1 2 - - - 28 20 9 49 25 3 4 - - 2 17 - 4 24 - - - 26 1 7 74 - 5 - 2 3 57 - 9 - 27 31 15 63 0 2 - 9 - - 7 41 10 28 56 4 50 6 - - - 13 - 29 6 48 - - - 0 5 - 30 28 20 - 2 - - - 1 28 3 5 31 23 36 8 - - - -

5.3.3. Penentuan Kemiringan Lereng

Pada studi sebelumnya dilakukan analisa balik untuk mengetahui kuat geser tanah pada saat lereng longsor. Kemudian kuat geser tanah yang didapatkan dari analisa balik, digunakan untuk menghitung angka keamanan lereng didekatnya (yaitu lereng dibelakangnya yang tidak longsor) agar kelongsoran di kemudian hari dapat dicegah. Hasil perhitungan terhadap lereng di belakang didekat longsor sebelumnya didapatkan angka keamanan 0.969 (gambar 5.5) oleh karena itu diperlukan penanganan agar tidak terjadi kelongsoran. Pada tugas akhir ini dipilih penanganan dengan mengubah geometrik lereng.

Langkah awal dari penanganan kelongsoran dengan mengubah geometrik lereng adalah dengan menentukan perubahan kemiringan lereng hingga menghasilkan angka keamanan lereng yang diharapkan. Lereng diasumsikan berada pada kondisi ekstrim dimana muka air tanah berada pada permukaan tanah. Dengan menggunakan program GeoStudio dilakukan beberapa percobaan dan didapatkan lereng dengan geometrik sebagai berikut.

               

(21)

Gambar 5.6 Permodelan lereng bagian belakang

Gambar 5.7 Permodelan perubahan geometrik lereng                

(22)

Gambar 5.8 Bentuk keruntuhan perubahan geometrik lereng

Dengan perubahan geometrik seperti diatas didapatkan angka kemanan 1.3. Angka keamanan yang kecil didapatkan karena kuat geser tanah hasil analisa balik memiliki nilai yang sangat kecil. Ada kemungkinan tanah di belakang longsoran sebelumnya mempunyai kuat geser lebih besar karena tidak ikut longsor bersamaan dengan lereng di depannya. Tetapi ada satu keuntungan dengan menggunakan kuat geser tanah hasil analisa balik pada longsoran sebelumnya yaitu umur rencana penanganan menjadi lebih panjang. Hal dikarenakan kuat geser tanah yang digunakan dalam perancangan adalah kuat geser tanah yang telah berkurang. Untuk mendapatkan nilai kuat geser yang lebih akurat pada lereng di belakang longsoran sebelumnya sebaiknya dilakukan pengujian labolatorium.

5.3.4. Perencanaan Tanaman Penutup

Pada perencanaan kali ini akan digunakan rumput Vertiver sebagai pelindung permukaan lereng. Dalam perancangan penanaman rumput vertiver digunakan Pedoman penanaman rumput vertiver untuk pengendalian erosi permukaan dan pencegahan longsoran dangkal pada lereng jalan. Karena nilai

               

(23)

erodibilitas dari tanah tidak ketahui maka dari dari tabel 5.8 diambil dipilih jarak antar setrip rumput Vertiver 80 cm dan jarak antar tunas pada rumput barisan 15 cm. Dipilihnya jarak diatas karena jarak antar strip dan jarak antar tunas pada rumput barisan diatas keduanya masih masuk dalam range sudut 30° - 45° dan dalam range nilai K ≤ 0.2 - K > 0,2. Diantara tanaman vertiver dapat ditanam dengan tanaman penutup lainnya yang pertumbuhanya cenderung secara horizontal diantaranya adalah tanaman rumput bahia. Penanaman tanaman ini dapat dilakukan secara horizontal diantara tanaman vertiver.

5.3.5. Perencanaan saluran drainase lereng

Untuk menjaga agar air permukaan tidak merembes masuk kedalam lapisan tanah dan mengalir diatas permukaan lereng, maka diperlukan suatu sistem drainase.

a. Menentukan Frekwensi Hujan Rencana (RT)

Karena data yang tersedia hanya data curah hujan harian maksimum selama satu hari maka digunakan metode Weduwen.

Curah hujan maksimum pada tahun 2010 adalah 120 mm, dengan bantuan tabel 5.9 maka untuk n = 1 mp = 0.41, untuk n = 5 mp = 0.602

R70 =

=

292.683 mm

R5 = 0.602 292.683

=

292.683 mm

Setelah didapatkan R5 dilanjutkan dengan menghitung intensitas hujan di lokasi untuk periode ulang lima tahun.

b. Menentukan Intensitas Hujan Rencana (I) (cara Talbot) dan Waktu Konsentrasi Pengaliran (t)

1. Intensitas hujan rencana

Asumsi hujan harian ( 24 jam ) efektif selama 3 jam maka diambil durasi 60 menit dan 10 menit dari data hujan 70 tahunan di Jakarta.

I560Jakarta  = 75,25 mm I560Lokasi  3 RT = 3 292.683 = 97.561 mm Selisih = 97.561 – 75,25 = 22.311 mm                

(24)

I510Jakarta  = 129,00 mm I510Lokasi  =129,00 –22.311 = 106.689 mm I560Lokasi  a = (97.561.60)+97.561.b I510Lokasi  a = (106.689.10)+106.689.b - = 4.786.77 + 53,75.b b = 89.112 a = 10574.16 2. Waktu konsentrasi 167 , 0 1 32.3,28. .        k nd Lt t Dimana :

t1 = Inlet time (menit)

Lt = Panjang dari titika terjauh sampai saranan drainase (m)

k = Kelandaian permukaan

nd = Koefisien hambatan

t2 = Waktu pengaliran (menit)

Intensitas hujan rencana drainase lereng

Sistem drainase lereng dapat disketsakan sebagai berikut :

Gambar 5.9 Sketsa sistem drainase lereng                

(25)

Waktu konsentrasi (t) = 167 , 0 35 , 0 2 , 0 . 100 . 28 , 3 . 3 2         = 25.873 menit b t a I   = 112 . 89 873 . 25 10574.16

 = 91. 961 mm/jam  Drainase lereng

Setelah didapatkan waktu konsentrasi dilanjutkan dengan menghitung luas daerah pengaliran.

c. Luas daerah pengaliran (A & Cw)

Luas daerah pengaliran drainase lereng A (tanah) = 100,00 55 = 5500 m2, C 4 (tanah) = 0,75, Fk4 = 0,4 = 0.0055 km2 4 3 2 1 4 4 4 3 3 2 2 1 1. . . . . A A A A Fk A C A C A C A C Cw        Cw = = 0.3

Setelah didapatkan koefisien aliran rata-rata dan luas daerah pengaliran dilanjutkan dengan penghitungan debit aliran.

d. Debit aliran (Qr) 6 , 3 . . AI Cw Qr = 0,278.Cw.I.A Dimana :

Qr = Debit aliran (m3/detik) Cw = Koefisien aliran rata-rata

I = Intensitas hujan rencana (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2) Qr = 0.278 0.3 91.961 0.0055 = 0.042 m3/detik

Setelah didapatkan debit air yang akan mengalir pada saluran langkah selanjutnya adalah menentukan ukuran saluran yang dibutuhkan.

               

(26)

e. Dimensi saluran (b.H)

Dimensi saluran didapat dengan menghitung :

V Q

Fd

Dimana :

Fd = Luas penampang basah saluran (m2)

Q = Debit aliran (m3/det)

V = Kecepatan rata-rata aliran yang diijinkan (m/det) 5 , 1 0.042  Fd = 0,028 m2

Bentuk penampang saluran yang digunakan adalah kotak ;

Gambar 5.10 Sketsa penampang saluran

h b Fd  .

Jika b ditetapkan sebesar 0,4 m, maka :

b Fd h 5 , 0 0,028  = 0,056 m

Ditambah 10 cm untuk kondisi tak terduga sehingga h = 66 cm ∞ 70 cm Sehingga saluran drainase lereng berukuran b = 0.5 m dan h = 0.7 m. Agar air dapat mengalir diperlukan kemiringan tertentu oleh karena itu langkah selanjutnya adalah penentuan kemiringan saluran.

b h H w                

(27)

f. Kemiringan saluran (is)

Kemiringan saluran dapat dihitung dengan persamaan :

2 3 2 .       R n V is h b h b R 2 .   Dimana : is = Kemiringan saluran (%)

V = Kecepatan rata-rata aliran yang diijinkan (m/det)

R = Jari-jari hidrolis (m)

b = Lebar saluran (m)

h = Tinggi genangan air dalam saluran (m)

 Kemiringan drainase samping jalan Kemiringan berdasarkan perhitungan ;

) 7 . 0 2 ( 5 . 0 7 . 0 5 . 0     R = 0,184 m 2 3 2 184 , 0 020 , 0 . 5 , 1        s i = 0.0086 = 0.86 % 5.3.6. Metode Pengerjaan

1. Pengukuran dan penandaan daerah yang akan digali

Sebelum penggalian dimulai langkah pertama adalah pembuatan patok-patok untuk menandai daerah yang akan digali untuk pembuatan saluran drainase lereng dan perubahan geometrik lereng. Dilakukan dengan mengacu pada titik acuan yang sudah direncanakan dengan bantuan alat waterpas.

2. Penggalian

Setelah ditentukan daerah penggalian proses penggalian dapat dimulai, penggalian dilakukan dengan cara manual dikarenakan tidak dapat masuknya alat berat ke lokasi proyek. Penggalian dimulai dari penggalian saluran penangkap dilanjutkan ke bagian atas lereng hingga bagain bawah.

               

(28)

3. Penanaman rumput vertiver

Setelah proses penggalian selesai dilanjutkan dengan penanaman rumput vertiver sesuai dengan yang direncanakan.

5.3.7. Perkiraan kebutuhan Biaya

Tabel 5.6 Perkiraan kebutuhan biaya

NO. URAIAN SATUAN VOLUME HARGA

SATUAN (Rp.) JUMLAH HARGA (Rp.) I. Pekerjaan Persiapan 1 Mobilisasi ls 1 100.000.000 100.000.000 II. Bahan

1 Rumput vertiver pot 7.000 500 3500000

2 Rumput bahia pot 3.026 500 1513000

3 Beton fc’ = 15 MPa m3 13.1 817.146

10.704.612

4 Bekisting m2 274 47.000

12878000

III. Upah kerja + alat

1 Penggalian m3 1.320 32.000 42.240.000 2 Pembuangan galian m3 1.550 47.000 72.850.000 3 Pembetonan m3 13.1 44.000 576.400 4 Penanaman m2 847.4 14.500 12.287.300 5 Bekisting m2 274 21.000 5.754.000 Total 162.303.312                

(29)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Data Hasil Perancangan

Berikut ini data hasil perancangan penanganan pada kelongsoran cadas pangeran Km 37+650.

Tabel 6.1 Data hasil perancangan bagian paku

Elemen Penjelasan Nilai

Pola paku Persegi -

Jarak antar paku Vertikal Horizontal 2 m 2 m

Kemiringan paku Seragam 15°

Jumlah paku Per bagian 4

Panjang paku pola seragam L = 3.5 m

Batangan paku Jenis Material Deform d = 16 mm Baja fy = 420 MPa

Lubang bor Diameter minimum 150 mm

Perlindungan karat

Perlindungan dengan

beton tembak Proteksi kelas II

Selimut minimum 50 mm

Centralizers 0.7 m

Beton tembak Beton tembak basah Minmum f’c =21 MPa

Tabel 6.2 Data hasil perancangan bagian permukaan

Elemen Penjelasan Permukaan temporer Permukaan permanen

Umum Ketebalan Jenis permukaan Beton tembak 75 mm 200 mm Beton tembak

f’c 21 21

Tulangan

Tipe welded wire mesh welded wire mesh

Mutu baja 420 MPa 420 MPa

Ukuran 102x102 MW 19xmw19 102x102 MW 26xmw26

Plat bearing

Tipe 4 Headed Studs x 4

Mutu baja 250 MPa -

Ukuran Panjang = 200 mm Ketebalan = 25 mm - - Headed Studs Dimensi

- Ls = 105 mm - DH =12.7 mm - DS = 6.4 mm - tH = 4.7 mm - SHS = 187.3 mm                

(30)

Tabel 6.3 Data hasil perancangan pengubahan geometrik lereng

Elemen Penjelasan Nilai

Geometrik lereng

Kemiringan lereng 30°

Panjang lereng lereng atas = 5.5 m lereng bawah = 7.5 m Tinggi lereng lereng atas = 3.3 m lereng bawah = 4.3 m

Tanaman penutup Rumput vertiver

antar setrip rumput = 80 cm antar tunas pada rumput barisan = 15 cm

Diantara rumput vertiver rumput bahia Saluran drainase lereng Dimensi saluran drainase b = 0.5 m Material saluran h = 0.7 m Beton

Kemiringan saluran 0.86 %

6.2. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh setelah dilakukan perancangan diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil perancangan penanganan longsor dengan pemakuan tanah pada lereng bagian bawah didapatkan angka keamanan lereng sebesar 1.62 yang sebelum penanganan adalah sebesar 0.987. Lereng setelah penanganan mempunyai angka keamanan global lebih besar dari 1.5 yang memenuhi angka keamanan standar untuk lereng dengan penanganan dengan paku tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penanganan dengan paku tanah dapat menambah angka keamanan pada lokasi yang ditangani sesuai dengan target perancangan.

2. Berdasarkan hasil perancangan penanganan longsor dengan mengubah geometrik lereng pada lereng atas didapatkan angka keamanan lereng sebesar 1.3 yang sebelum penanganan adalah sebesar 0.969. Pertambahan angka keamanan pada lereng menunjukan bahwa penanganan dapat memenuhi target perancangan yaitu angka keamanan lereng ≥ 1.3. Pada penanganan lereng bagian atas dipadukan dengan penanganan tambahan yaitu dengan menambah saluran penangkap dan penanaman tanaman penutup agar dapat menambah umur kestabilan lereng.

               

(31)

6.3. Saran

Beberapa saran yang dapat diusulkan sebagai acuan dalam perancangan selanjutnya adalah.

1. Data topografi lokasi yang ditinjau harus seakurat mungkin agar dihasilkan penanganan yang baik dan efisien.

2. Dalam perancangan penanganan dengan paku tanah sebaiknya dibuat perhitungan dengan bantuan program EXEL agar perhitungan lebih cepat dan akurat.

3. Pada perancangan penanganan dengan mengubah geometrik lereng sebaiknya dimulai dengan perubahan geometrik lereng dari sudut lereng terkecil.

               

Gambar

Gambar 5.1  Kondisi lereng sebelum longsor dan setelah longsor
Gambar 5.2  Penanganan dengan Paku Tanah dan Mengubah Geometrik Lereng
Tabel 5.1  Angka keamanan minlmal pemakuan tanah
Tabel 5.2  Perlindungan karat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan suami saat antenatal dan intranatal dengan bounding attachment pada ibu post partum di RSU Pancaran

Hasil analisis karakteristik fisik (rendemen dan berat jenis minyak) dan karakteristik kimia yaitu bilangan asam, iod, penyabunan dan nilai TBA dari minyak ikan

Tetapi Tetapi mereka mereka dapat dapat membagi membagi pasar pasar seperti seperti itu itu menjadi menjadi kelompok kelompok konsumen konsumen atau atau

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa tindak direktif anak usia prasekolah yang diujarkan dengan strategi tidak langsung banyak menggu- nakan bentuk pertanyaan dan

Berdasarkan pengertian metode prototipe diatas penulis mempunyai beberapa alasan mengapa penulis menggunakan metode pengembangan sistem prototipe yaitu karena penulis

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda atau majemuk karena penelitian ini mengukur pengaruh dengan melibatkan empat variabel bebas atau variabel independen

SKPD Provinsi Papua Barat berkewajiban untuk menyusun revisi rencana strategis yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pertama, dalam mengurangi sekaligus menangani permasalahan perkawinan dini di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang, camat