• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi kapan dan di mana kejadian tersebut akan menimpa mereka. Keadaan. timbulnya tindak kejahatan pada saat tersebut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. diprediksi kapan dan di mana kejadian tersebut akan menimpa mereka. Keadaan. timbulnya tindak kejahatan pada saat tersebut."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi di masyarakat dengan tidak mengenal waktu maupun tempat, tidak peduli dalam situasi sepi atau pun ramai yang kemudian menjadi masalah sosial. Jadi pada dasarnya, masalah sosial menyangkut nilai- nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.1 Fenomena tersebut pula yang menjadikan masyarakat khawatir dengan adanya tindak kejahatan yang mana tak dapat diprediksi kapan dan di mana kejadian tersebut akan menimpa mereka. Keadaan inilah yang menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat dalam hal bepergian keluar rumah terlebih pada keadaan malam hari, yang mana akan lebih banyak timbulnya tindak kejahatan pada saat tersebut.

Salah satu tindak kejahatan yang marak terjadi terutama pada malam hari adalah kejahatan begal. Kejahatan tersebut secara umum merupakan tindak kejahatan dengan cara perampasan atau pencurian kendaraan kendaraan bermotor dengan kekerasan. Pelaku kejahatan begal terkadang tidak mengenal waktu untuk melakukan aksinya, kadang dilakukan pada siang hari, namun lebih sering dilakukan pada malam hari, yang mana suasana jalan sangat sepi dan dapat membuat pelaku lebih lengang untuk menjalankan niat buruknya. Untuk melancarkan aksinya pelaku begal biasanya merampas kendaraan korbannya

1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hal, 397.

(2)

2

dengan paksa dan tak segan – segan untuk melukai korbannya dengan senjata baik dari benda tumpul maupun senjata tajam. Perbuatan tersebut bisa dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan modal keberanian dan senjata yang digunakan untuk mengancam korbannya.

Kejadian begal biasanya dilatarbelakangi oleh himpitan ekonomi, sehingga seseorang rela melakukan hal tersebut dengan bertaruh nyawa. Entah nyawa pelaku maupun nyawa korban yang menurut B. Simandjuntak berarti bila mana manusia itu tidak memikirkan orang lain maka ia tidak bersamaan dengan orang lain itu. Manusia sebagai makhluk Zoo Politicon yang berarti makhluk sosial. Apa bila politicon-nya hilang maka sudah pasti kemanusiaannya hilang.2 Tidak sekedar faktor kemiskinan saja, tetapi juga karena harta miliknya tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada.3

Selain kebutuhan kejahatan tersebut dilakukan karena keserakahan. Biasanya hasil dari kejahatan tersebut bisa saja untuk dibelikan untuk memenuhi kepuasan individu pelaku contohnya seperti, narkotika, miras, judi, dan hal – hal yang negatif lainnya. Pada intinya adalah mengenai kebutuhan untuk mencukupi atau pun memuaskan bagi para pelaku tersebut. Kejahatan ini terdapat pada stratum terendah yaitu blue-collar crime atau kejahatan kerah biru yang biasa dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah.4

Cara yang dilakukan oleh begal sendiri untuk merampas kendaraan korbannya adalah dengan memaksa si korbannya untuk menyerahkan kendaraanya. Terkadang ada saja hal yang membuat pelaku geram atas korbannya

2

B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung, Tarsito, 1981, Hal, 51.

3

Ibid., Hal, 407.

(3)

3

apabila sang korban tidak segera menyerahkan kendaraan yang diminta oleh pelaku begal. Kemudian jika ancaman dengan menggunakan senjata tidak berhasil, maka begal akan tidak segan untuk melakukan aksi nekatnya yang bahkan tidak mempedulikan nyawa korbannya. Namun mungkin beda cerita apabila korban melakukan perlawanan dengan cara membela diri. Jarang sekali ketika keadaan tersebut terjadi korban begal akan melawan, biasanya korban akan pasrah dan langsung memberikan kendaraannya. Dibutuhkan mental dan fisik yang kuat untuk menghadapi begal dalam melakukan perlindungan diri. Tetapi bagaimana jika perlawanan tersebut kemudian menimbulkan hilangnya nyawa bagi pelaku begal?.

Kemudian dari fenomena begal tersebut terdapat dua buah kasus yang membedakan mengenai perlindungan bagi korban begal yang melakukan pembelaan diri. Terdapat sebuah kasus yang terjadi di Kabupaten Malang mengenai perlawanan korban begal yang berujung pada kematian begal. Awalnya korban dan kekasihnya berpacaran di lokasi kejadian Minggu 8 September 2019 pukul 19.00 WIB. Mereka diadang empat orang yang memaksa menyerahkan handphone dan sepeda motor. Kunci yang menancap di sepeda motor berusaha diambil paksa oleh pelaku, tetapi berusaha dipertahankan. Korban pun mencabut kunci sepeda motor sambil memutar ke kiri dengan tujuan membuka jok. Antara korban dan pelaku pun terlibat adu mulut, hingga muncul ancaman dari pelaku yang akan menggilir atau memerkosa pacarnya. Begitu mendapat kesempatan, korban mengambil pisau dari jok sepeda motor dan langsung menusukkan ke dada salah satu pelaku hingga meninggal dunia. Pisau tersebut memang sengaja dibawa

(4)

4

di dalam kok untuk kepentingan praktik di sekolahnya. Kasus tersebut terungkap bermula dari penemuan sesosok mayat seseorang yang diduga pencari burung.5 Dalam kasus tersebut korban yang berniat melindungi kehormatan kekasihnya malah mendapat ancaman hukuman seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum.

Pelaku pembunuh begal tersebut kemudian dituntut jaksa dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Selain itu korban begal tersebut juga didakwa pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan mengakibatkan kematian, serta Undang – Undang Darurat terkait dengan membawa senjata tajam dengan ancaman hukuman antara 3,5 tahun hingga 10 tahun penjara. Dalam sidang terkait kasus yang menimpa korban begal tersebut, terbukti bahwa terdakwa pembunuh begal melanggar pasal 351 ayat (3) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) penganiayaan mengakibatkan kematian. Kemudian hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman pidana pembinaan dalam lembaga selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam.6

Kemudian pada kasus kedua yakni sebuah kasus pembegalan yang terjadi pada Rabu, 23 Mei 2018 yang pada saat malam hari, yang mana ketika korban sedang berswafoto di atas flyover Summarecon Bekasi tiba – tiba datang dua orang pengendara motor yang berboncengan menghampiri korban, kemudian langsung menodongkan celurit yang dibawa pelaku kepada dua korbannya.

5

Ahda Bayhaqi, Merdeka.com : Terancam Penjara Seumur Hidup, Pelajar Pembunuh Begal Tak

Ditahan,

https://www.merdeka.com/peristiwa/terancam-penjara-seumur-hidup-pelajar-pembunuh-begal-tak-ditahan.html, diakses pada 27 Februari 2020 6

Vicky Febrianto, Antaranews.com : Pelajar Bunuh Begal Demi Lindungi Pacar Didakwa Seumur

Hidup, Benarkah?,

(5)

5

Setelah itu pelaku memalak ponsel korban yang pertama dan mendapatkannya. Ketika memalak korban yang kedua yang ternyata jago bela diri, pelaku menyabetkan celuritnya pada korban yang kedua, namun ditangkis oleh korban dan pelaku tersebut ditendang hingga terjatuh, sehingga keadaan berbalik karena korban mengambil celurit dan kemudian langsung membacok pelaku dengan tangan kanannya. Pada akhirnya pelaku pun menyerah dan mengembalikan ponsel korban kemudian melarikan diri, namun salah satu pelaku yang melawan korban yang jago bela diri tersebut mengalami pendarahan maka pelaku meninggal dunia.7

Kemudian setelah dilakukannya proses penyelidikan, maka korban begal yang membunuh begalnya tersebut yang pada awalnya sebagai tersangka kemudian dibebaskan dan malah mendapatkan penghargaan atas keberaniannya untuk melawan begal tersebut. Dari kedua kasus di atas yang sama sama berniat untuk melindungi diri dari begal, namun berbeda pandangan ada yang diancam pidana seumur hidup, dan ada pula yang mendapatkan penghaegaan. Mengenai fenomena begal memang sangatlah meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat kota Bekasi yang memang rentan akan begal. Apa lagi masyarakat awam masih banyak yang tidak mengetahui soal hukum, maka hal itu yang dapat menjadikan kebingungan dan kekhawatiran bagi masyarakat karena jika melakukan hal membela diri dengan melakukan perlawanan pada begal tersebut hingga dapat menyebabkan kematian, maka yang ditakutkan oleh masyarakat awam adalah tindak pidana yang berujung kepada pemenjaraan. Kemudian hal

7 Maria Flora, Sunariah, Liputan6.com : 3 Fakta Santri Madura Hajar Begal Bekasi Hingga

Tewas,

(6)

6

tersebut dapat menyebabkan kebingungan di masyarakat tentang apakah orang yang membunuh begal tersebut untuk melawan diri juga dapat dikenai pidana?. Karena pada saat keadaan terancam pasti ada reflek atau tindakan yang tidak disadari sehingga dapat berpikir panjang apabila menghadapi hal terkait. Lalu hal tersebut yang juga dapat menjadi kekhawatiran tersendiri di masyarakat apabila posisi mereka dalam keadaan terancam.

Apabila kita merujuk pada Kitab Undang – Undang Hukum Pidana mengenai pembelaan terpaksa yang diatur dalam pasal 48 yang berbunyi : “ Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”. Kemudian dijelaskan pada ayat 49 yang berbunyi : Pasal 49 ayat (1) : “Tidak dipidana barang siapa yang melakukan pembelaan untuk jiwa, kehormatan, atau harta benda baik untuk diri sendiri maupun orang lain karena daya paksa tidak dipidana”. Pasal 49 ayat (2) : “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”. Dalam hal ini terdapat suatu serangan yang melawan hukum yang dapat mengancam keselamatan jiwa, sehingga seseorang dapat melakukan suatu pembelaan yang di dalam suatu keadaan darurat atau istilah lain disebut dengan “noodweer”. Sedangkan perlampauan batas atas perbuatan pembelaan diri tersebut disebut dengan “noodweer excess”.8

Pasal tersebut memang menjelaskan tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kejahatan khususnya begal yang mana ia bisa membunuh

8

Dwi Putri Nofrela, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

Karena Membela Diri Yang Melampaui Batas (Noodweer Excess)”, JOM Fakultas Hukum, Vol 3

(7)

7

pelaku apabila kondisinya sedang terguncang dan demi membela diri sendiri maupun orang lain yang di sekitarnya. Dan masyarakat sendiri tidak banyak mengetahui mengenai pasal tersebut, terlebih lagi cara mendapatkan perlindungan hukum kepada kepolisian yang mana masyarakat akan takut jika diketahui telah membunuh pelaku kejahatan maka akan terkena sanksi pidana dan menjadi

boomerang tersendiri bagi korban yang melindungi diri.

Meskipun dalam peraturan yang berlaku terdapat konstruksi pasal yang menjamin adanya perlindungan hukum bagi seseorang yang hendak melakukan pembelaan diri, tetapi pada nyatanya masih ada saja korban dari kejahatan khususnya begal yang terkena tuntutan atas perbuatan pembelaan dirinya demi menjaga diri maupun orang lain. Hal ini yang menjadikan kepasrahan bagi masyarakat apabila suatu saat menjadi korban begal dan hendak membela diri hingga menyebabkan pelaku begal kehilangan nyawa tersebut karena ketidaktahuan mengenai peraturan dan sebab yang membuat seorang pelaku tersebut mendapat perlindungan hukum.

Berdasarkan fenomena uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertujuan untuk membuat penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU PEMBUNUH BEGAL UNTUK MELINDUNGI DIRI DI KOTA BEKASI (Studi di Kepolisian Metro Bekasi Kota)

(8)

8

B. Rumusan Masalah

1. Dasar atau alasan Kepolisian Metro Bekasi Kota menghentikan proses penyidikan korban begal yang menjadi pelaku pembunuh begal di Bekasi karena pembelaan diri.

2. Bagaimana konstruksi hukum alasan pembenar dalam kasus pembunuhan begal di Bekasi karena pembelaan diri?

3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hal yang melandasi pelaku pembunuh begal melakukan tindak pidana pembunuhan kepada begal yang menyerang dirinya, sehingga dianggap melakukan perlindungan diri.

2. Untuk mengetahui syarat-syarat suatu tindak pidana dapat dihapuskan menurut KUHP.

4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Kepolisian

Sebagai tolok ukur bagi pihak kepolisian dalam melakukan pengayoman terhadap masyarakat perlindungan hukum kepada korban begal yang berupaya melindungi dirinya

2. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber yang bisa dijadikan sebagai ilmu pengetahuan bagi masyarakat umum dalam memahami terkait dengan perlindungan diri dari begal saat keadaan sedang terancam.

(9)

9

Sebagai syarat untuk penulisan tugas akhir guna menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana pada jenjang Strata-1 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Di samping itu, bermanfaat memberikan dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi penulis

5. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan Yuridis Sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian pembahasan berdasarkan ketentuan pidana yang berlaku dan berkaitan dengan teori-teori hukum, serta melihat kenyataan yang terjadi di masyarakat. Sedangkan pendekatan sosiologis yaitu mengacu pada realitas yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini untuk mengetahui perlindungan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisan terhadap pembunuh begal untuk melindungi diri.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan di pilih oleh penulis untuk melakukan penelitian ini adalah Kepolisian Metro Bekasi Kota.

3. Sumber Data

a. Sumber data primer

b. Data-data primer yang berupa keterangan-keterangan yang diperoleh dari penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan pihak terkait yaitu penegak hukum Kepolisian Metro Bekasi Kota.

(10)

10

c. Sumber data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil dari penelitian dan pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku dan dokumentasi. data yang berasal dari bahan-bahan pustaka, dari buku - buku yang berhubungan dengan kajian masalah yang penulis bahas yaitu menurut peraturan – peraturan yang berlaku dan juga buku dari beberapa ahli hukum serta informasi dari media masa.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Peneliti langsung terjun ke lapangan yaitu, kantor Kepolisian Metro Bekasi Kota dengan melakukan pengamatan secara langsung dengan cara menggali sumber dari Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (KASATRESKRIM) di Kepolisian Metro Bekasi Kota. Kemudian ingin mengungkap bagaimana Pihak aparat penegak hukum dalam hal ini memberikan perlindungan hukum kepada pembunuh begal untuk melindungi diri dan hasil – hasil penelitian akan di deskripsikan dalam hasil penelitian.

b. Studi Pustaka

Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan guna memproleh bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan cara mempelajari berbagai buku-buku yang terdapat beberapa pendapat ahli mengenai hal terkait, dan berbagai informasi mengenai objek penelitian yang diperoleh baik dari media elektronik maupun media cetak.

(11)

11

c. Wawancara

Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab dengan narasumber maupun responden yang berikatan dengan permasalahan yang akan penulis teliti untuk memperoleh data primer yakni dengan pihak kepolisian. Metode wawancara yang akan dilakukan dengan menggunakan metode terpimpin yaitu dengan menggunakan pedoman daftar pertanyaan yang telah disusun oleh penulis sehubungan dengan masalah yang akan diteliti.

6. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penulsian hukum ini terbagi dalam 4 bab dan masing-masing bab terdiri atas sub yang berguna untuk mempermudah pemahaman. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini terbagi dalam beberapa sub bab yang diantaranya: 1) latar belakang merupakan penjelasan dan pengantar dalam permasalahan yang diangkat oleh penulis. 2) Rumusan masalah dibagi menjadi dua permasalahan yang akan menjadi fokus permasalahan dalam penulisan ini. 3) Tujuan penulisan, merupakan penyamapian yang akan dilakukan oleh penulis dalam membuat penulisan hukum ini. 4) Manfaat penulisan terdiri dari aspek teoritis dan aspek praktis yang menjadi suatu penjelasan mengenai siapa saja dan apa saja yang akan mendapatkan manfaat dari penulisan ini. 5) Kegunaan penulisan merupakan bentuk aspiratif yang diharapkan memberikan wacana baru

(12)

12

bagi para pemangku kepentingan untuk dapat merumuskan konsep dan teknis. 6) Metode Penulisan yang digunakan oleh penulis ialah pendekatan empiris.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang teori hukum, pendapat ahli hukum, dan kajian yuridis empiris sesuai dengan hukum yang masih berlaku dan dipakai dalam penelitian ini. Tujuan utama dari objek penelitian ini yaitu Analisis mengenai bagiamana kepolisan melakukan perlindungan hukum terhadap korban begal yang melindungi diri.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi mengenai uraian pembahasan yang diangkat oleh penulis terkait faktor penyebab pembunuh begal untuk melindungi diri mendapatkan perlindungan hukum. Serta upaya yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku pembunuh begal untuk melindungi diri, dan dianalisa berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, dengan didukung teori – teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini penutup mengenai kesimpulan dan saran yang berdasar dengan kegiatan penelitian dan hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

1 Berbeda dengan siskomsat dan siskom terestrial yang pemancar dan penerimanya tidak berpindah dan komunikasi bersifat LOS, Siskomsel pada umumnya tidak LOS. 2 Di samping tidak

2) Lingkungan sekolah yang bersih dan terawat dapat mendukung proses pembelajaran di sekolah, sehingga penting untuk dijaga. 3) Terlihat kejenuhan siswa dalam belajar

Dari beberapa faktor – faktor kelahiran prematur diatas stres merupakan salah satu faktor disamping faktor-faktor medis lainnya yang dapat menyebabkan bayi lahir

Fenomena anak jalanan dengan beragam permasalahannya tersebut, tidak bisa menghindarkan dari konflik batin yang kerap kali mereka alami, karena pada dasarnya apa

Dina Agustin Daulay sebagai Staf Keuangan & Pemasaran yang memiliki kemampuan ekonomi dan akuntansi yang cukup memadai juga memiliki kemampuan pemasaran yang sangat

Sebaiknya usahatani kakao dengan Sistem Integrasi Kakao Ternak di Desa Kuajang, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar dapat menyentuh seluruh petani yang ada di Desa

Setelah melaksanakan pembelajaran melalui Discovery Learning, peserta didik mampu menemukan kata / istilah penting tentang sumber energi, membuat kalimat dengan menggunakan kata

Setelah itu, dipindahkan media penyaring dari sistem vakum ke media penimbang untuk kemudian dioven pada suhu 103 o C sampai dengan 105 o C selama minimal 1