ISSN : 2087-5045 60
FORMULASI GEL MINYAK NILAM DAN UJI DAYA HAMBATNYA
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
Widyastuti, Farizal
Akademi Farmasi Imam Bonjol Bukittinggi
ABSTRACT
A study on antibacterial activity of gel formulation of patchouli oil has been carried out towards
Staphylococcus aureus. Seven different concentrations of patchouli oil 5–35% were formulated as gel
using 3% HPMC as a bases. Several evaluation were examined on the gel formulation including organoleptic examination, homogeneous, pH test, skin irritation test, stability test and spreadability. While antibacterial activity test of the obtained formulation was tested on MHA medium. Antibacterial activity was testes by using difution method. The result showed that patchouli oil was successfully formulated and physically stable in gel form. The antibacterial effect test showed that FVI (patchouli oil 30%) demonstrated the strongest activity with 12,372 ± 0,395 mm diameter of inhibition towards
Staphylococcus aureus. Antibacterial activity patchaouli oil at concentration 30% was higher than the gel
form at the same concentration with 14,708 ± 0,859 mm diameter of inhibition.
Keywords : minyak nilam, patchouli oil, gel, HPMC
PENDAHULUAN
Minyak nilam, sekitar 90% produksi dunia berasal dari penyulingan di Indonesia. Minyak nilam pada bidang farmasi digunakan
untuk obat antiradang, antimikroba,
antiserangga, antidepresi dan untuk aromaterapi
(Mangun et.al, 2012). Komponen kimia
penyusun minyak nilam terdiri dari dua golongan yaitu golongan hidrokarbon yang berupa senyawa seskuiterpen, berjumlah sekitar 40–45% dari berat minyak dan golongan hidrokarbon beroksigen yang berjumlah sekitar 52–57% dari berat minyak (Guenther, 1990). Komponen-komponen kimia penyusun minyak nilam yang mempunyai persentase terbesar adalah patchouli alcohol (32,60%), Δ-guaiene (23,07%), α-guaiene (15,91%), seychellene (6,95%) dan α-patchoulene (5,47%) Minyak nilam dengan fraksi yang memiliki titik didih tinggi (Patchouli Alkohol) memiliki kemampuan
sebagai antibakteri (Aisyah et.al, 2008).
Kandungan minyak nilam tertinggi terdapat pada bagian daun yaitu 4–5%. Minyak nilam menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap
Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Candida albicans, Aspergillus niger dan Microsporum gypseum (Ulfa, 2008).
Pengembangan formulasi minyak nilam sebagai obat antibakteri pada kulit dapat dibuat dalam bentuk sediaan setengah padat seperti gel. Salah satu zat pembentuk gel tersebut turunan
selulosa seperti hidroksipropilmetilselulosa
(HPMC) (Anonim, 1994 & Lachman et.al, 1994). Minyak nilam yang telah disuling selama ini masih bertujuan untuk ekspor, belum ada sediaan atau pengolahan lebih lanjut dari minyak nilam tersebut. Aktivitas minyak nilam sebagai antimikroba dapat mengurangi penyakit pada kulit, sehingga dapat dibuat sediaan setengah padat seperti gel.
METODA PENELITIAN
Alat dan Bahan
Timbangan, neraca analitik, alat destilasi, beaker glas, gelas ukur, batang pengaduk, spatel, termostat, corong, spatel, wadah gel, deck glass, pH meter, termometer, piknometer, ose steril, kapas, kasa steril, aluminium foil, tabung reaksi, lemari aseptis, autoclave, inkubator, cawan petri, pipet mikro, jangka sorong.
Daun nilam, minyak nilam, Natrium sulfat, HPMC, propilenglikol, metil paraben, propil paraben, air suling, biakan bakteri
ISSN : 2087-5045 61
Staphylococcus aureus, NaCl fisiologis, media
Nutrient Agar dan Mueller Hinton Agar.
Cara Kerja
Isolasi Minyak Nilam
Daun nilam yang telah dikeringanginkan dimasukkan ke dalam alat destilasi, tambahkan air suling dan dilakukan penyulingan dengan metode uap air. Minyak atsiri yang keluar
ditampung dan diberi Natrium sulfat untuk menghilangkan sisa air. Minyak nilam yang
didapat dilakukan pengujian organoleptis,
kelarutan dan bobot jenis.
Pembuatan Sediaan Gel
Formula sediaan gel dibuat dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel 1. Formula Gel Minyak Nilam
No. Nama Zat Formula
I II III IV V VI VII 1. Minyak Nilam 5 10 15 20 25 30 35 2. HPMC 3 3 3 3 3 3 3 3. Propilenglikol 10 10 10 10 10 10 10 4. Metil Paraben 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 5. Propel Paraben 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 6. Air suling ad 100 100 100 100 100 100 100
Sediaan dibuat dengan cara 40 ml air suling didihkan dan dimasukkan metil paraben dan propil paraben sambil diaduk hingga larut. HPMC sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam larutan diatas. Termostat diturunkan suhunya dan sediaan dibiarkan selama 5 menit sambil diaduk. Sediaan diturunkan dari termostat, aduk hingga dingin. Minyak atsiri dicampur dengan propilenglikol dan ditambahkan kedalam sedikit demi sedikit ke dalam basis gel sambil diaduk homogen. Sisa air suling ditambahkan hingga diperoleh bobot yang cukup sambil diaduk homogen.
Evaluasi Sediaan Gel
Evaluasi sediaan gel meliputi warna dan bau dilakukan secara visual, homogenitas, pengaruh perubahan suhu, pemeriksaan pH dan pemeriksaan daya sebar.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Minyak Nilam
Cawan petri yang telah disterilkan diletakkan beberapa silinder dengan diameter 6 mm. Suspensi bakteri sebanyak 0,5 mL ditambahkan kedalam media MHA sebanyak 15 mL, selanjutnya dimasukkan kedalam cawan petri. Setelah media memadat, silinder diangkat, sehingga membentuk lubang pada media. Sediaan gel minyak nilam diletakkan didalam lubang. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC. Hasil diamati ada tidaknya daerah
hambatan yang jernih disekeliling lubang dan diukur diameternya.
Analisis Data
Analisis data yang didapat menggunakan Uji Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan Uji Student’s Newman Keuls (SNK) jika ada perbedaan yang signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun nilam yang telah dikeringkan tersebut selanjutnya dilakukan penyulingan dengan cara penyulingan dengan uap langsung.
Metode penyulingan ini dipilih karena
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya uap air yang dihasilkan selalu dalam kondisi jernih sehingga dapat dilihat batas antara air dan minyak yang dihasilkan. Selain itu, suhu yang dihasilkan tidak terlalu panas sehingga tingkat kegosongan minyak lebih terkendali. Namun, cara ini juga memiliki suatu kelemahan, yaitu tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah sehingga belum dapat menghasilkan minyak dengan waktu yang cepat (Mangun, et.al, 2012).
Dari hasil penyulingan tersebut
didapatkan rendemen minyak nilam yang dihasilkan berkisar 0,77%. Teknik penyulingan
minyak nilam mempengaruhi hasil yang
ISSN : 2087-5045 62 isolasi minyak nilam dengan teknik destilasi,
ekstraksi dan fermentasi. Rendemen minyak nilam dari daun kering yang diperoleh dengan menggunakan teknik destilasi sebanyak 0,73%, teknik ekstraksi sebanyak 3,56% dan teknik fermentasi sebanyak 6,22%. Proses destilasi yang dilakukan pada daun nilam dapat mengakibatkan kehilangan minyak atsiri karena terjadi penguapan.
Pemeriksaan organoleptis dari minyak nilam hasil penyulingan didapatkan berupa cairan kental berwarna kuning kecoklatan dengan bau khas minyak nilam. Hal ini berbeda dengan minyak nilam yang dihasilkan oleh
penyulingan yang dilakukan masyarakat
Pasaman, dimana warnanya coklat kemerahan. Perbedaan warna minyak nilam kemungkinan karena masyarakat Pasaman menyuling tanaman nilam dengan menggunakan alat yang sederhana yaitu banyak memakai drum bekas (Saputra, 2009).
Minyak nilam yang dihasilkan larut
dengan alkohol 90% pada suhu 23oC. hal ini
sesuai dengan syarat mutu minyak nilam yang tertera dalam SNI Minyak Nilam. Untuk pemeriksaan bobot jenis didapatkan hasil
0,98322 dan pada minyak nilam hasil
penyulingan masyarakat di dapatkan bobot jenis 0,99037. Pemeriksaan dilakukan pada suhu
23oC. Menurut SNI Minyak Nilam, bobot jenis
minyak nilam berkisar 0,950 – 0,975 pada
pengukuran suhu 25oC. Perbedaan hasil bobot
jenis kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pada suhu pengukuran.
Formula sediaan minyak nilam dibuat dalam bentuk gel. Dasar gel yang digunakan berbentuk setengah padat, bening transparan dan berbau khas. Hasil pemeriksaan dasar gel menunjukkan bahwa gel homogen, tidak
memisah karena perubahan suhu, tidak
mengiritasi kulit, mempunyai pH 7,10 dan daya
sebar sebesar 24,936 ± 1,357 cm2 pada beban 5
g dan setelah disimpan selama 8 minggu daya
sebar menurun menjadi 19,386 ± 1,186 cm2 .
Hal ini menunjukkan bahwa dasar gel dapat digunakan untuk pemakaian pada kulit.
Hasil pemeriksaan pada semua formula dengan perbedaan konsentrasi minyak nilam menunjukkan bentuk setengah padat, warna kuning muda, bau khas minyak nilam, homogen, tidak memisah dengan perubahan suhu dan tidak
mengiritasi kulit. Warna kuning muda
disebabkan karena minyak nilam tidak larut dalam air sehingga tidak tercampur dalam bentuk terlarut tetapi dalam bentuk partikel halus terbagi rata dalam sediaan gel. Dengan adanya minyak nilam maka gel yang dihasilkan tidak lagi transparan.
Tabel 2. Evaluasi Gel Minyak Nilam
No. Pemeriksaan
Formula
BS FI FII FIII FIV FV FVI FVII
1. Pemerian Bentuk Warna Bau sp sp sp sp sp sp sp sp bng km km km km km km km tb bkn bkn bkn bkn bkn bkn bkn 2. Homogenitas hmg hmg hmg hmg hmg hmg hmg hmg
3. Pengaruh perubahan suhu tm tm tm tm tm tm tm tm
4. Uji iritasi kulit ti ti ti ti ti ti ti ti
5. pH 6,80 5,47 5,05 4,91 4,81 4,71 4,61 6,21 6. Daya Sebar (cm2) Awal Beban 5 g 3,28 2,03 2,11 1,93 1,77 1,77 1,47 1,07 19,39 6,47 7,93 6,01 4,91 4,04 4,28 3,04 Keterangan:
sp = setengah padat hmg = homogenitas
km = kuning muda tm = tidak memisah
bkn = bau khas nilam ti = tidak mengiritasi
ISSN : 2087-5045 63 pH gel mengalami penurunan dengan
adanya minyak nilam. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar minyak atsiri merupakan asam lemah atau netral (Guenther, 1990). Terdapat perbedaan harga pH dari masing-masing formula, dimana dengan kenaikan
konsentrasi minyak nilam maka terjadi
penurunan pH sediaan. pH juga mengalami penurunan setelah sediaan disimpan selama 8 minggu. Tetapi harga pH masih memenuhi persyaratan, persyaratan sediaan untuk kulit mempunyai pH antara 4,5 – 6,5.
Pada pengujian daya sebar juga terjadi perubahan, dimana semakin besar konsentrasi minyak nilam, maka daya sebar gel semakin menurun. Demikian juga pada penyimpanan sediaan selama 8 minggu juga terjadi penurunan besarnya daya sebar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh polimer yang digunakan sebagai bahan dasar gel yang akan
mengalami swelling sehingga menyerap
sebagian air yang ada dalam gel. Daya sebar gel
yang baik berkisar antara 5 – 7 cm2 (Garg et.al,
2002). Dengan melihat hasil yang didapat maka FIV, FV dan FVI memenuhi persyaratan daya sebar gel. Setelah dilakukan penyimpanan, maka FI dan FIII yang memenuhi persyaratan daya sebar gel. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan daya sebar gel akan menurun dengan penambahan konsentrasi minyak nilam. Hal ini berarti semakin besar konsentrasi minyak nilam maka gel yang dihasilkan semakin kental.
Pada pengujian aktivitas antibakteri
minyak nilam pada konsentrasi 30% terhadap
bakteri Staphylococcus aureus yang dilakukan oleh Dzakwan (2012) didapatkan diameter daerah hambatan sebesar 18,30 mm dan yang
dilakukan oleh Das et.al, (2011) pada
konsentrasi 30% sebesar 14,53 ± 0,37, sedangkan pada penelitian yang dilakukan juga pada konsentrasi 30% didapatkan daerah hambat
sebesar 14,708 ± 0,859 mm. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena perbedaan kandungan patchouli alcohol dari masing-masing tanaman nilam dengan daerah yang berbeda (Mangun et.al, 2012). Pengujian
aktivitas antibakteri gel terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi
minyak nilam 5–35% secara keseluruhan menunjukkan aktivitas antibakteri. Dasar gel tidak menunjukkan aktivitas antibakteri karena tidak menghasilkan daerah bening. Pada penelitian ini peningkatan konsentrasi minyak nilam dalam sediaan sampai dengan 30% menunjukkan peningkatan diameter hambatan, tetapi pada konsentrasi 35% menunjukkan penurunan diameter daerah hambat. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada
konsentrasi minyak nilam yang tinggi
menyebabkan gel menjadi lebih kental yang ditunjukkan oleh ukuran daya sebar yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi 30%, sehingga kemungkinan proses difusi zat aktif untuk menghambat pertumbuhan bakteri menjadi menurun.
Tabel 3. Diameter Daerah Hambat
Formula A (mm) B (mm) C (mm) D (mm) FI 10,398 ± 0,814 10,202 ± 1,031 9,628 ± 1,079 9,570 ± 0,555 FII 10,866 ± 0,512 11,202 ± 1,169 9,516 ± 0,405 10,418 ± 0,934 FIII 11,084 ± 0,417 10,824 ± 0,294 9,850 ± 0,439 11,002 ± 0,693 FIV 11,484 ± 0,381 11,092 ± 0,428 11,092 ± 0,627 10,652 ± 0,710 FV 12,214 ± 0,619 11,722 ± 0,571 13,382 ± 1,529 11,408 ± 1,298 FVI 12,372 ± 0,395 11,942 ± 0,432 14,708 ± 0,859 15,034 ± 0,685 FVII 12,164 ± 0,690 11,382 ± 1,018 14,620 ± 0,661 14,752 ± 0,502 Keterangan:
A = Gel Minyak Nilam Hasil Penyulingan
B = Gel Minyak Nilam Hasil Penyulingan Masyarakat
C = Minyak Nilam Hasil Penyulingan
ISSN : 2087-5045 64
Gambar 1. Uji Daya Hambat Minyak Nilam
dan Gel Minyak Nilam Dalam
Berbagai Konsentrasi terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dengan melakukan uji statistik terhadap
minyak nilam dan sediaan gel dengan
konsentrasi yang sama dengan menggunakan metoda analisa varian (anova) dan dilanjutkan dengan uji SNK, maka didapatkan pada konsentrasi 30% terdapat perbedaan yang bermakna antara diameter daerah hambat minyak nilam dengan sediaan gelnya (p<0,05). Diameter daerah hambat minyak nilam lebih besar daripada diameter daerah hambat gel minyak nilam. Apabila dibandingkan secara statistik minyak nilam hasil penelitian dengan minyak nilam yang dihasilkan oleh masyarakat
Pasaman, maka tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Perbedaan diameter daerah hambat antara minyak nilam dengan gel minyak nilam dapat diambil kesimpulan bahwa diameter daerah hambat yang didapat dipengaruhi oleh pelepasan zat aktif dari basis gel.
KESIMPULAN
Dasar gel dan gel minyak nilam setelah dilakukan penyimpanan selama 8 minggu tidak mengalami perubahan bentuk, warna, bau, homogenitas, pengaruh perubahan suhu dan
tidak mengiritasi kulit. pH mengalami
penurunan dengan konsentrasi minyak nilam yang ditingkatkan dan penyimpanan. Daya sebar mengalami penurunan dengan pertambahan konsentrasi minyak nilam dan penyimpanan. Diameter daerah hambat gel minyak nilam dipengaruhi oleh pelepasan zat aktif dari dasar gel, konsentrasi minyak nilam dan daya sebar. Diameter daerah hambat gel minyak nilam yang terbesar diberikan oleh Formula VI (30% minyak nilam) sebesar 12,372 ± 0,395 mm.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Y., P. Hastuti, H. Sastrohamidjojo & C. Hidayat, 2008, Komposisi Kimia dan
Sifat Antibakteri Minyak Nilam
(Pogostemon cablin), Majalah Farmasi
Indonesia 19 (3), 151 – 156
Anonim, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th
ed, The Pharmaceutical Press, London. Anonim, 2006, SNI 06-2385-2006 Minyak
Nilam, Standar Nasional Indonesia,
Jakarta.
Das, K., N.K. Gupta & N. Sekeroglu, 2011, Studies on Comparative Antimicrobial Potensial of Cultivated Patchouli Oil and Marketed Eucalyptus Oil, International
Journal of Natural and Engineering Sciences 5 (3), 1 – 7.
Dzakwan, M., 2012, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon
cablin, Benth) Terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, Jurnal Biomedika, Volume 01, Nomor 02.
Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg & A.K. Singla,
ISSN : 2087-5045 65 Formulations An Update, Pharmaceutical
Technology: September 2002, 84 – 105.
Guenther, E., 1990, Minyak Atsiri, Jilid IV, diterjemahkan oleh Ketaren, UI-Press, Jakarta.
Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig,
1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi 3, diterjemahkan oleh Siti
Suyatmi, UI-Press, Jakarta.
Mangun, H.M.S., H. Waluyo & A. Purnama, 2012, Nilam, Penebar Swadaya, Jakarta. Saputra, A.Y., 2009, Strategi Peningkatan Mutu
Minyak Nilam dengan Pendekatan Bauran
Pemasaran di Kecamatan Lembah
Malintang Kabupaten Pasaman Barat,
Thesis, Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, Padang.
Ulfa, M.A., 2008, Uji Aktivitas Antimikroba
Ekstrak Etanol dan Minyak Atsiri
Beberapa Jenis Tumbuhan Suku
Lamiaceae, Skripsi Sarjana, Departemen Farmasi FMIPA, ITB, Bandung.
Yuliana, D., 2003, Alternatif Lain Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Nilam, Skripsi
Sarjana, Departemen Kimia FMIPA, ITB,