• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 11. Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 11. Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea)."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adaptasi Karang Lunak Hasil Fragmentasi (Pemotongan)

Awal persiapan penelitian dimulai dari cara pengambilan sampel bibit, pengumpulan bibit, pemotongan hingga pemeliharaan dan pengukuran. Kegiatan pengumpulan bibit karang lunak dilakukan pada lokasi perairan yang memiliki penutupan substrat dasar yang baik, untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang tetap stabil. Karang lunak tersebar mulai dari terumbu karang (coral reef), batuan (rock) dan karang mati (dead coral) dengan cara melekat pada substrat tersebut. Pemotongan dilakukan di dasar perairan untuk mengurangi stress terhadap karang lunak tersebut (Gambar 11). Menurut Harriot dan Fisk (1988) proses pengangkutan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan transplantasi. Pengangkutan di atas dek kapal yang terlindungi selama satu jam, tidak berbeda nyata dengan pengangkutan di dalam air. Bila terkena udara selama dua jam, tingkat keberhasilan antara 50-90% dan bila terkena selama tiga jam maka tingkat keberhasilan menjadi 40-70%.

Praktek yang dilakukan dilapangan, bibit karang lunak dikumpulkan di dasar perairan sebelum jumlahnya terkumpul sesuai kebutuhan. Ketika bibit karang lunak terkumpul, maka bibit tersebut diangkat ke atas kapal yang telah tersedia bak besar yang berisi air laut. Waktu pengangkutan dari lokasi bibit ke lokasi transplantasi dilakukan kurang dari satu jam, dan hasilnya 80 – 100 % karang lunak dapat bertahan (Gambar 13 &14)

(2)

Homeostasis merujuk pada ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis dalam (badan organisme) yang konstan. Homeostasis merupakan salah satu konsep yang paling penting dalam biologi. Dalam bidang ilmu fisiologi dapat mengklasifikasikan mekanisme homeostasis pengaturan dalam organisme. Homeostasis adalah proses pengaturan berbagai kondisi fisiologis yang membantu mempertahankan keadaan normal, jika kondisi tersebut terganggu. Pada perlakuan fragmentasi karang lunak, maka mulai terlihat respon dari karang lunak yakni dengan perubahan warna, pengkerutan bagian tubuh dan pengeluaran mucus.

Pengamatan homeostasis fragmentasi buatan disajikan pada tabel 4, yakni mulai dari bulan Agustus (bulan ke-3) terlihat pengeluaran polip karang lunak pada spesies Lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter dan berikutnya pada spesies Sinularia dura pada kedalaman 3 meter di bulan September. Fragmen karang lunak (Alcyonacea) pada bulan ke-3 telah dapat melekat pada substrat buatan (semen), khususnya pada spesies Lobophytum strictum di kedalaman 3 meter lebih cepat melekat pada substrat. Menurut Clark dan Edwards (1995) untuk mengurangi stress, karang lunak yang akan di transplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastik berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Sebaiknya operasi ini hanya menghabiskan waktu 30 menit untuk setiap tumpukan karang yang akan dipindahkan.

Tabel 4. Persentase kondisi homeostasis karang lunak (Alcyonacea) dari spesies

Sinularia dura dan Lobophytum strictum akibat fragmentasi buatan Spesies Kedalaman

Persentase homeostasis akibat fragmentasi buatan (%)

Jun Jul Aguts Sept Oktb Nov Des

Sinularia dura 3 m 0 40 87 100 100 100 100 10 m 0 13 47 73 87 100 100 Lobophytum strictum 3 m 0 60 100 100 100 100 100 10 m 0 27 60 87 100 100 100

(3)

Gambar 12, menjelaskan stress terjadi pada karang lunak setelah dilakukan pemotongan. Respon yang ditunjukkan pada karang lunak yakni dengan cara mengkerut dan mengeluarkan lendir (mucus). Hasil pengamatan proses adaptasi pada karang lunak hasil fragmentasi buatan dapat dilihat dari persentase tingkat kelangsungan fragmen karang lunak. Karang lunak berusaha menjaga kestabilan metabolisme tubuhnya dengan mengeluarkan lendir atau mucus akibat luka pemotongan. Untuk mengurangi stress pada karang maka perlu dilakukan tingkah laku penyesuaian. Jika berhasil maka kembali pada kondisi homeostasis, tapi apabila tidak berhasil maka biota akan mengalami stress kembali bahkan kemungkinan stress itu bertambah besar (Sarwono, 1992; Rani. C., 1999).

Gambar 12. Proses adaptasi karang lunak spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi pada kedalaman 3 m (periode Juni-Agustus 2007). a) Spesies Lobophytum strictum mengkerut dan warna coklat tua akibat pengaruh dari

pemotongan (fragmentasi) buatan (usia 1 bulan).

b) Spesies Lobophytum strictum mulai mengembang menunjukkan kelangsungan hidupnya (usia 2 bulan).

c) Spesies Lobophytum strictum mulai pulih, warna mulai terlihat cerah (usia 3 bulan).

Pada masa adaptasi kondisi fragmen karang lunak mengalami perubahan bentuk fisik (mengkerut). Kondisi tersebut merupakan reaksi dari fragmen karang lunak akibat pemotongan sebagai perlakuan fragmentasi buatan. Selama penelitian berlangsung, terdapat perubahan fisik fragmen karang lunak kearah perbaikan untuk kembali pulih, kondisi ini terlihat adanya pergerakan kapitulum hingga normal. Proses ini terus berlangsung selama satu hingga tiga bulan.

(4)

Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmen karang Lunak

Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu kondisi yang menunjukkan dimana ada fragmen yang masih dan tetap aktif secara fisik dan biologi selama waktu tertentu. Tingkat kelangsungan hidup bergantung pada ketepatan metode khususnya dalam perlakuan fragmen, faktor biologis seperti faktor fisiologi karang yang ditransplantasikan dan respon terhadap kondisi lingkungan (Clark dan Maldive, 1995 dalam Arvedlund et al., 2001).

Berdasarkan grafik tingkat kelangsungan hidup (Gambar 13 & 14) bahwa persentase hidup tertinggi yakni terdapat pada karang lunak jenis Lobophytum

strictum di kedalaman 3 meter dan 10 meter yakni 100 %. Berikutnya, tingkat

kelangsungan pada spesies Sinularia dura yakni 80 % pada kedalaman 3 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter yakni 100%. Hasil pengamatan bahwa fragmen karang lunak yang mati salah satunya disebabkan oleh kompetisi alga yang berada disekeliling substrat hingga pada akhirnya menutupi jaringan fragmen karang lunak. Kualitas perairan mempengaruhi ketahanan hidup fragmen karang. Menurut Paletta (1994) dalam Sandy (2000), menyatakan bahwa jika terjadi sedimentasi pada permukaan koloni karang lunak, maka akan timbul bintik-bintik hitam yang membusuk dan akhirnya koloni akan mati.

Sinularia dura 100 100 87 80 100 100 100 100 100 93 100 100 100 0 20 40 60 80 100 120

Jun Jul A guts Sept Oktb No v Des Jan Feb M ar

2007 2008 Waktu Pengamatan K e taha nan Hidup ( %) 3 Meter 10 meter

Gambar 13. Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies

(5)

Lobophytum strictum 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0 20 40 60 80 100 120

Jun Jul Aguts Sept Oktb Nov Des Jan Feb Mar

2007 2008 Waktu Pengamatan K et ah ana n H idu p ( % ) 3 Meter 10 meter

Gambar 14. Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies

Lobophytum strictum di perairan Pulau Pramuka.

Hasil uji analisis ragam terhadap tingkat kelangsungan hidup karang lunak menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Tidak adanya perbedaan pada tingkat kelangsungan hidup antara jenis Sinularia dura dan Lobophytum

strictum diakibatkan oleh beberapa faktor. Yang pertama adalah karena kedua

jenis karang lunak tersebut merupakan jenis yang umum pada lereng terumbu, dan merupakan jenis yang tersebar luas di laut-laut tropis Indo-pasifik (Fossa dan Nilsen, 1998). Penyebaran yang luas ini, berarti kedua karang lunak ini merupakan jenis oportunis yang mampu beradaptasi pada berbagai kondisi perairan. Faktor kedua adalah, karena kedua jenis karang lunak ini merupakan jenis yang mempunyai kemampuan hidup yang tinggi dan tumbuh subur pada lingkungan, karena penempelannya yang sangat kuat pada substrat dan tubuhnya lentur, yang dapat menahan arus dan gelombang, sehingga tidak mudah lepas oleh arus, gerak gelombang dan ikan predator (Tomascik et.al., 1997). Menurut Harriot dan Fisk (1988) proses pengangkutan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan transplantasi. Bila terkena udara selama dua jam, tingkat keberhasilan berkisar antara 50-90 % dan bila terkena udara selama tiga jam, maka tingkat keberhasilan menjadi 40-70%. Pada kondisi di alam bebas, kehidupan karang lunak tersebut dapat kembali normal dimana zooxanthellae dapat berkembang dengan baik.

(6)

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan, pertambahan dan peningkatan dalam dimensi ukuran panjang, lebar dan tinggi. Pada penelitian ini, peneliti melihat dua dimensi ukuran yakni panjang dan lebar sebagai perwakilan pengukuran. Pengukuran dengan menggunakan jangka sorong dilakukan per-bulan. Analisa pertumbuhan karang lunak berdasarkan perbedaan spesies merupakan kombinasi dari penanaman spesies Sinularia dura hasil fragmentasi pada kedalaman 3 meter dengan 10 meter. Spesies Sinularia dura memiliki jaringan yang keras dengan tekstur yang rapat berbentuk lobata, Ciri khas koloni berbentuk seperti bunga, memiliki spikula yang nampak jelas dan berukuran besar terutama spikula pada bagian basal (Manuputty, 2002). Gangguan akibat perlakuan pada saat pemotongan, pemindahan ke substrat dan pelekatan substrat mempengaruhi bentuk dari fragmen Sinularia dura, pada saat pengamatan perdana maka spesies ini terlihat mengkerut dan mengeluarkan lendir (mucus) yang cukup banyak. Perubahan warna pada spesies Sinularia dura yang terjadi pada awal penelitian merupakan suatu bentuk penyesuaian diri (adaptasi) dari spesies karang lunak untuk mempertahankan dirinya selama proses penyembuhan luka akibat pemotongan (Gambar 15).

Gambar 15. Pertumbuhan fragmen karang lunak spesies Sinularia dura pada awal penelitian hingga akhir penelitian (selama 10 bulan).

10 Bulan berikutnya

(7)

Brown dan Howard (1985) menyatakan bahwa stress pada terumbu karang dapat diprediksi dengan mengamati respon-respon karang terhadap penyebab stress. Jika berhasil maka biota tersebut akan kembali pada kondisi homeostasis (keseimbangan), tetapi apabila tidak berhasil maka biota akan kembali mengalami stress, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Perubahan warna karena pengaruh lingkungan dapat terlihat jelas pada saat pengamatan perbulannya, kondisi tersebut dapat terekam melalui photo bawah air pada Lampiran 6 & 7.

Pertumbuhan spesies Sinularia dura

Pada penelitian ini, rak transplantasi untuk spesies Sinularia dura diletakkan pada kedalaman 3 meter. Kondisi lingkungan disekitar rak transplantasi yakni substrat dasar terdiri dari pecahan karang mati (rubble), karang batu dan karang lunak disekitarnya. Pada awal penanaman, banyak ikan-ikan yang memakan disekitar luka akibat fragmentasi buatan (pemotongan). Hasil yang diperoleh bahwa pertumbuhan Sinularia dura selama 10 bulan, menunjukkan perubahan ukuran Δ panjang sebesar 1,785 cm dan Δ lebar sebesar 2,061 cm.

Gambar 16. Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3 meter, di perairan Pulau Pramuka selama 10 bulan.

y = 0.1791x + 4.704 R2 = 0.9066 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

Pa n jan g ( cm )

Panjang Linear (Panjang)

y = 0.2047x + 5.0797 R2 = 0.881 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt um buh a n (cm )

(8)

Hasil uji F, menunjukkan bahwa waktu berpengaruh terhadap pertumbuhan karang lunak. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhit untuk ukuran panjang sebesar 77,69 dan ukuran lebar sebesar 59,25 pada selang kepercayaan 95%. Dari persamaan regresi terlihat bahwa setiap bulannya, terjadi peningkatan ukuran karang sebesar 0,1791 cm untuk kategori panjang dan 0,204 untuk kategori lebar (Gambar 16). Berdasarkan koefisien korelasi untuk panjang dan lebar masing-masing sebesar 0,95 dan 0,94, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan waktu terhadap perubahan ukuran panjang dan lebar pada transplantasi karang lunak di kedalaman 3 meter sangat erat (Lampiran 10).

Berikutnya, pertumbuhan karang lunak spesies Sinularia dura pada kedalaman 10 meter, kondisi lingkungan disekitar rak transplantasi memiliki jenis substrat dasar pasir berlumpur. Hasil fragmentasi buatan spesies Sinularia dura yang diperoleh selama 10 bulan yakni menunjukkan pertambahan ukuran sampai akhir penelitian Δ panjang sebesar 1,512 cm dan pertambahan dari Δ lebar sebesar 1,541 cm. Persamaan regresi pada persamaan dibawah ini (Gambar 17), menunjukkan bahwa pada setiap bulannya terdapat perbedaan peningkatan terhadap panjang dan lebar yakni sebesar 0,15 cm dan 0,16 cm. Pertambahan ini dapat dikatakan tidak memiliki selisih yang besar antara panjang dengan lebar.

Gambar 17. Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka selama 10 bulan.

y = 0.1587x + 4.5533 R2 = 0.914 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt u m buha n (cm )

Lebar Linear (Lebar)

y = 0.1548x + 4.3562 R2 = 0.9466 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt um buha n ( c m )

(9)

Analisa dilakukan dengan uji Fhit, dimana hasilnya sebesar 141,69 untuk nilai Fhit panjang dan 84,98 untuk nilai Fhit lebar. Artinya perubahan waktu mempengaruhi pertumbuhan karang lunak, artinya selama 10 bulan terjadi peningkatan panjang dan lebar. Hasil koefisien korelasi dari panjang dan lebar yakni diperoleh nilai 0,97 dan 0,96, maka hubungan waktu terhadap pertambahan panjang dan lebar sangat erat (Lampiran 11). Keeratan ini menunjukkan bahwa karang lunak spesies Sinularia dura yang ditransplantasikan dapat hidup dan tumbuh pada kedalaman 10 m. Diduga pengaruh intensitas cahaya masih dalam batas toleransi dari karang lunak, sehingga dapat mempengaruhi percepatan pemulihan pada zooxanthellae.

Berdasarkan analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%, bahwa antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05) yakni 0,056 yang artinya tidak ada perbedaan pertumbuhan panjang pada kedalaman 3 meter dengan 10 meter. Sedangkan analisa ragam pada lebar diperoleh hasil (Pvalue < 0,05) yakni 0,008 yang artinya beda nyata, dimana kedalaman berpengaruh terhadap pertumbuhan lebar dari spesies Sinularia dura (Lampiran 4). Menurut Rani (1999), intensitas cahaya yang tinggi akan menjamin berlangsungnya proses dari zooxanthellae yang hidup pada jaringan polip karang. Maka dari itu, tingginya laju fotosintesis dengan sendirinya akan menjamin terpenuhinya energi yang dibutuhkan untuk metabolisme karang yang berasal dari translokasi produk fotosintesis dari zoxanthellae.

Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum

Pertumbuhan Lobophytum strictum merupakan rata-rata selisih ukuran dari tiap ulangan karang lunak diawal penelitian sampai dengan diakhir penelitian. Pada penelitian ini, ulangan dilakukan dengan 15 fragmen karang lunak pada kedalaman 3 meter dan 10 meter di perairan Pulau Pramuka. Hasil pengamatan diperoleh, bahwa pertumbuhan karang lunak spesies Lobophytum strictum di kedalaman 3 meter yakni rerata Δ panjang 4,03 cm dan rerata Δ lebar 3,39 cm. Sedangkan di kedalaman 10 meter, pertumbuhan tidak berbeda jauh dengan kedalaman 3 meter yakni rerata Δ panjang 3,63 cm dan rerata Δ lebar 3,69 cm selama 10 bulan waktu penelitian.

(10)

Berdasarkan persamaan regresi, maka diperoleh peningkatan atau pertambahan ukuran panjang dan lebar karang lunak Lobophytum strictum sebesar 0,44 cm dan 0,36 cm setiap bulan pada kedalaman 3 meter (Gambar 18). Sedangkan pada kedalaman 10 meter memiliki pertambahan panjang dan lebar sebesar 0,38 cm dan 0,40 cm (Gambar 19).

Gambar 18. Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3 meter, di perairan Pulau Pramuka selama 10 bulan.

Gambar 19. Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka selama 10 bulan. y = 0.3762x + 4.5063 R2 = 0.9674 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt u m bu ha n (c m )

Panjang Linear (Panjang)

y = 0.4014x + 4.3954 R2 = 0.9902 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt um buh a n (c m )

Lebar Linear (Lebar)

y = 0.3559x + 5.2853 R2 = 0.9154 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt um bu ha n ( cm )

Lebar Linear (Lebar)

y = 0.4416x + 3.7675 R2 = 0.9554 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Waktu (Juni 2007 - Maret 2008)

P e rt um buh a n ( cm )

(11)

Hasil penelitian ini dilakukan uji Fhit pada masing-masing kedalaman. Pada kedalaman 3 meter, diperoleh nilai Fhit untuk panjang sebesar 171,51 dan Fhit lebar 86,56 yang artinya ada hubungan perubahan waktu terhadap pertambahan panjang dan lebar dari karang lunak spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan. Berikutnya pada kedalaman 10 meter, Fhit untuk kategori panjang dan lebar yakni 237,74 dan 811,87. Analisa Fhit pada kedalaman 10 meter menunjukkan reaksi yang sama yakni terdapat hubungan perubahan waktu terhadap pertambahan panjang dan lebar. Diduga karang lunak Lobophytum

strictum berhasil melalui masa krisis sehingga mampu melangsungkan hidupnya.

Hal ini dibuktikan pula diakhir penelitian persentasi kelangsungan hidup (SR) karang lunak spesies Lobophytum strictum 100 %.

Menganalisa koefisien korelasi dari masing-masing kedalaman, diperoleh nilai koefisien korelasi panjang dan lebar dari Lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter yakni 0,98 dan 0,96 yang artinya memiliki korelasi yang erat terhadap perubahan waktu (Lampiran 12). Begitu pula dikedalaman 10 meter, hasil analisa menunjukkan bahwa korelasi pertambahan panjang dan lebar terhadap perubahan waktu sangat erat, yakni dengan nilai korelasi 0,99 pada dua dimensi ukuran yakni panjang dan lebar (Lampiran 13). Hasil analisa ini, dapat diduga karang lunak Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan melakukan metabolisme yang baik sehingga terjadi pertambahan panjang dan lebar pada tiap bulannya. Beberapa farktor pembatas lingkungan seperti suhu, salinitas, DO dan nutrien pada kedalaman 3 meter dan 10 meter masih dalam batas toleransi mendukung kelangsungan hidup transplantasi karang lunak.

Hasil rerata lebar dan panjang pada kedalaman berbeda tersebut dianalisa berdasarkan analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%, didapatkan bahwa antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang dan lebar diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05) dimana Pvalue – panjang yakni 0,512 dan Pvalue – Lebar yakni 0,239 (Lampiran 5). Kondisi tersebut, menjelaskan bahwa pertumbuhan panjang dan lebar berdasarkan perbedaan kedalaman pada spesies

Lobophytum strictum tidak berpengaruh nyata. Secara umum jika dilihat dari

grafik pertumbuhan, memang terbukti pertumbuhan total selama 10 bulan antara panjang dan lebar di akhir penelitian tidak berbeda jauh.

(12)

Laju Pertumbuhan

Pengukuran terhadap fragmen karang lunak yang ditransplatasikan merupakan bagian dari pengujian pertumbuhan karang lunak. Dari dimensi panjang dan lebar, maka dapat ditelaah rataan pertumbuhan karang yang ditransplantasi selama penelitian berlangsung (10 bulan). Pengukuran dilakukan secara rutin perbulan (30 hari). Definisi laju pertumbuhan adalah perubahan pertumbuhan karang lunak sebagai hewan uji terhadap waktu.

Perlu diketahui sebelumnya, ketika karang lunak difragmentasi maka memberikan respon yakni dengan mengkerutkan tubuhnya yang menandakan adanya pertahanan. Pada saat pengambilan data, karang lunak selama tiga bulan mulai awal penelitian mengalami pemulihan dari kondisi mengkerut menjadi mekar kembali seperti keadaan normal. Maka dari itu, diperoleh selisih laju pertumbuhan pada bulan Juni hingga Agustus yang tinggi.

Laju Pertumbuhan spesies Sinularia dura

Pada bulan Agustus-November, kondisi perairan tenang dengan tingkat visibilitas yang cerah dan termasuk musim peralihan. Pada Gambar 20, bahwa laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter dibulan Agustus-Dersember tinggi, dengan rerata 0,237 cm/bulan pada panjang dan 0,279 cm/bulan pada lebar. Pada bulan Januari-Maret, laju pertumbuhan mengalami penurunan yakni pada rerata panjang 0,065 cm/bulan dan lebar 0,075 cm/bulan. Hal ini diduga pengaruh musim barat mengakibatkan perairan keruh dan berarus.

Tidak berbeda dengan respon karang lunak di kedalaman 3 meter dengan 10 meter, dimana bulan Juli hingga awal Agustus mengalami proses pengembalian kepada kondisi homeostasis. Laju pertumbuhan pada kedalaman 10 meter, diperoleh nilai laju pertumbuhan pada rerata 0,194 cm/bulan untuk dimensi panjang dan rerata 0,304 untuk dimensi lebarnya. Petumbuhan tertinggi tersebut terjadi pada bulan Agustus hingga November, dimana kondisi perairan tenang dan tingkat visibilitas tinggi. Senyawa terpenoid dalam tubuh karang lunak berfungsi sebagai pelengkap kegiatan fisik, mengingat tekstur tubuhnya yang lunak dan lentur (Benayahu dan Loya, 1981), racun untuk melawan predator dan untuk menyelamatkan makanan dari biota lain (Manuputty, 1991).

(13)

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

Waktu Pengamatan (Bulan)

La ju P e rt um b u ha n ( c m/ bu la n ) Panjang Lebar Panjang 0.000 0.638 0.237 0.161 0.123 0.205 0.250 0.056 0.051 0.065 Lebar 0.000 0.761 0.247 0.279 0.201 0.162 0.243 0.049 0.043 0.075

Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

TAHUN 2007 TAHUN 2008

Gambar 20. Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter di perairan Pulau Pramuka.

Dapat dilihat pada Gambar 21 diatas, bahwa terjadi penurunan pertumbuhan pada spesies Sinularia dura. Pada bulan Desember hingga Maret, kondisi perairan di pulau pramuka mengalami tekanan yang tinggi akibat perubahan atau peralihan musim. Laju pertumbuhan maksimal pada rerata 0,133 cm/bulan untuk dimensi panjang dan rerata 0,084 cm/bulan pada dimensi lebar. Pada kecerahan perairan 13 meter dan dasar perairan berpasir, Sinularia dan

Sarcophyton dapat ditemukan pada kedalaman yang lebih besar. Substrat

kelihatannya faktor yang sangat penting menentukan pertumbuhan karang lunak ini (Manuputty, 1992). 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

Waktu Pengamatan (Bulan)

La ju P e rt umb uha n (c m/ b u la n) Panjang Lebar Panjang 0.000 0.398 0.199 0.177 0.194 0.133 0.127 0.083 0.067 0.133 Lebar 0.000 0.525 0.121 0.213 0.119 0.304 0.084 0.049 0.061 0.066

Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

TAHUN 2007 TAHUN 2008

Gambar 21. Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 10 meter di perairan Pulau Pramuka.

(14)

Laju Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum

Pertumbuhan karang lunak spesies Lobophytum strictum yang ditransplantasikan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter memiliki sebaran grafik pertumbuhan yang berbeda. Pertumbuhan dilakukan pengukuran tiap bulan hingga menemukan rerata pertumbuhan dari ulangan spesies karang pada dua kedalaman yang berbeda. Dapat dilihat pada Gambar 22, bahwa pertumbuhan pada kedalaman 3 meter memiliki sebaran yang naik turun pada tiap bulan selama penelitian berlangsung.

Hasil pengamatan selama 10 bulan, diperoleh variasi pertumbuhan dari spesies Lobophytum strictum. Nilai pertumbuhan tertinggi spesies Lobophytum

strictum pada kedalaman 3 meter yakni terjadi pada bulan Oktober sebesar 0,856

cm pada panjang spesies dan 0,888 cm perbulan pada lebar dari spesies

Lobophytum strictum (Gambar 22). Diduga pengaruh lingkungan yakni musim

memberikan dampak terhadap kualitas perairan, pada bulan juli hingga oktober masih dalam periode musim timur. Menurut Benayahu dan Loya (1981), senyawa terpenoid dalam tubuh karang lunak berfungsi sebagai pelengkap kegiatan fisik, mengingat tekstur tubuhnya yang lunak dan lentur sebagai usaha mempertahankan kestabilan metabolisme. Menurut Soekarno (1995), suhu yang ekstrim akan mempengaruhi karang batu dalam proses reproduksi, metabolisme dan pembentukan kerangka kapur.

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500

Waktu Pengamatan (Bulan)

La ju P e rt u m bu ha n ( c m /bul a n) Panjang Lebar Panjang 0.000 0.669 0.577 0.435 0.856 0.479 0.239 0.141 0.210 0.431 Lebar 0.000 0.880 0.335 0.641 0.624 0.167 0.269 0.101 0.127 0.249

Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

TAHUN 2007 TAHUN 2008

Gambar 22. Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter di perairan Pulau Pramuka.

(15)

Kondisi perairan pada musim Timur di kepulauan seribu secara umum dapat dikategorikan baik sehingga akan mendukung dalam proses kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang pada umumnya. Dugaan ini diperkuat dari beberapa ahli yang menyatakan bahwa, pada perairan dangkal, aksi gelombang juga merupakan faktor pembatas untuk karang lunak berkolonisasi, sedangkan pada perairan dalam, ketersediaan cahaya merupakan faktor pembatas karang lunak untuk berkolonisasi (Tursch dan Tursch 1982). Hingga akhir musim Timur dan akan memasuki musim peralihan yakni pada bulan Oktober, diperoleh nilai tertingi pertumbuhan karang lunak Lobophytum strictum yakni sebesar 0,641 cm perbulan untuk bagian lebar dari fragmen karang lunak pada saat pengukuran bulan September.

Berdasarkan grafik dibawah (Gambar 23), dapat dilihat nilai pertumbuhan spesies Lobophytum strictum pada kedalaman 10 meter memiliki selisih pertumbuhan yang tidak jauh berbeda yakni pertumbuhan tertinggi pada bulan Desember yakni 0,517 cm perbulan dan 0,555 cm perbulan pada pertumbuhan panjang dan lebarnya. Pada awal penelitian, untuk pertumbuhan panjang dan lebar meningkat akibat pergerakan fragmen karang lunak dari masa stress hingga ke fase homeostasis (Lampiran 8 & 9). Morfologi karang lunak lentur dan lunak. Hidupnya menetap dan melekat di dasar sehingga tidak dapat menghindari serangan predator (Manuputty, 1991).

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500

Waktu Pengamatan (Bulan)

La ju P e rt um buha n ( c m /bul a n) Panjang Lebar Panjang 0.000 1.022 0.333 0.333 0.303 0.395 0.517 0.297 0.133 0.292 Lebar 0.000 0.744 0.351 0.445 0.363 0.221 0.555 0.420 0.411 0.180

Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

TAHUN 2007 TAHUN 2008

Gambar 23. Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 10 meter di perairan Pulau Pramuka.

(16)

Pertambahan Jumlah Cabang Fragmen Karang Lunak

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran (tidak dapat kembali seperti semula) yang meliputi pertambahan volume, tinggi/ panjang, dan massa. Pertumbuhan bukan hanya pada pertambahan panjang dan lebar, melainkan pertambahan jumlah cabang dalam transplantasi perlu diperhitungkan. Pertambahan jumlah cabang merupakan bentuk dari pertumbuhan secara vertikal dari karang lunak yang ditransplantasi. Sedangkan analisa pertumbuhan panjang dan lebar pada sebelumnya merupakan pertumbuhan horizontal. Berdasarkan pengamatan foto bawah air, maka diperoleh variasi pertambahan jumlah cabang pada karang lunak yang ditransplantasi. Berikut Tabel 5, menyajikan pertambahan jumlah cabang karang lunak. Hasil yang diperoleh, bahwa pertambahan cabang fragmen karang lunak meningkat selama 10 bulan pasca transplantasi.

Tabel 5. Pertambahan jumlah cabang karang lunak (Alcyonacea) dari spesies

Sinularia dura dan Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan Spesies Kedalaman

Pertambahan jumlah cabang karang lunak yang ditransplantasikan (cabang) Jun Jul Aguts Sept Oktb Nov Des Sinularia dura 3 m 19 20 21 22 24 25 29 10 m 14 14 14 16 17 19 20 Lobophytum strictum 3 m 14 14 16 18 19 22 25 10 m 8 8 10 11 13 14 16

Berdasarkan analisa ragam diproleh hasil, bahwa perbedaan kedalaman mempengaruhi (beda nyata) terhadap pertambahan cabang karang lunak. Hal tersebut terbukti, bahwa nilai (Pvalue < 0,05) yaitu pada karang lunak Sinularia

dura diperoleh Pvalue sebesar 0,002 dan spesies Lobophytum strictum diperoleh

Pvalue sebesar 0,0037 (Lampiran 14). Artinya pertumbuhan cabang secara vertikal

menunjukkan adanya pengaruh terhadap perbedaan kedalaman rak transplantasi. Penanaman transplantasi karang lunak spesies Sinularia dura dan

lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter memiliki pertambahan jumlah

cabang yang lebih besar dibandingkan dengan posisi kedalaman di 10 meter. Bentuk pertumbuhan karang batu umumnya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan di sekitarnya, dan memberikan kesempatan bagi terumbu karang untuk beradaptasi secara lokal. Contohnya spesies karang dengan bentuk percabangan yang ramping umumnya terdapat pada area dengan energi

(17)

gelombang yang rendah, koloni karang di daerah dengan konsentrasi cahaya rendah umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan banyak terumbu karang pada daerah keruh memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih vertikal (ke atas) dibanding bentuk pertumbuhan yang datar (Riegl, 1996).

Pengamatan Struktur Histologi Gonad Karang lunak Struktur Histologi Karang lunak Hasil Transplantasi

Pengamatan struktur histologi karang lunak dilakukan pada spesies

Sinularia dura pada usia penanaman 10 bulan dan 18 bulan dengan perwakilan

tiga cabang dari fragmen karang lunak yang telah ditransplantasi sebelumnya (Gambar 24). Pada pengamatan secara mikroskopis merupakan salah satu bagian dari pengujian terhadap jaringan reproduksi karang lunak yang dapat bertahan hidup setelah diberikan perlakuan fragmentasi buatan untuk transplantasi. Sebelumnya, perlu diketahui beberapa bagian dari karang lunak yakni bagian antokodia, yaitu bagian atas dari polip tempat melekat tentakel, dapat melipat ke dalam rongga antostela (Fabricius dan Aldeslade, 2001 dalam Manuputty, 2002). Pada penelitian ini, salah satu dari spesies karang lunak yang transplantasi dilakukan uji lanjut yakni melihat perkembangan sel jantan dan sel betina pada spesies Sinularia dura dengan menentukan seksualitas karang lunak tersebut.

Gambar 24. Sampel spesies Sinularia dura yang dilakukan pengamatan struktur histologi ( = bagian cabang yang dievaluasi secara histologis).

(18)

Octocorallia memiliki tubuh koloni, lunaktapi lentur, mempunyai tangkai yang melekat pada substrat yang keras terutama karang mati. Bagian atas tangkai disebut kapitulum, bentuknya bervariasi seperti jamur, bentuk lobus atau bercabang – cabang. Pada kapitulum mengandung polip-polip dan bagian tangkai atau dasar lebih banyak mengandung spikula yakni duri-duri kecil yang mengandung kalsium karbonat yang berfungsi menyokong jaringan tubuh (Manuputty, 2002). Variasi bentuk inilah yang menentukan bentuk koloni secara keseluruhan, hal mana sangat membantu dalam pengenalan jenis di lapangan.

Penampang melintang pada Gambar 25 dibawah ini, merupakan hasil penampang vertikal dari koloni karang lunak Sinularia dura yang telah ditransplantasi selama 10 bulan. Pada bagian ini merupakan tempat keluaran sel jantan dan sel betina pada saat melakukan pemijahan (spawning). Menurut Manuputty (2002), seluruh jenis Alcyonaria cara hidupnya membentuk koloni dan tidak ada yang hidup soliter. Banyak spesies yang telah didata adalah gonokorik, dan salah satunya Sinularia dura.

Gambar 25. Penampang vertikal bagian antokodia dari Sinularia dura setelah dilakukan transplantasi karang lunak selama 10 bulan.

Keterangan: (1) Farinks (2) Sifonoglifa (3) Otot penggerak septa (4) Bagian ektoderm

(5) Bagian Endoderm zx = zooxanthella

1

(19)

20µm

oosit

oosit

zooxanthella

oosit

Struktur jaringan dari spesies Sinularia dura yang diperoleh pada penampang melintang masih memiliki fungsi. Bagian antokodia, merupakan bagian yang membantu proses dalam pengambilan air dan makanan. Oleh karena itu, dalam hal ini arus perairan merupakan faktor pendukung sehingga zat makanan dapat masuk ke dalam mulut. Pada pengamatan dilapangan, saat kondisi perairan berarus maka polip-polip dalam koloni karang lunak mengeluarkan tentakelnya, maka dapat dianalisis dari tingkah laku spesies Sinularia dura masih menerima respon arus terhadap polip-polip karang lunak.

Gambar 26, merupakan terusan dari daerah antokodia dari penampang melintang Sinularia dura atau biasa disebut kaliks. Polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks dan antostela (Bayer, 1956). Menurut Manuputty 2002, pada daerah kaliks ditemukan rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farink, benang-benang septa dan organ reproduksi atau gonad. Siklus gametogenesis berlangsung selama satu tahun, dimana siklus gametogenesis mempunyai variasi waktu setiap tahun (Benayahu, 1991). Hasil yang diperoleh bahwa letak saluran zooxanthellae dan organ reproduksi terpisah oleh misentri filamen. Pada organ reproduksi terdapat sel telur (oosit) yang diduga masih dalam tahap awal. Saluran oosit diduga saling berhubungan dan bercabang-cabang lalu bermuara di farink pada bagian antokodia.

Gambar 26. Penampang melintang jaringan karang lunak Sinularia dura 10 bulan pasca transplantasi.

(20)

oosit

oosit

zooxanthella

Alat Reproduksi Seksual Karang Lunak Hasil Transplantasi

Penelitian ini mengamati bahwa, reproduksi seksual pada Sinularia dura setelah dilakukan perlakuan fragmentasi buatan untuk transplantasi guna usaha pembudidayaan karang lunak menunjukkan perkembangan yang sama dengan proses di alam. Pembuktian adanya proses oogenesis dan spermatogenesis dilakukan secara parsial, dimana pada saat pengamatan tidak semua preparat dapat menunjukan adanya sel telur ataupun sel jantan yang berurutan hingga stadia dewasa. Menurut penelitian sebelumnya, pemijahan (spawning) karang biasa terjadi akibat terjadi perubahan lingkungan (Eun-Ji Choi dan Jum-Im Song, 2007). Hasil penampang vertikal jaringan karang lunak Sinularia dura menunjukkan jumlah dari sel telur tidak banyak, hanya berkisar 15-20 buah dalam per-cabang dari koloni karang lunak (Gambar 27). Pada umur 10 bulan dapat dianalisa bahwa karang lunak jenis Sinularia dura hasil fragmentasi belum bisa memaksimalkan fungsi organ reproduksi untuk menghasilkan sel telur (oosit). Adapun hambatan lainnya diduga pada saat purnama tidak terdapat perubahan kualitas air yang signifikan khususnya terhadap perubahan suhu. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Eun-Ji Choi dan Jum-Im Song (2007), siklus reproduksi tahunan Dendronepthya suensoni dipengaruhi oleh perubahan musim yang berhubungan dengan perubahan suhu air laut.

Gambar 27. Sel telur (oosit) yang diketemukan pada Sinularia dura 10 bulan pasca transplantasi. Oosit dalam tahap 1.

(21)

Hasil pengamatan penampang vertikal pada Gambar 28 (A), sel jantan diketemukan sendiri (soliter) di dalam saluran misentri. Sel jantan ini duduga masih dalam tahap awal perkembangan. Sedangkan pada Gambar 28 (B), menunjukkan sel telur (oosit) yang telah matang, dan biasanya terjadi pada O4 (oosit tahap 4). Kondisi butiran sitoplasma telah berubah menjadi butiran lemak, warna berubah kemerahan lalu kemudian butiran tersebut memenuhi ruang jaringan sel telut dan akan membesar hingga akhirnya lisis. Hasil penampang vertikal Sinularia dura yang telah ditransplantasi selama 10 bulan, mengindikasikan adanya perkembangan sel telur didalam jaringan. Diduga akan memungkinkan fragmen karang lunak hasil fragmentasi buatan yang telah ditransplantasi dapat kembali melakukan kegiatan reproduksi secara alami.

Ket: zx = zooxhanthella, sp = sperma (sel jantan), gd = gonad

Gambar 28. (A) Sel jantan dan (B) Oosit mencapai kematangan di lapisan misentri filamen, setelah ditransplantasi selama 10 bulan.

Pengamatan histologis bulan ke-18 pada saat bulan purnama, diperoleh yakni penampang vertikal dari karang lunak Sinularia dura memiliki jumlah sel telur yang lebih banyak dari pengamatan bulan ke-10. Hasil pengamatan pada bulan ke 18 menunjukkan, bahwa sel telur terdapat dalam lapisan misentri filamen (msF), diduga masih akan terus bertambah dalam sayatan berikutnya. Oosit biasanya melekat pada mesoglea di mesenteri bersama dengan oosit tahap I yang

(A) (B) 2 200 µ µmm 4 400

(22)

lain. Ukuran oosit semakin membesar karena butiran-butiran sitoplasma mulai berkembang menyebar ke seluruh bagian oosit sehingga warna oosit mulai agak terang pada tahap III dan tahap IV. Oosit pada tahap ini dapat ditemukan pada rongga gastrovaskular karena sudah terlepas dari pedikel (Gambar 29).

(a)

(b)

Gambar 29. Sel telur (oosit) diketemukan pada Sinularia dura 18 bulan pasca transplantasi. (a. Oosit tahap III; b. Oosit tahap IV).

Misentri filamen (msF)

oosit

Misentri filamen (msF) oosit

(23)

Hasil pengamatan, tidak semua cabang dari karang lunak spesies Sinularia

dura memiliki sel reproduksi. Pada satu cabang karang lunak terdiri dari

polip-polip (individu karang lunak). Pertumbuhan spesies Sinularia dura adalah secara koloni, artinya dalam satu fragmen terdapat polip-polip individu yang saling berhubungan satu dengan lainnya secara internal melalui jaringan solenia. Ada beberapa oosit yang telah matang dan mencapai ukuran maksimum. Variasi perkembangan sel gamet pada karang lunak Sinularia dura hasil fragmentasi buatan yang ditransplantasi, menunjukkan bahwa fragmentasi tidak mempengaruhi siklus reproduksi perkembangan karang lunak.

Pada lapisan misentri filamen oosit telah matang dan mencapai ukuran maksimum. Semua oosit tahap V yang ditemukan tidak terdapat nukleus dan nukleolus. Warna telur menjadi semakin terang menjadi merah muda dengan butiran-butiran sitoplasma yang telah berubah menjadi butiran-butiran lemak dan menyebar di seluruh bagian telur (Gambar 30). Dalam perkembangannya, butiran-butiran lemak akan semakin membesar hingga akhirnya lisis sehingga tidak menyisakan ruang-ruang kosong di dalam telur

Gambar 30. Sel telur (oosit) pada Sinularia dura 18 bulan pasca transplantasi. (Oosit tahap V).

(24)

Diduga asumsi sementara, karang lunak khususnya jenis Sinularia dura dapat melakukan pemijahan (spawning) tidak mengikuti fase-fase bulan berdasarkan tahun Qomariah. Secara umum, karang lunak di daerah tropis melakukan reproduksi dengan cara melepaskan gametnya ke kolom perairan secara serempak dengan organisme lain di ekosistem terumbu karang sedangkan pada karang lunak di daerah subtropis menunjukkan proses gametogenesis yang lama dan melakukan reproduksi secara brooding (Cordes et al., 2001). Kemungkinan pada kondisi yang ekstrim misalnya; pada musim peralihan (musim barat-timur) dimana kondisi arus dan gelombang yang cukup besar, mengakibatkan adanya respon pelepasan ataupun pemijahan yang terjadi pada karang lunak tersebut.

Kondisi Lingkungan Perairan Lokasi Penelitian

Kepulauan Seribu terdiri dari pulau-pulau karang sebanyak 105 buah dengan total luas wilayah daratan sebesar 8,7 km². Kepulauan Seribu merupakan gugusan kepulauan yang terletak di sebelah utara Jakarta, dengan jumlah pulau sekitar 342 pulau, termasuk pulau-pulau pasir dan terumbu karang yang bervegetasi maupun yang tidak. Pulau pasir dan terumbu karang berjumlah 158.

Pulau Pramuka merupakan bagian dari kelurahan Pulau Panggang yang termasuk dalam Kabupaten adminstratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kelurahan Pulau. Secara geografis terletak di wilayah 05°41’41”LS hingga 05°45’14LS dan 106°19’30” BT hingga 106°44’50” BT dengan luas daratan sebesar 62,1 Ha. Kondisi lingkungan perairan sebagai lokasi penanaman karang lunak uji Sinularia dura dan Lobophytum strictum dianalisa berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air (fisika – kimia) di kedalaman 3 dan 10 meter. Hasil pengukuran kualitas air (fisika-kimia) perairan Pulau Pramuka meliputi; Suhu, Salinitas, Kecerahan, pH, Arus, Nitrat, Nitrit, Posfat dan oksigen (DO) dapat dilihat pada lampiran 3.

Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 7-20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari

(25)

Barat Daya sampai Barat Laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot per jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam yang bertiup dari arah Timur sampai Tenggara.

Parameter Fisika Lingkungan

Parameter fisika lingkungan yang diukur meliputi suhu, kecerahan dan arus pada bulan Juli – Desember 2008. Suhu maksimum (29.30C) lokasi penelitian terlihat pada Gambar 31 dibawah ini terjadi di bulan September dan November di kedalaman 3 meter. 26 26.5 27 27.5 28 28.5 29 29.5 Bulan Su h u (0 C ) 3 meter 28.3 28.5 29.3 29.1 29.3 28.9 10 meter 27.8 27.5 27.4 27.3 27.1 27.3

Juli Agust September Oktober Nov Des

Gambar 31. Sebaran suhu pada kedalaman 3 meter dan 10 meter.

Suhu minimum (27.1 0C ) dicatat pada kedalaman 10 meter terjadi dibulan November. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kedalaman lokasi penanaman karang lunak uji (p<0.05). Secara keseluruhan hasil pengukuran suhu di dua lokasi penanaman karang lunak uji berada pada kisaran yang mendukung kehidupan biota (28-30 0C menurut KepMen LH No.20). Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa lokasi penanaman karang lunak hasil fragmentasi buatan di dua kedalaman masih berada pada kisaran suhu terbaik bagi pertumbuhan karang menurut Levinton (1982) yaitu tidak kurang dari 23 – 25 0C. Hal ini didukung oleh pendapat Supriharyono (2000) yang menyatakan bahwa karang dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 260C-280C. Suhu yang ekstrim akan mempengaruhi binatang karang, seperti

(26)

reproduksi, metabolisme dan pengapuran. Pengaruh suhu menyebabkan protoplasma menjadi kental akibatnya jaringan karang mengkerut sehingga

zooxanthellae keluar (Suharsono dan Kiswara 1984). Suhu yang menyebabkan

terjadi bleaching biasanya diatas 330C (Brown dan Howard, 1985; Gross, 1992).

Bleaching terjadi selama suhu menurun tiba-tiba 3-5 0C dari suhu rata-ratanya selama 5-10 hari, selama terjadi upwelling (Glynn dan D’Croz, 1990 dalam Glynn, 1996), atau suhu meningkat 3-4 0C untuk jangka pendek (1-2 hari), dan suhu meningkat 1-20C untuk jangka panjang beberapa minggu (Jokiel dan Coles, 1990). Peningkatan suhu menyebabkan mengerutnya protoplasma sehingga karang akan mengerut dan mengakibatkan zooxanthellae keluar dari jaringan karang.

Nilai kecerahan selama enam bulan pengamatan berada pada kisaran 1 - 4.3 meter dan kecerahan maksimum terjadi di bulan Agustus dan Oktober, sedangkan kecerahan minimum di bulan November-Desember di kedua kedalaman. Nilai kecerahan minimum yang terjadi di bulan November-Desember diduga karena pada bulan tersebut merupakan musim barat yang dicirikan dengan curah hujan besar, keadaan laut berombak besar. Kekuatan arus yang sangat kuat dapat diduga menjadi penyebab nilai kecerahan yang rendah pada lokasi karena pengaruh curah hujan dan kekuatan arus menyebabkan turbulensi kolom perairan sehingga mengangkat partikel-partikel tersuspensi dasar lebih besar.

Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. Kawasan Kepulauan Seribu memiliki topografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0 –2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1 – 1,5 meter.

Keberadaan partikel tersuspensi ini mengganggu intensitas cahaya menembus kolom perairan karena materi partikel tersuspensi akan menyerap dan memancarkan (absorbtion and scattering) cahaya yang masuk dalam kolom perairan sehingga intesitas cahaya akan berkurang (Tomascik, et al., 1997).

(27)

Penyerapan dan pemancaran cahaya oleh molekul-molekul air menurut Tomascik,

et al. (1997) menyebabkan penetrasi cahaya akan semakin berkurang secara

eksponensial seiring dengan bertambahnya kedalaman. Penjelasan tersebut digunakan untuk memahami kondisi kecerahan pada kedalaman 10 meter pada ketiga bulan yang diukur memiliki kisaran 1 - 5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing

reef dijumpai antara lain di P. Pari, P. Kotok dan P. Tikus.

Air yang jernih merupakan faktor pendukung pertumbuhan karang lunak. Semakin banyak partikel terlarut dalam kolom air maka semakin negatif pengaruhnya pada karang, karena terhambatnya proses makan hewan karang. Polip karang harus memproduksi lebih banyak lendir untuk melepaskan partikel-partikel yang mengendap pada tubuh karang (Levinton, 1982). Kejernihan sangat diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke dasar laut, yang sangat penting artinya bagi alga yang bersimbiosis dengan karang. Banyaknya partikel atau endapan di dalam air laut menyebabkan kekeruhan dan menghalangi proses fotosintesis alga dan akhirnya pertumbuhan karang terganggu (Soekarno, 1995). Pergerakkan air juga sangat penting untuk mentransportasi zat hara, larva dan bahan sedimen. Arus penting untuk pencucian limbah dan untuk mempertahankan pola penggerusan dan penimbunan (Tomascik, 1991). Pergerakkan air dapat memberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu pertumbuhan karang lebih baik pada daerah yang mengalami gelombang yang besar daripada daerah yang tenang dan terlindung (Soekarno, 1983)

Parameter Kimia Lingkungan

Hasil pengukuran beberapa parameter kimia perairan menunjukkan nilai yang juga masih berada di bawah atau berada pada kisaran yang masih cukup aman untuk kelangsungan hidup biota. Nilai tersebut setelah dibandingkan oleh nilai baku mutu untuk biota seperti yang diputuskan oleh Kementrian Lingkungan Hidup No. 20 tahun 2004. Hasil pengukuran beberapa parameter kimia (DO, Nitrat, Nitrit, Fosfat) di lingkungan penanaman karang lunak hasil fragmentasi buatan menunjukkan bahwa nilai yang diperolah pada dua kedalaman tidak

(28)

berbeda nyata dengan nilai P > 0.05 pada dua kedalaman. Kandungan oksigen terlarut tertinggi (5.767 mg/l) diperoleh pada pengukuran di bulan September kedalaman 3 meter dan terendah di bulan Juli (5.2422 mg/l) juga di kedalaman 3 meter. Nilai rata-rata oksigen terlarut di kedalaman 3 meter adalah 5.533 mg/l dan di kedalaman 10 meter adalah 5.536 mg/l (Gambar 32). Sedikit lebih rendahnya oksigen terlarut di kedalaman 3 meter diduga disebabkan oleh adanya aktivitas metabolisme yang meningkat akibat adanya peningkatan suhu. Dugaan tersebut berdasarkan penjelasan Tomascik, et al. (1997) yang menjelaskan bahwa peningkatan suhu akan meningkatkan aktivitas metabolisme organisme sehingga kandungan oksigen terlarut lebih rendah.

4.9 5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 Bulan O k s ige n Te rl a rut (D O ) 3 meter 5.2422 5.439 5.767 5.565 5.542 5.641 10 meter 5.6455 5.243 5.726 5.686 5.674 5.243

Juli Agust September Oktober Nov Des

Gambar 32. Kandungan Oksigen Terlarut (DO) di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada daerah transplantasi.

Kandungan nutrient lingkungan yang diukur pada penelitian ini meliputi Nitrat, Nitrit dan Fosfat. Hasil pengukuran Nitrat pada bulan Juli dan November 2007 di dua lokasi penanaman karang lunak uji diperoleh nilai tertinggi yaitu 0.09 mg/l. Kandungan nitrat terendah diperlihatkan di kedalaman 3 meter pada bulan Juli (0.001mg/l) seperti Gambar 33 dibawah ini. Kisaran nilai yang diperoleh sebagian besar berada di bawah ambang baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup No.20 tahun 2004 yaitu sebesar 0.008 mg/l kecuali hasil pengukuran bulan Juli dan November 2007.

(29)

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 Bulan N itr a t (m g /l ) 3 meter 10 meter 3 meter 0.001 0.005 0.005 0.008 0 0.005 10 meter 0.09 0.007 0.005 0.011 0.09 0.011

Juli Agust September Oktober Nov Des

Gambar 33. Kandungan Nitrat perairan di kedalaman 3 meter dan 10 meter.

Gambaran hasil pengukuran kandungan nitrit di lokasi penanaman karang lunak uji terlihat pada Gambar 34 dibawah ini.

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 Bulan Ni tr it (m g /l ) 3 meter 10 meter 3 meter 0.005 0.165 0 0.020 0 0 10 meter 0.007 0.124 0.133 0.051 0.004 0.007

Juli Agust September Oktober Nov Des

Gambar 34. Kandungan Nitrit di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada daerah transplantasi.

Kisaran nilai atau konsentrasi nitrit yang terukur pada lokasi penanaman adalah 0.004 – 0.165 mg/l. Konsentrasi nitrit maksimum (0.162 mg/l) terjadi di bulan Agustus 2007 dan didapati dikedalman 3 meter dan yang terendah didapati di kedalaman 10 meter (0.004 mg/l). Kandungan nutrien anorganik lain yang diukur adalah fosfat dengan hasil yang diperoleh seperti yang terlihat pada Gambar 35 dibawah ini.

(30)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Bulan Fos fa t ( m g/ l) 3 meter 10 meter 3 meter 0.001 0.978 0.009 0.008 0.01 0.001 10 meter 0.014 0.843 0 0.038 0.009 0.04

Juli Agust September Oktober Nov Des

Gambar 35. Kandungan Fosfat di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada daerah transplantasi

Gambar 35 diatas diperlihatkan bahwa hasil pengukuran fosfat di kedua kedalaman di bulan Agustus menunjukkan konsentrasi nilai tertinggi dibandingkan dengan lima bulan lainnya. Tingginya kandungan fosfat di bulan Agustus diduga adanya limpasan daratan yang berasal dari hasil samping kegiatan manusia. Nutrien dibutuhkan bagi jasad hidup di laut terutama fospor (P) dan nitrogen (N). Unsur ini beranekaragam keadaan dan kadarnya di dalam air laut. Hal ini terjadi karena penyerapan oleh biota laut dan pelepasan kembali oleh proses pembusukan jaringan biota mati. Fosfor dalam bentuk senyawa orto-P (PO43-) merupakan nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk produktivitas primer (fotosintesis). Sumber utama fosfat di perairan laut terutama berasal dari daratan, yaitu melalui pelapukan batuan dan buangan limbah organik seperti deterjen.

Gambar

Gambar 11. Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea).
Gambar 12. Proses adaptasi karang lunak spesies Lobophytum strictum hasil  fragmentasi pada kedalaman 3 m (periode Juni-Agustus 2007)
Gambar 14. Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies  Lobophytum strictum di perairan Pulau Pramuka
Gambar 15. Pertumbuhan fragmen karang lunak spesies Sinularia dura pada awal  penelitian hingga akhir penelitian (selama 10 bulan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

terus dibahas, karena itu pembahasan ini menempati posisi strategis dalam sistem organisasi, termasuk dalam pendidikan tinggi keagamaan Islam untuk dapat diurai

3 Pimpinan Perusahan dapat mewakilkan kehadiran selama proses pembuktian kualifikasi kepada pengurus perusahaan yang namanya tercantum dalam Akte

Perlekatan menyusu (Latch on) adalah menempelnya mulut bayi.. di payudara ibu. Untuk itu diperlukan posisi yang memperhatikan letak tubuh bayi secara keseluruhan terhadap tubuh

Hal ini menunjukkan bahwa LKS Project Based Learning telah mencantumkan petunjuk penggunaan LKS sesuai dengan Depdiknas (2004) Pedoman Umum Pemilihan dan

Bobot basah biomassa embrio somatik sagu dalam medium cair SPS pada semua interval dan lama perendaman secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan medium padat (Tabel 1)..

Sistem ekonomi kapitalisme yang penuh dengan pemahaman dan praktek individualisme menjadi sebuah program yang memberikan kesan positif untuk menyeimbangkan antara individu

Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKD 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per

Dalam pengelolaan sumber daya manusia terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan antara lain : analisa pekerjaan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan