• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

272

STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN Study of Techno-Economic of Indo Jarwo Transplanter 2:1 in Dharmasraya and

Padang Pariaman Regency

Santosa1*, Fadli Irsyad1, Lia Adiani2

1Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang – 25163

2Laboratorium Produksi dan Manajemen Alat dan Mesin Pertanian, Program Studi Teknik Pertanian,

*Email: santosa764@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2015 di Korong Caniago, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman dan di Kabupaten Dharmasraya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian terhadap mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dan melakukan analisis ekonomi sistem penanaman. Hasil pengujian Indo Jarwo Transplanter menunjukan bahwa kinerja alat tanam ini efisien karena menghasilkan kecepatan kerja lebih cepat dibandingkan dengan penanaman manual. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan membandingkan kecepatan tanam menggunakan alat dan manual yaitu 1.29 km/jam menggunakan alat, sedangkan dengan menggunakan tenaga manusia sebesar 0.058 km/jam. Efisiensi kerja lapang rata-rata di Kabupaten Padang Pariaman sebesar 76.75 % sedangkan di Kabupaten Dharmasraya sebesar 79.18 %. Biaya pokok pengoperasian alat tanam Indo Jarwo Transplanter di Kabupaten Dharmasraya sebesar Rp 322,716/ha dan titik impas 62.97 ha/tahun sedangkan di Kabupaten Padang pariaman biaya pokok penanaman sebesar Rp 385,437/ha dan titik impas 52.63 ha/tahun.

Kata kunci: biaya pokok, efisiensi kerja lapang, titik impas, transplanter.

PENDAHULUAN

Luas lahan sawah di Sumatera Barat pada tahun 2013 menurut Badan Pusat Statistik tercatat seluas 224,182 ha. Luas lahan sawah terluas terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 29,296 ha, sementara luas lahan sawah paling kecil terdapat di kota Bukittinggi seluas 389 ha. Luas lahan di Kabupaten Padang Pariaman yaitu 22,366 ha sedangkan luas lahan di Kabupaten Dharmasraya seluas 7,734 ha.

Mendukung pengelolaan berusahatani padi sawah maka ditunjang oleh salah satu faktor utama yang sangat penting dengan tersedianya tenaga kerja yang cukup. Sementara ini tenaga kerja yang semakin berkurang terutama pada kegiatan - kegiatan penyiapan lahan dan tanam yang merupakan tahapan kegiatan dalam usahatani padi yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar disamping kegiatan panen dan pascapanen.

Penggunaan alat dan mesin pertanian secara tepat dapat dikembangkan untuk menggantikan cara penanaman tradisional yang cenderung lama dalam proses penanaman bibit padi. Pengembangan teknologi sistem tanam legowo bertujuan untuk memberikan alternatif teknologi tanam padi yang efisien pada lahan sawah yang berpengairan dan tadah hujan. Sistem tanam padi secara jajar legowo adalah teknik menanam padi dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan. Sistem ini terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan pinggir dan pelebaran jarak antar barisan, sehingga jumlah tanaman perhektar tetap dipertahankan seperti pada jajar biasa (Bobihoe et al., 2004).

(2)

273 Selama ini pada proses penanaman bibit padi umumnya banyak dilakukan dengan tenaga manusia, hal ini menyebabkan waktu penanaman bibit padi menjadi lama. Menanam bibit padi dengan menggunakan mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dapat meningkatkan efisiensi lahan dan menghemat waktu dalam penanaman bibit padi. Inovasi teknologi karya perekayasa Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Peranian (BBP Mektan) Badan Litbang Pertanian ini dirancang khusus untuk mempermudah dan mempercepat petani dalam menerapkan penanaman padi terutama dengan sistem jajar

legowo.

Analisis tekno-ekonomi untuk proses penanaman bibit padi yang dilakukan dengan alat tanam bibit padi perlu dilakukan agar dapat mengetahui tingkat kelayakan pada alat tersebut. Maka dari itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Tekno-Ekonomi Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter 2:1 di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Padang Pariaman’’.

Tujuan

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian terhadap mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dan melakukan analisis ekonomi untuk mengetahui biaya yang diperlukan dalam pemakaian mesin tersebut.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran mengenai penggunaan mesin tanam bibit padi (transplanter) 2:1 dalam usaha penanaman bibit padi dan memberikan alternatif bagi petani tentang alat tanam bibit padi yang efisien serta dapat menghemat waktu dan tenaga kerja untuk penanaman bibit padi.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - September 2015, di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Padang Pariaman.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit tanaman padi yang sudah siap tanam berumur 15 – 20 hari berdaun 5 – 7 helai. Varietas bibit padi yang digunakan untuk penelitian ini adalah Varietas Rendah Kuning, sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat tanam Indo Jarwo Transplanter 2:1 modifikasi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan), Stopwatch, meteran, alat - alat tulis dan lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk melakukan pengujian terhadap alat tanam Indo Jarwo Transplanter pada lahan sawah dan melukukan analisis ekonomi. Transplanter yang diuji adalah transplanter yang dimiliki oleh BPTP Sumbar yang merupakan inovasi teknologi perekayasaan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.Penelitian dilakukan dengantiga kali ulangan. Prinsip mesin tanam indo jarwo

transplanter dimulai dari memanaskan mesin terlebih dahulu, setelah mesin panas bibit

(3)

274 menjalankan mesin tanam indo jarwo transplanter untuk menanam bibit ke lahan yang telah disiapkan.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pertama dengan penyiapan benih yang dilakukan dengan cara penyemaian benih. Benih gabahnya harus direndam dulu selama 2 x 24 jam. Setelah benih direndam maka benih disemai pada dapog (baki) yang sudah disiapkan. Benih yang sudah disemai itu harus disiram setiap hari atau disiram sesuai kebutuhan. Proses penyemaian ini dilakukan selama ± 15 – 20 hari. Setelah penyiapan benih lalu dilakukan persiapan lahan. Tahap persiapan lahan ini, tanah sawah pada saat pengolahan harus halus atau macak - macak agar memudahkan alat pada penanaman.

Proses selanjutnya adalah proses penanaman bibit. Bibit padi yang berada pada kotak penyemaian dipindahkan ke alat transplanter, selanjutnya dilakukan penanaman bibit sawah sekaligus pengambilan data di lapangan. Alur lintasan penanaman pada bibit padi di sawah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Lintasan Proses penanaman Bibit Padi di Sawah

Pengamatan

Pengamatan penelitan ini dilakukan di lahan sawah. Hasil pengamatan dihitung berdasarkan nilai rata-rata dari ketiga ulangan, sehingga diketahui keefektifan dalam melakukan pengamatan dan analisis tekno-ekonomi pada alat. Bentuk-bentuk dari pengamatan tersebut terdiri dari evaluasi teknis di lapangan dan analisis ekonomi.

Evaluasi Teknis di Lapangan

Evaluasi teknis di lapangan dilakukan untuk menentukan kapasitas kerja efektif dan efisiensi penanaman bibit padi. Penanaman dilakukan pada bibit yang telah berumur 15 – 20 hari dan berdaun 5 – 7 helai.

Kecepatan Kerja

Kecepatan maju penanaman ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 𝑉 = #

$ …………..………(1)

dengan :

V = Kecepatan tanam (m/detik) s = Jarak tempuh tanam (m) t = Waktu tempuh tanam (detik)

Kapasitas Kerja Efektif

Kapasitas kerja efektif adalah rata - rata dari kemampuan kerja alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung

(4)

275 waktu total yang digunakan untuk mengoperasikan alat pada satuan luas tertentu. Kapasitas kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

𝐾𝐾𝑒 ='(………(2) dengan :

Kke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) A = Total luas lahan yang ditanam (ha) T = Total waktu untuk penanaman (jam)

Total waktu untuk penanaman meliputi waktu belok, waktu pengisian bibit, waktu penanaman bibit, waktu penyetelan, waktu memperbaiki alat dan waktu hilang lainnya.

Kapasitas Kerja Teoritis

Kapasitas kerja teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat didalam bidang tanah, jika mesin berjalan maju, sepenuhnya waktunya (100%) dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%). Kapasitas kerja teoritis alat tanam dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

KKt = 0.36 × L × V………..………..(3) dengan :

KKt = Kapasitas kerja teoritis (ha/jam) L = Lebar kerja penanaman (m) V = Kecepatan kerja (m/detik)

0.36 = Angka konversi dari m2/menit ke ha/jam

Besarnya kapasitas penanaman bibit dipengaruhi oleh lebar sebaran, kecepatan maju, karakteristik tanaman, kondisi lingkungan dan lahan sekitar serta keahlian operator. Sedangkan efisiensi kerja penanaman pada penanaman bibit akan dinyatakan sebagai rasio antara kapasitas kerja efektif dan kapasitas kerja teoritis.

Efisiensi Kerja Penanaman

Efisiensi kerja penanaman dapat dihitung dengan membagi kapasitas kerja efektif dengan kapasitas kerja teoritis, atau dengan rumus :

𝐸 = **+**$×100%...(4) dengan :

E = Efisiensi kerja penanaman (%) Kke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) KKt = Kapasitas kerja teoritis (ha/jam)

Parameter operasi yang akan diambil datanya adalah lebar penanaman, kecepatan maju, berat alat, luas area, waktu penanaman dan waktu hilang.

Waktu Hilang pada Saat Penanaman Bibit

Persentase Waktu Hilang pada Saat Belok. Waktu belok adalah waktu yang dibutuhkan

mesin pada saat mesin membelok pada akhir lintasan sampai memasuki lintasan berikutnya, dengan menggunakan rumus :

Lo - b = -/0-.-. × 100 %...(5)

dengan :

Lo - b = Persentase waktu hilang pada saat belok (%)

Wb = Waktu untuk belok (detik)

(5)

276

Waktu Saat Pengisian Bibit. Waktu hilang pada saat pengisian bibit sangat berpengaruh

terhadap efektiftas kerja alat dalam proses penanaman. Kehilangan waktu ini dapat dihitung dengan menggunakan stopwatch atau alat ukur lainnya.

Persentase Tanaman Rebah

Persentase tanaman rebah dapat dengan membandingkan jumlah tanaman yang rebah dengan jumlah tanaman pokok, dengan rumus :

PTR = (5(6 × 100%...(6) dengan :

PTR = Persentase tanaman rebah (%)

TR = Tanaman yang rebah pada saat alat beroperasi (rumpun) TP = Jumlah tanaman pokok (rumpun)

Persentase Lubang yang Tidak Tertanam

Persentase tanaman yang tidak tertanam oleh alat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

PLT = 7(((6 × 100%...(7) dengan :

PLT = Persentase lubang yang tidak tertanam (%) LTT = Jumlah lubang yang tidak tertanam (rumpun) TP = Jumlah tanaman pokok (rumpun)

Perhitungan Analisis Ekonomi

Perhitungan analisis ekonomi ini diperlukan untuk menentukan biaya pokok dari alat. Berdasarkan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta kapasitas kerja alat.

Biaya Pokok

Biaya pokok adalah biaya yang diperlukan suatu alat untuk menghasilkan satu unit output, dengan menggunakan rumus :

BP = 89

:0 ;((

*6 ………..………...(8)

dengan :

BP = Biaya pokok mesin (Rp/ha) BT = Biaya tetap (Rp/th)

BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) Kp = Kapasitas kerja mesin (ha/jam) X = Jumlah jam kerja (jam/th)

Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktifitas.

Penyusutan alat dapat dihitung dengan rumus : BT = D + I……….(9) dengan :

BT = Biaya tetap (Rp/tahun) D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) I = Bunga modal (Rp/tahun) Biaya penyusutan dapat dihitung dengan rumus :

D = 6 < => …..………(10) dengan :

(6)

277 D = Penyusutan mesin (Rp/th)

P = Harga awal mesin (Rp) S = Harga akhir mesin (Rp) N = Umur ekonomis mesin (tahun) Bunga modal dapat dihitung dengan rumus :

I = i ( 6 0 =

@ )….………(11)

dengan :

I = Bunga modal (Rp/th)

i = Suku bunga bank (desimal/tahun) P = Harga awal mesin (Rp)

S = Harga akhir mesin (Rp)

Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap (variable cost) disebut juga dengan biaya operasi (operating

cost). Biaya operasi ini bervariasi menurut pemakaian alat atau mesin dan dipengaruhi

pula menurut jam pemakaiannya di sawah.

Biaya perbaikan dan pemeliharaan alat dapat dihitung dengan rumus : BTT = PP+ Bo + BB + OL.……….(12)

dengan :

BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam)

PP = Biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin (Rp/jam) Bo = Upah operator (Rp/jam)

BB = Biaya bahan bakar (Rp/jam) OL = Biaya oli (Rp/jam)

Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Mesin

PP = 2% (P - S) / 100 jam……….(13) dengan :

PP = Biaya perbaikan dan pemeliharaan mesin (Rp/jam) P = Harga awal dari mesin (Rp)

S = Nilai akhir mesin (Rp) Biaya operator dapat dihitung dengan rumus :

Bo = -B6-$…………..……….(14) dengan :

Bo = Biaya operator (Rp/jam)

Wop = Upah tenaga kerja tiap hari (Rp/hari) Wt = Jam kerja perhari (jam/hari)

Upah operator per jam tergantung pada keadaan lokal, sebab upah bervariasi menurut lokasi masing - masing daerah.

Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan rumus: BB = Q × Hbb ………..(15)

dengan :

BB = Biaya bahan bakar (Rp/jam) Q = Debit bahan bakar (liter/jam) Hbb = Harga bahan bakar (Rp/liter)

(7)

278 OL = CD × EFGD ………(16)

dengan :

OL = Biaya oli (Rp/jam)

Vp = Volume penggantian oli (liter) Ho = Harga oli (Rp/liter)

Jp = Waktu penggantian oli (jam)

Titik Impas (Break Even Point)

Titik impas akan tercapai jika total pendapatan sama dengan biaya produksi. Rumusnya sebagai berikut.

BEP = ;(

/,/ ×;6 < (899IJ)...(17)

dengan :

BEP = Break event point (ha/th) BT = Biaya tetap (Rp/th)

BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam)

BP = Biaya pokok operasional alat (Rp/ha) KP = Kapasitas kerja alat (ha/jam)

1.1 = Kalibrasi yang menunjukan keuntungan 10 % dari biaya dalam menentukan sewa alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Mesin Tanam Transplanter di Kabupaten Dharmasraya

Pengujian mesin tanam transplanter di Kabupaten Dharmasraya dilakukan untuk penelitian pendahuluan atau pra penelitian pada bulan Mei 2015. Lahan sawah yang digunakan pada pengujian ini seluas 144 m2 dengan 3 lintasan sepanjang 40 meter dan lebar kerja 1.2 meter dalam satu kali ulangan. Lahan yang digunakan pada penelitian ini dalam keadaan macak – macak atau tidak tertalu berair dan juga tidak tertalu kering. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji kinerjaTransplanter di Kabupaten Dharmasraya.

Parameter Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Koefisien Keragaman (%) 1 2 3 Waktu Penanaman (menit) 6.20 6.05 5.96 6.07 0.121 1.997 Kecepatan Kerja Penanaman (m/detik) 0.411 0.420 0.419 0.416 0.004 1.027 Kapasitas Kerja Teoritis (ha/jam) 0.178 0.181 0.181 0.180 0.002 1.035 Kapasitas Kerja Efektif (ha/jam) 0.139 0.143 0.145 0.142 0.003 1.926 Efisiensi (%) 78.49 79.07 79.97 79.18 0.749 0.945

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat hasil pengujian transplanter dari masing-masing pengamatan, standar deviasi dan koefisien keseragaman didapatkan hasil efisiensi dengan standar deviasi lebih besar yaitu 0.749 sedangkan kapasitas kerja

(8)

279 teoritis memiliki standar deviasi paling kecil yaitu 0.002 dibandingkan pengamatan lainnya. Apabila standar deviasi suatu data kecil maka hal tersebut menunjukan data-data tersebut berkumpul disekitar rata-rata hitungnya, jika standar deviasinya besar hal tersebut menunjukan penyebaran yang besar dari nilai rata-rata hitungnya. Berdasarkan perhitungan koefisien keragaman diatas, kelima pengamatan memiliki nilai kecil dari 15 % yang berarti seragam. Hal demikian menunjukan keseragaman yang terjadi pada tiap-tiap ulangan.

Kecepatan kerja Penanaman

Kecepatan kerja penanaman adalah kecepatan yang mampu dihasilkan oleh

transplanter berdasarkan jarak yang telah ditentukan dan lamanya waktu yang ditempuh

pada jarak tersebut. Berdasarkan nilai kecepatan kerja mesin tanam Indo Jarwo

Transplanter yang dihasilkan di Kabupaten Dharmasraya diperoleh nilai rata-rata dari

ketiga ulangan yaitu sebesar 0.416 m/detik atau 1.5 km/jam. Kecepatan kerja yang dihasilkan berbeda pada tiap lintasannya dengan jarak yang sama yaitu 40 meter. Kecepatan kerja alat tergantung dari jarak tempuh dan waktu penanaman, kemampuan, keterampilan dan kelincahan operator serta kondisi lahan sangat mempengaruhi pada hasil kecepatan kerja yang dihasilkan.

Kapasitas Kerja Teoritis

Pada Tabel 1 dapat dilihat rata-rata kapasitas kerja teoritis adalah 0.180 ha/jam dengan rata-rata kecepatan kerja sebesar 0.416 m/detik. Nilai kecepatan kerja berbeda pada tiap ulangan dengan lebar penanaman yang sama yaitu 120 cm atau 1.2 m, hal ini disebabkan oleh waktu yang didapatkan pada setiap lintasan berbeda. Jika dilihat dari ketiga ulangan didapatkan nilai kecepatan kerja tertinggi pada ulangan 3 sehingga kapasitas kerja teoritis besar. Menurut Yunus (2004), jika kecepatan semakin besar maka kapasitas kerja pun akan semakin besar.

Kapasitas Kerja Efektif

Kapasitas kerja efektif adalah hasil kerja sebenarnya dari kecepatan tiap-tiap ulangan sesuai dengan waktu di lapangan. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata - rata kapasitas kerja efektif adalah 0.142 ha/jam atau sawah 1 ha dapat diselesaikan dengan mesin tanam transplanter dalam waktu 7.026 jam/ha. Semakin kecil total waktu penanaman maka kapasitas yang dihasilkan semakin besar begitu juga dengan sebaliknya. Berdasarkan hasil dilapangan faktor yang menyebabkan perbedaan nilai dari kapasitas kerja efektif ini adalah parameter waktu (waktu berjalan lurus, waktu belok dan waktu pengisian bibit).

Efisiensi Kerja Lapang

Berdasarkan Tabel 1 hasil rata-rata efisiensi kerja lapang pada penanaman bibit padi di Kabupaten Dharmasraya adalah sebesar 79.18 %. Besarnya nilai efisiensi kerja lapang ini ditentukan oleh kapasitas kerja efektif dan kapasitas kerja teoritis dari kerja alat, semakin besar kapasitas penanaman maka efisiensinya akan semakin meningkat. Berdasarkan nilai efisiensi kerja lapang tersebut dapat diketahui layak atau tidak layaknya alat ini digunakan untuk proses penanaman bibit padi. Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi kerja lapang yang diperoleh, maka proses penanaman menggunakan mesin tanam bibit padi transplanter cukup baik dengan nilai rata-rata yang cukup tinggi tetapi belum sepenuhnya maksimal.

Waktu Hilang pada saat Penanaman

Waktu hilang pada saat penanaman terdiri atas dua yaitu waktu belok dan waktu pengisian bibit. Rata - rata waktu hilang pada saat penanaman dapat dilihat pada Tabel 2.

(9)

280 Tabel 2. Waktu hilang pada saat penanaman

Keterangan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

Total Waktu Belok (detik) 12.97 12.83 12.65 38.45 12.81 Persentase Waktu Belok (%) 6.198 6.237 6.190 18.625 6.208 Total Waktu Pengisian Bibit (detik) 67 63 59 189 63 Persentase Waktu Pengisian Bibit (%) 25.441 24.622 23.535 73.60 24.533

Nilai rata-rata waktu hilang pada saat belok dilihat pada Tabel 2 adalah 12.81 detik dengan nilai persentasenya sebesar 6.208% dan rata-rata waktu hilang pada saat pengisian bibit sebesar 63 detik dengan nilai persentase sebesar 24.533%. Berdasarkan Tabel 3 nilai persentase waktu hilang paling kecil yaitu pada waktu belok. Persentase waktu hilang pada saat belok dipengaruhi oleh keadaan kerja, keahlian operator, ukuran, kondisi lahan dan berat dari alat tersebut. Persentase waktu hilang pada saat pengisian bibit dipengaruhi oleh keterampilan operator dalam menyiapkan bibit ke alat.

Persentase Tanaman Rebah

Tanaman rebah adalah bibit padi rebah (terkulai) pada saat penanaman. Persentase tanaman rebah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase tanaman rebah.

Parameter Ulangan Rata - rata Standar Deviasi

Koefisien Keragaman

(%)

1 2 3

Jumlah Tanaman Rebah

(rumpun) 52 65 63 60 7 11.667

Jumlah Tanaman Pokok

(rumpun) 4317 4266 4287 4290 25.632 0.597

Persentase Tanaman

Rebah (%) 1.205 1.524 1.470 1.399 0.171 12.205 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat persentase rata-rata tanaman rebah adalah 1.399%, nilai standar deviasinya adalah 0.171 dan koefisien keseragaman adalah 12.205%. Dari perhitungan koefisien keseragaman, persentase tanaman rebah memiliki nilai < 15 % yang berarti nilai tersebut seragam. Faktor yang mempengaruhi persentase tanaman rebah yaitu pinset penanaman yang tidak terlalu dalam menanamkan bibit pada sawah sehingga bibit rebah atau terkulai dan juga dapat disebabkan air pada lahan terlalu tergenang sehingga bibit tidak tertanam pada tanah.

Persentase Lubang yang tidak Tertanam

Persentase lubang yang tidak tertanam di Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase lubang yang tidak tertanam

Parameter

Ulangan

Rata -

rata Standar Deviasi

Koefisien Keragaman

(%)

1 2 3

Jumlah Lubang yang

Tidak Tertanam (lubang) 104 106 99 103 3.606 3.501 Jumlah Tanaman pokok

(10)

281 Persentas Lubang yang

Tidak Tertanam (%) 2.409 2.485 2.309 2.401 0.088 3.677 Berdasarkan Tabel 4 hasil rata-rata persentase lubang yang tidak tertanam sebesar 2.401%. Nilai standar deviasi lubang tidak tertanam di Kabupaten Dharmasraya adalah 0.088 sedangkan koefisen keseragamannya adalah sebesar 3.677%. Lubang yang tidak tertanam disebabkan karena pada saat penyemaian benih kurang rapat atau tidak rata sehingga pada saat pengoperasian alat pinset untuk memindahkan bibit ke lahan tidak dapat mengambil bibit dan pinset hanya masuk ke dalam tanah tanpa menanam bibit padi.

Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin TanamIndo JarwoTransplanter

Analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk menghitung biaya pokok penanaman dan titik impas (BEP) menggunakan mesin tanam Indo Jarwo Transplanter. Berdasarkan hasil perhitungan analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter

Parameter Keterangan

Harga awal alat (P) Rp 45.000.000 Harga akhir alat (S) RP 4.500.000 Umur ekonomis (N) 7 tahun Tingkat suku bunga 12 % /tahun

Jam kerja/tahun 576 jam

Biaya tenaga kerja/hari Rp 75.000

Kapasitas (Kp) 0.142 ha/tahun

Biaya tetap (BT) Penyusutan (D) Rp 5.785.714 /tahun Bunga modal (I) Rp 2.970.000 /tahun Total biaya tetap Rp 8.755.714 /tahun

Biaya tidak tetap (BTT)

Pemeliharaan (PP) Rp 8.100 /jam Upah operator (UO) Rp 18.750 /jam Bahan bakar (BB) Rp 3.248 /jam Pelumas (OLI) Rp 630 /jam Total biaya tidak tetap Rp 30.728 /jam

Biaya pokok (BP) Rp 322.716 /ha Titik impas (BEP) 62.97 ha/tahun

Biaya pokok terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap, biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan dan biaya bunga modal dengan asumsi bunga modal 12% per tahun sehingga total biaya tetap sebesar Rp 8.755.714/tahun. Biaya tetap meliputi biaya pemeliharaan, upah operator, biaya bahan bakar dan biaya pelumas atau oli sehingga total biaya tidak tetap sebesar Rp 30.728/jam. Jam kerja pada pemakaian mesin ini yaitu 576 jam/tahun diasumsikan sebagai waktu kerja efektif untuk penanaman bibit padi dalam satu tahun. Biaya pokok dalam proses penanaman bibit padi menggunakan Indo Jarwo Transplanter adalah sebesar Rp 322.716/ha dan titik impas yang dihasilkan sebesar 62,97/ha. Grafik biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter dan biaya pokok penanaman dengan cara manual terdapat pada Gambar 2.

(11)

282 Gambar 2. Biaya Pokok Penanaman Menggunakan Mesin Tanam Indo Jarwo

Transplanter dan Manual.

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter semakin kecil jam kerja maka biaya pokok penanaman semakin besar dan semakin besar jam kerja maka biaya pokok penanaman akan semakin kecil. Biaya pokok pada penanaman manual tidak terlalu ada pengaruh antara biaya pokok dengan jam kerja karena biaya alat yang murah. Titik potong antara biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam dan manual yaitu pada jam ke-69, sehingga dapat disimpulkan jika melakukan penanaman dalam 1 tahun selama kurang dari 69 jam sebaiknya dilakukan dengan cara manual sedangkan jika melakukan penanaman lebih dari 69 jam maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter karena akan menghemat biaya dan waktu lebih cepat dibandingkan degan cara manual.

Hasil Pengujian Alat Tanam Transplanter di Kabupaten Padang Pariaman

Setelah melakukan pra penelitian di Kabupaten Dharmasraya, dilakukan lagi pengamatan alat tanam transplanter di Kabupaten Padang Pariaman dengan menggunakan lahan yang lebih kering dari pada di Kabupaten Dharasraya. Hal ini disebabkan oleh saat 5 hari sebelum tanam lahan sudah dikeringkan. Pada saat sebelum penanaman, lahan dialiri air terlebih dahulu akan tetapi tanah pada lahan tidak dapat menyerap air sehingga waktu yang digunakan dalam penanaman bibit padi di Kabupaten Padang Pariaman jadi lebih lama. Pengujian ini dilakukan pada awal bulan September 2015 dan lahan sawah yang digunakan untuk penelitian ini seluas 369,6 m2dengan 7 lintasan sepanjang 44 meter dan lebar penanaman 1,2 meter untuk satu kali ulangan. Bibit yang digunakan sebaiknya disemai kering menggunakan dapog yang telah disediakan dengan ukuran 18 x 60 cm. Gambar semaian padi di dalam dapog (baki) dapat dilihat pada Gambar 3.

0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 20 76 176 276 376 476 576 676 776 876 976 Bi ay a Ta na m ( R p/ ha )

Jam Kerja (jam/tahun)

Biaya tanam mesin (Rp/ha)

(12)

283 Gambar 3. Semaian Bibit Padi pada Dapog (Baki)

Berikut ini adalah gambar pengujian transplanter di lahan sawah Kabupaten Padang Pariaman yang dioperasikan oleh satu orang operator dan disaksikan oleh petani sebagai pemilik lahan yang dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil dari pengujian alat tanam transplanter dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambar 4. Pengujian Transplanter

Tabel 6. Hasil Uji Kinerja Transplanter di Kabupaten Padang Pariaman

Parameter Ulangan Rata -

rata Standar Deviasi Koefisien Keragaman (%) 1 2 3

Waktu Penanaman (menit) 18.62 19.05 18.30 18.66 0.376 2.017 Kecepatan Kerja

Penanaman (m/detik) 0.355 0.363 0.357 0.358 0.005 1.289 Kapasitas Kerja Teoritis

(ha/jam) 0.153 0.157 0.154 0.155 0.002 1.346

Kapasitas Kerja Efektif

(ha/jam) 0.119 0.116 0.121 0.119 0.003 2.121

Efisiensi (%) 77.78 73.89 78.57 76.74 2.508 3.268 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat hasil uji kinerja transplanter di Kabupaten Padang Pariaman. Nilai standar deviasi paling tinggi pada pengamatan efisiensi sebesar 2.508 dan standar deviasi paling rendah pada kapasitas kerja teoritis yaitu 0.002. Koefisien keseragaman pada kelima pengamatan memiliki nilai kecil dari 15 % yang berarti seragam, ini berarti pada tiap - tiap ulangan memiliki keseragaman.

Kecepatan Kerja Penanaman

Nilai kecepatan kerja yang dihasilkan pada penanaman bibit padi jarak dibagi waktu diperoleh nilai rata- rata 0.358 m/detik atau 1.3 km/jam. Menurut Widayadi

(13)

284 (2013), mesin tanam bibit padi Indo Jarwo Transplanter mampu melaju dengan kecepatan 1.5 sampai 2.5 km/jam. Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil yang sedikit berbeda dari literatur. Perbedaan hasil yang didapat disebabkan oleh kondisi tanah yang keras pada saat penanaman sehingga operator mengalami kesulitan dalam penanaman bibit padi.

Kecepatan kerja penanaman secara manual yang didapat pada pengamatan yaitu sebesar 0.016 m/detik atau 0.058 km/jam. Jika dibandingkan kecepatan kerja penanaman secara manual dengan mesin didapatkan nilai manual lebih rendah, hal ini disebabkan oleh jarak dan juga waktu dibutuhkan pada saat penanaman manual sangat lama karena menggunakan tenaga manusia dalam proses penanaman.

Prinsip kerja penanaman dengan manual dan menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter sama akan tetapi cara kerjanya berbeda. Pada penanaman dengan manual, sebelum penanaman terlebih dahulu dibuat garis dengan menggunakan caplak agar saat penanaman bibit tersebut lurus sedangkan dengan menggunakan mesin tanam indo jarjo transplanter tidak perlu dibuat garis karena sistem kerja penanaman menggunakan indo jarwo transplanter mesin akan menanam dengan lurus.

Kapasitas Kerja Teoritis

Kapasitas kerja teoritis mesin tanamIndo Jarwo Transplanter dilakukan dengan mengukur kecepatan kerja dan lebar kerja alat. Rata - rata kapasitas kerja teoritis dari mesin tanam Indo Jarwo Transplanter di Kabupaten Padang Pariaman adalah 0.155ha/jam dengan rata-rata kecepatan kerja penanaman sebesar 0.358m/detik, sedangkan kapasitas kerja teoritis di Kabupaten Dharmasraya sebesar0.180 ha/jam dengan kecepatan kerja penanaman sebesar 0.416 m/detik. Nilai kapasitas kerja teoritis paling besar yaitu di Kabupaten Dharmasraya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan penanaman, semakin besar kecepatan penanaman pada mesin maka semakin besar juga kapasitasnya.

Kapasitas Kerja Efektif

Kapasitas kerja efektif adalah hasil kerja sebenarnya dari kecepatan tiap - tiap ulangan sesuai dengan waktu dilapangan. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rata - rata kapasitas kerja efektif adalah 0.119ha/jam atau sawah 1 hektar dapat diselesaikan dengan mesin tanam transplanter dalam waktu 8.412 jam/ha dan kapasitas secara manual sebesar 0.007 ha/jam atau sawah dalam 1 ha diselesaikan dengan waktu 143.08 jam/ha.Jika dibandingkan kapasitas kerja efektif pada alat dan dengan tenaga manusia perbedaan waktunya yang sangat jauh berbeda, ini dikarenakan tenaga manusia yang sangat terbatas dalam waktu proses penanaman berbeda dengan tenaga alat tanam yang kecepatannya sangat efisien untuk proses penanaman. Kapasitas kerja efektif dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya kecepatan kerja, persentase waktu hilang dan keterampilan operator. Hal ini sesuai dengan pendapat Moens (1978) bahwa dalam melakukan pengoperasian alat pada lahan, kapasitas kerja akan tergantung pada tipe dan ukuran alat,sumber tenaga yang tersedia, keadaan kerja, dan keterampilan operator.

Efisiensi Kerja Lapang

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai efisiensi kerja lapang di Kabupaten Padang Pariaman adalah 76.75 %, sedangkan pada Tabel 1 diketahui efisiensi kerja lapang di Kabupaten Dharmasraya adalah sebesar 79.18 %. Nilai efisiensi kerja lapang tertinggi yaitu di Kabupaten Dharmasraya. Hal ini disebabkan karena kecepatan dan total waktu penanaman berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi lahan yang berbeda antara kedua lahan. Lahan di Kabupaten Dharmasraya sesuai dengan kriteria penanaman dengan alat Indo Jarwo Transplanter yaitu tanah

(14)

285 sawah pada saat pengolahan harus halus atau macak-macak, sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman tanah sawah pada saat pengolahan dalam kondisi yang keras sehingga operator sulit dalam pengoperasian alat.

Waktu Hilang pada Saat Penanaman

Waktu hilang pada saat penanaman terdiri atas dua yaitu waktu belok dan waktu pengisian bibit.Waktu belok adalah waktu yang dibutuhkan saat mesin membelok pada akhir lintasan sampai memasuki lintasan berikutnya. Waktu pengisian bibit adalah waktu yang dibutuhkan oleh alat pada saat bibit yang ditanam yang berada pada pengumpan habis saat beroperasi. Persentase waktu hilang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Waktu Hilang pada Saat Penanaman

Keterangan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

Total Waktu Belok (detik) 37.54 38.35 35.74 111.63 37.21 Persentase WaktuBelok (%) 7.016 6.804 6.227 20.047 6.682 Total Waktu Pengisian Bibit (detik) 185.07 201.5 150.72 537.29 179.10 Persentase Waktu Pengisian Bibit (%) 27.057 27.481 21.754 76.292 25.430 Berdasarkan Tabel 7 rata-rata persentase waktu hilang paling besar yaitu pada waktu saat pengisian bibit sebesar 25.430 % sedangkan rata-rata persentase waktu belok hanya sebesar 6.682 % dengan 3 lintasan 2 kali belok, dan nilai rata-rata waktu hilang pada saat belok di Kabupaten Dharmasraya adalah 6.208 % dengan 7 lintasan 4 kali belok sedangkan waktu hilang pada saat pengisian bibit sebesar 24.533 %. Nilai persentase waktu hilang di Kabupaten Padang Pariaman lebih besar dibandingkan waktu hilang di Kabupaten Dharmasraya. Ini disebabkan oleh luas lahan dan perbedaan keadaan tanah pada masing – masing daerah, hal ini diperjelas oleh pernyataan Suastawa et al. (2000) yang mengatakan bahwa pola pengolahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja, makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya.

Persentase Tanaman Rebah

Persentase tanaman rebah dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase Tanaman Rebah

Parameter Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Koefisien Keragaman

(%)

1 2 3

Jumlah Tanaman Rebah (rumpun) 395 394 369 386 14.730 3.816 Jumlah Tanaman Pokok (rumpun) 11088 10906 10962 10985 93.217 0.849 Persentase Tanaman Rebah (%) 3.562 3.613 3.366 3.514 0.130 3.707 Rata-rata persentase tanaman rebah pada ketiga ulangan yang didapat dari penelitian di Kabupaten Padang Pariaman adalah sebesar 3.514%, sedangkan pada nilai rata-rata persentase tanaman rebah di Kabupaten Dharmasraya adalah 1.399%. Berdasarkan hasil kedua lahan dapat disimpulkan bahwa persentase tanaman rebah di Kabupaten Padang Pariaman lebih besar dibandingkan persentase tanaman rebah di Dharmasraya. Nilai persentase tanaman rebah setiap ulangan berbeda-beda, ini tergantung pada jumlah tanaman yang rebah perlintasannya, bibit yang terlalu panjang

(15)

286 sehingga pada saat penanaman bibit akan terkulai, pinset alat kurang dalam menanam bibit padi dan juga kondisi lahan sangat mempengaruhi jangan sampai air terlalu tergenang pada lahan atau tanah.

Persentase Lubang yang tidak Tertanam

Persentase lubang yang tidak tertanam dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Lubang yang Tidak Tertanam

Parameter Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Koefisien Keragaman

(%)

1 2 3

Jumlah Lubang yang

Tidak Tertanam (lubang) 447 431 368 415 41.765 10.056 Jumlah Tanaman

Pokok (rumpun) 11088 10906 10962 10.985 93.217 0.849 Persentase Lubang yang

TidakTertanam(%) 4.031 3.952 3.357 3.780 0.369 9.749 Pada Tabel 9 dapat dilihat rata-rata persentase lubang yang tidak tertanam sebesar 3.780 %. sedangkan di Kabupaten Dharmasraya hasil rata - rata persentase lubang yang tidak tertanam pada ketiga ulangan sebesar 2.401 %. Berdasarkan hasil kedua daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase lubang yang tidak tertanam paling besar di Kabupaten Padang Pariaman. hal ini karena perbedaan luas pada masing – masing daerah. Lubang yang tidak tertanam disebabkan karena pada saat penyemaian benih kurang rapat atau tidak rata sehingga pada saat pengoperasian alat pinset untuk memindahkan bibit ke lahan tidak dapat mengambil bibit sehingga pinset hanya masuk kedalam tanah tanpa menanam bibit padi.

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Tanam Indo Jarwo Transplanter Biaya Pokok

Biaya pokok rata-rata yang dikeluarkan untuk menanam padi dengan menggunakan alat tanam bibit padi sebesar Rp 385.437 /ha. Biaya pokok ini meliputi biaya tetap, biaya tidak tetap dan jam kerja per tahun. Analisis kelayakan Ekonomi mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin Tanam Indo JarwoTransplanter

No Parameter Keterangan

1 Biaya Tetap (BT) Rp 8.755.714 /tahun 2 Biaya Tidak Tetap (BTT) Rp 30.619 /jam 3 Biaya Pokok (BP) Rp 385.437 /ha 4 Titik Impas (BEP) 52.63ha/tahun

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun pada pemakaian alat ini sebesar Rp 8.755.714 /tahun sedangkan biaya tidak tetap sebesar Rp 30.619 /jam dan biaya pokok adalah Rp 385.437 /ha. Hal yang mempengaruhi biaya pokok adalah kapasitas alat karena semakin besar suatu kapasitas maka semakin kecil biaya pokok yang dikeluarkan atau sebaliknya.

Pada penelitian ini dilakukan juga pengamatan terhadap penanaman dengan menggunakan tenaga manusia atau secara manual. Pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam

(16)

287 tanam, jumlah orang tanam dan luas petakan sawah. Berikut ini adalah data pengamatan dengan cara manual pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengamatan Penanaman dengan Cara Manual

No Parameter Pengamatan

1 Waktu Penanaman 125 menit 2 Jumlah Orang Tanam 3 orang

3 Luas Petakan 436.8 m2

4 Biaya Penanaman Rp 1.341.375 /ha

Berdasarkan hasil pengamatan biaya pokok penanaman dengan menggunakan tenaga manusia atau dengan cara manual sebesar Rp 1.341.375,00/ha. Biaya pokok penanaman dengan cara manual lebih besar dibandingkan menggunakan mesin tanam

transplanter dengan hitungan adalah (Rp 385.437 /ha / Rp 1.341.375 /ha = 0.287).

Biaya penanaman dengan mesin tanam Indo Jarwo Transplanter 1/0.287 = 3.484 lebih murah dibandingkan dengan cara tanam manual. Grafik perbandingan biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter dan biaya pokok penanaman manual dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Biaya Pokok Penanaman Menggunakan Mesin Tanam Indo Jarwo

Transplanter dan Manual

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa titik potong antara biaya pokok penanaman menggunakan mesin dan manual yaitu pada jam ke - 76, sehingga dapat disimpulkan jika melakukan penanaman dalam setahun selama kurang dari 76 jam sebaiknya dilakukan dengan cara manual sedangkan jika melakukan penanaman lebih darii 76 jam maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan mesin tanam indo jarwo

transplanter karena akan menghemat biaya dan waktu penanaman. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktifitas. Nilai biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 12.

- 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 4,500,000 20 76 176 276 376 476 576 676 776 876 976 B iaya (R p/ ha )

Jam Kerja (jam/tahun)

Biaya tanam mesin (Rp/ha) Biaya tanam manual (Rp/ha)

(17)

288 Tabel 12. Biaya Tetap

No Parameter Biaya Tetap

1 Penyusutan alat (D) Rp 5.785.714 /tahun 2 Bunga modal (I) Rp 2.970.000/tahun 3 Total biaya tetap (D+I) Rp 8.755.714 /tahun

Biaya tetap pada alat tanam bibit padi ini adalah Rp 8.755.714/tahun yang termasuk dalam biaya tetap adalah biaya penyusutan sebesar Rp 5.785.714/tahun dengan nilai akhir alat 10% dari harga alat. Bunga modal sebesar Rp 2.970.000/tahun dengan suku bunga bank 12% /tahun dengan jam kerja 576 jam/tahun.

Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya ditentukan oleh volume produksi. Hasil perhitungan biaya tidak tetap dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Biaya Tidak Tetap

No Parameter Pengamatan

1 Biaya Pemeliharaan (PP) Rp 8.100 /jam 2 Upah Operator (UO) Rp 18.750/jam 3 Biaya Bahan Bakar (BB) Rp 3.139/jam 4 Biaya Pelumas (OL) Rp 630 /jam

Total Biaya Tidak Tetap

(PP+UO+BB+OL) Rp 30.619 /jam

Total biaya tidak tetap pada alat tanam bibit pada saat pengoperasian sebesar Rp 30.619 /jam yang termasuk didalamnya adalah biaya pemeliharaan sebesar Rp 4.860/jam dengan bunga 2%. Upah operator sebesar Rp 150.000 /hari atau Rp 18.750/jam dengan jam kerja sebanyak 8 jam per hari. Biaya bahan bakar selama pengoperasian alat sebesar Rp 3.139/jam dengan biaya bahan bakar Rp 7.300 /liter. Biaya pelumas atau oli yang didapat sebesar Rp 630 /jam dengan biaya oli Rp 35.000/liter.

Titik Impas (Break Even Point)

Titik impas (Break Even Point) adalah suatu titik pada kondisi dimana hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan pada penelitian ini adalah biaya penanaman. Jadi untuk mencapai titik impas alat harus dioperasikan sesuai target tertentu (ha/tahun). Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan titik impas yang dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Titik Impas Pengujian Transplanter

Ulangan Titik Impas (ha/tahun)

1 52.71

2 51.53

3 53.65

Rata - rata 52.63

Hasil perhitungan diperoleh titik impas pengoperasian transplanter rata-rata adalah 52.63 ha/tahun. Titik impas digunakan untuk mengetahui titik tertentu yang tidak mendapatkan kerugian atau keuntungan. Berdasarkan nilai kapasitas didapatkan hasil 68.54 ha/tahun, sehingga dapat dilihat perbandingan kapasitas dengan titik impas alat

(18)

289 tanam transplanter ini dapat dikatakan memperoleh keuntungan karena kapasitas lebih besar dari titik impas.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil pengujian Indo Jarwo Transplanter menunjukan bahwa kinerja alat tanam ini bagus karena menghasilkan kecepatan kerja yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan penanaman manual. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan membandingkan kecepatan tanam menggunakan alat dan manual yaitu 1.29 km/jam menggunkan alat sedangkan dengan menggunkan tenaga manusia 0.058 km/jam.

2. Efisiensi rata- rata di Kabupaten Padang Pariaman sebesar 76.75 % sedangkan di Kabupaten Dharmasraya sebesar 79.18 %.

3. Biaya pokok pengoperasian mesin tanam Indo Jarwo Transplanter di Kabupaten Dharmasraya sebesar Rp 322.716/ha dan tititk impas 62.97 ha/tahun sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman sebesar Rp 385.437 /ha dan titik impas 52.63 ha/tahun.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebaiknya sebelum melakukan penanaman dengan alat tanam Indo Jarwo Transplanter lahan yang akan digunakan dijaga agar tidak terlalu kering sehingga lahan yang akan dipakai dalam keadaan macak - macak dalam artian tidak terlalu tergenang air dan tidak terlalu kering sehingga alat akan lebih efisien dan operator tidak terlalu berat dalam melakukan penanaman. Alat tanam Indo Jarwo Transplanter ini dapat diaplikasikan pada kelompok - kelompok tani karena biaya penanamannya lebih murah jika dibandingkan dengan biaya penanaman dengan cara manual atau dengan tenaga manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Bobihoe J, Endrizal, Bambang P. 2004. Teknologi Budidaya Padi Sawah dengan Sistem

Legowo Menunjang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian. Jambi.

Suastawa IN, Hermawan W, Sembiring EN. 2000. Konstruksi dan Pengukuran Kinerja

Traktor Pertanian. Laporan Penelitian. IPB. Bogor.

Widayati S. 2013. Mesin tanam bibit padi jarwo, gantikan 20 tenaga kerja. Majalah

Sains Indonesia. 23:18– 20.

Gambar

Gambar 1. Alur Lintasan Proses penanaman  Bibit Padi di Sawah  Pengamatan
Tabel 1. Hasil uji kinerjaTransplanter di Kabupaten Dharmasraya.
Tabel 4. Persentase lubang yang tidak tertanam  Parameter  Ulangan  Rata -  rata  Standar Deviasi   Koefisien  Keragaman  1  2  3  (%)
Tabel 5. Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter  Parameter  Keterangan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Kenegerian Lubuk Jambi memiliki sebuah organisasi yaitu Alam Batobo yang terus mendukung keberlangsungan tradisi Manjopuik Limau dengan cara mengajak

Karakteristik Metode Ummi dalam Pembelajaran Al-Qur’an bagi orang dewasa di Qur’an Training Centre Berdasarkan hasil paparan data yang telah dijelaskan pada bab empat,

a) Keuntungan harus dibagi pada para pihak berdasarkan modal yang mereka distribusikan karena keuntungan adalah return on capital. b) Keuntungan bisa dibagi dengan

Tim Manajemen Puskesmas Yosomulyo dan Penanggungjawab upaya melakukan evaluasi kegiatan dan pelaporan terhadap hasil kinerja Puskesmas Yosomulyo dibandingkan

Terkait izin tinggal atau berkunjung ke Indonesia bagi warga negara asing (WNA) sudah diatur dalam Undang- Undang No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 48 ayat (3), yang

The  consultant  will  work  with  DJPK  staff  in  developing  procedures  and  databases  (joint  development).  This  collaboration  is  necessary  condition 

kendaraan dan perkerasan lebih cepat rusak. Dengan demikian “disiplin” penggunaan jalan harus ditegak kan secara konsisten agar keselamatan transportasi jalan dapat terwujud.

Selain itu, Afiani (2010) menyatakan bahwa kultur campuran untuk starter sangat diperlukan agar terjadi interaksi selama proses fermentasi, akibatnya menghasilkan