• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT TERHADAP KONVERSI PAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT TERHADAP KONVERSI PAKAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN

DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN

DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT

TERHADAP KONVERSI PAKAN

(The Effect of Complete Feed with Different Protein and Energy Levels on

Feed Conversion of Male Local Sheep Fattened on Feedlot System)

E.PURBOWATI1,C.I.SUTRISNO1,E.BALIARTI2,S.P.S.BUDHI2danW.LESTARIANA3

1

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

2

Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

3

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Sheep fattening on feedlot system with complete feed was suitable fattening system in Java island. This research was conducted to find the best feed conversion of complete feed with different protein and energy levels in sheep fattening. Twenty four male local lambs, aged around 3 – 5 months with body weight of 8.7 – 15.5 kg (CV = 15.01%) were set in a randomized (complete) block design with 4 treatments: R1 (CP 14.48% and TDN 50.46%), R2 (CP 17.35% and TDN 52.61%), R3 (CP 15.09% and TDN 58.60%), and R4 (CP 17.42% and TDN 57.46%). The ANOVA was used to analyze data and any differences among groups were further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT). The result showed that dry matter intake of R1 (937.08 g) and R2 (942.72 g) were higher (P < 0.05) than that of R3 (796.54 g) and R4 (827.08 g). Crude protein intake of R3 (120.17 g) was smaller (P < 0.05) than that of R1 (135.72 g), R2 (163.55 g), and R4 (144.05 g). Intake of TDN and average daily gain were not significantly different (P > 0.05), there were 472.86, 495.98, 466.99, and 475.21 g, and 145.22, 164.98, 154.92, 152.02 g, respectively for R1, R2, R3, dan R4. Feed conversion of R1 (6.51) was higher (P<0.05) than R2 (5.80), R3 (5.15), dan R4 (5.47). It was concluded that the use of complete feed with CP 15.09% and TDN 58.60% in local male sheep ration had improved feed conversion.

Key Words: Complete Feed, Protein, Energy, Fattening, Male Local Sheep

ABSTRAK

Penggemukan domba secara feedlot dengan ransum komplit merupakan sistem penggemukan yang cocok dilakukan di pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar protein dan energi yang paling efisien dalam pakan komplit untuk penggemukan domba ditinjau dari nilai konversi pakannya. Domba lokal jantan sebanyak 24 ekor, umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) awal 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan ransum komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan BB awal. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsumsi bahan kering pada R1 (937,08 g) dan R2 (942,72 g) lebih besar (P<0,05) daripada R3 (796,54 g) dan R4 (827,08 g). Konsumsi PK R3 (120,17 g) lebih rendah (P < 0,05) daripada R1 (135,72 g), R2 (163,55 g), dan R4 (144,05 g). Konsumsi TDN dan pertambahan bobot badan harian tidak berbeda nyata (P > 0,05), yaitu 472,86, 495,98, 466,99, dan 475,21 g, serta 145,22, 164,98, 154,92, 152,02 g, masing-masing untuk R1, R2, R3, dan R4. Konversi pakan R1 (6,51) lebih tinggi (P<0,05) daripada R2 (5,80), R3 (5,15), dan R4 (5,47). Kesimpulan hasil penelitian ini adalah konversi pakan domba dengan ransum komplit berkadar PK 15,09% dan TDN 58,60% relatif lebih efisien.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi daging domba di pulau Jawa yang ketersediaan lahan semakin sempit untuk penggembalaan ternak maupun untuk penanaman hijauan pakan ternak adalah dengan penggemukan secara feedlot. Penggemukan secara feedlot merupakan sistem penggemukan yang dilakukan dalam waktu singkat di kandang dengan komponen pakan konsentrat tinggi (70 – 100%). Usaha yang dilakukan agar imbangan hijauan (pakan kasar) dan konsentrat pada pakan penggemukan secara feedlot tepat sesuai dengan yang diharapkan, maka pakan tersebut harus berupa pakan komplit bentuk pelet.

Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air (HARTADI et al., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik hijauan (pakan kasar) maupun konsentrat dicampur menjadi satu.

Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sesedikit mungkin menggunakan komponen impor (SARAGIH, 2000). Selain itu, paradigma pembangunan peternakan di era reformasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal (SUDARDJAT, 2000). Penggalian potensi penggunaan limbah sebagai bahan pakan lokal sangat diperlukan mengingat rumput yang merupakan pakan utama domba ketersediaannya langka di musim kemarau. Penggunaan bahan pakan lokal merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidak-kontinyuan penyediaan bahan pakan untuk ruminansia.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan komplit adalah kandungan nutrien yang sesuai dengan ternak yang dipelihara. Menurut RANJHAN (1981), kebutuhan bahan kering (BK) domba yang digemukkan sekitar 4,30 – 5,00% dari bobot

badannya. Setelah kebutuhan BK terpenuhi, energi dan protein adalah kebutuhan utama

yang harus tercukupi (HARYANTO dan

DJAJANEGARA, 1993). Kebutuhan lainnya adalah air, mineral, vitamin, dan lemak. Kebutuhan protein kasar (PK) dan total

digestible nutrients (TDN) untuk domba yang

digemukkan menurut RANJHAN (1981) adalah 10,90 – 12,70% dan 55 – 60%, sedangkan menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993) adalah 14 – 15% dan 45 – 63%. UMBERGER (1997) menyatakan, bahwa kebutuhan PK untuk domba yang digemukkan adalah 15% (untuk bobot badan 13,50 – 31,50 kg) dan 13% (untuk bobot badan lebih dari 31,50 kg), sedangkan TDN 70 – 75% (untuk bobot badan 22,50 – 33,75 kg) dan TDN 65 – 70% untuk campuran pakan komplit yang dibuat pelet. STANTON dan LEVALLEY (2004) merekomendasikan PK untuk domba yang digemukkan dengan bobot badan 31,50 kg sebesar 12 – 14%. Dari uraian di atas, maka yang menjadi masalah adalah berapa kebutuhan PK dan TDN yang diperlukan untuk penggemukan domba lokal belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar PK dan TDN yang tepat untuk penggemukan domba secara feedlot. Apabila formulasi pakan komplit untuk penggemukan domba secara feedlot ini ditemukan, maka pemeliharaan ternak ruminansia yang tadinya bersifat land based (tergantung pada

tanah/lahan untuk ditanami rumput atau untuk padang penggembalaan), menjadi non land

based sehingga pemeliharaan ternak ruminansia

dapat dilakukan tanpa membutuhkan lahan yang luas, yang semakin tidak mungkin didapatkan terutama di pulau Jawa.

MATERI DAN METODE

Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molases serta ultra mineral produksi Eka Farma Semarang.

(3)

Domba dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan pakan komplit, yaitu R1 = protein dan energi rendah, R2 = protein tinggi dan energi rendah, R3 = protein rendah dan energi tinggi, dan R4 = protein dan energi tinggi. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/B1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot badan (BB) ± 15 kg (± 36 hari), B2 hingga BB ± 20 kg (± 49 hari), dan B3 hingga BB ± 25 kg (± 72 hari).

Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pelet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui pada Tabel 1.

Penelitian berlangsung melalui 3 tahap, yaitu adaptasi pakan (14 hari), pendahuluan

(7 hari), dan perlakuan (36 – 72 hari). Pakan diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan.

Prosedur pengukuran parameter

Parameter yang diamati meliputi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), total

digestible nutrients (TDN), kecernaan BK,

konversi pakan, feed cost ratio (FCR) dan biaya total. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) merupakan selisih antara bobot badan akhir dan awal dibagi waktu pemeliharaan. Konsumsi BK pakan adalah selisih antara pakan yang diberikan dan sisa pakan dikalikan

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit untuk penelitian

Uraian R1 R2 R3 R4

Komposisi bahan pakan (% BK) --- (%) ---

Jerami padi 25,00 25,00 25,00 25,00 Tepung ikan 1,00 1,90 3,60 5,30 Bungkil kedelai 11,70 16,20 15,15 19,20 T. daun lamtoro 1,00 2,10 3,50 5,00 Dedak padi 50,50 46,50 10,75 5,50 Gaplek 5,00 2,30 34,00 34,00 Molases 3,80 4,00 6,00 4,00 Mineral 2,00 2,00 2,00 2,00 Kandungan nutrien Bahan kering 90,73 90,82 89,01 90,11 Abu 16,71 16,42 13,48 14,35 Protein kasar 14,48 17,35 15,09 17,42 Lemak kasar 5,02 4,62 1,84 1,30 Serat kasar 13,98 10,58 9,58 10,89

Bahan ekstrak tanpa nitrogen 49,81 51,03 60,02 56,04

Total digestible nutrientsa 50,46 52,61 58,60 57,46

aDihitung dari koefisien cerna nutrien pakan dalam % dengan rumus = protein tercerna + serat kasar tercerna

+ bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna + 2,25 x lemak kasar tercerna (HARTADI et al., 2005) R1, R2, R3 dan R4: pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda

(4)

kadar BK pakan. Konsumsi PK adalah konsumsi BK dikalikan kadar PK pakan. Konsumsi TDN adalah konsumsi BK dikalikan kadar TDN pakan. Kadar TDN pakan (%) merupakan penjumlahan dari PK tercerna, serat kasar (SK) tercerna, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tercerna dan 2,25 kali lemak kasar (LK) tercerna (HARTADI et al., 2005). Konversi pakan diperoleh dari konsumsi BK pakan dibagi PBHH yang dihasilkan. Feed cost

ratio (FCR) dihitung dengan cara biaya pakan

harian dibagi PBHH. Biaya total dihitung berdasarkan asumsi biaya pakan adalah 70% dari biaya total. Data yang diperoleh (kecuali FCR dan biaya total) dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN Konversi pakan domba dengan perlakuan pakan yang berbeda

Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa konsumsi BK, BO dan PK, kecernaan BK dan BO, serta konversi pakan domba berbeda nyata (P < 0,05) diantara

perlakuan pakan, sedangkan PBHH dan konsumsi TDN tidak berbeda nyata (P < 0,05). Konsumsi BK dan BO pada R1 dan R2 lebih tinggi (P < 0,05) daripada R3 dan R4, sedangkan konsumsi PK pada R3 paling rendah (P < 0,05) dibandingkan dengan perlakuan pakan yang lain. Kecernaan BK pada R1 dan R2 lebih rendah daripada R3 dan R4 (P < 0,05) dan konversi pakan pada R1 paling tinggi (P < 0,05) dibandingkan perlakuan yang lain. Biaya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan (FCR) dan biaya total pada R3 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Konsumsi BK pada R1 dan R2 lebih tinggi daripada R3 dan R4, diduga karena pakan R1 dan R2 lebih palatabel dibandingkan R3 dan R4, sesuai pendapat FORBES (1986) bahwa palatabilitas pakan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi. Dugaan tersebut berdasarkan kondisi fisik pakan R3 dan R4 lebih keras daripada R1 dan R2, karena pakan R3 dan R4 mengandung tepung gaplek yang lebih tinggi daripada R1 dan R2, sehingga pada saat pembuatan pakan komplit bentuk pelet menjadi keras karena panas yang timbul dari mesin pencetak pelet. Selain itu,

Tabel 2. Konsumsi, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan domba dengan perlakuan pakan

komplit berkadar protein dan energi yang berbeda

Parameter R1 R2 R3 R4 Konsumsi BK (g/ekor/hari) 937,08b 942,72b 796,54a 827,08a Konsumsi BK (g/kg BB0,75) 109,76b 112,77b 95,80a 99,73a Konsumsi BK (% BB) 5,46b 5,58b 4,86a 5,08ab Konsumsi BO (g/ekor/hari) 780,46b 787,92b 689,20a 708,40a Konsumsi BO (g/kg BB0,75) 91,42b 94,26b 82,89a 85,42a Konsumsi PK (g/ekor/hari) 135,72b 163,55b 120,17a 144,05b Konsumsi PK (g/kg BB0,75) 15,90b 19,56d 14,45a 17,37c Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 472,86a 495,98a 466,99a 475,21a Konsumsi TDN (g/kg BB0,75) 55,39a 59,33a 56,16a 57,30a Kecernaan BK (%) 48,85a 50,89a 60,49b 60,65b Kecernaan BO (%) 54,94a 55,62a 65,20b 64,56b PBHH (g/ekor) 145,22a 164,98a 154,92a 152,02a Konversi pakan 6,51b 5,80a 5,15a 5,47a FCR (Rp/kg) 8.751,03 8.308,88 8.047,17 9.282,84 Biaya total (Rp/kg) 12.501,47 11.869,82 11.495,96 13.261,20

(5)

kandungan energi pakan (TDN) pada R1 dan R2 lebih rendah, yaitu 50,46 dan 52,61%, sedangkan pada R3 dan R4 adalah 58,60 dan 57,46%. Sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1999), bahwa faktor lain yang membatasi konsumsi pakan adalah kebutuhan energi dari ternak tersebut. Apabila kebutuhan energi ternak telah terpenuhi, maka ternak akan berhenti makan. Lebih lanjut PARAKKASI (1999) yang menyatakan, bahwa energi ransum yang terlampau tinggi dapat menurunkan tingkat konsumsi.

Konsumsi BK pakan hasil penelitian ini relatif tinggi, yakni antara 4,86 – 5,58% dari BB ternak. Hasil penelitian PURBOWATI et al. (1996) mendapatkan konsumsi BK pakan domba adalah 4,50% dari BB ternak, sedangkan konsumsi BK pakan domba hasil penelitian PURBOWATI et al. (1999) dan UTOMO (2004) hanya 3,88 dan 3,67% dari BB ternak. Menurut RANJHAN (1981), kebutuhan BK pakan domba jantan yang digemukkan adalah 4,30-5,00% dari BB. Hal ini menunjukkan, bahwa pakan komplit berbentuk pelet yang digunakan dalam penelitian ini palatabel dan konsumsi BK pakan domba telah memenuhi kebutuhannya. Palatabilitas pakan bentuk pelet telah dibuktikan oleh STANTON dan LEVALLEY (2004), bahwa konsumsi pakan bentuk pelet lebih tinggi (1.755 vs 1.485 g/ekor/hari) daripada pakan tidak dibentuk pelet. Demikian juga dengan hasil penelitian UTOMO (2004), bahwa konsumsi pakan bentuk pelet (917 g/ekor/hari) lebih tinggi daripada tidak berbentuk pelet (817 g/ekor/hari). Dengan demikian pemberian pakan bentuk pelet, selain dapat digunakan untuk mengontrol konsumsi pakan konsentrat dan pakan kasar sesuai dengan proporsi yang diberikan, juga untuk memperbaiki palatabilitas pakan.

Konsumsi PK hasil penelitian ini sejalan dengan kandungan PK pakan dan konsumsi BKnya, karena faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah konsumsi BK dan kandungan PK pakan. Pada R3 konsumsi PK terendah, karena pakan dengan kadar PK yang rendah (15,09%), konsumsi BKnya juga rendah. Kemudian diikuti R1, meskipun kadar PK pakan rendah (14,48%), tetapi dikonsumsi lebih tinggi, selanjutnya R4 dengan PK 17,42% yang konsumsi BKnya rendah dan R2 dengan PK 17,35% yang konsumsi BKnya lebih tinggi. Konsumsi TDN hasil penelitian ini

tidak berbeda nyata diantara perlakuan pakan, karena pakan dengan TDN rendah (R1 dan R2) dikonsumsi lebih tinggi, sedangkan pakan dengan TDN tinggi (R3 dan R4) dikonsumsi lebih rendah sehingga hasil konsumsi TDN tidak berbeda nyata. Konsumsi PK hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian PURBOWATI et al. (1999) yang mendapatkan 98,44 – 123,51 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi TDNnya hampir sama yaitu 457,38 – 501,09 g/ekor/hari. Dibandingkan dengan kebutuhan PK dan TDN pada domba yang digemukkan menurut Ranjhan (1981) sebesar 93,80 – 142,9 g dan 410 – 680 g, maka konsumsi PK dan TDN domba hasil penelitian ini telah memenuhi kebutuhan.

Ada hubungan negatif antara kecernaan BK dan BO dengan konsumsi BK dan BO. Kecernaan BK dan BO pada R3 dan R4 lebih tinggi daripada R1 dan R2, sedangkan konsumsi BK dan BO terjadi sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena laju pakan R1 dan R2 di dalam saluran pencernaan mungkin lebih cepat daripada R3 dan R4, sehingga saluran pencernaan lebih cepat kosong dan ternak mengambil pakan lagi, sehingga konsumsi pakan yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi pakan tersebut tidak sempat dicerna sehingga kecernaan pakan menjadi lebih rendah. Menurut PARAKKASI (1999), pada kecernaan yang lebih tinggi, konsumsi BK akan menurun, sedangkan konsumsi energi relatif konstan.

Pertambahan bobot badan harian hasil penelitian ini tidak berbeda nyata, kemungkinan karena konsumsi TDNnya yang tidak berbeda nyata pula. Menurut BLAKELY dan BADE (1991), nutrien utama yang dibutuhkan oleh ternak untuk tujuan penggemukan adalah energi, oleh karena konsumsi TDN antar perlakuan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata, maka PBHH yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Penelitian ini menghasilkan rerata PBHH domba sebesar 154,29 g, lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Purbowati et al. (2004) yang menggemukkan domba secara

feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan

konsentrat 60 – 80% menghasilkan rerata PBHH 90,97 g. Lebih tingginya PBHH yang dihasilkan pada penelitian ini, karena pakan penelitian berupa pakan komplit berbentuk pelet. Sesuai dengan hasil penelitian STANTON

(6)

dan LEVALLEY (2004) yang melaporkan, bahwa PBHH domba dengan pakan bentuk pelet nyata lebih tinggi (234 g) daripada tidak dibentuk pelet (198 g).

Konversi pakan pada R1 tertinggi (tidak efisien) yakni 6,51, sedangkan konversi pakan pada R2, R3 dan R4 relatif sama yaitu 5,47. Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan. Konversi pakan hasil penelitian ini lebih baik apabila dibandingkan dengan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2004) dan UTOMO (2004) yang mendapatkan rerata konversi pakan sebesar 11,54 dan 10,16.

Feed cost ratio (FCR) pada R3 terendah

yaitu Rp. 8.047,17/kg, kemudian R2 (Rp. 8.308,88/kg), R1 (Rp. 8.751,03/kg), dan R4 yaitu Rp. 9.282,84/kg. Feed cost ratio adalah biaya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan. Apabila biaya pakan diasumsikan sebesar 70% dari biaya total, maka biaya total terendah pada R3 yaitu Rp. 11.495,96/kg, sedangkan biaya total tertinggi pada R4 yaitu Rp. 13.261,20/kg. Harga domba pada saat penelitian adalah Rp. 15.000 – 20.000 per kg BB, sehingga hasil penggemukan domba

secara feedlot dengan pakan komplit masih menguntungkan dan dapat diaplikasikan.

Konversi pakan domba pada kelompok bobot badan yang berbeda

Semua parameter penampilan produksi domba pada kelompok bobot badan yang berbeda (Tabel 3) menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05), kecuali persentase konsumsi BK terhadap BB dan kecernaan BK serta BO. Konsumsi BK, PK dan TDN pada B1 paling rendah (P < 0,05) dibandingkan B2 dan B3. Demikian pula dengan PBBH pada B1 terendah (P < 0,05) dibandingkan kelompok yang lain, dan konversi pakan pada B3 tertinggi (P < 0,05) atau kurang efisien dibandingkan kelompok yang lain.

Konsumsi BK, BO, PK dan TDN semakin tinggi dengan semakin tingginya BB ternak sampai BB 20 kg (B2), karena bobot badan ternak mempengaruhi kemampuan ternak

mengkonsumsi pakan (MATHERS dalam

SIREGAR, 1994). Hal ini diperkuat dengan persentase konsumsi BK terhadap BB ternak yang relatif sama. Konsumsi BO, PK dan TDN sejalan dengan konsumsi BKnya, karena

Tabel 3. Konsumsi, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan domba pada bobot badan yang

berbeda Parameter B1 B2 B3 Konsumsi BK (g/ekor/hari) 698,37a 898,63b 1.030,56c Konsumsi BK (g/kg BB0,75) 98,74a 107,25b 107,57b Konsumsi BK (% BB) 5,27a 5,37a 5,10a Konsumsi BO (g/ekor/hari) 591,17a 760,67b 872,65c Konsumsi BO (g/kg BB0,75) 83,59a 90,81b 91,08b Konsumsi PK (g/ekor/hari) 112,33a 144,48b 165,80c Konsumsi PK (g/kg BB0,75) 15,93a 17,23b 17,30b Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 380,77a 489,88b 562,63c Konsumsi TDN (g/kg BB0,75) 53,88a 58,53b 58,72b Kecernaan BK (%) 55,23a 54,77a 55,66a Kecernaan BO (%) 59,98a 60,16a 60,10a PBBH (g) 136,76a 166,70b 159,39b Konversi pakan 5,13a 5,44a 6,63b FCR (Rp/kg) 7.707,49 8.173,50 9.911,45 Biaya total (Rp/kg) 11.010,70 11.676,43 14.159,21

(7)

konsumsi nutrien tersebut dipengaruhi oleh konsumsi BK dan kandungan nutrien pakan tersebut.

Pertambahan bobot badan harian hingga BB 15 kg (B1) terendah, yaitu 136,76 g, sedangkan PBHH hingga BB 20 dan 25 kg (B2 dan B3) relatif sama dengan rata-rata 163,05 g. Pertambahan bobot badan harian yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan konsumsi BK, BO, PK dan TDNnya. Dari Tabel 3 dapat dilihat, bahwa penggemukan domba setelah BB 20 kg (B2) tidak efektif lagi untuk meningkatkan pertambahan bobot badan yang ditunjukkan dengan nilai konversi pakan yang paling tinggi pada B3 yaitu 6,63. Fenomena ini dapat terjadi, karena menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993), kebutuhan pakan untuk hidup pokok, semakin besar pada ternak yang bobot badannya semakin berat, sehingga kelebihan pakan yang dapat digunakan untuk produksi (meningkatkan pertambahan bobot badan) menjadi lebih sedikit.

Kecernaan BK dan BO pada B1, B2 dan B3 tidak berbeda nyata, artinya bobot badan ternak tidak mempengaruhi kecernaan BK. Feed cost

ratio paling rendah pada B1, kemudian B2 dan

B3. Biaya total semakin meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan, yakni antara Rp. 11.010,70/kg sampai Rp. 14.159,21/kg.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa konversi pakan domba menggunakan pakan komplit dengan kadar protein kasar 15,09% dan total digestible nutrients 58,60% untuk penggemukan secara feedlot dari bobot badan 12,76 sampai 20 kg memperlihatkan hasil yang relatif efisien.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Bagian Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, DITJEN DIKTI, DEPDIKNAS, yang telah memberikan dana; (2) Ketua Lembaga Penelitian UNDIP beserta staf yang telah memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh dana penelitian tersebut; (3) Dekan Fakultas Peternakan

UNDIP beserta staf yang telah memberikan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian; (4) Tim inti dan sukarelawan penelitian Pakan Komplit 2006 yang telah membantu pelaksanaan penelitian, serta (5) Rekan-rekan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Fakultas Peternakan UNDIP yang telah memberikan dukungan sepenuhnya pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

BLAKELY,J. dan D.H.BADE. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh: BAMBANG SRIGANDONO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

FORBES,J.M. 1986. The Voluntary Food Intake of Farm Animals. Butterworths & Co. (Publishers) Ltd, London.

HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

HARYANTO, B. dan A. DJAJANEGARA. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. WODZICKA-TOMASZEWSKA, M., I.M. MASTIKA,A.DJAJANEGARA,S.GRADIER dan T.R. WIRADAYA (Eds.). Sebelas Maret University Press, Surakarta. hlm. 159 – 208. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

PURBOWATI,E.,C.M.S.LESTARI dan H.CAHYANTO. 1999. Penampilan produksi domba lokal pada sistem feedlot dengan berbagai aras ampas kecap dalam konsentrat. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 24(4): 154 – 161.

PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI. 2004. Feed cost per gain domba yang digemukkan secara feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan level konsentrat berbeda. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm. 169 – 174. PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI.

1996. Kinerja domba yang digemukkan secara feedlot dengan aras konsentrat dan pakan dasar berbeda. BPPS-UGM. 9(3B). hlm. 359 – 371. RANJHAN,S.K. 1981. Animal Nutrition in Tropics.

Second Revised Edition. Vikas Publishing House PVT LTD, New Delhi.

(8)

SARAGIH, B. 2000. Kebijakan pengembangan agribisnis di Indonesia berbasiskan bahan baku lokal. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 6 – 11.

SIREGAR,S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

STANTON, T.L. and .B. LEVALLEY. 2004. Lamb feedlot nutrition. CSU Cooperative Extension-Agriculture. Colorado State University Cooperative Extension, Colorado. pp. 1 – 8. STEEL, R.G.D. dan H. TORRIE. 1991. Prinsip dan

Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: B. SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

SUDARDJAT,D.S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan industri peternakan di Indonesia. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 12 – 15.

UMBERGER, S.H. 1997. Whole-grain diet for finishing lamb. Knowledge for the Common Wealth. Virginia Cooperative Extension, Virginia. hlm. 1 – 6.

UTOMO,R. 2004. Pengaruh penggunaan jerami padi terfermentasi sebagai bahan dasar pembuatan pakan komplit pada kinerja domba. Bull. Peternakan. 28(4): 162 – 170.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk reverse engineering atau mendesain ulang dari outer body mobil city car dengan cara pengolahan data digital dengan menggunakan sofware SOLIDWORK

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengembangkan perangkat boost converter yang berfungsi menaikkan tegangan keluaran panel surya menjadi tegangan keluaran

Bila dibandingkan berdasarkan konversi clan selcktivitas secara keseluruhan dari kedua katalis tersebut maka katalis Cu-Zn-Al2/y-Al 2 0 3 katalis dengan kandungan Cu

Bagi cabaran road relay ini pasukan AW – PSIS dibahagikan kepada 3 kumpulan kecil dengan setiap satu berkekuatan 4L dan 1P tidak termasuk anggota simpanan 2L dan 1P (Total

Gambar 5 adalah grafik Sum Square Error (SSE) proses learning Jaringan saraf tiruan (JST) yang digunakan pada sistem ini menggunakan jenis multi layer perceptron.. Lapisan

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, khususnya di Kantor Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, dengan menggunakan metode kepustakaan

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pilihan karier merupakanimplementasi dari konsep diri dan rangkaian pekejaan, jabatan dan kedudukan yang

Hal ini dapat ditunjukkan dengan menganalisis data berusaha agar tidak mengurangi makna simboliknya (Zuchdi, 1993: 53). Pada penelitian ini, inferensi dilakukan terlebih dahulu