K
onon Brian G Dyson, mantan CEO CocaCola pernah memberikan ilustrasi yang
menarik. Katanya “Bayangkan hidup
itu seperti pemain akrobat dengan lima bola di udara. Bola pertama pekerjaan, bola kedua keluarga, bola ketiga kesehatan, bola keempat sahabat serta bola kelima yakni semangat.
Lalu,
Anda harus menjaga
agar semua bola itu tetap di uda dan jangan sampai
ada yang jatuh
. Namun suatu saat, situasi mengharuskan Anda dan terpaksa harus melepaskan salah satu diantara lima bola tersebut. Kalau bisa, lepaskanlah pekerjaan karena pekerjaan adalah BOLA KARET. Pada saat Anda menjatuhkannya, suatu saat ia akan melambung kembali, namun 4 bola lain seperti: keluarga, kesehatan, sahabat dan semangat adalah BOLA KACA. Jika Anda menjatuhkannya, akibatnya pecah berantakan serta bisa sangat fatal !Ketika Harus
Memilih:
Keluarga
atau
Bahkan, lebih lanjut Brian Dyson menambahkan, “Pada kenyataannya, kita lebih menjaga
pekerjaan yang merupakan bola karet, bahkan kita mengorbankan keluarga, kesehatan, sahabat dan semangat demi menyelamatkan bola karet itu.
Demi uang atau
pekerjaan, kita sering mengabaikan keluarga.
Demi meraih sukses dalam pekerjaan, kita jadi workaholic dan tidak memperhatikan kesehatan.Bahkan demi uang atau pekerjaan, kita rela menghancurkan hubungan dengan sahabat yang telah kita bangun bertahun tahun.Ingatlah
, kalaupun kita kehilangan uang masih bisa dicari lagi, tapi jika keluarga yang hilang atau terjual, kemana kita akan membelinya?Uang hilang
masih bisa dicari, tapi apa kita bisa membeli sahabat?
Uang hilang masih bisa dicari, tapi apakah kita bisa memulihkan kesehatan kita secara normal jika sudah kena penyakit kritis? Karena uang pun tidak bisa untuk membeli kesehatan.Jagalah
prioritas hidup Anda tetap seimbang!
Memang tidak mudah tapi kalau kita menjalaninya dengan niat serta berusaha menempatkan keseimbangan sebagai prioritas maka mudah-mudahan hidup kita akan lebih baik lagi.Keluhan Klise:
Keluarga atau Kerja?
Kisah komentar Bola Kaca Brian g. Dyson yang terkenal tersebut, menjadi refleksi penting bagi kita untuk bicara soal bagaimana
menjaga kesimbangan antara
keluarga
dengan
pekerjaan.
Bayang kan, dalam dua minggu terakhir ini, saya menerima dua keluhan sekaligus dari dua eksekutif mantan peserta program
Kecerdasan emosional (eQ) yang menulis email kepada saya. Email pertama dari seorang
eksekutif, yang mengatakan begini “Dulu saya sering bekerja sampai tengah malam, baru
pulang. Waktu dengan keluarga menjadi sangat kurang dan itulah yang saya sesali. Di masa menjelang pensiun saya, anak sudah dewasa dan mereka sudah pergi, baru terasa bagaimana saya kehilangan mereka.”
Berikutnya, surat kedua ditulis oleh seorang Ibu, “Saya dilematis, Pak Anthony. Saya adalah
segelintir wanita yang bisa jadi manager puncak di perusahaan. Kadang ada banyak acara anak yang terpaksa saya tidak hadir. Performance piano-nya, serta dance anak saya. Bahkan, ambil rapor, dll pun seringkali saya wakilkan. Anak saya sampai protes bertanya, “Kenapa mama temannya bisa datang, dan mama tidak bisa”. Saya merasa dilemma sekali. Saya percaya sulit sebagai wanita untuk berhasil dalam mendidik keluarga kalau tidak mengorbankan karirnya. Atau sebaliknya.”
KetiKa Harus MeMiliH
Kalau kita perhatikan, sebenarnya pilihan kita bukan hanya saja soal: Keluarga atau Kerja? Tetapi, yang bikin sulit adalah adanya
4 pilihan
yang harus kita seimbangkan: Kerja,
Keluarga, teman serta Diri sendiri.
Masalahnya, ada yang bisa mengurusi keluarga dan pekerjaan dengan baik, tetapi kehilangan teman serta waktu untuk dirinya sendiri, dan sebaliknya. Namun, persoalannya seringkali disederhanakan menjadi pilihan antara kerja atau keluarga, yang biasa kita sebut dengan masalah work life balance.
Yang jelas pembaca, tatkala semua orang ditanya:
mana yang harus
diprioritaskan: keluarga ataukah kerja?
Nyatanya, hampir semuapekerja dan eksekutif yang ditanya akan menjawab: keluarga! Namun pada kenyataannya, tatkala ditelusuri lebih lanjut, antara jawaban dengan realitas sangat bertolak belakang. Dalam prakteknya, banyak eksekutif yang tetap saja memilih kerja. Menariknya, ketika ditelusurui penyebabnya, jawabannya adalah: masih perlu kejar setoran, merasa masih
muda, persoalan keluarga masih bisa menunggu sementara karir tidak bisa atau adanya ambisi pribadi.
2
1
enaM tips penting
Ingatlah prinsip
“Tidak ada sukses di dalam karir yang dapat mengejar
sebuah kegagalan di dalam keluarga. Tetapi kesuksesan dalam keluarga
dapat mengobati kegagalan seseorang dalam karirnya”
. Karena itulah, adaenam langkah penting yang bisa disarankan untk membuat kehidupan kita menjadi lebih seimbang.
Pertama, membuat
jadwal downtime
serta mencatatnya. Apakahdowntime itu? Dalam bahasa teknis, downtime adalah turun mesin. Semua yang mengerti
soal mesin, paham betapa pentingnya downtime
ini
karena itulah waktu untuk melakukan
pemeliharaan
. Nah, begitu pula dengan waktukeluarga, anggaplah itulah waktu downtime Anda.
Caranya?
Sebaiknya, sejak awal tahun Anda, waktunya sudah diblok dan disepakati untuk tidak diganggu gugat. Itulah waktu ulang tahun, waktu liburan penting yang tidak boleh Anda lewatkan. Ajarilahpersonal assistant Anda bahwa itu adalah waktu yang non-negotiable, tidak boleh diganggu gugat. Di sisi lain, jangan merasa terganggu dengan adanya waktu yang sudah diblok ini, tetapi pastikan Anda menunggu dan menyambut waktu ini dengan bahagia.
Kedua,
potonglah waktu
yang
tidak
produktif
di kantor.
Cobalah bayangkan betapabanyak waktu di kantor yang tidak produktif, yang seandainya bisa Anda hemat, waktunya bisa dipakai untuk keluarga. Nyatanya,
banyak orang bekerja
lama di kantor tetapi tidak produktif
karena banyaknya gangguan ini. Meetingyang bertele-tele ataupun gossip berjam-jam yang menghabiskan waktu, itulah contoh-contohnya. Karena itulah, Andalah yang harus
memperhatikan kembali jadwal
waktu
tersebut. Lihatlah mana yang kurang produktif dan beranilah untuk memotong5
4
3
Ketiga, kategorikan pekerjaan Anda dan kalau
bisa,
delegasikanlah
.
Yang jelas, sebenarnyakategori pekerjaan kita bisa dibagi menjadi a,B serta C.
A adalah kerjaan ang harus dikerjakan sendiri, B adalah pekerjaan yang boleh dikerjakan orang lain tapi risikonya
besar serta C pekerjaan yang bisa dikerjakan orang lain dan risikonya rendah. Belajarlah untuk percaya dan delegasikan pekerjaan kategori C, sehingga Anda bisa lebih fokus pada pekerjaan penting. Dengan demikian, Anda bisa punya waktu lebih banyak bagi keluarga.
Empat, jangan lupa untuk melakukan
asah gergaji.
Istilah ini pertamakali diperkenalkan oleh Stephen R. Covey, penulis buku Seven Habits. Intinya, semakin Anda ingin memotong banyak, semakin Anda harus mengasah diri Anda. Menariknya, ada hasil penelitian yang menunjukkan, “Karyawan yang meluangkan waktu untuk berolah
raga dan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan stresnya, memerlukan waktu lebih sedikit untuk menyelesaikan pekerjaannya”. Mengapa demikian? Salah
satu alasannya adalah karena mereka bisa lebih fokus dan lebih konsen dalam kerja. Karena itulah, janganlah meremehkan olah raga, meditasi, yoga atau kegiatan melepas stres di sela-sela kerutinan untuk menyegarkan diri Anda kembali.
Lima, hindarilah kebocoran
emosi
.
Apakah kebocoran emosi itu? Dalamprinsipnya,
kebocoran emosi terjadi pada saat kita membiarkan masalah
serta problem lain menggaggu hidup kita
. Itulah kebocoran emosi. Adalahsangat penting, saat kerja, kita betul-betul fokus pada kerjaan. Dengan demikan, waktu kita optimal untuk pekerjaan dan segera menyelesaikan pekerjaan kita. Ujung-ujungnya, akan ada waktu bagi kita untuk diberikan kepada keluarga.
© HR Excellency | 7
6
Dan akhirnya,keenam
, langkah terakhir yang saya sarankan adalahmenggunakan
berbagai cara
kreatif
untuk
menunjukkan
bagaimana kita
peduli
dan sayang dengan anggota keluarga kita
. Bahkan, saya ingat ada seorangeksekutif yang membuat diary komunikasi dengan anaknya setiap pagi. Ada pula seorang ibu manager yang komit setiap makan siang untuk menelepon anaknya. Bahkan, ada pula seorang direktur yang membuat papan tulis komunikasi keluarga yang isinya hal-hal positif. Dan masih banyak lagi ide penting. Intinya, di tenagah-tengah kesibkan tetaplah mencari cara untuk menunjukkan perhatian dan kasih sayang Anda. Jadi, ini bukan soal berapa lama waktu (kuantitas) yang kita kasih tetapi bagaimana kita memberikan “hati” kita kepada keluarga kita.
Singkat kata, keluarga tetap akan merasa diri
mereka diperhatikan selama “hati” kita tetap tetuju
pada mereka
. Sebaliknya, percuma punya waktu banyak dengan keluarga tetapihati kita tidak ada pada saat bersama-sama dengan mereka.
Anthony Dio Martin
Trainer, Inspirator, Penulis buku-buku Bestseller www.hrexcellency.com