• Tidak ada hasil yang ditemukan

ada, apakah bisa dikatakan nilai yang didapat sudah baik atau tidak, serta mengetahui indeks keandalan ditinjau dari sisi pelanggan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ada, apakah bisa dikatakan nilai yang didapat sudah baik atau tidak, serta mengetahui indeks keandalan ditinjau dari sisi pelanggan."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Analisa Keandalan Transformator Gardu Induk Wilayah

Surabaya Menggunakan Metode Monte Carlo

Agung Arief Prabowo

2207100058

Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email: agung.prabowo412@yahoo.com Abstrak : Pada tugas akhir ini, dilakukan

analisis keandalan transformator gardu induk Surabaya. Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah sebagai evaluasi bagi PT. PLN (Persero) Distribusi Surabaya dalam memperbaiki kinerja transformator gardu induk. Metode yang digunakan antara lain pengumpulan data, pengolahan data, serta penganalisisan keandalan transformator gardu induk. Adapun simulasi yang digunakan adalah simulasi metode Monte Carlo. Nilai yang didapat telah mencapai standart yang sudah diterapkan meskipun ada beberapa gardu induk yang tidak memenuhi standart, namun dapat diperbaiki dengan cara maintenance atau perawatan yang lebih baik. Maka dapat dikatakan bahwa keandalan dan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sudah baik dan bisa bersaing di dunia internasional.

Kata kunci: Keandalan, Gardu Induk, Monte Carlo.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan tenaga listrik semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini semakin meningkatnya taraf hidup masyarakat. Pada saat ini tenaga listrik telah menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh konsumen tenaga listrik. Dengan semakin pentingnya peranan tenaga listrik dalam kehidupan sehari-hari, maka kontinyuitas penyediaan tenaga listrik juga menjadi tuntutan yang semakin besardari konsumen tenaga listrik. Oleh karena hal tersebut, maka dituntut adanya suatu sistem tenaga listrik yang handal. Untuk mengetahui keandalan dalam distribusi tenaga listrik ke konsumen, maka perlu dihitung indeks keandalannya. Dengan menggunakan data kegagalan dalam transformator gardu induk, dapat dihitung indeks keandalan transformator gardu induk. Adapun metode yang digunakan untuk mengolah data adalah metode Simulasi Monte Carlo. Dari hasil simulasi, nantinya akan diperoleh indeks keandalan transformator gardu induk.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang ada adalah bagaimana menganalisa transformator gardu induk wilayah Surabaya, serta menentukan indeks keandalan dari sisi pelanggan.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisa keandalan transformator gardu induk Surabaya dan kemudian membandingkannya dengan standar PLN yang telah

ada, apakah bisa dikatakan nilai yang didapat sudah baik atau tidak, serta mengetahui indeks keandalan ditinjau dari sisi pelanggan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Tenaga Listrik

Daya listrik yang dihasilkan pada pembangkit tenaga listrik harus mengalami beberapa tahap pendistribusian sebelum daya digunakan oleh konsumen. Pembangkitan dan pendistribusian daya dari pusat pembangkit memungkinkan daya dihasilkan pada satu lokasi untuk penggunaan setiap saat pada lokasi lain yang jauh. Karena berbagai persoalan teknis, tenaga listrik hanya dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu saja, sedangkan konsumen tenaga listrik tersebar di berbagai tempat[1]. Dalam transmisi tenaga listrik dari tempat dibangkitkan sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penaganan teknis. Transmisi daya listrik dalam jumlah sangat besar melalui jarak yang sangat jauh paling efisien menggunakan tegangan tinggi. Tegangan tinggi digunakan pada saluran transmisi untuk mengurangi rugi daya dalam saluran transmisi. Adapun skema sistem tenaga listrik dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Sistem Tenaga Listrik

2.2 Gardu Induk

Gardu Induk merupakan sub sistem dari sistem penyaluran (transmisi) tenaga listrik, atau merupakan satu kesatuan dari system penyaluran (transmisi). Penyaluran (transmisi) merupakan sub sistem dari sistem tenaga listrik. Berarti, gardu induk merupakan sub-sub sistem dari sistem tenaga listrik. Sebagai sub sistem dari sistem penyaluran (transmisi), gardu induk mempunyai peranan penting, dalam pengoperasiannya tidak dapat dipisahkan dari sistem penyaluran (transmisi) secara keseluruhan. Dalam pembahasan ini difokuskan pada masalah gardu induk yang pada umumnya terpasang di Indonesia, pembahasannya

(2)

2 bersifat praktis (terapan) sesuai konsttruksi yang

terpasang di lapangan.

Fungsi gardu induk antara lain mentransformasikan listrik dari tegangan ekstra tinggi ke tegangan tinggi (500 KV/150 KV), dari tegangan tinggi ke tegangan yang lebih rendah (150 KV/ 70 KV), dari tegangan tinggi ke tegangan menengah (150 KV/ 20 KV, 70 KV/20 KV), dengan frequensi tetap (di Indonesia 50 Hertz), untuk pengukuran, pengawasan operasi serta pengamanan dari system tenaga listrik, pengaturan pelayanan beban ke gardu induk-gardu induk lain melalui tegangan tinggi dan ke gardu distribusi-gardu distribusi, setelah melalui proses penurunan tegangan melalui penyulang-penyulang (feeder- feeder) tegangan menengah yang ada di gardu induk, untuk sarana telekomunikasi (pada umumnya untuk internal PLN), yang kita kenal dengan istilah SCADA.

Gambar 2 Gardu Induk

2.3 Keandalan Sistem Tenaga Listrik

Salah satu ekspresi matematis dari indeks keandalan (dengan distribusi eksponensial) adalah:

𝑅 𝑡 = −𝑒𝜆𝑡 (1)

Indeks keandalan sistem/ komponen R(t) memiliki rentang nilai 0 sampai 1 yang tidak lain adalah peluang sistem untuk tidak akan gagal. Sementara itu parameter kondisi operasi diwakili oleh nilai λ (laju kegagalan atau failure rate) yang memiliki nilai yang berbeda (sekalipun pada komponen sejenis) tergantung pada kondisi operasi tersebut.

Banyak faktor yang harus diketahui dan dihitung sebelum akhirnya melakukan perhitungan analisa keandalan, faktor-faktor tersebut adalah: MTTF, MTTR, Laju Kegagalan, Laju Perbaikan, Ketersediaan, Kurva bak mandi, dan distribusi eksponensial.

Mean Time To Failure (MTTF) adalah waktu

rata-rata kegagalan yang terjadi selama beroperasinya suatu sistem, dapat dirumuskan:

MTTF=𝐓𝟏+𝐓𝟐+𝐓𝟑+⋯+𝐓𝐧𝐧 (2)

dimana: T=waktu operasi (up time) n=jumlah kegagalan

Dari data yang telah didapat maka dilakukan perhitungan MTTF tiap penyulang untuk tiap tahunnya. Dari hasil yang akan didapat, diharapkan kita akan bisa menentukan apakah kinerja masing-masing penyulang tersebut bisa dikatakan bagus atau tidak, satuan MTTF adalah hari.

Mean Time To Repair (MTTR) adalah waktu

rata-rata yang diperlukan untuk melakukan perbaikan terhadap terjadinya kegagalan suatu sistem yang dapat dirumuskan:

MTTR=𝐋𝟏+𝐋𝟐+𝐋𝟑+⋯+𝐋𝐧

𝐧 (3)

dimana: L=waktu perbaikan (down time) n=jumlah perbaikan

Sama seperti sebelumnya, dari hasil yang telah didapat, dilakukan perhitungan MTTR tiap penyulang untuk tiap tahunnya.

Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah kinerja dari masing-masing penyulang dalam memulihkan (recovery) dari keadaan gagal bekerja sampai beroperasi kembali. Dari hasil yang didapat bisa terlihat apakah kerusakan atau gangguan-gangguan pada penyulang tersebut bisa ditangani dengan cepat atau tidak.

Laju kegagalan atau hazard rate adalah frekuensi suatu sistem/komponen gagal bekerja, biasanya dilambangkan dengan λ (lambda), laju kegagalan dari suatu sistem biasanya tergantung dari waktu tertentu selama sistem tersebut bekerja. Sebagai contoh laju kegagalan dari suatu mobil pada tahun ke-5 beroperasi akan lebih besar berkali-kali lipat bila dibandingkan dengan laju kegagalan pada tahun pertama beroperasi. Rumus laju kegagalan:

λ = 𝟏

𝑴𝑻𝑻𝑭 (4)

Semakin besar nilai λ maka semakin jelek keandalan suatu sistem/komponen tersebut. Laju perbaikan atau Downtime rate adalah frekuensi lamanya suatu sistem/komponen dalam masa perbaikan (kondisi OFF). Rumus laju perbaikan:

µ= 𝟏

𝑴𝑻𝑻𝑹 (5)

Jadi semakin besar nilai µ maka semakin cepat pula waktu perbaikannya yang berarti semakin bagus nilai keandalan suatu sistem tersebut.

Ketersediaan atau Availability didefinisikan sebagai proporsi waktu dimana sistem dalam keadaan siap beroperasi. Nilai dari availability sistem bergantung pada frekuensi komponen-komponen sistem yang gagal bekerja (laju kegagalan) dan lama perbaikan dari komponen yang rusak hingga sistem berfungsi kembali (laju perbaikan).

(3)

3 𝑨 = µ µ+𝝀 (6) dengan: A = Ketersediaan µ = laju perbaikan λ = laju kegagalan

2.4 Simulasi Monte Carlo

Penggunaan metode Monte Carlo memerlukan sejumlah besar bilangan acak, dan hal tersebut semakin mudah dengan perkembangan pembangkit bilangan pseudoacak, yang jauh lebih cepat dan praktis dibandingkan dengan metode sebelumnya yang menggunakan tabel bilangan acak untuk sampling statistic.

Metode evaluasi secara analitis sangat dimungkinkan untuk sistem dengan konfigurasi yang sederhana. Untuk sistem yang kompleks,

Bridges(1974) menyarankan untuk menggunakan

teknik simulasi yang dikenal dengan Simulasi Monte Carlo[7]. Simulasi Monte Carlo terdiri dari sebuah model matematis yang diset di dalam program komputer dan dengan menggunakan random sampling dari distribusi kegagalan dan distribusi reparasi dari masing-masing komponen yang ada dalam sistem,

reliability, dan avaibility dari sistem dapat diprediksi.

Random sampling ini kemudian dimanfaatkan untuk melakukan penilaian reliability dan avaibility atau parameter lain yang dikehendaki.

Keuntungan dan kekurangan teknik simulasi bila dibandingkan dengan teknik analitis adalah sebagai berikut[9]:

(1) Waktu yang diperlukan untuk solusi secara analitis umumnya relatif lebih singkat sedangkan simulasi relative lebih lama. Hal ini tidak menjadi masalah untuk simulasi yang dilakukan dengan komputer yang mempunyai kecepatan dan memori yang lebih besar.

(2) Pemodelan secara analitis akan selalu memberikan hasil numerik yang sama untuk sistem, model, dan satu set data yang sama, sedangkan hasil dari simulasi tergantung dari random number generator yang dipakai dan jumlah simulasi yang dilakukan. Hasil dari pendekatan secara analitis yang konsisten membangkitkan keyakinan bagi user tetapi mungkin juga menjadi tidak realistik. (3) Model yang dipergunakan untuk pendekatan

secara analitis biasanya merupakan penyederhanaan dari sebuah sistem, dan terkadang terlalu disederhanakan sehingga menjadi tidak realistik. Sedangkan teknik simulasi dapat melibatkan dan menyimulasikan semua karakteristik sistem yang diketahui.

3. METODE SIMULASI MONTE CARLO

DALAM ANALISA KEANDALAN

TRANSFORMATOR GARDU INDUK

3.1 Parameter Distribusi Keandalan

Parameter-parameter yang dipergunakan dalam evaluasi keandalan adalah parameter-parameter distribusi peluang. Nilai dari parameter-parameter ini sangat tergantung pada waktu kegagalan, waktu perawatan dan sebagainya. Dengan kata lain, komponen-komponen di dalam sistem akan gagal tidak pada waktu yang sama, dan juga akan diperbaiki tidak pada waktu yang sama pula. Dengan demikian maka time to failure (TTF) komponen pun akan berbeda satu sama lain. Perbedaan TTF ini akan mempengaruhi karakter sebaran data kegagalannya yang direpresentasikan dengan perbedaan nilai parameter distribusinya. TTF komponen tertentu mungkin diwakili oleh distribusi peluang yang sama, namun memiliki nilai parameter yang berbeda. TTF komponen juga sangat mungkin diwakili oleh jenis distribusi yang berbeda, sehingga parameter yang mewakili masing-masing distribusi tersebut juga berbeda[9].

Komponen yang TTF-nya diwakili oleh distribusi Weibull akan memiliki jenis parameter distribusi β (shape parameter), γ (location parameter) dan ɳ (scale parameter). Sementara itu TTF yang terdistribusi eksponensial akan diwakili oleh jenis parameter distribusi λ (failure rate) dan TTF yang terdistribusi normal akan diwakili oleh jenis parameter σ (standard

deviation) dan µ (mean). Adapun distribusi yang

sering digunakan dalam evaluasi keandalan adalah distribusi exponensial. Dimana kegagalan yang terjadi secara random akan mengikuti model distribusi ini. Umumnya umur dari komponen atau sistem mengikuti distribusi exponensial. Ini juga merupakan distribusi yang paling mudah untuk dianalisa secara statistic.

Parameter yang digunakan dalam distribusi exponensial adalah:

𝑅(𝑡) = exp⁡

[− 𝜆𝑑𝑡] = 𝑒

𝑡 −𝜆𝑡

0

, 𝑡 ≥ 0 (7)

Adapun untuk menghitung parameter MTTF (mean time to failure):

𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝑒

∞ −𝜆𝑡 0

𝑑𝑡 =

𝑒−𝜆𝑡 −𝜆

=

1 𝜆 (8)

Periode sistem berada pada kondisi up state disebut dengan time to failure (TTF) atau failure time (FT). Periode sistem berada dalam down state disebut dengan time to repair (TTR) atau time to replace (TTR). Proses transisi dari up state ke down state disebut dengan failure process.

Prosedur standar dalam evaluasi keandalan sistem adalah degan menguraikan sistem menjadi gabungan beberapa bagian hirarki di bawahnya dalam satu model jaringan, melakukan estimasi keandalan untuk masing-masing bagian hirarki tersebut dan selanjutnya

(4)

4 menggabungkannya kembali ke dalam sistem dengan

metode numeric tertentu. Seberapa jauh sistem diuraikan menjadi hirarki di bawahnya sangat tergantung pada kemampuan dan dukungan dari hirarki tersebut untuk bisa dihitung keandalannya. Ada kalanya sistem akan diuraikan hingga ke tingkat komponennya ataupun cukup hanya sampai tigkat subsistem.

3.2 Konsep Umum Permodelan

Ekspresi probabilitas batas keadaan dapat diterapakan tanpa memandang apakah sistem berawal dari keadaan beroperasi atau berawal dari keadaan gagal. Salah satu karakteristik distribusi eksponensial adalah MTTF (mean time to failure) dari distribusi ini dapat dihitung langsung dari MTTF = 1/λ. Dengan demikian MTTR (mean time to repair) = 1/μ.

𝑺𝑨𝑰𝑭𝑰 =∑𝝀𝒌𝑴𝒌

∑𝑴 (9)

dengan:

λ

k

= laju kegagalan saluran

M

k

= jumlah pelanggan pada saluran k

M = total pelanggan pada sistem

SAIDI (Sistem Average Interruption Duration

Index) adalah indeks keandalan hasil pengukuran

durasi gangguan sistem rata-rata tiap tahun. Indeks ini berisi tentang frekuensi gangguan permanent rata-rata tiap konsumen dalam suatu area yang dievaluasi.

𝑺𝑨𝑰𝑫𝑰 =∑µ𝒌𝑴𝒌

∑𝑴 (10)

dengan:

µ

k

= laju perbaikan saluran

M

k

= jumlah pelanggan pada saluran k

M = total pelanggan pada sistem

CAIDI (Customer Average Interruption Duration

Index) adalah indeks keandalan hasil pengukuran dari

durasi gangguan konsumen rata-rata tiap tahun. Indeks ini berisi tentang waktu rata-rata untuk penor malan kembali gangguan tiap-tiap konsumen dalam satu tahun

𝑪𝑨𝑰𝑫𝑰 =𝑺𝑨𝑰𝑫𝑰

𝑺𝑨𝑰𝑭𝑰 (11) 4. SIMULASI DAN ANALISA

4.1 MTTF dan MTTR Tiap Gardu Induk Selama 7 Tahun

Dalam analisa keandalan dibutuhkan perhitungan untuk jangka waktu yang cukup panjang (> 1 tahun), hal ini bertujuan untuk mendapatkan keakuratan hasil analisis. Pada tugas akhir ini didapatkan data hingga 7 tahun (2003-2009), yang bila dihitung MTTF dan MTTR dengan metode perhitungan yang sama dengan metode perhitungan selama 1 tahun akan didapat hasil sebagai berikut

Tabel 1 Nilai MTTF dan MTTR tahun 2003-2009

Wilayah Surabaya Selatan

Gardu Induk (GI) Transformator MTTF (Hari) MTTR (Menit) Waru I n/a n/a II 300 20,6 III 150,8333 184,8 IV 289,42 504,1 V 233 101,772 VI 100,1 206,86 VII 550,333 31,53 Sukolilo I 55 277,92 II 176,86 547,38 III 73,14 122,4 Rungkut I 25,11 50,053 II 99,375 189,86 III 83,9375 196,19 IV x x V 88,25 97,98

Ngagel I n/a n/a

II 118,46 13,12

Darmo Grande I 121 33,076

II 477,67 12,653

Wonokromo I 151,75 237,82

II n/a n/a

dimana: x = tidak ada gangguan

n/a = hanya terjadi 1 kali gangguan

Tabel 2 Nilai MTTF dan MTTR tahun 2003-2009

Wilayah Surabaya Selatan dan Barat

Gardu Induk (GI) Transformator MTTF (Hari) MTTR (Menit) Ujung I x x II 134,44 13,42 Kenjeran I 212 19,5 II 203,8 20,446 Krembangan I 78,47 163,35 II 43,46 97,95 Kupang I 165 400,32 Sawahan I 134,83 57,29 II 47 125,66 Simpang I 388,8 239,93 II n/a n/a Tandes I 226,25 33,72 II n/a n/a III 78,8 22,14 IV n/a n/a

Undaan I n/a n/a

Babadan I 154,86 47,57

II n/a 16

Ispatindo I x x

II n/a n/a

Ujung I x x

dimana: x = tidak ada gangguan

(5)

5

4.2 Indeks Keandalan dari Sisi Pelanggan

Berikut ini adalah daftar perbandingan antara WCS GAP Analysis dengan gardu induk area Surabaya.

Tabel 3 Perbandingan antara WCS dengan gardu

induk wilayah Surabaya Selatan

SAIFI SAIDI WCS 3 100 GI Waru 1,71 36,09 GI Sukolilo 2,70 113,36 GI Ngagel 2,29 4,52 GI Rungkut 3,58 58,32 GI Darmo Grande 1,74 3,01 GI Wonokromo 2,04 50,77

Tabel 4 Perbandingan antara WCS dengan gardu

induk wilayah Surabaya Utara dan Barat

SAIFI SAIDI GI Tandes 1,54 4,97 GI Ujung 2,11 3,97 GI Kenjeran 1,64 3,56 GI Krembangan 3,70 82,79 GI Kupang 1,96 74,28 GI Sawahan 3,43 77,34 GI Simpang 1,07 14,73 GI Babadan 1,93 10,49

Gambar 3 Hasil Simulasi Monte Carlo (SAIFI Waru)

Gambar 4 Hasil Simulasi Monte Carlo (SAIDI Waru)

5.PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai Mean Time To Failure (MTTF) terkecil selama 7 tahun untuk adalah 25,11 hari (GI Rungkut Transformator I) dan nilai MTTF terbesar adalah 550,33 hari (GI Waru Transformator VII) serta nilai rata-ratanya adalah 13,55 hari. Dari hasil tersebut nampak bahwa transformator yang mempunyai nilai performa yang lebih baik bila dibandingkan dengan gardu induk lainnya adalah GI Waru Transformator VII. 2. Nilai SAIFI untuk WCS adalah 3, sedangkan nilai

SAIDI untuk WCS adalah 100. Gardu induk yang memiliki indeks keandalan pelanggan diluar standart adalah GI Sukolilo (SAIDI=113,36), GI Rungkut (SAIFI=3,58), GI Krembangan (SAIFI=3,70), GI Sawahan (SAIFI=3,43). Untuk perbaikannya digunakan parameter angka yang dipilih secara bebas agar dapat menemukan hasil yang baik. Sedangkan pada kenyataannya, untuk memperbaiki MTTF atau MTTR yaitu dengan cara maintenance atau perawatan yang lebih baik pada peralatan transformator gardu induk.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian lebih lanjut tentang keandalan sistem distribusi, perlu dilibatkan berbagai analisa lainnya, seperti cost analysis, management analysis maupun maintenance analysis.

2. Untuk melengkapi wacana penelitian tentang keandalan distribusi, dapat dilakukan pengembangan untuk daerah lain yang memiliki karakteristik jaringan dan beban yang berbeda-beda, baik di PT. PLN (Persero) di Gardu Induk Surabaya maupun di seluruh Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Artana, Ketut Buda, Diktat Kuliah: Kuliah

Keandalan1-Pendahuluan - FTK ITS, Surabaya.

[2] Artana, Ketut Buda, Diktat Kuliah: Statistika

Rekayasa-Distribusi Peluang – FTK ITS,

Surabaya.

[3] Endrenyi, J., “Reliability Modeling in Electric Power Systems”, John Wiley & Sons Ltd., Toronto, Ch. 2, 1980.

[4] Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M.Eng, “Pembangkitan dan Manajemen Energi Listrik”, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2009.

[5] L. Goel and R. Billinton, “Monte Carlo

Simulation Applied to Distribution Feeder Reliability Evaluation”, Electr. Power Syst. Rrs.

29 193-202, 1994.

[6] Marsudi, Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga

(6)

6 Selatan, 1990.

[7] Moubray, John, “Reliability Centered Maintenance”, Industrial Press, New York, 1997 [8] Rausand, M. and Hoyland, A., “System

Reliability Theory; Models, Statistical methods, and Applications”, John Wuiley & Sons, New

York, 2004.

[9] X. Liang and L. Goel, “Distribution System Reliability Evaluation using the Monte Carlo Simulation Method”, ELSEVIER. Electric Power

Systems Research, 40 75-83, 1997.

RIWAYAT HIDUP

Agung Arief Prabowo

dilahirkan di Surabaya, 4 Desember 1989. Penulis adalah putra terakhir dari dua bersaudara dari pasangan Didiek Harijanto dan Endang Sri Hastuti. Penulis menempuh jenjang pendidikan di SD Hang Tuah VIII Surabaya selama enam tahun. Penulis meneruskan pendidikan ke jenjang selanjutnya di SLTP Negeri 1 Surabaya selama tiga tahun serta SMA Negeri 1 Surabaya selama tiga tahun hingga lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke Jurusan Teknik Elektro FTI ITS dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Divisi Kewirausahaan Teknik Elektro ITS sebagai Komisi Disiplin pada kepengurusan tahun 2008-2009. Penulis dapat dihubungi melalui telp: 081330133003 atau email: agung.prabowo412@yahoo.com

Gambar

Gambar 1 Sistem Tenaga Listrik
Gambar 2 Gardu Induk
Tabel 1 Nilai MTTF dan  MTTR tahun 2003-2009
Tabel  3  Perbandingan  antara  WCS  dengan  gardu  induk wilayah Surabaya Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penyaluran listrik tegangan tinggi ini, mulai dari pusat pembangkit akan terjadi rugi-rugi pada saluran transmisi dan saluran distribusi hingga ke gardu induk

Daya dari 4 blok pembangkit tersebut disalurkan menuju Transformator 3 lalu masuk ke sistem 150 kV setelah itu daya listrik masuk ke Gardu Induk Nusa Dua untuk membantu suplai

Tegangan pada jaringan distribusi primer umumnya adalah 20 kV setelah diturunkan dari 150 kV melalui jaringan Transmisi di gardu induk (GI). Jaringan distribusi primer

Dari pusat pembangkit ke Gardu Induk dan dari Gardu Induk ke Gardu Induk lain energi listrik disalurkan melalui saluran udara tegangan tinggi (SUTT) atau saluran kabel

Gardu induk adalah suatu instalasi yang terdiri dari peralatan listrik yang berfungsi untuk mentransfer tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke tegangan

Listrik yang berasal dari saluran transmisi dengan tegangan Tinggi atau Ekstra Tinggi, pada pada gardu induk diubah menjadi tegangan menengah atau tegangan

b) Untuk pengukuran, pengawasan operasi serta pengamanan dari sistem tenaga listrik. c) Pengaturan pelayanan beban ke gardu induk-gardu induk lain melalui tegangan