• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NGAWI,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Ngawi dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

c. bahwa strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi Tahun 2010 - 2030.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

(2)

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49);

9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

11. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

15. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

(3)

16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

17. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132);

18. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkereta-apian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 );

19. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723 );

20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

21. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69 );

22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

23. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4);

24. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96);

25. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059);

26. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149) ;

27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

(4)

30. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

(5)

42. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Pereturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5019);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;

49. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

51. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/M.KOMINFO/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi;

52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

54. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

55. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri;

56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1);

(6)

57. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan Ruang pada Kawasan PengendalianKetat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur; 58. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014. Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI dan

BUPATI NGAWI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Ngawi.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Ngawi. 3. Bupati adalah Bupati Ngawi.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

(7)

12. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat.

13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

15. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan pan penetapan rencana tata ruang.

16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan program beserta pembiayaannya.

17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

18. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Ngawi.

20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

21. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.

22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

24. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegitaan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

26. Kawasan perkotaan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

27. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

28. Kawasan perikanan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

29. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk melindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

(8)

30. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

31. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

32. Kawasan strategis Daerah adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

34. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

35. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

36. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

37. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

38. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

39. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

40. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang. 41. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat,

korporasi, dan/ atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

42. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

43. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di wilayah kabupaten.

(9)

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini mencakup tujuan, kebijakan, strategi, struktur dan pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi ruang daratan, dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan.

(2) Ruang Lingkup dan muatan RTRW mencakup :

a. Visi, Misi dan Azas dan Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten. b. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten. c. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten;

d. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten; e. Penetapan kawasan strategis Kabupaten; f. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten;

g. Ketetentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten; h. Hak, Kewajiban, Peran masyarakat dan Kelembagaan.

BAB III

VISI, MISI, AZAS DAN SASARAN PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Pertama

Visi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 3

Visi penataan ruang wilayah Kabupaten adalah Terwujudnya Tata Ruang Kabupaten yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan bertumpu pada potensi pertanian, industri dan perdagangan yang maju dan berkelanjutan.

Bagian Kedua

Misi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 4 Misi penataan ruang Kabupaten adalah:

a. mengembangkan tata ruang yang dapat mendukung integrasi usaha dalam rangka optimalisasi pemberdayaan potensi pertanian, industri dan perdagangan secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk struktur ruang dan pola ruang serta kawasan strategis yang didukung oleh fasilitas, sarana dan prasarana pendukung yang merata di seluruh wilayah sesuai dengan kebutuhan setiap kawasan.

(10)

b. mengembangkan struktur ruang dan pola ruang yang dapat mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui kemudahan mendapatkan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang maju dan berkualitas.

c. mewujudkan pola ruang wilayah yang seimbang antara kawasan lindung dan budidaya sesuai dengan daya dukung wilayah.

d. mewujudkan tata ruang wilayah yang unggul di bidang agraris.

e. mewujudkan tata ruang wilayah yang memiliki infrastruktur yang baik yang mendukung pengembangan agraris.

Bagian Ketiga

Azas Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 5 Azas penataan ruang wilayah Kabupaten adalah:

a. keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan; c. keberlanjutan;

d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e. keterbukaan;

f. kebersamaan dan kemitraan; g. perlindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; dan i. akuntabilitas.

Bagian Keempat

Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 6 Sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, adalah:

a. terkendalinya pembangunan di wilayah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian;

b. terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; c. tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan yang mendukung

pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; d. terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha yang mendukung pengembangan pertanian

wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; dan

e. terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan yang mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian.

(11)

BAB IV

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 7

Tujuan penataan ruang kabupaten adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten sebagai lumbung pertanian Jawa – Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan.

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 8

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan dengan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan perkotaan secara keseluruhan;

b. pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah;

c. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan;

d. pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial;

e. peningkatan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan; dan f. pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan

resiko bencana.

Bagian Ketiga

Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 9

(1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditetapkan dengan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Strategi peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan perkotaan secara keseluruhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, meliputi:

a. mengembangkan perkotaan utama Kabupaten Ngawi sebagai Pusat Kegiatan Lokal di Perkotaan Ngawi dengan penetapan kawasan primer, sekunder satu, sekunder dua, sekunder tiga, perumahan dan persil.

(12)

b. mendorong dan mempersiapkan Perkotaan Ngawi sebagai perkotaan yang menunjang perkembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba);

c. mendorong pengembangan Perkotaan Ngrambe sebagai perkotaan dengan fungsi utama transportasi dan Agropolitan; dan

d. mendorong pengembangan Perkotaan Bringin sebagai perkotaan dengan fungsi utama Perikanan.

(3) Strategi pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b, meliputi :

a. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah secara berhirarki dan merata; dan b. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah yang mendorong interaksi kegiatan antar

wilayah pengembangan, mendorong pemerataan pembangunan, mengembangkan potensi pariwisata dan memudahkan pergerakan serta distribusi hasil produksi.

(4) Strategi penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c , meliputi:

a. meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai produktivitas pertanian; b. melakukan pemberian insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan; dan

c. mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan sebagai pertanian pangan berkelanjutan.

(5) Strategi pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) huruf d, meliputi :

a. mengembangkan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan pemasaran; b. menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada

Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama (KTU) sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa – desa disekitarnya dan desa – desa di Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal;

c. menetapkan prioritas pengembangan kawsasan perikanan dengan mengarahkan pada Kecamatan Bringin sebagai Kota Perikanan Utama sedangkan untuk Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa – desa disekitarnya;

d. meningkatkan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan pemerintah; dan e. mengembangkan sistem informasi dan teknologi pertanian berupa Balai Pengkajian Penerapan

Teknologi Pertanian (BP2TP) di Kecamatan Ngrambe (sebagai Kota Tani Utama).

(6) Strategi penetapan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e, meliputi :

a. mengembangkan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan yang terletak di kawasan pegunungan untuk hutan produksi, perkebunan dan hortikultura, sedangkan perdesaan di dataran rendah untuk pertanian tanaman pangan;

b. meningkatkan nilai tambah produk pertanian dengan pengolahan hasil; c. mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah; dan

(13)

d. mengembangkan fasilitas sentra produksi pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ngrambe dan Kecamatan Bringin.

(7) Strategi pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan resiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f, meliputi :

a. mengendalikan secara ketat kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung;

b. mengefektifkan pengelolaan kawasan budidaya melalui pendekatan kajian lingkungan hidup berdasarkan daya dukung dan daya tampung;

c. menghindari pengembangan kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, banjir dan longsor;

d. mengembangkan sistem peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana alam; e. mengembangkan bangunan tahan gempa pada daerah terindikasi rawan gempa; dan f. menetapkan jalur evakuasi pada setiap kawasan bencana.

BAB V

STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Pertama Umum

Pasal 10

Struktur ruang wilayah diwujudkan berdasarkan rencana sistem pusat pelayanan dan rencana sistem prasarana wilayah.

Bagian Kedua

Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Pasal 11

Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 terdiri atas rencana pengembangan sistem perdesaan dan rencana pengembangan sistem perkotaan.

Pasal 12

Penetapan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan meliputi 90 (sembilan puluh) kawasan perkotaan dan 127 (seratus dua puluh tujuh) kawasan perdesaan.

Pasal 13

Rencana pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 terdiri atas :

a. pengembangan kawasan perdesaan sesuai potensi masing-masing kawasan yang dihubungkan dengan pusat kegiatan pada setiap kawasan perdesaan; dan

(14)

Pasal 14

Rencana pengembangan pusat desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf b, meliputi :

a. pembentukan pusat pelayanan permukiman perdesaan pada tingkat dusun terutama pada permukiman perdesaan yang berbentuk cluster;

b. pengembangan pusat kawasan perdesaan secara mandiri;

c. pengembangan kawasan perdesaan potensial secara ekonomi melalui desa pusat pertumbuhan; dan d. meningkatkan interaksi antara pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan secara berjenjang.

Pasal 15

Rencana pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, terdiri atas : a. Rencana hierarki sistem perkotaan; dan

b. Rencana fungsi pelayanan dan pengembangan perkotaan. Pasal 16

(1) Rencana hierarki sistem perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, meliputi : a. penetapan PKL adalah perkotaan Ngawi;

b. penetapan PKLp adalah perkotaan Karangjati, Widodaren dan Ngrambe;

c. penetapan PPK adalah perkotaan Karanganyar, Pitu, Kasreman, Bringin, Padas, Pangkur, Kwadungan, Geneng, Gerih, Kendal, Jogorogo, Sine, Kedunggalar, Paron dan Mantingan; dan d. penetapan PPL adalah masing-masing pusat desa.

(2) Rencana fungsi pelayanan dan pengembangan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b meliputi:

a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Ngawi, mempunyai wilayah pelayanan dari Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) Karangjati, Widodaren dan Ngrambe serta melayani wilayah Kecamatan Geneng, Paron, Kwadungan dan Gerih, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan dan ibukota Kabupaten meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, Perikanan dan Perhubungan;

b. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Karangjati, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan Padas, Bringin, Pangkur dan Kasreman, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, Perikanan dan Peternakan;

c. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Widodaren, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan Kedunggalar, Pitu, Mantingan dan Karanganyar, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan meliputi Perindustrian, Pertanian, Pariwisata, dan Peternakan;

d. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Ngrambe, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan Jogorogo, Kendal dan Sine, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan dan Pariwisata; dan

e. Pelayanan Kawasan (PPK), mempunyai wilayah pelayanan desa-desa di dalam wilayah kecamatan tersebut, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan kecamatan meliputi

(15)

fasilitas kesehatan Puskesmas, Pasar, Perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan SMU/SMK, kantor kecamatan, lapangan olahraga skala kecamatan, dan pusat pemasaran dan industri pengolahan komoditi unggulan setiap kecamatan.

Bagian Ketiga

Rencana Sistem Prasarana Wilayah

Pasal 17

Rencana sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, terdiri atas : a. rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi;

b. rencana sistem jaringan prasarana energi; c. rencana sistem jaringan telekomunikasi; d. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan e. rencana sistem jaringan prasarana lingkungan.

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 18

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, adalah sistem jaringan prasarana transportasi darat yang meliputi jaringan jalan dan jaringan kereta api.

(2) Sistem jaringan transportasi udara di wilayah udara Kabupaten merupakan bagian teritotrial dari wilayah pertahanan udara Republik Indonesia sehingga tertutup untuk transportasi

Pasal 19

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) meliputi sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, kelas jalan, prasarana terminal penumpang dan barang, serta angkutan massal perkotaan.

(2) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan.

(4) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.

(5) Rencana pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional jalan bebas hambatan, jalan nasional bukan jalan bebas hambatan, jalan provinsi, jalan lintas Kabupaten dan jalan lingkar.

Pasal 20

(1) Jalan nasional yang dikembangkan sebagai jalan arteri primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), meliputi ruas jalan Mantingan – Batas Kota Ngawi, Jalan Gubernur

(16)

Suryo, Jalan PB. Sudirman, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Sukowati, Jalan Batas Kota Ngawi – Batas Kab. Madiun.

(2) Jalan nasional yang dikembangkan sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), meliputi ruas jalan A. Yani, Jalan Klitik – Banyakan, Jalan Lombok, Jalan Batas Kota Ngawi – Batas Kab. Magetan. Selain itu juga jalan Padangan – Batas Kab. Ngawi, Batas Kab. Bojonegoro – Batas Kota Ngawi dan Jalan Raya Padangan.

(3) Jalan kabupaten yang dikembangkan sebagai jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (3)dan ayat (4), meliputi :

a. jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan dan menghubungkan sistem perkotaan; b. rencana pengembangan jalan lingkar (ring road) utara ngawi;

c. jalan-jalan utama yang menghubungkan antara jalan lingkar (ring road), jalan arteri primer dan jalan kolektor primer dengan jalan-jalan yang menghubungkan sistem perkotaan;

d. rencana pengembangan jalan lokal primer yang berfungsi sebagai jalan lintas strategis kabupaten dan jalan penghubung antar kabupaten, meliputi :

1) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Bojonegoro. 2) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Blora. 3) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Grobogan. 4) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Karanganyar.

(4) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5), meliputi ruas jalan bebas hambatan Solo – Mantingan - Ngawi dan Ngawi – Kertosono.

(5) Mengendalikan secara ketat pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan fungsi ruang di sepanjang jalan arteri primer.

(6) Rencana pengembangan terminal penumpang, meliputi:

a. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal Tipe C, di Ngrambe, Geneng, Karangjati dan Gendingan;

b. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal barang di Kecamatan Ngawi, Mantingan dan Karangjati;

c. memelihara dan meningkatkan pelayanan Terminal Kertonegoro Tipe A di tepi jalan lingkar Kecamatan Ngawi; dan

d. peningkatan infrastruktur pendukung pelayanan terminal yang memadai. (7) Rencana pengembangan terminal barang, meliputi:

a. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal barang di Kecamatan Ngawi, Mantingan dan Karangjati;

b. peningkatan infrastruktur pendukung pelayanan terminal yang memadai.

(8) Rencana jaringan trayek angkutan penumpang akan dikembangkan untuk menghubungkan jalur antar kecamatan dan mendukung akses antar sistem perkotaan.

Pasal 21

(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) meliputi arahan pengembangan jalur perkeretaapian, pengembangan prasarana

(17)

perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api Regional Antar Kota, terminal barang, serta konservasi rel mati.

(2) Rencana pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan jalur kereta api ganda, dan penataan jalur perkeretaapian jalur Barat yaitu Surabaya – Solo yang melewati stasiun Geneng, Paron dan Walikukun.

(3) Rencana pengembangan prasarana perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api regional antar kota Madiun – Solo melewati Kecamatan Geneng – Paron – Walikukun.

(4) Rencana pengembangan terminal barang di stasiun Paron.

(5) Rencana pengembangan prasarana jalur perkeretaapian berupa penataan jalur yang terdiri dari tindakan pemasangan jalur ganda, tindakan pemasangan jalur melayang.

Paragraf 2

Rencana Sistem Jaringan Energi

Pasal 22

(1) Rencana sistem jaringan prasarana energi sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 huruf b meliputi energi listrik dan energi lainnya.

(2) Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau sumber energi alternatis baik secara langsung maupun melalui proses.

(3) Pengembangan sarana untuk energi listrik meliputi :

a. pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di Kecamatan Bringin yang memiliki potensi Sumber Daya Air;

b. pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 KV dan Saluran Udara dan atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit baru, yang melintas di Kecamatan Mantingan, Widodaren, Kedunggalar, Paron, Geneng, Padas dan Karangjati; dan

c. mengendalikan secara ketat pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan fungsi di sepanjang jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi untuk kegiatan permukiman.

(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :

a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik di Kecamatan Widodaren, Ngrambe dan Karangjati;

b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang belum terlayani; c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan pelayanan

diseluruh wilayah daerah, sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap rumah tangga akan memperoleh layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum terlayani; d. pengembangan energi alternatif dan terbarukan untuk pemerataan pelayanan dan mengurangi

(18)

Paragraf 3

Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 23

(1) Sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c adalah perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) beserta jaringannya yang dikembangkan untuk tujuan pengambilan keputusan di ranah publik ataupun privat.

(2) Prasarana telekomunikasi yang dikembangan, meliputi :

a. infrastruktur telekomunikasi yang menggunakan jaringan kawat, dan optik;

b. infrastruktur telepon nirkabel, yang menggunakan jaringan radio atau sistem elektromagnetik; dan

c. jaringan telekomunikasi pada wilayah terpencil dengan menggunakan orbit satelit.

(3) Rencana pengembangan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau. (4) Untuk meningkatkan pelayanan sampai wilayah terpencil, pemerintah memberi dukungan dalam

pengembangan kemudahan sistem jaringan telekomunikasi.

(5) Rencana penyediaan infrastruktur telekomunikasi, berupa tower/menara BTS (Base Transceiver Station) harus menggunakan prinsip menara bersama/terpadu.

(6) Rencana penataan, pengembangan dan pengoperasian tower/menara bersama dan atau Cell Plan

(Masterplan menara) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4

Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 24

(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d meliputi rencana sistem jaringan sumber daya air, wilayah sungai termasuk waduk, situ, dan embung, jaringan irigasi, jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air bersih dan sistem pengendalian banjir. (2) Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan

pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.

(3) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis.

(4) Kebutuhan air irigasi meliputi 363 (Tiga Ratus Enam Puluh Tiga) Daerah Irigasi kewenangan kabupaten, 33 (Tiga Puluh Tiga) Daerah Irigasi kewenangan provinsi dan 3 (Tiga) Daerah Irigasi kewenangan pusat.

(5) Pengelolaan air irigasi pada wilayah Kabupaten dibagi menurut unit pelayanan Lokal (UPTD) yaitu UPTD Dero, Walikukun, Ngrambe, Kedunggalar, Kendal dan Guyung.

(6) Pengembangan waduk, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Waduk Pondok;

(19)

c. Waduk Kedungbendo.

(7) Rencana pengelolaan sumberdaya air, meliputi : a. pembangunan prasarana sumber daya air;

b. semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, bendungan serta sungai-sungai klasifikasi I sampai dengan kalsifikasi IV, yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan;

c. zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi DAS berdasarkan tipologinya;

d. penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya; dan

e. kajian kemampuan cadangan air bawah tanah disertai dengan amdal jika akan melakukan eksplorasi dan eksploitasi.

Paragraf 5

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 25

(1) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e meliputi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan Tempat Penampungan Sampah (TPS), kebutuhan sanitasi dan tempat pengelolaan limbah.

(2) Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan, meliputi :

a. kerjasama lintas wilayah administrasi dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;

b. pengalokasian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sesuai dengan persyaratan teknis diletakkan di Kecamatan Ngawi, Widodaren, Ngambe dan Karangjati;

c. pengalokasian Tempat Penampungan Sampah (TPS) sesuai dengan persyaratan teknis diletakkan di pusat kegiatan PPK;

d. pengelolaan sampah dilakukan secara teknologi terpadu yang berbasis ramah lingkungan; dan e. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan. (3) Rencana pengembangan sanitasi khusus rumah tangga dibedakan menurut wilayah perkotaan dan

perdesaan, yaitu :

a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan fasilitas septic tank pada masing-masing KK; dan

b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas sanitasi umum.

(4) Rencana penanganan limbah industri di Kecamatan Ngawi, Geneng, Pitu dan Karangjati dilaksanakan melalui pembangunan IPAL yang memenuhi persyaratan teknis baik sistem individu maupun komunal.

(5) Rencana pengembangan drainase perkotaan dilaksanakan dengan pemenuhan persyaratan teknis sesuai daya dukung lingkungan.

(20)

BAB VI

POLA RUANG WILAYAH

Bagian Pertama Umum

Pasal 26

Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Bagian Kedua

Rencana Pelestarian Kawasan Lindung

Pasal 27

Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, terdiri atas: a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; dan

f. Kawasan lindung geologi.

Pasal 28

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, terletak pada kawasan hutan di kaki Gunung Lawu Kecamatan Jogorogo, Ngrambe, Sine dan Kendal dengan luas kurang lebih 3.086 ha;

Pasal 29

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b, berupa Kawasan resapan air.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe Sine dan Kendal dengan luas kurang lebih 17.628 ha.

Pasal 30

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c, terdiri atas : a. kawasan sempadan sungai;

b. kawasan sekitar danau atau waduk; c. kawasan sekitar mata air; dan d. kawasan sempadan irigasi.

(21)

(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak pada seluruh kecamatan yang dilewati oleh DPS Bengawan Solo dan DPS Kali Madiun termasuk sistem sungai didalamnya dengan luas sempadan sungai secara keseluruhan kurang lebih 3.830 ha.

(3) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf b, meliputi :

a. Waduk Pondok di Kecamatan Bringin, Waduk Sangiran dan Waduk Kedung Bendo, serta dam maupun embung yang ada wi wilayah kabupaten; dan

b. luas sempadan waduk kurang lebih 369 Ha.

(4) Kawasan sekitar mata air dengan luas kurang lebih sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf c, meliputi :

a. Kecamatan Sine 61 mata air, Kecamatan Ngrambe 44 mata air, Kecamatan Jogorogo 3 mata air, Kecamatan Kendal 12 mata air, Kecamatan Bringin 1 mata air, Kecamatan Padas 8 mata air, Kecamatan Paron 2 mata air, Kecamatan Kedunggalar 22 mata air, Kecamatan Widodaren 27 mata air; dan

b. luas keseluruhan untuk sempadan mata air di Kabupaten Ngawi kurang lebih 3.960 ha.

(5) Kawasan sempadan irigasi sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf d terletak pada seluruh Jaringan Irigasi di wilayah kabupaten, yang meliputi saluran irigasi primer dan sekunder.

Pasal 31

(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d meliputi :

a.

obyek Taman Wisata Alam terdapat di Waduk Pondok (Desa Dero Kecamatan Bringin), Taman Rekreasi dan Pemandian Tawun (Desa Tawun Kecamatan Kasreman), Air Terjun Srambang (Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo) dan Perkebunan Teh Jamus (Desa Girikerto Kecamatan Sine);dan

b.

perlindungan terhadap Obyek Taman Wisata Alam dilakukan untuk pengembangan pendidikan dan perlindungan terhadap flora dan fauna tertentu, peningkatan kualitas lingkungan bagi wilayah sekitarnya serta perlindungan lingkungan dari pencemaran.

(2) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf d dengan luas kurang lebih 1.715 ha, meliputi :

a. kawasan cagar budaya terdapat di Museum Trinil (Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar), Benteng Van Den Bosch (Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi), Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat (Desa Kauman Kecamatan Widodaren), Makam Patih Pringgokusumo (Dusun Banjar Desa Ngawi Kecamatan Ngawi), Makam PH. Kertonegoro (desa Sine Kecamatan Sine), Makam Patih Ronggolono (Desa Hargomulyo Kecamatan Ngrambe), Arca banteng (Dusun Reco Banteng Desa Wonorejo Kecamatan Kedunggalar), Candi Pandem (Dusun Pandem Desa Krandegan Kecamatan Ngrambe), petilasan Kraton Wirotho (Desa Tanjungsari Kecamatan Jogorogo);

b. perlindungan terhadap Cagar Budaya dilakukan untuk pengembangan kawasan dengan fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan;

c. penetapan kawasan yang dilestarikan baik di perkotaan maupun perdesaan disekitar benda cagar budaya, juga menjadikan benda cagar budaya sebagai orientasi bagi pedoman pembangunan pada kawasan sekitarnya; dan

(22)

d. penerapan insentif bagi bangunan cagar budaya yang dilestarikan dan disinsentif bagi bangunan yang mengalami perubahan fungsi.

Pasal 32

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf e, terdiri atas : a. kawasan rawan longsor; dan

b. kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Kecamatan Sine (Desa Gendol), Jogorogo (Desa Girimulyo), Ngrambe, Kendal, Karangjati, Padas, Pitu dan Karanganyar, dimana Kecamatan Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal merupakan wilayah paling rawan bencana tanah longsor karena kedua wilayah ini berdekatan dengan hutan gundul dan kritis disamping lokasinya berada di lereng Gunung Lawu; dan

b. wilayah kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Ngawi dengan luas kurang lebih 2.022 ha.

(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di sekitar DAS Bengawan Solo dan DAS Kali Madiun disebabkan oleh semakin berkurangnya kawasan resapan air, dan semakin rusaknya hutan dan kawasan konservasi di wilayah hulu.

Pasal 33

Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf f, adalah kawasan bencana letusan Gunung Lawu, meliputi :

a. pegunungan lawu, yaitu Kecamatan Jogorogo, Kendal, Ngrambe, serta Sine; dan b. kawasan rawan bencana geologi di Kabupaten Ngawi dengan luas kurang lebih 230 ha.

Pasal 34

(1) Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang atau jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, meliputi:

a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik meliputi taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai; dan

b. Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat meliputi kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/ swasta yang ditanami tumbuhan.

(2) Proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten paling sedikit 30 % dari luas kawasan perkotaan, yang diisi oleh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam dengan pembagian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini terdiri dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat; sedangkan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang wilayah.

(23)

Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Pasal 35

Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, terdiri atas : a. Kawasan peruntukan hutan produksi;

b. Kawasan peruntukan pertanian; c. Kawasan peruntukan perkebunan; d. Kawasan peruntukan perikanan; e. Kawasan peruntukan pertambangan; f. Kawasan peruntukan industri; g. Kawasan peruntukan pariwisata; h. Kawasan peruntukan permukiman; i. Kawasan peruntukan lainnya; dan j. Kawasan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 36

Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dengan luas kurang lebih 34.979 Ha yang tersebar di 16 (enam belas) Kecamatan, meliputi Kecamatan Mantingan, Karanganyar, Widodaren, Kedunggalar, Paron, Pitu, Ngawi, Kasreman, Padas, Bringin, Karangjati, Gerih, Sine, Ngrambe, Jogorogo, Kendal.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 37

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b meliputi: kawasan pertanian pangan berkelanjutan, tegalan (tanah ladang), lahan kering, dan hortikultura.

(2) Kawasan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak pada bagian Selatan, Tengah, Timur dan barat dengan luas kurang lebih 41.523 ha.

(3) Kawasan tegalan (tanah ladang) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di seluruh kecamatan terutama pada daerah yang kurang mendapatkan air dan mengandalkan air hujan (tadah hujan). (4) Kawasan lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak pada beberapa kecamatan di

wilayah bagian Timur dan Utara dengan luas kurang lebih 9.188 ha.

(5) Kawasan holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di Kecamatan Kendal, Sine, Ngrambe dan Jogorogo.

(24)

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Perkebunan

Pasal 38

Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf c dengan luas kurang lebih 10.789 Ha; terletak menyebar di Kecamatan Karangjati, Bringin, Kasreman, Padas, Ngrambe, Sine, Jogorogo dengan jenis komoditas tembakau, teh, kopi, jahe, cengkeh, coklat, salak.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 39

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d, terdiri atas : a. Perikanan Perairan Umum; dan

b. Budidaaya kolam dan keramba.

(2) Perikanan Perairan Umum dengan luas kurang lebih 1.351 ha terletak Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun sengan sistem sungai yang ada di dalamnya; dan

(3) Budidaya Kolam dan keramba dengan luas kurang lebih 23 ha di kecamatan Bringin.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 40

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, terdiri atas: a. kawasan batu gunung;

b. kawasan batu gamping; c. kawasan tanah liat; dan d. kawasan batu pasir.

(2) Kawasan batu gunung terletak di kecamatan Kendal dan Jogorogo. (3) Kawasan batu gamping terletak di Kecamatan Pitu, Kasreman dan Bringin. (4) Kawasan tanah liat terletak di Kecamatan Geneng.

(5) Kawasan batu pasir terletak di Kecamatan Mantingan, Widodaren, Pitu dan Ngawi.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 41

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f, terdiri atas : a. industri besar;

b. industri sedang; dan c. industri rumah tangga.

(25)

(2) Kawasan industri besar diarahkan ke tepi jalan lingkar utara yang meliputi Kecamatan Pitu, Ngawi dan Kasreman.

(3) Kawasan industri sedang terletak di Kecamatan Ngawi, Geneng dan Karangjati.

(4) Industri rumah tangga dengan luas kurang lebih 1.628 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :

a. Kripik Tempe terdapat di Desa Karangtengah Kecamatan Ngawi, Desa Gendingan Kecamatan Widodaren, Desa Tulakan, Kecamatan Sine, Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Desa Purwosari Kecamatan Kwadungan;

b. Genteng terdapat di Desa Pocol Kecamatan Sine, Desa Baderan Kecamatan Geneng, Desa Kedungharjo Kecamatan Mantingan;

c. Anyaman Bambu terdapat di Desa Sumberejo Desa Gendol Kecamatan Sine, Desa Pangkur Kecamatan Pangkur, Desa Brubuh, Desa Jaten, Desa Tanjungsari Kecamatan Jogorogo dan Desa Dero Kecamatan Padas;

d. Anyaman Tas terdapat di Desa Sembung, Desa Brangol, Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati, Desa Kedungprahu, Desa Sukowiyono Kecamatan Padas, Desa Sumberbening Kecamatan Bringin, Desa Pohkonyal, Desa Padas, Desa Gandri Desa Pangkur;

e. Batik Tulis terdapat di Desa Banyubiru Kecamatan Widodaren; f. Batu Bata terdapat di Desa Gelung Kecamatan Paron;

g. Parut Kelapa terdapat di Desa Ngalih Kecamatan Paron;

h. Handycraft terdapat di Desa Kedungharjo dan Desa Sidowayah Kecamatan Kedunggalar; dan i. Supit Dan Sedotan terdapat di Desa Ngawi Kecamatan Ngawi.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 42

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf g terdiri atas: a. kawasan pariwisata budaya;

b. kawasan pariwisata alam; dan c. kawasan pariwisata buatan.

(2) Kawasan pariwisata budaya dengan luas kurang lebih 1.597 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. Arca Banteng; b. Candi Pendem; c. Pertapaan jaka tarub; d. Petilasan Kraton Wirotho;

e. Makam PH Kertonegoro dan Patih Ronggolono; f. Makam Patih Pringgokusum;

g. Kediaman Krt. Radjiman Wedyadiningrat; h. Monumen Suryo;

(26)

j. Musem Trinil; dan k. Benteng Van Den Bosch.

(3) Kawasan pariwisata alam dengan luas kurang lebih 13 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a, meliputi :

a. Air Terjun Srambang; b. Gunung Liliran; c. Waduk Pondok;

d. Bumi Perkemahan Selondo; dan e. Kebun teh Jamus.

(4) Kawasan pariwisata buatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Tempat Pemandian Tawun.

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 43

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf h, tediri atas : a. permukiman perdesaan; dan

b. permukiman perkotaan.

(2) Kawasan permukiman perdesaan dengan luas kurang lebih 11.038 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada wilayah pegunungan dan dataran tinggi, kawasan ini terdapat di Kecamatan Jogorogo, Geneng, Karanganyar, Sine, Ngrambe dan Kendal; b. kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah; dan

c. kawasan perdesaan berbentuk kawasan agropolitan, yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis, terdapat di Kecamatan Ngrambe dan Paron.

(3) Kawasan permukiman perkotaan dengan luas kurang lebih 6.559 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :

a. permukiman di perkotaan Ngawi yang mendukung ibukota Kabupaten; b. permukiman perkotaan yang merupakan bagian dari ibukota kecamatan; c. permukiman perkotaan yang padat;

d. kawasan permukiman baru; dan

(27)

Paragraf 9

Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf i adalah kawasan peternakan dan kawasan sektor informal.

(2) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Kecamatan Sine, Jogorogo, Kendal, Paron, Mantingan, Ngawi, Kedungggalar, Padas, Widodaren, Ngrambe, Pitu, Padas, Bringin, Karanganyar, Karangjati, Geneng, Pangkur, Kedunggalar, Kasreman untuk ternak ayam potong, ayam petelur, kambing, seperti sapi potong dan sapi perah.

(3) Kawasan sektor informal disediakan untuk pedagang kaki lima (PKL) atau usaha kecil guna menumbuhkan ekonomi masyarakat dengan penempakan pada kawasan budidaya.

Paragraf 10

Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Pasal 45

Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf j meliputi, Komando Distrik Militer beserta jajaran teritorialnya, kawasan Artileri Medan 12 dan tempat-tempat latihan kemiliteran.

BAB VII

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS DAERAH

Pasal 46

(1) Kawasan yang merupakan kawasan strategis kabupaten meliputi : a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya; dan

c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. kawasan Agropolitan di Kecamatan Ngrambe; dan b. kawasan Perikanan di Kecamatan Bringin.

(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi kawasan Candi Pendem, Arca Banteng, Musium Trinil dan Benteng Vanden Bosch, Pesanggrahan Srigati, Monumen Suryo.

(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :

a. kawasan Sekitar Lereng Gunung Lawu; b. kawasan Sekitar Sungai Bengawan Solo; dan

(28)

BAB VIII

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Pertama Umum

Pasal 47

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.

(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air dan penagunaan sumberdaya alam lain.

Bagian Kedua Pemanfaatan Ruang Wilayah

Paragraf 1

Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi

Pasal 48

(1) Penataan ruang sesuai dengan RTRW dilaksanakan secara sinergis dengan Peraturan Daerah lain yang ada di Daerah.

(2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Paragraf 2

Prioritas dan Tahapan Pembangunan

Pasal 49

(1) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan atas kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah.

(2) Program pembiayaan terdiri dari 4 (empat) tahapan meliputi : a. program utama;

b. perkiraan pendanaan; c. sumber pembiayaan; dan d. instansi pelaksana.

(3) Waktu pelaksanaan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam pelaksanaannya masing-masing tahapan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun yang dapat dilakukan evaluasi sesuai kemampuan daerah.

(29)

Paragraf 3

Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 50 Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten meliputi : a. arahan rencana pemanfaatan struktur ruang; dan b. arahan pemanfaatan pola ruang wilayah.

Pasal 51

(1) Arahan rencana pemanfaatan struktur ruang, sebagaimana dimaksud pada pasal 50 huruf a, meliputi : a. arahan pemanfaatan sistem perkotaan;

b. arahan pemanfaatan sistem perdesaan; c. arahan pemanfaatan sistem transportasi; d. arahan pemanfaatan sistem jaringan energi;

e. arahan pemanfaatan sistem jaringan telekomunikasi; f. arahan pemanfaatan sistem jaringan sumber daya air; dan g. arahan pemanfaatan sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

(2) Arahan pemanfaatan sistem perkotaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. pengembangan ibukota kabupaten sebagai PKL, melalui peningkatan akses ke arah pusat;

b. pengembangan perkotaan Ngawi, melalui pengembangan kawasan industri, pengembangan permukiman, pengembangan jalan kolektor, pembangunan jalan lingkar (ring road);

c. kecamatan Ngawi sebagai PKL yang memberikan pelayanan kepada PKLp dengan fungsi kegiatan primer, dengan orientasi pelayanan regional, melalui peningkatan sarana-prasarana penunjang perkotaan;

d. mendorong pembentukan pusat pelayanan yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui peningkatan akses ke arah pusat pelayanan ;

e. pengembangan perkotaan Kabupaten Ngawi, melalui pengembangan infrastruktur kawasan;

f. mewujudkan jalan internal provinsi melalui pengembangan jalan tembus, melalui Peningkatan kelas jalan dari kolektor menjadi arteri dan Peningkatan kualitas jalan;

g. pengembangan perkotaan sebagai pusat pelayanan sosial – ekonomi yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui Ngawi sebagai ibukota kabupaten dan Ngrambe sebagai kota kawasan Agropolitan; dan

h. pemenuhan fasilitas perkotaan dan peningkatan interaksi kawasan yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui Penyediaan sarana penunjang.

(3) Arahan pemanfaatan sistem perdesaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a. pengembangan kawasan perdesaan berbasis hasil perkebunan di Kecamatan Sine, Kendal,

Ngrambe, Jogorogo dan Padas (Kabupaten Ngawi bagian selatan), melalui Pengembangan pusat perkebunan dan pasar perkebunan di kecamatan Ngrambe;

b. mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan di Kecamatan Ngrambe, melalui promosi hasil produk pertanian, pengadaan infrastruktur penunjang, berbasis teknologi modern;

(30)

c. mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah, melalui pengembangan sentra produksi-pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ngawi; dan

d. pengembangan produk unggulan, pengolahan dan perluasan jaringan di Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama dan desa/kecamatan dikawasan sekitarnya sebagai penunjang, melalui Pengembangan pasar, pengembangan sub terminal agribisnis, dan pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedian agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa).

(4) Arahan pemanfaatan sistem transportasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi sistem jaringan jalan dan kereta api yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, dilakukan melalui :

a. pengembangan jalan lintas strategis antar wilayah dan jalan sirip perkotaan;

b. pengembangan jalan bebas hambatan Solo – Mantingan – Ngawi dan Ngawi – Mojokerto;

c. pengembangan dan peningkatan kualitas jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, jalan penghubung desa dan kota serta Jalan Lingkar (ring road);

d. pengembangan terminal, pemeliharaan Terminal Kertonegoro type A, Peningkatan pelayanan terminal dan Infrastruktur pendukung terminal;

e. pengembangan trayek angkutan penghubung akses antar kecamatan dan penghubung sistem perkotaan; dan

f. pengembangan sistem transportasi massal & infrastruktur pendukungnya bagi transportasi kereta api, melalui pengembangan jaringan double track dan pengembangan jalur kereta api regional antar kota.

(5) Arahan pemanfaatan sistem jaringan energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi peningkatan kapasitas listrik yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui penambahan dan perbaikan jaringan, peningkatan infrastruktur pendukung, dan pengembangan sumber listrik baru.

(6) Arahan pemanfaatan sistem jaringan telekomunikasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi :

a. pengembangan prasarana penunjang yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) secara bersama dan pengadaan sistem internet, 3G dan GPS; dan

b. peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui penerapan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern dan pembangunan teknologi telekomunikasi pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan seperti di Kecamatan Ngawi, Ngrambe, Widodaren dan Karangjati.

(7) Arahan pemanfaatan sistem jaringan sumber daya air, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan pertanian dan kawasan strategis, melalui pengembangan waduk, bendung, cek dam, pengelolaan DAS Bengawan Solo dan Kali Madiun, penanaman pohon pencegah longsor dan perbaikan pintu air.

(8) Arahan pemanfaatan sistem prasarana pengelolaan lingkungan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, meliputi peningkatan sarana dan prasarana pendukung, melalui pengadaan TPA regional dan pengadaan TPS skala lokal.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf g, mencakup pemanfaatan ruang lokasi penempatan

(2) Peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:a. kegiatan yang

(3) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan PPL yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana untuk pengembangan perdesaan..

(2) Penyelenggaraan sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: Kecamatan Kudu, Kecamatan Ploso, Kecamatan Plandaan, Kecamatan

(1) Arahan pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a, dilakukan melalui perwujudan pusat kegiatan

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2) huruf

(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf g, mencakup pemanfaatan ruang