• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan World Gastroenterology Organization Global Guidelines

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan World Gastroenterology Organization Global Guidelines"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Diare Akut pada Anak

Berdasarkan World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, diare akut merupakan pengeluaran tinja yang lembek/cair dengan jumlah yang lebih banyak dari normal dan berlangsung kurang dari 14 hari (Farthing et al, 2012). Diare akut dapat disebabkan oleh berbagai macam hal baik infeksi mapun non-infeksi. Perubahan cairan maupun elektrolit dalam lumen usus dapat menyebabkan diare (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Pada anak-anak, infeksi ekstraintestinal seperti otitis media dan infeksi saluran kencing juga dapat menyebabkan diare. Diantara berbagai macam hal yang menyebabkan diare, terdapat dua penyebab utama diare akut pada anak-anak yaitu infeksi usus dan alergi makanan (Thapar & Sinderson, 2004).

Patogen usus yang paling sering menyebabkan diare adalah rotavirus dan Eschericia coli. Rotavirus merupakan penyebab diare yang paling banyak pada anak berumur 6-24 bulan. Rotavirus grup A, dan serotipe G1, G2, G3, G4, dan G9 menyebabkan sebagian besar infeksi usus. Gejala klinis diare akibat rotavirus biasanya bersifat ringan, namun dehidrasi berat yang berujung pada kematian dapat terjadi (Thapar & Sinderson, 2004). Diare akibat bakteri E.coli pada anak-anak paling banyak disebabkan oleh tipe Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enterotoxigenic E.coli (ETEC),dan Enteropathogenic E.coli (EPEC). EPEC lebih sering menyebabkan diare pada anak-anak dibawah dua tahun dan penyebab dari diare persisten (Farthing et al, 2012). Patogen lain yang turut berperan dalam

(2)

menyebabkan diare adalah Campylobacter spp, Salmonella spp, Shigella spp, dan Yersinia spp merupakan penyebab terpenting dari diare akut dengan darah. Selain itu, Vibrio cholerae menyebabkan epidemi diare khususnya pada daerah dengan sanitasi buruk (Thapar & Sinderson, 2004).

Enteropati akibat sensitifitas terhadap makanan sering mengikuti terjadinya diare akut. Antigen pada makanan yang biasanya menyebabkan respon alergi adalah susu sapi, soya, dan protein telur. Enteropati biasanya memiliki gejala muntah dan diare yang ditandai dengan malabsorpsi dan gagal tumbuh (Thapar & Sinderson, 2004).

2.2 Patofisiologi Diare Akut pada Anak

Pada dasarnya diare terjadi ketika terdapat gangguan transportasi air dan elektrolit dalam lumen usus. Mekanisme patofisiologi dari diare dapat berupa osmosis, sekretori, inflamasi, dan perubahan motilitas (Sweetser, 2012). Diare osmosis terjadi pada malabsorpsi, penggunaan obat-obat seperti magnesium sulfat, magnesium hidroksida, defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa. Adanya substansi yang tidak terserap menarik air dari plasma menuju ke lumen usus mengikuti gradien konsentrasi. Sedangkan pada diare sekretori terjadi akibat peningkatan sekresi secara langsung atau yang lebih dominan akibat penurunan absorbsi. Secara klinis, yang khas pada diare ini adalah ditemukannya diare dengan jumlah yang sangat banyak. Selain itu, diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Diare sekretori biasanya disebabkan karena enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau Eschericia coli, penyakit yang

(3)

menghasilkan horon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), efek obat laxatif diotyl sodium sulfosuksinat dll). Inflamasi pada dinding usus mengakibatkan terjadinya kerusakan mukosa usus. Hal ini menyebabkan terjadinya produksi mukus berlebihan, eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, serta gangguan absorpsi air elektrolit sehingga terjadilah diare inflamasi. Inflamasi mukosa usus halus terjadi pada infeksi sepertinya disentri Shigella atau bukan infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chron). Gangguan motilitas usus yang terjadi pada diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid juga dapat menyebabkan diare. Selain itu beberapa kondisi fisiologis seperti kecemasan, obat-obatan, dan toksin dapat berefek langsung pada enteric nervous system (ENS) yang menyebabkan gangguan motilitas usus (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Motilitas usus yang meningkat, penurunan waktu transit, ataupun paparan isi lumen terhadap permukaan absorpsi usus berperan terhadap terjadinya diare ini. Diare dapat terjadi akibat satu atau lebih patofisiologi tersebut (Sweetser, 2012).

Rotavirus sebagai penyebab peningkatan rawat inap bahkan kematian anak-anak akibat diare, memiliki lebih dari satu mekanisme dalam proses terjadinya diare. Target dari virus ini adalah enterosit absortif matang yang sedang melakukan regenerasi dan munculnya sel kripta sekretori yang belum matang. Hal ini menyebabkan penurunan absorpsi dan peningkatan sekresi pada usus. Selain itu rotavirus juga menyebabkan hilangnya enzim pencernaan pada brush border sehingga menimbulkan malabsorpsi. Peningkatan isi lumen akan memicu peningkatan aktivitas peristaltis usus, yang juga berkontribusi terhadap terjadinya diare (Thapar & Sinderson, 2004).

(4)

2.3 Manifestasi Klinis Diare Akut pada Anak

Sesuai dengan definisi diare akut, diare ini ditandai dengan pengeluaran tinja cair atau lembek yang berlangsung dalam 24 jam selama kurang dari 14 hari. Selain itu terdapat berbagai macam manifestasi klinis dari diare tergantung dari penyebabnya. Gejala panas biasanya dialami akibat adanya patogen yang invasif misalnya disebabkan oleh enterohemorrhagic E.coli (ECEC). Namun, pada anak-anak biasanya panas mengawali terjadinya diare akibat dari rotavirus. Diare bercampur darah disebabkan oleh adanya patogen yang bersifat invasif dan sitotoksik tetapi tidak disebabkan oleh enterotoksin dan virus. Biasanya diare berdarah dikaitkan dengan kecurigaan diare akibat Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) tanpa adanya leukosit di dalam feses. Diare yang disertai dengan muntah paling sering dijumpai pada penderita kolera. Muntah juga sering terjadi pada diare akibat virus dan akibat keracunan makanan contohnya akibat racun bakteri Staphylococcus aureus (Farthing et al, 2012).

Dehidrasi dapat timbul pada anak-anak ketika terjadi diare berat dan asupan oral terbatas akibat mual dan muntah. Dehidrasi pada anak-anak bermanifestasi sebagai menurunnya aktivitas anak, sensitif, rasa haus, mata cekung, bibir kering, nadi menurun atau hilang, penurunan turgor kulit, tidak mampu berkeringat, dan penurunan jumlah buang air kecil dengan warna gelap (Simadibrata & Daldiyono, 2009).

(5)

2.4 Managemen Diare Akut pada Anak 2.4.1 Rehidrasi

Penanganan diare utama pada anak adalah dengan memberikan Oral Rehydration Therapy (ORT). Oral Rehydration Salts (ORS) yang digunakan dalam ORT, mengandung komponen spesifik baik air maupun elektrolit yang hilang dari tubuh saat terjadinya diare. Saat ini, WHO dan UNICEF mengeluarkan rekomendasi baru untuk ORT yaitu ORS dengan osmolaritas lebih rendah untuk menghindari efek samping hipertonis pada saat absorpsi cairan. Pada cairan ini dilakukan penurunan konsentrasi garam (NaCl) dan glukosa. Hal ini bermanfaat dalam menurunkan muntah, menurunkan tinja yang keluar, menurunkan kemungkinan hipernatremia dan menurunkan keperluan infus intravena dibandingkan dengan standar ORS yang sebelumnya. Formulasi ini direkomendasikan untuk berbagai umur dan tipe diare termasuk kolera. (WHO,2005)

Pemilihan penanganan terapi ORT pada anak dengan diare dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi anak.

1) Tanpa dehidrasi

Penanganan diare tanpa dehidrasi lebih sering dilakukan di rumah dibandingkan dengan di instansi kesehatan kecuali terdapat komplikasi seperti anak tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus. Rehidrasi dilakukan dengan memberikan cairan rehidrasi oralit berupa NEW ORALIT diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 mL, 1-5 tahun sebanyak 100-200 mL, dan jika berumur diatas 5 tahun diberikan cairan selama anak mau minum. Selain itu dapat

(6)

diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak dan jika masih menyusui,ASI harus terus diberikan. Terdapat berbagai cairan yang direkomendasikan untuk diberikan di rumah (WHO,2005; IDAI, 2009).

2) Dehidrasi Ringan-Sedang

Anak-anak dengan diare yang menunjukkan gejala dehidrasi ringan harus menerima ORT dalam bentuk ORS pada fasilitas kesehatan. Pasien pasien dengan dehidrasi ringan-sedang cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Jenis cairan intravena yang dapat diberikan berupa ringer laktat, KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung secara berkala. Status hidrasi harus dievaluasi secara berkala. Overhydration ditandai dengan edema kelopak mata sehingga pemberian ORS harus dihentikan sedangkan ASI, air mineral dan makanan tetap diberikan (WHO,2005; IDAI, 2009).

3) Dehidrasi Berat

Pada dehidrasi berat, cairan per oral diberikan bila pasien sudah dapat dan mau minum dimana dimulai 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi (IDAI, 2009). Cairan parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian seperti pada table 2.1.

(7)

Tabel 2.1 Pemberian cairan parenteral pada dehidrasi berat (IDAI, 2009)

Umur Cara pemberian

Kurang dari 12 bulan 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya

Diatas 12 bulan 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama , dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya.

2.4.2 Zinc

Zinc merupakan salah satu trace elements yang diperlukan dalam tubuh untuk metabolisme dan memfasilitasi proses katalisis, fungsi regulator dan fungsional dari beberapa enzim (Chiabi et al, 2010). Pemberian zinc sebagai terapi tambahan dalam penatalaksanaan diare terbukti mampu menurunkan keparahan dan episode diare pada anak di negara berkembang sehingga dapat menurunkan resiko diare (Farthing et al, 2012). Berdasarkan rekomendasi WHO, untuk mengganti zinc yang keluar pada saat diare, anak-anak dengan diare diberikan suplementasi zinc sebanyak 10 mg pada bayi berumur 2 bulan atau kurang dan 20 mg pada semua anak diatas 2 bulan selama 10-14 hari (WHO, 2005).

Dalam diare, berdasarkan penelitian in vitro yang terbaru pada ileum tikus menunjukan bahwa zinc mampu menghambat CAMP-induced chloride secretion dengan menghambat saluran kalium pada basolateral membran. Kerja zinc spesifik pada saluran kalium yang diaktifkan oleh CAMP tanpa berefek pada Ca-mediated K channel. Selain itu zinc juga mampu meningkatkan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan regenerasi epitelium intestinal, meningkatkan jumlah enzim pada brush border dan meningkatkan respon imun sehingga dapat terjadi peningkatan kemampuan untuk menghilangkan patogen dalam usus. Peran zinc

(8)

dalam meningkatkan resistensi host terhadap agen infeksi mampu menurunkan resiko, keparahan, dan durasi dari penyakit diare (Scrimgeour & Lukaski, 2008) 2.4.3 Nutrisi

Pada anak dengan diare akut tanpa gejala dehidrasi, pemberian makanan tetap dilakukan seperti biasa. Jika pasien memiliki gejala dehidrasi ringan ataupun parah, pemberian makan segera dilakukan setelah gejala dehidrasi membaik (2-4 jam) dengan rehidrasi ORS maupun intravena. Jika pasien yang mengalami dehidrasi masih menyusui, lanjutkan pemberian ASI selama fase rehidrasi. Pemberian ASI dan susu formula pada bayi dengan diare harus lebih sering, namun tidak ada formula atau larutan khusus yang dibutuhkan. Namun, jika tidak menyusui, rehidrasi merupakan prioritas utama untuk memulihkan kondisi akibat dehidrasi. Pola makan pada anak dengan diare sebaiknya lebih sering yaitu 6 kali tiap hari. Selain itu makanan yang diberikan harus menghasilkan energi dan kaya akan mikronutrien. Sehingga makanan yang variatif seperti biji-bijian, telur, daging, buah, dan sayuran direkomendasikan untuk diberikan dalam penanganan diare. Nutrisi yang baik sangat penting pada penanganan diare anak untuk menggantikan energi yang keluar pada saat diare maupun untuk mencapai pertumbuhan yang normal (Farthing et al, 2012).

2.4.4 Antimikroba

Antibiotik bekerja dalam mengeliminasi patogen dan membatasi kerja patogen dalam menghancurkan sistem di dalam tubuh. Namun, pada sebagian besar penyakit diare, antibiotik tidak berpengaruh besar terhadap diare dan bahkan dapat memperburuk penyakit misalnya pada infeksi yang disebabkan oleh E.coli O157:H7 (Thapar & Sinderson, 2004). Selain itu sebagian besar penyakit diare

(9)

bersifat ringan atau self limiting disease karena disebabkan oleh virus atau bakteri non invasif. Oleh karena itu, pengobatan empirik pada diare tidak dianjurkan pada semua kasus (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Pemilihan antibiotik harus didasarkan atas pola kerentanan atau sensitifitas strain patogen tertentu pada suatu daerah atau kelompok. Antimikroba biasanya digunakan secara rutin dalam pengobatan : (Farthing et al, 2012)

- Kolera, shigellosis, typoid dan parathypoid fever

- Gejala disentri akibat dari campylobacteriosis dan salmonelliosis non thypoidal yang menyebabkan diare persisten dan penurunan imunitas misalnya pada penderita malnutrisi berat, penyakit hati kronik, atau kelainan lymphoproliferatif.

- Invasive intestinal amebiasis

- Giardiasis dengan gejala anoreksia, penurunan berat badan, diare persisten, dan gagal tumbuh.

Pada anak-anak biasanya penggunaan antibiotik sering dipertimbangkan untuk diare persisten akibat Shigella, Salmonella, Campylobacter yang berbentuk disentri dan juga nonthypoidal salmonellosis pada bayi (Farthing et al, 2012). Berdasarkan pedoman Ikatan Dokter Indonesia (IDAI), pada anak dengan disentri cotrimoxazole menjadi lini pertama dan kedua, sedangkan cefixime menjadi lini ketiga. Metronidazole digunakan untuk terapi amuba vegetatif. (IDAI, 2009)

Cotrimoxazole merupakan golongan dari kombinasi trimethoprim-sulfamethoxazole. Golongan ini menjadi obat pilihan dalam terapi empiris infeksi diare akut pada anak khususnya yang disebabkan oleh Shigella, Salmonella, dan Enterotoxigenic serta enteropathogenic E. coli (ETEC dan EPEC). TMP-SMX

(10)

juga menjadi pilihan yang baik untuk terapi kolera pada anak dibawah 8 tahun. Namun penggunaan secara luas sebagai terapi empiris tidak lagi direkomendasikan karena peningkatan resistensi terhadap antibiotik ini kecuali terdapat informasi terkait pola sensitifitas jenis pathogen terhadap antibiotik ini. (Santos et al, 2006) Kombinasi trimethoprim-sulfamethoxazole dapat menimbulkan semua reaksi merugikan akibat sulfonamide. Efek samping berupa mual dan mutah, demam obat, vaskulitis, kerusakan ginjal, dan gangguan system saraf pusat terkadang juga terjadi. (McQuaid, 2010)

Cefixime merupakan salah satu golongan cephalosporin generasi ketiga. Contoh obat cephalosporin generasi ketiga yang lain adalah cefoperazon, cefotaxime, ceftazidin, ceftizoksim, ceftriaxon, cefpodoksim proksetil, cefdinir, cefditoren pivoksil, ceftibuten, dan moksalaktam. Golongan ini biasanya digunakan untuk menangani infeksi berat yang disebabkan oleh organism yang resisten terhadap kebanyakan obat lain (McQuaid, 2010). Karena golongan ini memiliki aktivitas antimikroba yang luas terutama untuk golongan bakteri gram negatif dan memilki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan fluoroquinolone sehingga golongan ini menjadi obat terbaik dalam terapi empiris infeksi diare berat pada anak-anak (Santos et al,2006) Efek samping yang ditimbulkan berupa reaksi alergi seperti reaksi hipersensitivitas penisilin (anafilaksis, demam, ruam kulit, nefritis, graulositopenia dan anemia hemolitik) dan toksisitas berupa iritasi lokal pasca injeksi dan toksisitas ginjal (McQuaid, 2010).

Metronidazole merupakan suatu nitroimidazol yang menjadi obat pilihan dalam terapi amebiasis ekstramural. Obat ini membunuh trofozoit tapi tidak

(11)

membunuh kista E. histolytica dan efektif mengeradikasi infeks jaringan usus dan di luar usus. (McQuaid, 2010) Selain itu, metronidazole juga menjadi obat pilihan untuk mengeradikasi Clostridium difficille. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri kepala, mulut kering atau rasa logam di mulut. Muntah, diare, insomnia, kelemahan, pusing, thrush, ruam, disuria, urin berwarna gelap, vertigo, parastesia, dan neutropenia jarang terjadi (Santos et al,2006).

2.4.5 Antidiare

Obat-obatan antidiare yang tidak spesifik merupakan obat-obatan yang tidak dibuat untuk mengatasi penyebab dasar dan efek dari diare (hilangnya air, elektrolit, dan nutrisi). Secara umum, penggunaan antidiare pada anak-anak dengan diare akut dan persisten tidak menunjukkan secara klinis. Beberapa golongan yang termasuk obat-obatan antidiare yang tidak spesifik adalah antimotilitas (Loperamide), antisekretori (Racecadotril), diosmectite (adsorbents), dan antiemetik. Antiemetik biasanya tidak dibutuhkan karena memiliki efek sedatif sehingga menghambat pemberian ORT (Farthing et al, 2012).

Loperamid merupakan salah satu agonis opioid yang mengaktifkan reseptor μ pada pleksus mienterik di usus besar. Aktivasi dari reseptor ini akan menghambat pelepasan asetilkolin sehingga terjadi relaksasi tonus otot di dinding usus. Hal ini berakibat pada peningkatan waktu transit dalam kolon dan peningkatan penyerapan air dalam feses. Selain itu loperamide juga memiliki efek antisekretori melalui penghambatan pada reseptor muskarinik asetilkolin pada sel epitel sekretori di dinding usus. Meskipun loperamide merupakan agonis dari opiat, loperamide tidak menembus sistem saraf pusat sehingga tidak memiliki efek sedatif. Akan tetapi, berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa

(12)

loperamide menyebabkan efek samping serius berupa ileus, lesu (lethargy), dan kematian pada anak-anak dibawah 3 tahun. Oleh karena itu, WHO dan American Academy of Pediatrics melarang penggunaan loperamide pada anak-anak dibawah 12 tahun. Loperamid juga tidak dapat diberikan pada diare inflamasi yang ditunjukkan dengan gejala berak darah, disentri, dan kolitis akut (Faure, 2013).

Racedotril berguna untuk penanganan diare pada anak-anak. Berdasarkan penelitian analisis yang baru dilakukan menunjukkan bahwa racedotril bermanfaat klinis dalam menurunkan durasi diare, buang air besar, dan jumlah tinja yang keluar (Faure, 2013). Pada beberapa negara di dunia mulai menggunakan racedotril pada anak-anak (Farthing et al, 2012). Racedotril memiliki efek antisekretori melalui penghambatan terhadap enzim neutral endopeptidase 24.11 yang berperan dalam degradasi peptida dari opioid endogenous yaitu Met- dan Leu enkephalin. Dengan adanya hambatan terhadap degradasi enkephalin, enkephalin dapat mengaktifkan reseptor δ opiat yang ditemukan dalam jumlah banyak pada sel epitel sekretori sehingga terjadi penurunan sekresi air dan elektrolit melalui penurunan cAMP seluler (Faure, 2013).

Kaolin dan pektin merupakan contoh dari golongan adsorben. Keduanya bekerja untuk mengabsorpsi bakteri, toksin, dan cairan sehingga menurunkan keenceran dan jumlah feses (McQuaid, 2010). Banyak penelitian menunjukkan bahwa obat-obatan ini efektif digunakan dalam menurunkan durasi diare pada anak-anak dan bayi dengan diare akut (Faure, 2013). Akan tetapi obat-obatan ini jarang digunakan dalam waktu yang lama. Sediaan dari kaolin-pektin tidak diserap sehingga efek samping yang terjadi hanya konstipasi. Obat ini tidak boleh

(13)

dipergunakan bersama obat lain dalam waktu 2 jam karena dapat diikat oleh kaolin-pektin (McQuaid, 2010).

2.4.6 Probiotik

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah cukup akan bermanfaat pada kesehatan tubuh. (Guarner, 2008) Berdasarkan beberapa penelitian meta-analisis menunjukkan probiotik aman dan efektif digunakan dalam pengobatan dan pencegahan diare akut akibat infeksi pada anak-anak. Bukti pada beberapa penelitian menunjukkan manfaat probiotik dalam gastroenteritis akibat virus lebih baik dibandingkan dengan infeksi akibat bakteri dan parasit. Beberapa stain probiotik yang direkomendasikan untuk menurunkan keparahan dan durasi diare akut akibat infeksi pada anak-anak adalah L.uteri ATCC 55730, L. Rhamnosus GG, L. Casei DN-114001, dan Saccharomyces cereviciae. Konsumsi oral dari probiotik ini dapat memperpendek durasi dari diare akut pada anak-anak kurang lebih selama 1 hari. Mekanisme kerja dari masing-masing strain sangat spesifik. (Farthing et al, 2012) Namun secara umum, probiotik mempengaruhi ekosistem usus melalui mekanisme immunologis dan non-immunologis. Hal ini yang memfasilitasi penurunan insiden dan keparahan dari diare. (Guarner et al, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi intensi mahasiswa untuk berwirausaha dan masih adanya perbedaan hasil, maka dalam

berkaitan dengan pangan jajanan anak sekolah yang lebih baik dan tidak..

belum diterima oleh GAA Pihak Outstation terlambat mengirim komponen pesawat yang rusak Pengangkutan komponen menunggu pesawat lain yang menuju Cengkareng

Saat ini ditemui ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan, diantaranya tidak teraturnya dokter dalam melakukan kunjungan, harga yang tidak sesuai dengan pelayanan

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan

Untuk itu diperlukan solusi pengembangan sumber daya manusia disertai infrastruktur yang memadai.Untuk mengatasi keterbatasan tersebut diperlukan langkah- langkah

Kurva perhitungan yang didasarkan pada harga tahanan jenis dan kedalaman yang didapatkan dengan cara pencocokan kurva mengalami penyimpangan terutama pada jarak

Rapat Panja Komisi VIII DPR-RI mengenai RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dengan Panja Pemerintah Acara : Membahas DIM RUU.. RDP Komisi VIII DPR RI dengan