Sabtu, 19 November 2016
Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Kode Artikel: FP-07
VISIBILITAS HILAL DALAM MODUS PENGAMATAN
BERBANTUAN ALAT OPTIK DENGAN MODEL KASTNER
YANG DIMODIFIKASI
BINTA YUNITA*, JUDHISTIRA ARIA UTAMA,WASLALUDDIN Prodi Fisika,
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154
Abstrak.Telah dilakukan modifikasi atas model visibilitas Kastner untuk memperoleh
prediksi visibilitas hilal (Bulan sabit pertama yang dapat diamati pascakonjungsi setelah terbenamnya Matahari) dalam modus pengamatan berbantuan alat optik (binokular/teleskop). Prediksi yang dihasilkan model Kastner yang dimodifikasi untuk kasus hilal awal Ramadan dan Syawal 1437 H (2016 M) serta kasus-kasus hilal yang menjadi rekor dunia telah dibandingkan dengan prediksi model lainnya, yaitu model Odeh dan model Sultan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa prediksi visibilitas model Kastner bersesuaian dengan prediksi model Odeh dan Sultan untuk kasus hilal yang diamati dengan bantuan alat optik pada penetapan awal Syawal 1437 H, sedangkan model Kastner berlawanan dengan model Odeh dan Sultan untuk awal Ramadhan 1437 H. Hanya pada satu kasus hilal yang menjadi rekor dunia, prediksi model Kastner berlawanan dengan prediksi Odeh namun bersesuaian dengan prediksi model Sultan. Perbedaan yang terjadi tersebut dapat dijelaskan bila pengamat yang terlibat memiliki kemampuan penglihatan di atas rata-rata dan didukung dengan kondisi atmosfer setempat yang sangat mendukung.
Kata kunci :kecerahan langit, model Kastner, model Odeh, model Sultan, visibilitas hilal
Abstract. Modification of Kastner visibility models was carried out to obtain the crescent visibility predictions (first crescent moon can be observed-post conjungtion after the sunset) in the naked eye- observation and optical aid- observation (binoculars / telescope). Resulting of prediction of the hilal using model Kastner that modified for the case of the startof Shawwal 1437 H (2016 M)as well as the cases that became the world record has been compared with the predictions of other models, Odeh model and Sultan model. Results of visibility prediction of the hilal using Kastner model that modified corresponded to the Sultan model and Odeh model was observed with the optical aid- observation on the determination of the beginning of Syawal 1437 Heven though Kastner model contrary to the Odeh model and Sultan model for start of Ramadhan 1437 H. Only in one case that becamethe world record, Kastner model contrary to the Odeh model but consistent with Sultan model. Differences that occur can be explained if the observer involved have vision capabilities above average and supported by local atmospheric conditions were very supportive.
Keywords : sky brightness, Kastner model, Odeh model, Sultan model, hilal visibility
1. Pendahuluan
Pengamat langit sejak era Babilonia hingga astronom saat ini masih tertarik untuk membangun kriteria visibilitas untuk mengetahui kemunculan pertama Bulan sabit muda (hilal). Hoffman menyatakan bahwa tidak adanya kriteria visibilitas yang
berlaku untuk semua rentang lintang geografis pengamat [1]. Sehingga telah mendorong Hilmansyah et al. untuk mendapatkan nilai-nilai berbagai parameter fisik hilal khusus untuk lintang tropis, baik dengan mata telanjang maupun pengamatan dengan berbantuan teleskop [2].
Berbagai model visibilitas telah di bangun oleh para pengamat salah satunya oleh Kastner. Dalam model visibilitas Kastner, Kastner hanya memodelkan visibilitas benda langit untuk pengamatan dengan mata telanjang dan masih menggunakaan persamaan yang masih belum akurat untuk kecerahan langit senja yang tidak berlaku universal atau tidak untuk seluruh lintang pengamatan. Sehingga perlu adanya modifikasi untuk memperoleh nilai kecerahan langit senja serta perlu adanya berbagai koreksi yang relevan untuk diterapkan pada kecerahan langit senja dan kecerahan hilal karena penggunaan alat optik. Berdasarkan hasil penelitian Utama diperoleh bahwa perbesaran sudut adalah faktor koreksi yang dominan dalam model Katsner yang digunakan dalam prediksi visibilitas hilal dengan menggunakan bantuan teleskop [3].
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Sampel data yang akan diuji dengan model visibilitas Kastner yang telah dimodifikasi dalam penelitian ini adalah memanfaatkan hasil penetapan awal Ramadhan 1437 H dan awal Syawal 1437 H oleh Kementerian Agama dan tujuh data yang menjadi rekor dunia berdasarkan data kompilasi Odeh. Memanfaatkan model matematis Schaefer yang diimplementasikan dalam tool JAVA Applet yaitu
www.bogan.ca/astro/optics/vislimit.html untuk memperoleh kecerahan langit
senja.
Koreksi untuk kecerahan langit yaitu dengan memasukkan berbagai faktor, sehingga kecerahan langit efektif berdasarkan persamaan Schaefer (1993) dinyatakan sebagai berikut [4]:
𝐵"## = 𝐵 / 𝐹( (1) Sedangkan koreksi untuk kecerahan hilal yaitu dengan memasukkan berbagai faktor, sehingga kecerahan hilal berdasarkan persamaan Schaefer (1993) dinyatakan sebagai berikut [4]:
𝐿"## = 𝐿 / 𝐹* (2) 𝐿 merupakan nilai kecerahan hilal di dalam atmosfer (dalam satuan nL), 𝐵 merupakan nilai kecerahan langit senja (dalam satuan nL), 𝐿"## merupakan nilai kecerahan hilal yang sudah terkoreksi (dalam satuan nL) dan 𝐵"## merupakan nilai kecerahan langit senja yang sudah terkoreksi (dalam satuan nL).
Faktor-faktor koreksi yang diterapkan [5]:
𝐹* = 𝐹+𝐹,𝐹-𝐹.𝐹0 (4) 𝐹+= 1,41 (5) 𝐹4 = 𝑀6 (6) 𝐹, = ,8(7:(;7 </;)> ) (7) 𝐹0 = 2𝜃𝑀 /900" D.F𝑗𝑖𝑘𝑎 2𝜃𝑀 > 900" (8) 𝐹0 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 2𝜃𝑀 < 900" (9) 𝐹. = ;< ; 6 (10) 𝐹- = ; 4;< 6 𝑗𝑖𝑘𝑎𝐷" < 𝐷/𝑀 (11) 𝐹- = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎𝐷" > 𝐷/𝑀 (12) dengan : 𝐷" = 7 exp (−0,5 𝐴/100 6 (13) Rumus aproksimasi Kastner dalam menghitung kecerahan hilal untuk memperoleh fungsi visibilitas hilal di dekat Matahari dengan kecerahan hilal di luar atmosfer dalam satuan S10 sebagai berikut [6]:
𝐿∗ = ;7(2,51)(7D:/V) (14)
dengan
𝐷 =7 6𝜋𝑟
6 1 − cos ∠ 𝑒 (15)
D menyatakan luas sabit Bulan, r menyatakan semidiameter Bulan dan ∠ e merupakan sudut elongasi.
Kecerahan hilal di dalam atmosfer dalam satuan nL sebagai berikut:
𝐿 = 0,263 𝐿∗𝑒:`a (16) 𝑋 =cde fgD,D6F "7 hii jkl m (17) Dengan X merupakan persamaan Rozenberg untuk memperoleh massa udara [7], z adalah jarak zenit, k adalah koefisien ekstingsi (untuk k = 0,2 saat atmosfer dalam keadaan bersih).
Fungsi visibilitas Kastner (Δm) dinyatakan dalam [6]:
∆𝑚 = 2,5 log 𝑅 (18) dengan
𝑅 =(s (19)
Prediksi visibilitas hilal berdasarkan model Sultan dengan kriteria visibilitasnya yaitu [9]:
𝐶 ≥ 𝐶,v (20) dengan :
𝐶 =(s:()
( (21)
𝐶 merupakan kontras kecerahan antara hilal dengan kecerahan langit senja, sedangkan 𝐶,v merupakan ambang kontras.
Persamaan untuk mendapatkan ambang kontras sebagai berikut [4]: 𝐶,v = 0,0028 + 2,4 𝐵:D,7 z{|}~ 6 𝑗𝑖𝑘𝑎 log 𝐵 > 6 (22) atau 𝐶,v = 0,0028 + 2,4 𝐵:D,7 z{|} ~ 6 𝑗𝑖𝑘𝑎 log 𝐵 > 6 (23) Persamaan untuk memdapatkan 𝜃•€• sebagai berikut [8]:
𝜃•€• =‚Dƒ′′𝑑𝑒𝑥 8,28 𝐵:D,6† 𝑗𝑖𝑘𝑎 log 𝐵 > 3,17 (24) Prediksi visibilitas hilal berdasarkan model Odeh menggunakan persamaan berikut [10]:
𝑉 = 𝐴𝑅𝐶𝑉 − (−0,1018 𝑊‰+ 0,7319 𝑊6 − 6,3226 𝑊 + 7,1651) (25) Dengan W merupakan lebar sabit (dalam satuan menit busur) dan ARCV merupakan beda tinggi Bulan-Matahari (dalam satuan derajat).
3. Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi model visibilitas Kastner untuk memperoleh visibilitas hilal dengan pengamatan berbantuan alat optik berupa teleskop refraktor. Modifikasi dilakukan dengan menggunakan algoritma Schaefer untuk nilai kecerahan langit senja dan menyertakan lima faktor koreksi untuk kecerahan langit senja dan kecerahan hilal. Dari kelima faktor tersebut, empat faktor koreksi yang sama digunakan untuk kecerahan langit senja dan kecerahan hilal yaitu berupa:
• Faktor transmisi cahaya dalam instrumen optik 𝐹, bernilai 1,36.
• Faktor penglihatan 𝐹- sebagai fungsi usia pengamat. Dalam penelitian ini digunakan usia pengamat yaitu 23 tahun sehingga diameter pupil pengamat yang berusia 23 tahun yaitu 6,82 mm, sehingga faktor koreksi untuk penglihatan bernilai 1.
• Faktor perbesaran sudut 𝐹/ yang bernilai 2500 karena digunakan pembesaran 50x.
• Faktor koreksi teleskop 𝐹+ bernilai 2.
Untuk faktor daya pengumpul cahaya 𝐹. diterapkan pada kecerahan langit senja yang bernilai 0,011 karena teleskop yang digunakan diasumsikan memiliki diameter lensa objektif sebesar 66 mm. Faktor daya urai mata (Fr) diterapkan pada kecerahan hilal yang bernilai 1.
Nilai parameter fisik Bulan tepat setelah terbenamnya Matahari untuk pengamatan di lokasi Bandung, Jawa Barat 𝜙 = 6‹52Œ𝐿𝑆, 𝜆 = 107‹35Œ𝐵𝑇, 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 = 968 𝑚𝑑𝑝𝑙 sebagai berikut :
Tabel 1. Parameter Fisik Hilal
ARCV(o) Elongasi(o) Umur BulanSetelah Konjungsi(hour)
Ramadhan
5 Juni 2016 3,97 5,92 7,76
Syawal
5 Juli 2016 11,367 12,546 23,86
Prediksi visibilitas hilal Ramadhan 1437 H dan Syawal 1437 H dengan model Kaster modifikasi untuk pengamatan di lokasi Bandung, Jawa Barat sebagai berikut :
Gambar 1. Visibilitas Hilal Awal Ramadhan 1437 H Dengan Model Kastner Modifikasi
Gambar 2. Visibilitas Hilal Awal Syawal 1437 H Dengan Model Kastner Modifikasi
0 1 2 3 4 5 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 V is ibi li ta s
Waktu Pascaterbenam Matahari (Menit) Visibilitas Hilal Awal Ramadhan 1437 H
0 2 4 6 8 10 12 -10 0 10 20 V is ibi li ta s
Waktu Pascaterbenam Matahari (Menit)
Gambar 3. Kontras Keerahan Hilal Awal Ramadhan 1437 H Dengan Model Sultan
Gambar 4. Kontras Kecerahan Hilal Awal Syawal 1437 H Dengan Model Sultan
Tabel 2. Prediksi Model Odeh Kasus Awal Ramadhan dan Syawal 1437 H W [arc minute] ARCV [o] V vis Ramadhan1437 H 0,09 4,45 -2,152 zona D Syawal1437 H 0,38 11,99 7,127 zona A
Tabel 3. Prediksi Model Kastner Kasus Rekor Dunia
Pengamat [nL] L B_eff [nL] R Δm
Pierce (moon age, N) 6,535E+06 2,065E+06 3,165 1,251 Stamm (moon age, T) 3,609E+08 5,161E+04 6992,554 9,612 Mirsaeed (Age,B) 3,094E+08 6,577E+04 4704,226 9,181 Stamm (Lag, T) 2,510E+07 1,759E+05 142,699 5,386 Ashdod (Lag, N) 1,036E+06 6,164E+06 0,168 -1,937 Stamm (Elongasi ARCL, T) 5,933E+07 2,171E+04 2732,385 8,591 Pierce (ARCL, N) 6,535E+06 2.065E+06 3,165 1,251
-1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 -10.0 0.0 10.0 20.0 K ont ra s K ec er aha n
Waktu Pascaterbenam Matahari (Menit)
Visibilitas Hilal Awal Ramadhan 1437 H C C_th -2 0 2 4 6 8 -10 0 10 20 K ont ra s K ee ra ha n
Waktu Pascaterbenam Matahari (Menit)
Visibilitas Hilal Awal Syawal 1437 H
C C_th
Tabel 4. Prediksi Model Sultan Kasus Rekor Dunia Pengamat W_koreksi [arc minute] L [ nL] B_eff [nL] C C_th Vis
Pierce (moon age, N) 7 2614 8,260E+02 2.165 0.012 yes Stamm (moon age, T) 7,5 2963 1,059E+03 1.797 0.010 yes Mirsaeed (Age,B) 7 1796 9,547E+02 0.882 0.011 yes Stamm (Lag, T) 40,8 206 3,611E+03 -0.943 0.003 no Ashdod (Lag, N) 0,85 1,036E+06 6,164E+06 -0.832 0.468 no Stamm (Elongasi ARCL, T) 5 487 4.457E+02 0.093 0.024 yes Pierce (ARCL, N) 7 2614 8,260E+02 2.165 0.012 yes
Tabel 5. Prediksi model Odeh Kasus Rekor Dunia
Pengamat W
[arc minute]
ARCV
[o] V vis
Pierce (moon age, N) 0,14 7,570 1,276 zona C Stamm (moon age, T) 0,15 7,472 1,239 zona C Mirsaeed (Age,B) 0,14 7,007 0,713 zona C Stamm (Lag, T) 0,34 4,180 -0,916 zona C Ashdod (Lag, N) 0,85 5,933 3,676 zona B Stamm (Elongasi ARCL, T) 0,10 6,551 0,011 zona C Pierce (ARCL, N) 0,14 7,570 1,276 zona C
Keterangan : Naked Eye
Optical Aid (Teleskop) Optical Aid (Binokuler)
Dengan menggunakan model Kastner yang sudah dimodifikasi, diperoleh prediksi visibilitas hilal untuk kasus awal Ramadhan 1437 H, Syawal 1437 H dan tujuh kasus rekor dunia. Prediksi model Kastner tersebut sesuai dengan klaim di lapangan. Hanya pada satu kasus rekor dunia, prediksi model Kastner tidak sesuai dengan klaim di lapangan.
4. Kesimpulan
Prediksi visibilitas model Kastner yang dimodifikasi bersesuaian dengan prediksi model Odeh dan Sultan untuk kasus hilal yang diamati dengan bantuan alat optik pada penetapan awal Syawal 1437 H. Sedangkan pada awal Ramadhan 1437 H, model Kastner memprediksi bahwa hilal dapat diamati dengan bantuan alat optik. Pada enam kasus rekor dunia, model Kastner bersesuaian dengan model Odeh dan Sultan. Hanya pada satu kasus hilal yang menjadi rekor dunia dengan pengamatan mata telanjang, prediksi model Kastner berlawanan dengan prediksi model Odeh namun bersesuaian dengan prediksi model Sultan. Meskipun model Kastner tidak
dapat menjustifikasi keberhasilan klaim mengamati hilal dengan mata telanjang pada kasus hilal rekor dunia tersebut, bagaimanapun klaim tersebut tetap dapat dijelaskan bila pengamatan didukung kondisi atmosfer setempat yang sangat mendukung dan pengamat yang memiliki kemampuan penglihatan di atas rata-rata.
Ucapan terima kasih
Terima kasih penulis sampaikan kepada M.S Odeh atas publikasi data pengamatan hilal yang telah dikumpulkan sehingga diperoleh data-data yang menjadi rekor dunia.
Daftar Pustaka
1. R.E. Hoffman, Observing the New Moon. Monthly Notices of the Royal
Astronomical Society, 340, 1039-1051, 2003.
2. Hilmansyah, et al, Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia Menggunakan Model Fungsi Visibilita Kastner. HAI, 2013.
3. J.A. Utama, Young Lunar Crescent Visibility Prediction On Telescopic-Based Visual Observation. Proceeding of International Conference On Research, Implementation And Education Of Mathematics And Sciences,29-32, 2014..
4. B. E. Schaefer, Astronomy And The Limits of Vision. Vistas in Astronomy,
36, 311-361, 1993.
5. B. E. Schaefer, Telescopic Limiting Magnitudes. Astronomical Society of The Pacific, 102, 212-229, 1990.
6. S.O. Katsner, Calculation of The Twilight Visibility Function of Near-Sun
Object. The Journal of The Royal Astronomical Society of Canada, 70 (4),153-168,1976.
7. G. V. Rozenberg, Twilight : A Study in Atmospheric Optics, Plenum Press, 33, 1966.
8. Schaefer, B. E.et al, Lunar Occultation Visibility. Icarus, 100, 60-72,
(1992).
9. A. H. Sultan, Hijri Calender & Lunar Visibility : Physical Approach. 3rd Islami Astronomial Conferene, 2003.
10. M. S. Odeh, New Criterion for Lunar Crescent Visibility. Experimental Astronomy, 18, 39-64, 2004.