• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daya tersebut. Timbulnya teori ini dikarenakan adanya pemisahan kepentingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daya tersebut. Timbulnya teori ini dikarenakan adanya pemisahan kepentingan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan adalah kumpulan kontrak antara pemilik sumberdaya ekonomis dan manajer yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Timbulnya teori ini dikarenakan adanya pemisahan kepentingan antara manajemen dan pemilik yang berada diluar perusahaan dan tidak terlibat dalam hal pengambilan keputusan. Kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemilik tersebut dapat menimbulkan konflik yang secara eksplisit maupun implisit tercermin dalam laporan keuangan (Astika, 2010).

Laporan keuangan dapat dijadikan sebagai salah satu alat yang digunakan principal untuk menilai kinerja dari manajer. Laporan keuangan juga dijadikan dasar untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai atau belum. Manajer atau agent menjadi pihak yang mengetahui informasi lebih baik daripada pemegang saham atau principal mengenai perusahaan.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh principal untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan informasi. Pelaksanaan audit terhadap laporan keuangan yang dilakukan auditor independen dapat meyakinkan pihak eksternal tentang kewajaran laporan keuangan. Pricipal juga dapat meyakini bahwa informasi laba fiskal disamping laba akuntansi dapat

(2)

dijadikan sebagai dasar penilaian apakah manajer melakukan tindakan manajemen laba. (Suwandika, 2013)

Intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba untuk memenuhi tujuan pribadi merupakan tindakan manajemen laba (Schipper, 1989). Manajemen laba juga merupakan sebuah proses yang mencakup mempercantik laporan keuangan, salah satunya adalah laba (Subramanyam dan John, 2010:131). Ettredge (2008) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi karena manajemen perusahaan ingin meminimalkan laba kena pajak dan disisi lain ingin juga menaikkan laba yang dilaporkan kepada pemegang saham. Manajemen memanfaatkan keleluasaan peraturan yang ada dalam membuat laporan keuangan. Keleluasaan tersebut sering digunakan untuk memilih metode akuntansi yang dianggap paling baik bagi manajemen, sehingga sering terjadi praktik manajemen laba. Phillips et al. (2003) telah membuktikan bahwa book-tax differences dapat mengindikasikan manajemen laba untuk meningkatkan laba.

2.1.2. Laporan Keuangan

Menurut PSAK No. 1 (2015:1) laporan keuangan adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan ini menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.

Laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan merupakan pertanggungjawaban manajemen kepada para pemilik perusahaan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan atas kinerja yang telah dicapainya. Selain itu, laporan keuangan merupakan laporan akuntansi utama yang

(3)

mengkomunikasikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat analisa ekonomi dan peramalan untuk masa yang akan datang.

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan selayaknya dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan pemakai karena banyak pemakai yang menggunakan laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan. Menurut PSAK No. 1 (2015:2) tentang penyajian laporan keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan, sedangkan dalam pelaporan keuangan termasuk pula prospectus, peramalan oleh manajemen dan lain sebagainya. Laporan keuangan merupakan unsur utama pelaporan keuangan maka tujuan laporan keuangan akan sama dengan tujuan pelaporan keuangan.

Tujuan penyusunan laporan keuangan oleh perusahaan dapat diketahui berdasar SFAC No. 1 dan penetapan standar akuntansi keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, yang menyatakan sebagai berikut:

1. Statement of Financial Accounting Concept No. 1 (SFAC Paragraf 28 No. 1) Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyadiakan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditor dan pihak lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit dan keputusan lainnya secara rasional.

2. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan menurut ketetapan ini adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi

(4)

keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan dua pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan penyusunan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik intern maupun ekstern, yang berguna dalam pengambilan keputusan.

Informasi laporan keuangan bermanfaat bagi pemakai karena adanya karakteristik kualitatif laporan keuangan. Menurut IAI (2009:5-8) laporan keuangan memiliki 4 karakteristik kualitatif pokok, yaitu:

1. Dapat dipahami

Informasi dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pemakai dengan mudah. Oleh sebab itu, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai untuk mempelajari informasi dengan ketekunan.

2. Relevan

Informasi mempunyai kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yaitu dengan cara dapat berguna untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu.

3. Keandalan

Informasi yang mempunyai kualitas andal (reliable) jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat

(5)

disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakekat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan.

4. Dapat diperbandingkan

Perbandingan laporan perusahaan antara periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan, sedangkan perbandingan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.

Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah perusahan dari satu periode ke periode dan dalam perusahaan yang berbeda. Ketaatan pada standar akuntansi keuangan termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan membantu pencapaian daya saing.

Statement of Financial Accounting Concept No. 2 mengenai Qualitative Characteristic of Accounting Information paragraph 15 menyatakan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kualitas primer suatu laporan keuangan agar informasi tersebut berguna dalam pengambilan keputusan. Dua hal yang menjadi kualitas primer tersebut adalah relevan dan dapat diandalkan (reliability). Relevansi dapat diukur dalam kaitannya dengan maksud penggunaan informasi

(6)

tersebut. Artinya, jika suatu informasi tidak relevan dengan kebutuhan para pengambil keputusan maka informasi tersebut tidak ada gunanya. Unsur-unsur dari relavansi adalah nilai prediktif (predictive value), nilai umpan balik (feed back value) dan ketepatan waktu (timeliness). Pada umumnya informasi yang relevan adalah informasi yang memberikan nilai umpan balik secara serentak. Umpan balik dari kejadian masa lalu dapat membantu memperkirakan hasil yang akan diperoleh dimasa datang.

2.1.3. Persistensi Laba

Djamaluddin (2008) persistensi laba merupakan revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa datang (expected future earnings) yang diimplikasikan oleh inovasi laba tahun berjalan (current earnings). Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas. Laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa datang. Laba akuntansi dianggap semakin persisten, jika koefisien variasinya semakin kecil.

Hanlon (2005) menguji apakah persistensi laba dapat dijelaskan oleh perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Pengujian ini memfokuskan pada manfaat informasi laba, khususnya laba yang persisten bagi investor, karena laba persisten sangat penting bagi penilaian investor, maka diidentifikasi dan diuji faktor yang mengindikasi persistensi laba tersebut, yaitu perbedaan antara laba

(7)

akuntansi dan laba fiskal (book tax differences). Hanlon (2005) juga mengukur persistensi laba dengan menggunakan koefisien regresi (γ1) antara laba akuntansi sebelum pajak periode masa depan (PTBI t+1) dengan laba akuntansi sebelum pajak periode sekarang (PTBIt), sedangkan Persada (2010) menghitung persistensi laba dengan perubahan laba sebelum pajak tahun berjalan yang terdiri dari laba sebelum pajak tahun ini dikurangi laba sebelum pajak tahun sebelumnya dibagi dengan total aset.

Dalam penelitian ini menggunakan rasio yang sama dengan Persada (2010) yaitu perubahan laba sebelum pajak tahun berjalan yang terdiri dari:

PRST = Laba sebelum pajak t−1−Laba sebelum pajak t

Total Aset

2.1.4. Book-Tax Differences

Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaporan pajak keuangan berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) dan pelaporan pajak berdasarkan peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiskal. Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya (Resmi, 2011).

(8)

Tabel 2.1

Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal

Masa manfaat

1. Masa manfaat ditentukan aktiva berdasarkan taksiran umur ekonomis maupun umur teknis.

2. Ditelaah ulang secara periodik.

3. Nilai residu bisa diperhitungkan.

1. Ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.

2. Nilai residu tidak diperhitungkan. Harga perolehan 1. Untuk pembelian menggunakan harga sesungguhnya.

2. Untuk pertukaran aktiva tidak sejenis menggunakan harga wajar.

3. Untuk pertukaran sejenis berdasarkan nilai buku aktiva yang dilepas.

4. Aktiva sumbangan berdasarkan harga pasar.

1. Untuk transaksi yang tidak mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga yang sesungguhnya.

2. Untuk transaksi yang mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga pasar.

3. Untuk transaksi tukar

menukar adalah berdasarkan harga pasar.

4. Dalam rangka likuidasi, peleburan. pemekaran, pemecahan atau

penggabungan adalah harga pasar kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan. 5. Revaluasi adalah sebesar

nilai setelah revaluasi. Metode

Penyusutan

1. Garis lurus

2. Jumlah angka tahun 3. Saldo menurun/saldo

menurun ganda 4. Metode jam jasa 5. Unit produksi 6. Anuitas

7. Sistem persediaan

8. WP dapat memilih salah satu metode yang dianggap sesuai asal diterapkan secara

konsisten dan metode penyusutan harus ditelaah secara periodik.

1. Untuk aktiva tetap bangunan adalah garis lurus.

2. Untuk aktiva tetap bukan bangunan WP dapat memilih garis lurus atau saldo

menurun ganda asal

(9)

Sistem Penyusutan

Penyusutan secara individual kecuali untuk peralatan kecil, boleh secara golongan.

1. Penyusutan individual 2. Penyusutan gabungan/grup Saat dimulainya penyusutan 1. Saat perolehan 2. Saat penyelesaian 3. Saat perolehan 4. Dengan izin Menteri

Keuangan dapat dilakukan pada penyelesaian atau tahun mulai menghasilkan.

Peraturan pajak di Indonesia mengharuskan laba fiskal dihitung berdasarkan metode akuntansi dan yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi yaitu metode akrual, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut, karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak.

Rekonsiliasi fiskal diakhir periode pembukuan menyebabkan terjadi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara PABU dan peraturan pajak. Penyebab perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan kedalam perbedaan permanen (permanent differences) dan beda temporer (temporary differences).

2.1.5. Perbedaan Temporer

Menurut Harnanto (2003) perbedaan temporer adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak dari suatu aktiva atau kewajiban dengan nilai tercatat aktiva atau kewajiban tersebut yang akan berakibat pada kenaikan atau bertambahnya laba fiskal periode mendatang (future taxable amountor taxable

(10)

temporary differences) atau berkurangnya laba fiskal periode mendatang (future deductible amount deductible temporary differences), pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban diselesaikan atau dilunasi.

Perbedaan waktu terjadi karena perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya antara pajak dengan akuntansi. Menurut Zain (2008) penyebab perbedaan temporer adalah sebagai berikut:

1. Metode penyusutan dan amortisasi

Penyusutan untuk kepentingan perpajakan secara substansial berbeda dengan penyusutan untuk kepentingan akuntansi. Metode penyusutan menurut akuntansi didesain untuk memperbandingkan antara pengeluaran suatu aset atau penurunan manfaat aset bersamaan dengan manfaat ekonomis yang didapatkan dari pengunaan aset tersebut. Periode penyusutan atau masa manfaat yang digunakan untuk kepentingan perpajakan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan perpajakan dan sama sekali tidak terkait dengan masa manfaat aset yang bersangkutan atau dengan kata lain tidak ada usaha untuk memperbandingkan antara penghasilan dengan pengeluaran (Zain, 2008).

Perbedaan metode penyusutan atau amortisasi antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilihat pada tabel berikut:

(11)

Tabel 2.2

Perbedaan Ketentuan Penyusutan atau Amortisasi menurut Perpajakan dan Akuntansi

Ketentuan Peraturan

Perundang-undangan Perpajakan Standar Akuntansi Keuangan

Terdapat pengelompokan aset yang terdiri dari kelompok harta berwujud dan kelompok harta tidak berwujud. Kelompok harta berwujud terdiri dari:

• Bangunan:

permanen, tidak permanen. • Bukan bangunan:

kelompok 1,2,3,4.

Kelompok harta tidak berwujud terdiri dari kelompok 1,2,3 dan 4.

Tidak terdapat pengelompkan aset yang didasarkan pada penyusutan atau amortisasinya. Pengelompokan aset didasarkan menurut kelancaran dan ketetapannya, yang terdiri dari aset berwujud, aset tetap, aset tidak berwujud, investasi jangka panjang dan aset lain-lain.

Masa manfaat ditetapkan berdasarkan pengelompokan aset.

Tidak ada penetapan masa manfaat. Tarif per kelompok ditetapkan. Tarif tidak diatur.

Hanya tiga pilihan metode penyusutan, yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun ganda dan metode satuan produksi.

Banyak pilihan metode penyusutan, diantaranya yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun, metode saldo menurun ganda, metode jumlah angka tahun dan metode satuan produksi.

Sumber: Zain (2008)

2. Metode penilaian persediaan

Dalam akuntansi, banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan persediaan dan harga pokok penjualan, seperti metode identifiksi spesifik, mendahulukan persediaan yang diperoleh terakhir (LIFO) serta harga perolehan yang diperoleh secara rata-rata (weighted average). Dalam perpajakan, metode penilaian persediaan yang diperkenankan digunakan untuk kepentingan pajak terutang terbatas pada metode yang mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO) dan harga perolehan yang

(12)

dilakukan secara rata-rata (weighted average) seperti yang tercantum dalam UU Pajak Penghasilan pasal 10 ayat (6). Jika terdapat penerapan pendekatan yang berbeda antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal maka akan menimbulkan perbedaan temporer dan alokasi harga pokok penjualan menjadi berbeda untuk setiap tahun sehingga menghasilkan laba kotor yang berbeda. Namun, perbedaan tersebut tidak bersifat tetap karena akan dikompensasikan pada periode berikutnya.

3. Penghapusan piutang

Dalam akuntansi, piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang dirgukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Dalam akuntansi dikenal dua metode penghapusan piutang, yaitu:

a. Metode langsung

Dalam metode ini, kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih sesuai dengan kebijakan perusataan atau pernyataan debitur. Dengan demikian pengakuan kerugian piutang sebagai pengurangan baru dilakukan pada tahun terjadinya penghapusan piutang tersebut.

b. Metode cadangan

Dalam metode cadangan, pada setiap akhir periode dibentuk cadangan kerugian untuk menaksir jumlah yang sekiranya tidak dapat ditagih pada periode berikutnya. Pada saat pembentukan cadangan ini perusahaan

(13)

mengakui adanya kerugian piutang, sedangkan pada saat benar-benar tidak dapat ditagih (piutang harus dihapus) maka tidak lagi mengakui adanya kerugian piutang dan membebankannya ke rekening cadangan kerugian piutang yang telah dibentuk sebelumnya. Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, salah satu komponen yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan dalam menentukan penghasilan kena pajak adalah pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih usaha tertentu, seperti usaha bank dan sewa guna usaha (pasal 9 ayat(1) huruf (c)). Piutang akan dihapus dan diakui sebagai kerugian piutang pada saat atau periode dimana piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam UU Pajak Penghasilan pasa 6 ayat (1) huruf (h). Hal ini berarti metode yang dianut adalah penghapusan piutang langsung. Perbedaan pengurangan kerugian piutang dari pendapatan dalam laporan laba rugi hanya dalam waktu, dan akan saling menutup pada periode yang lain.

Contoh perbedaan temporer yaitu penyusutan dalam akuntansi komersial pembebanan biaya penyusutan dilakukan perbadasarkan umur ekonomis suatu aset, tetapi dalam akuntansi perpajakan pembebanan biaya penyusutan dilakukan berdasarkan golongan kelompok. Contoh lainnya adalah penilaian persediaan, penyisihan kerugian piutang dan laba rugi penyertaan saham.

Menurut Kiswara (2011) terdapat empat jenis transaksi yang menimbulkan beda temporer (waktu) yaitu:

(14)

1. Penghasilan masuk perhitungan pajak sesudah laba akuntansi. 2. Biaya atau rugi perhitungan pajak sesudah akuntansi.

3. Pendapatan pajak sebelum laba akuntansi. 4. Biaya atau rugi pajak sebelum laba akuntansi.

Menurut Nurbaiti (2016) perbedaan temporer dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi penghasilan mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.

Persada (2010) menyatakan untuk menghitung perbedaan temporer didapat dalam laporan keuangan pada rekonsiliasi fiskal dan dibagi dengan total aktiva.

Perbedaan temporer = Jumlah perbedaan temporer dalam rekonsiliasi fiskal

Total Aktiva

2.1.6. Perbedaan Permanen

Perbedaan permanen adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan menurut standar akuntansi keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari. Misalnya, bunga deposito diakui sebagai pendapatan dalam laba akuntansi, tetapi tidak diakui sebagai pendapatan dalam laba fiskal. Penghasilan dalam bentuk natura (beras, minyak, dll) dalam akuntansi komersial penghasilan dalam bentuk natura diakui sebagai penghasilan, tetapi dalam akuntansi perpajakan penghasilan dalam bentuk natura

(15)

bukan merupakan objek pajak. Contoh lain misalnya bunga sumbangan. Dalam akuntansi komersial biaya sumbangan diakui sebagai biaya, tetapi dalam akuntansi perpajakan biaya sumbangan tidak diakui sebagai biaya (bukan objek pajak). Perbedaan permanen terbagi menjadi dua yaitu perbedaan permanen positif dan negatif. Perbedaan positif terjadi karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan, sedangkan perbedaan permanen negatif terjadi karena adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal (Suandy, 2001). Pada umumnya perbedaan permanen terjadi akibat perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya yang terdapat pada:

1. Pasal 4 ayat (3) UU No. 36 tahun 2008

Perbedaan yang tercantum dalam pasal 4 ayat (3) UU Pajak Penghasilan berkenaan dengan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Jadi, setiap penghasilan yang termasuk dalam pasal ini harus dikeluarkan dari laporan laba rugi komersial untuk memperoleh laba fiskal. Berikut ini beberapa contoh penghasilan yang bukan merupakan objek pajak:

a. Bantuan, sumbangan termasuk zakat yang diterima badan amil zakat yang dibentuk secara sah.

b. Warisan.

c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

(16)

d. Pembayarab dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.

e. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.

f. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, firma dan kongsi.

2. Pasal 9 ayat (1) UU No. 36 tahun 2008

Perbedaan yang tercantum dalam pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan berkenaan dengan pengeluaranyang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Seperti halnya dengan perlakuan terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, jika terdapat pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dalam sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial maka harus dikeluarkan untuk memperoleh laba fiskal. Berikut beberapa contoh pengeluaran yang tidak dibebankan sebagai biaya:

a. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.

c. Pembutukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan

(17)

kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang.

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.

e. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

f. Pajak penghasilan.

g. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak diperbolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

3. Pasal 18 Undang-undang Pajak Penghasilan

Perbedaan yang tercantum dalam pasal 18 Undang-undang Pajak Penghasilan berkenaan dengan kewenangan Menteri Keuangan atau Direktorat Jendral Pajak untuk mengatur keperluan penghitungan pajak. Beberapa contoh kewenangan tersebut adalah:

a. Kewenangan untuk mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan perhitungan pajak.

b. Kewenangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak luar negeri atas penyertaan modal pada badan usaha diluar negeri. c. Kewenangan untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan

(18)

besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya.

Menurut Poernomo (2008) perbedaan permanen terdiri dari: 1. Penghasilan yang telah dipotong PPh final

Sesuai dengan pasal 4 ayat (2) UU PPh atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.

2. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tercantum dalam pasal 4 ayat (3) UU Pajak Penghasilan. Penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.

3. Pengeluaran yang termasuk dalam non deductible expense dan tidak rermasuk dalam desuctible expense. Pasal 9 ayat 1 UU Pajak Penghasilan mengatur tentang pengurang penghasilan bruto termasuk dalam kelompok pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya (non deductible expense), sedangkan undang-undang yang mengatur mengenai biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense) dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak terdapat dalam pasal 6 ayat (1).

(19)

Perbedaan permanen sebagai indikator book-tax differences didapat dari laporan keuangan pada bagian rekonsiliasi fiskal dan dibagi dengan total aktiva (Persada, 2010).

Perbedaan permanen = Jumlah perbedaan permanen dalam rekonsiliasi fiskal

Total Aktiva

2.1.7. Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur melalui log total aktiva.

Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan dapat digunakan sebagai proksi ketidakpastian terhadap keadaan perusahaan dimasa yang akan datang. Perusahaan besar cenderung mempunyai biaya keagenan rendah yang terkait dengan substitusi aset dan masalah dalam hal pemegang saham menolak investasi dengan pengingkatan nilai karena lebih menguntungkan kreditur (underinvestment). Perusahaan kecil sangat mungkin untuk dilikuidasi pada saat perusahaan mengalami kesulitan untuk membayar hutang-hutang mereka, oleh karena itu perusahgaan besar cenderung menerbitkan hutang bsar dibanding perusahaan kecil.

(20)

Menurut Chowijaya (2014) laba sebelum pajak tahun berjalan (pre-tax book income) atau laba akuntansi merupakan laba yang dihasilkan dari kegiatan utama perusahaan didalam satu periode tertentu, baik penghasilan maupun beban yang dihitung berdasarkan aturan standar akuntansi yang berlaku. Laba akuntansi secara operasional merupakan perbedaan realisasi laba yang tumbuh dari transaksi-transaksi selama periode berlangsung dan biaya-biaya historis yang berhubungan. (Belkaoui, 2007)

Menurut Belkaoui (2007) terdapat lima karakteristikyang terdapat dalam laba akuntansi:

1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh perusahaan (terutama yang muncul dari penjualan dikurangi dengan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk berhasil melakukan penjualan tersebut).

2. Laba akuntansi didasari pada postulat periode dan mengaju pada kinerja keuangan dari perusahaan selama satu periode tertentu.

3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip laba dan membutuhkan definisi, penguuran dan pengakuan pendapatan. Umumnya realisasi adalah ujian untuk pengukuran laba dan sebagai akibatnya, untuk pengakuan laba.

4. Laba akuntansi meminta adanya pengakuan beban-beban dari segi biaya historisnya terhadap perusahaan, yang menunjukkan ketaatan yang tinggi pada prinsip biaya. Suatu aktiva diperhitungkan dengan menggunakan biaya akuisisinya sampai penjualan direalisasi, dimana pada saat itu diakuilah setiap perubahan yang terjadi pada nilai. Jadi, beban adalah aktiva atau biaya-biaya akuisisi yang telah kadaluwarsa.

(21)

5. Laba akuntansi meminta penghasilan yang terealisasi diperiode tersebut dihubungkan dengan biaya-biaya relevan yang terkait. Oleh karenanya, laba akuntansi didasarkan pada prinsip pemadanan (matching). Pada dasarnya beberapa biaya atau periode tertentu dialokasikan atau disesuaikan dengan pendapatan dan biaya-biaya lain yang dilaporkan dan dibawa kedepan sebagai aktiva. Biaya-biaya yang dialokasikan dan dicocokan dengan pendapatan untuk periode tersebut diasumsikan memiliki satu potensi jasa yang tidak berlaku lagi.

Menurut Kurniawan (2013) laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested capital).

2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen. 3. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.

4. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara.

5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik. 6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak hutang.

7. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.

8. Alat motivasi manajemen dan pengendalian manajemen. 9. Dasar pembagian dividen.

(22)

Menurut Yusuf (2012:28) aktiva atau aset merupakan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki perusahaan yang biasa dinyatakan dalam satuan uang. Aset dapat digolongkan menjadi dua, yaitu aset tetap dan aset lancar. Menurut PSAK No.16 (IAI, 2015) definisi aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Sedangkan menurut Subramanyam dan Wild (2008:271) aset jangka panjang (long-lived assets), disebut juga aset tetap (fixed assets), atau aset tidak lancar (non-current assets) merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada perusahaan selama periode melebihi periode kini. Aset jangka panjang pada umumnya meliputi bangunan, peralatan, aset tak berwujud, investasi, dan beban- beban yang ditangguhkan.

Aset lancar (Current assets) merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang dapat langsung diubah menjadi kas sepanjang siklus operasi perusahaan (Subramanyam dan Wild, 2008:271). Aset lancar diantaranya adalah kas, setara kas, efek, piutang, derivatif, persediaan dan beban diterima dimuka. Total aset atau aktiva adalah jumlah seluruh total aset tetap dan aset lancar.

(23)

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

1 I Made Andi Suwandika dan Ida Bagus Putra Astika (2013)

Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi, Laba Fiskal, Tingkat Hutang pada Persistensi Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan)

Variabel dependen : Laba sebelum pajak tahun depan (Y). Variabel Independen : Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (X1), Tingkat Hutang (X2).

Perusahaan dengan large negative book-tax differences tidak terbukti memiliki persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences, sedangkan perusahaan dengan large positive book-tax differences terbukti memiliki peristensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small boo-tax differences. Tingkat hutang tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan pada persistensi laba. 2 Andriansyah Chowijaya, Rizal Effendi dan Cherrya Dhia Wheny (2014) Pengaruh Laba

Akuntansi, Laba Fiskal dan Arus Kas Operasi Terhadap Persistensi Laba (Studi Empiris pada Industri yang Tergabung di Indeks

Variabel dependen: Persistensi Laba (Y). Variabel Independen: Laba Akuntansi (X1), Laba Fiskal (X2), Arus Kas Operasi (X3)

Secara parsial hanya variabel laba akuntansi yang memliki pengaruh signifikan terhadap persistensi laba, sedangkan secara simultan laba akuntansi, laba fiskal dan arus kas memiliki pengaruh signifikan terhadap persistensi laba.

(24)

Dewi dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015)

Differences, Arus Kas Operasi, Arus Kas Akrual dan Ukuran Perusahaan pada Persistensi Laba (Studi Empiris Perhotelan dan Pariwisata yang

Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011)

Persistensi Laba (Y). Variabel Independen: Perbedaan Temporer (X1), Perbedaan Permanen (X2), Arus Kas Operasi (X3), Arus Kas Akrual (X4), Ukuran Perusahaan (X5).

permanen, arus kas operasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada persistensi laba, sementara arus kas akrual tidak berpengaruh pada persistensi laba. 4 Azzahra Salsabilla, Dudi Pratomo, Annisa Nurbaiti (2016) Pengaruh Book-Tax Differences dan Aliran Kas Operasi Terhadap Persistensi Laba (Studi Empiris Perusahaan Food and Beverage yang Terdaftar di BEI 2010-2014).

Variabel dependen: Persistensi Laba (Y). Variabel Independen: Perbedaan Permanen (X1, Perbedaan

Temporer, (X2), Aliran Kas Operasi (X3).

Perbedaan Permanen, perbedaan temporer dan aliran kas operasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, sedangkan secara parsial perbedaan permanen, perbedaan temporer tidak berpengaruh terhadap persistensi laba dan aliran kas operasi berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap persistensi laba.

(25)

2.3 Kerangka Pemikiran

Laba merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik tercermin pada laba yang berkualitas. Persistensi laba merupakan ukuran yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai satu periode masa depan dan merupakan nilai prediktif yang tercermin dalam komponen akrual dan aliran kas.

Laba juga dipengaruhi oleh pajak yang perhitungannya melibatkan laba kena pajak atau biasa disebut laba fiskal, besar kecilnya pajak kini ditentukan oleh jenis transaksi yang terjadi. Pengakuan transaksi-transaksi tersebut ada yang diakui oleh fiskal dan tidak, sehingga menyebabkan perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal (book-tax differences) yang tercermin pada perbedaan permanen dan perbedaan temporer (Nurbaiti, 2016).

Selain itu, besar kecilnya perusahaan yang diukur dari total aktiva juga digunakan untuk menilai perusahaan. Semakin besar suatu perusahaan diharapkan pula pertumbuhan laba yang semakin tinggi. Pertumbuhan laba yang tinggi juga akan mempengaruhi persistensi laba dan dapat digunakan untuk menarik calon investor. Indikator lain yang juga dapat mempengaruhi persistensi laba yaitu laba sebelum pajak tahun berjalan. Laba sebelum pajak tahun berjalan yang meningkat akan menyebabkan kualitas laba menjadi baik dan menaikkan persistensi laba dimasa datang.

(26)

Adapun gambar kerangka pemikiran adalah:

2.3. Hubungan Book-Tax Difference, Ukuran Perusahaan dan Laba Sebelum Pajak Tahun Berjalan serta Perumusan Hipotesis

Penelitian ini memprediksi perubahan laba melalui informasi yang terkandung dalam book-tax differences (perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal). Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, prinsip metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya (Resmi, 2011) Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara penyajian laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dibagi menjadi beda tetap/permanen dan beda waktu/temporer (Kiswara, 2011).

Perbedaan permanen sebagai pembentuk book-tax differences menyebabkan adanya koreksi fiskal baik positif maupun negatif. Sebagai contoh perbedaan permanen adalah pada bunga bank dalam SAK diperbolehkan sebagai penambah penghasilan tetapi dalam Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan tidak diperkenankan karena pajak yang dikenakan untuk bunga bank

Perbedaan Permanen (X1)

Perbedaan Temporer (X2) Ukuran Perusahaan (X3)

Persistensi Laba (Y)

H1 H2 H3

H5

Laba Sebelum Pajak Tahun Berjalan (X4)

(27)

adalah pajak final yang akan dihitung dan dibayarkan sekaligus pada akhir periode pembukuan. Dalam rekonsiliasi fiskal yang dilakukan, hal ini merupakan koreksi negatif yang menyebabkan laba berkurang dan jumlah pajak terutang juga berkurang, sehingga apabila pajak yang dibayarkan perusahaan semakin sedikit sedangkan jumlah penghasilan sebelum pajak diasumsikan tetap maka laba bersih setelah pajak akan besar atau dengan kata lain pertumbuhan laba juga akan meningkat (Nurbaiti, 2016). Hal ini menyebabkan hubungan positif pula pada persistensi laba, sehingga apabila perbedaan permanen bertambah maka perusahaan semakin persisten atau dapat meningkatkan laba.

Untuk itu disimpulkan sementara bahwa perbedaan permanen secara parsial akan berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba atau perbedaan permanen menyebabkan laba perusahaan persisten dan dapat memprediksi laba tahun berikutnya, karena perbedaan permanen tidak menyebabkan perbedaan yang begitu besar, maka hipotesis pertama yang akan diuji adalah:

H1 : Perbedaan permanen secara persial berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

Perbedaan temporer (beda waktu) terjadi karena perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya antara pajak dengan akuntansi yang menyebabkan adanya beban pajak tangguhan. Suatu biaya atau penghasilan telah diakui menurut akuntansi komersial dan belum diakui menurut fiskal atau sebaliknya. Hal ini menyebabkan besarnya laba akuntansi lebih tinggi daripada laba fiskal atau sebaliknya. Perbedaan temporer sebagai pembentuk book-tax

(28)

differences menyebabkan adanya koreksi fiskal baik positif maupun negatif. Koreksi positif menyebabkan laba fiskal bertambah. Jika laba fiskal bertambah maka beban pajak yang harus dibayarkan akan semakin besar. Semakin besar beban pajak yang harus dibayarkan maka semakin kecil laba bersih yang dihasilkan.

Koreksi negatif menyebabkan laba fiskal berkurang sehingga beban pajak yang harus dibayarkan semakin kecil, oleh karena itu perbedaan temporer berpengaruh terhadap pertumbuhan laba yang kaitannya dengan persistensi laba. Perbedaan ini bersifat sementara karena akan tertutup pada periode sesudahnya, maka hipotesis kedua yang akan diuji adalah:

H2 : Perbedaan temporer secara persial berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

Ukuran perusahaan yang tercermin pada kinerja perusahaan menjadi salah satu ukuran untuk menilai perusahaan. Besar kecilnya perusahaan diukur berdasarkan total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar perusahaan, maka diharapkan pertumbuhan laba yang tinggi pula. Pertumbuhan yang tinggi akan mempengaruhi persistensi laba dan dapat menarik calon investor, karena pihak investor lebih percaya pada perusahaan besar karena dianggap mampu untuk terus meningkatkan kualitas labanya. Pandangan ini konsisten dengan temuan Dewi (2015) yang membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap persistensi laba, maka hipotesis ketiga yang akan diuji adalah:

(29)

H3 : Ukuran perusahaan secara persial berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

Menurut SFAC No. 2 mengenai karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang menyatakan bahwa kualitas primer informasi akuntansi adalah relevansi dan reliabilitas. Informasi akuntansi berupa laba akuntansi sebelum pajak tahun berjalan, meskipun persistensi laba bukan merupakan komponen dari definisi kualitas primer laba, namun persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba, karena dalam karakter relevansi terdapat komponen nilai prediktif laba, dimana salah satu unsurnya ada pada laba sebelum pahak tahun berjalan, maka hipotesis keempat yang akan diuji adalah:

H4 : Laba sebelum pajak tahun berjalan secara persial berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

Hipotesis terakhir yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

H5 : Perbedaan permanen, perbedaan temporer, ukuran perusahaan dan laba sebelum pajak tahun berjalan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

Gambar

Tabel 2.3  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Adapun alasan diterbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran

1.Untuk mengetahui sistem informasi akuntansi penerimaan kas dan pengeluaran kas yang sedang berjalan pada

Jadi dari definisi diatas, dapat disimpulkan sistem informasi adalah komponen yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama mengelolah data menjadi

Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap- tiap komponen laba atau pendapatan

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah suatu kumpulan atau seperangkat prosedur- prosedur, manusia,

Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai

Adanya seperangkat pengetahuan mengenai akuntansi dan bidang pengetahuan akuntansi (Akuntansi Keuangan, Akuntansi Manajemen, Sistem Informasi Manajemen, Akuntansi

Laporan laba rugi komersial merupakan pelaporan laba yang dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan dan menghasilkan laba bersih sebelum pajak (laba akuntansi),