BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pisang
Pisang dapat diolah dan diawetkan menjadi berbagai bentuk hasil olahan diantaranya saus pisang, sale pisang, sari buah pisang, anggur pisang, dodol pisang, keripik pisang, tepung pisang dan jam/selai pisang serta hasil olahan lainnya.
Tepung pisang dibuat dari buah pisang yang mentah, yang cara pembuatannya mudah dan sederhana. Pada dasarnya semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung pisang. Untuk memperoleh tepung yang baik diperlukan buah pisang yang cukup tua. Tepung pisang yang terbuat dari pisang kepok sangat baik hasilnya, warna tepungnya putih dan menarik.
Sebelum dikeringkan, pisang dilepas dari sisirnya, dicuci dan selanjutnya dikukus atau direbus selama 10-15 menit. Pengukusan atau perebusan ini akan bertujuan untuk mempermudah pengupasan, mengurangi atau menghilangkan getah, dan memperbaiki warna yang dihasilkan.
Selanjutnya, buah diiris tipis-tipis melintang atau menyerong kemudian direndam dalam air. Selanjutnya pisang dikeringkan baik dengan bantuan panas matahari ataupun dengan menggunakan alat pengering dengan menggunakan suhu 60-75°C.
2.2.Proses Pengeringan
2.2.1 Pengeringan dengan Cara Alami
Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem).
(2Banwatt, 1981). Untuk itu, dilakukan perhitungan terhadap neraca massa dan neraca energi untuk mencapai keseimbangan.
Alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya
penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru.
Pengeringan pisang dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan panas matahari yakni dengan penjemuran secara langsung di bawah panas matahari ataupun dengan menggunakan alat pengering (Dryer). Masing – masing memiliki kekurangan dan keunggulan tersendiri. Penggunaan alat pengering (Dryer) selain memaksimalkan penurunan kadar air juga mampu meningkatkan efesiensi waktu pengeringan. Pada proses pengeringan dengan panas matahari dapat memakan waktu hingga 2 hari.
Jika menginginkan pengeringan yang lebih cepat, langit berawan atau hari hujan pisang dapat dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan akan berlangsung antara 18 sampai 24 jam tergantung pada suhu pengeringan. Dianjurkan suhu pengeringan tidak kurang dari 50°C dan tidak lebih dari 70°C. Jika suhu terlalu rendah, waktu pengeringan akan terlalu lama. Jika terlalu panas, tekstur pisang akan kurang baik.
Penurunan kadar air diupayakan hingga mencapai nilai dibawah 14 %, dan dengan alat pengering penurunan kadar air bisa dimaksimalkan hingga 6-10 % dengan suhu pengeringan 60-75 °C.
2.2.2. Pengeringan dengan Udara Panas
Secara buatan proses pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38oC – 43oC, sehingga kadar air turun menjadi 12% - 13 %. Alat pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air pisang yang diinginkan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih sedikit. Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari. Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan cuaca. Pada
metode Cadburry, jika cuaca tidak memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan buatan. Pada tahap awal dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan diteruskan dengan suhu udara 45oC - 60˚C sampai biji kering. Lama pengeringan ini 7-8 jam sehari. Selama penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan. Sedangkan dengan pengeringan buatan selama 32 jam dan pembalikkan biji setiap 3 jam. Pengeringan ini dengan menggunakan Barico dryer. Namun, bisa digunakan dengan alat pengering lain, misalnya cabinet dryer. Lama pengeringan tergantung dari jenis alat pengeringnya. Prinsip pengeringannya menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 9% - 11%.
Gambar 2.1. Skema sistem pengering udara panas
2.2.3. Pengeringan dengan Uap Air
Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas (1Abdulillah, 2000).
Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan
mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan jumlah air yang diuapkan di dalam pengering, maka pabrik perlu memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang diuapkan untuk alat pengering dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering udara panas. Jadi penurunan konsumsi energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah:
a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik.
b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi.
c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap.
d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil.
e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi dan deodorisasi produk pangan.
Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali.
Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi:
a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan
b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara.
c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap.
d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang diperlukan tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik dipertimbangkan untuk operasi kontinyu karena masalah yang berkaitan dengan masalah penghidup-matian akibat pengembunan pada produk serta keberadaan zat tak dapat diembunkan (udara).
Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.
Gambar 2.2. Skema sistem pengeringan uap air
2.3.Cabinet Dryer
Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer. Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa (12Singh, 2001). Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat, biji pisang dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi (4Fellows,1990).
Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan boiler berfungsi sebagai pemanas udara atau pengering udara dan penghembus udara kering yang akan digunakan dalam pengeringan (11Severn, 1954). Boiler memiliki medium pemanas berupa steam. Kualitas steam yang digunakan adalah 90%, agar dapat mengeringkan udara secara optimal yang dapat memenuhi kebutuhan panas udara kering dalam pengeringan. Suhu steam yang digunakan adalah 120˚C ( 11Sever, 1954). Suhu tersebut mampu menghasilkan kalor untuk mengeringkan udara secara optimal.
Dalam perhitungan neraca panas, dibutuhkan data-data yaitu panas spesifik, panas latent, RH(%) dan suhu sehingga diperoleh hubungan antara RH (%) udara dengan kadar air dalam bahan pangan pada grafik psychrometric charts (12Singh,2001). Hubungan tersebut menentukan berapa panas masuk dan keluar yang setimbang. Selain itu, juga menentukan panas yang hilang dalam proses pengeringan. Selain neraca panas, juga dibutuhkan neraca massa untuk mengetahui keseimbangan antara berapa produk yang masuk dengan berapa yang keluar serta berapa uap air yang dilepaskan dalam proses. Ini berpengaruh juga pada perubahan fraksi air dalam bahan pangan.
2.4.Standar Mutu Pisang
a) Ruang Lingkup : Pedoman penerapan jaminan mutu terpadu ini meliputi tujuan, definisi, syarat jaminan mutu, verifikasi dan standar prosedur operasional budidaya dan penanganan pascapanen pisang.
b) Tujuan : Tujuan penerapan jaminan mutu terpadu ialah untuk menghasilkan buah pisang/tepung pisang segar dan baik sesuai persyaratan mutu yang direncanakan dan tujuan penggunaan serta tingkat keunggulan berupa pemenuhan parameter fisik, biologi dan kimia, sehingga terjamin keamananya dan dapat diterima konsumen.
c) Definisi : Suatu sistem mutu yang menerapkan manajemen mutu dalam pengendalian mutu dan keamanan pangan sejak produksi hingga dikonsumsi melalui pendekatan ilmiah dan sistematik melalui identifikasi, evaluasi dan pengendalian bahaya untuk menjamin keamanan hasil pertanian.
Tabel 2.1. Syarat mutu buah pisang sesuai SNI 01-0222-195
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Bau - Normal 2 Rasa - Khas 3 Warna - Normal 4 Tekstur - Renyah 5 Keutuhan %b/b Min 90 6 Air %b/b Maks 5 7 Abu %b/b Maks 3 8 Lemak %b/b Maks 25
2.5.Perhitungan Kadar Air
Kadar air pisang yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut :
• Menghitung kadar air pisang kering yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan
Berikut ni:
(2.1) wf = Kadar air pisang yang diperkirakan (%)
Wpk = Berat pisang kering (kg)
Wpo = Berat pisang dengan kadar air 0 % (kg)
• Nilai total kadar air setelah pisang dikeringkan (wf)
Berat air pisang awal (Wi), kg (2.2)
Wi = Wpb x wi
wi= kadar air awal pisang (%)
(2.3) • Berat kandungan air pisang akhir (Wf), kg
Wf = 4,55 % × wpk (2.4)
[
]
100% Wpk Wpo wf x Wpk − =[
( )]
100% Wpb Wpk Wf wi x Wpb − − =2.6.Perhitungan Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan a) Kebutuhan energi untuk pengeringan pisang (Qd), kkal
Qd = Qt + Qw + Ql (2.5) Di mana
Qd = energi pengeringan pisang, kkal Qt = energi pemanasan pisang, kkal Qw = energi pemanasan air pisang, kkal Ql = energi penguapan air pisang, kkal • Energi untuk pemanasan pisang (Qt), kkal
Qt=Wpb .vh (td-ta) (2.6) • Energi pemanasan air pisang (Qw), kkal
Qw = Wi x vw (td-ta) (2.7) • Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), kg
Wr = Wi – Wf (2.8) • Energi penguapan air pisang (Ql), kkal
Ql = Wr x vl (2.9) b)Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal
Qlt = (Qlw×N) + Qlv (2.10) Di mana
Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam
N = Lama pengering
Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw)
(2.11)
(2.12) Dimana :
A = Luas penampang (m2)
∆T = Td= Temperatur rata – rata udara pengering (oC)
k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC)
k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC)
∆x1= tebal plat (m) 2 2 1 1 1 k x k x U ∆ + ∆ = menyeluruh T A U Qlw= ⋅ ⋅∆
∆x2= tebal lapisan isolasi (m)
• Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)
(2.13) dimana; = Debit udara ventilasi, m3/s
ar Wr V ρ × = • 1000 (2.14)
• Massa jenis uap air ventilasi (War), gr/m3
(2.15)
ρar = Massa jenis uap air ventilasi (gr/m3)
ρsa = Massa jenis moisture jenuh pada Ta (gr/m3)
ρsd = Massa jenis moisture jenuh pada Td (gr/m3)
c).Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan pisang Per Siklus (QT),kkal
QT=Qd+Qlt (2.16)
2.7. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan Kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan pisang
• Kebutuhan bahan bakar (2.17) dimana; NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar
• Kebutuhan bahan bakar tiap jam (liter/jam)
Kebutuhan bahan bakar/jam (2.18)
2.8. Lama Waktu Pengeringan
Lama waktu pengeringan diperoleh melalui pengujian, setelah diperoleh harga kebutuhan bahan bakar per jam kemudian dihitung berat pisang akhir, Wf yang
N cpw V Qlv= × (Td-Ta) • • V Rha RHd sa sd ar = ρ ⋅ −ρ ⋅ ρ k NKB QT = N bakar bahan total Kebutuhan =
diperkirakan sesuai dengan kadar air pisang, Selanjutnya pisang dikeringkan hingga beratnya sama dengan atau mendekati berat akhir yang diperkirakan. Dari sini, diperoleh lama waktu pengeringan untuk masing – masing penggunaan bahan bakar minyak tanah maupun kayu bakar. Adapun perhitungan berat akhir pisang,Wf
menggunakan persamaan berikut ini.
(2.19)
2.9. Perhitungan Analisis Titik Impas (Break Even Point)
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi.
Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan pisang sehingga produksi pisang kering tidak mengalami kerugian.
Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan :
BEP (2.20)