• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum.

Perilaku dari arus lalu lintas merupakan hasil dari pengaruh gabungan antara manusia, kendaraan dan jalan dalam suatu keadaan lingkungan tertentu. Dalam hal lalu lintas, manusia berupa pejalan kaki atau pengemudi dan dalam keadaan itu juga merupakan faktor yang paling tidak tetap dan tak bisa diramalkan secara tepat.

Sedangkan jalan mempunyai fungsi yang sangat penting, terutama menyangkut akses suatu daerah agar dapat menunjang pemerataan hasil pembangunan serta pemantapan pertahanan dan keamanan nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional. Peranan ini akan dapat dioptimalkan jika jaringan jalan yang ada tetap terpelihara serta adanya pengaturan yang tepat dan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) karakteristik utama jalan yang mempengaruhi kapasitas pada lalu lintas jalan dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu :

- Geometrik.

- Komposisi dan arus pemisah arah. - Pengaturan lalu lintas.

- Aktivitas samping jalan / hambatan samping. - Prilaku pengemudi dan populasi kendaraan. - Kinerja pengaturan simpang dan ruas jalan.

(2)

II-2

2.2 Ruas Jalan.

MKJI (MKJI, Bina Marga, 1997) mendefinisikan ruas jalan perkotaan/semi perkotaan atau luar kota sebagai berikut :

Ruas jalan perkotaan/semi perkotaan, sbb : ruas jalan yang memiliki pengembangan permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan. Jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 ( atau kurang dari 100.000 jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus) juga digolongkan sebagai jalan perkotaan. Adanya jam puncak lalu lintas pagi dan sore serta tingginya persentase kendaraan pribadi. Selain itu keberadaan kerb merupakan ciri prasarana jalan perkotaan.

2.2.1 Karakteristik Jalan.

1. Geometrik.

Karakteristik geometrik untuk jalan berbagai tipe akan mempunyai kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu misalnya jalan terbagi dan jalan tidak terbagi, sedangkan untuk lebar jalur lalu-lintas, kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu lintas.

2. Komposisi Arus dan Pemisah Arah. a. Pemisah Arah Lalu-lintas.

Kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisah arah 50-50, yaitu bilamana arus pada kedua arah adalah sama pada peride waktu dianalisa.

(3)

II-3 b. Komposisi Lalu-lintas.

Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan kecepatan arus, jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kendaraan per jam yaitu tergantung pada rasio sepeda motor per kendaraan berat dalam arus lalu-lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp/jam) tidak dipengaruhi oleh komposisi lalu lintas.

c. Hambatan Samping.

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas segmen jalan. Faktor hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah :

 Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan.

 Jumlah kendaraan berhenti dan parkir.

 Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan dan jalan sisi.

 Arus kendaraan yang bergerak lambat, yaitu total

( kendaraan / jam ) dari sepeda, becak, gerobak, dan sebagainya. Untuk menghitung frakuensi hambatan kejadian samping dikalikan dengan factor bobot. terlebih dahulu :

Tabel 2.1 Efisiensi hambatan samping.

Hambatan Samping Faktor Bobot

Pejalan kaki 0.5

Kendaraan umum dan kendaraan berhenti 1.0 Kendaraan masuk dan keluar dari sisi jalan 0.7

Kendaraan lambat 0.4

(4)

II-4 3. Pengaturan lalu lintas.

Melalui diterapkannya pemberlakuan batas kecepatan, parkir/berhenti, pembatasan tipe kendaraan tertentu, serta pembatasan akses dari lahan samping didaerah perkotaan di Indonesia.

4. Prilaku Pengemudi dan Populasi Kendaraan.

Diwujudkan dalam ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukan perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendaraan yang kurang modern, menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu, jika dibandingkan dengan kota yang lebih besar.

2.2.2 Volume Lalu-lintas.

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu, dan karena itu biasanya diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu.

Untuk menghitung volume lalu lintas perjam pada jam-jam puncak arus sibuk, agar dapat menentukan kapasitas jalan maka data volume kendaraan arus lalu lintas ( per arah 2 total) harus diubah menjadi satuan mobil penumpang (SMP) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang.

Ekivalen mobil penumpang (EMP) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total dinyatakan dalam 1 jam.

(5)

II-5

MKJI membagi Emp berdasar jumlah arus lalu lintas dan type jalan, seperti daftar berikut:

a. Untuk jalan perkotaan tidak terbagi.

Tabel 2.2 Jalan perkotaan tidak terbagi.

Sumber : MKJI 1997 : Hal. 5 – 38.

b. Untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah

Tabel 2.3 Jalan perkotaan terbagi dan satu arah.

Sumber : MKJI 1997 : Hal. 5 – 38.

Jalan tak terbagi Arus Lalu lintas Total Dua Arah (kend/jam) Emp MC HV Lebar Jalan WCe (m)  6 >6 Dua-lajur tak terbagi (2/2 UD) 0  1800 1,3 1,2 0,5 0,35 0,40 0,25 Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD) 0  3700 1,3 1,2 0,40 0,25

Jalan satu arah dan Jalan

terbagi

Arus Lalu lintas Total Dua Arah

(kend/jam) Emp HV MC Dua-lajur satu-arah (2/1) Empat-lajur terbagi (4/2 D) 0  1050 1,3 1,2 0,40 0,25 Tiga-lajur satu-arah (3/1) Enam-lajur terbagi (6/2 D) 0  1100 1,3 1,2 0,40 1,25

(6)

II-6

2.2.3 Kecepatan.

Kecepatan dinyatakan sebagai laju dari suatu pergerakan kendaraan dihitung dalam jarak persatuan waktu ( km/jam ) ( F.D Hobbs, 1995 ). Sebagaimana dirumuskan :

V = ………...(2.1)

Dimana : V = Kecepatan ( m/dt ). s = Jarak ( m ).

t = Waktu ( det ).

Sedangkan dalam MKJI dikenal kecepatan arus bebas dan kecepatan operasional seperti dijelaskan dalam sub bab selanjutnya.

1. Kecepatan arus bebas.

Untuk kecepatan arus bebas sesunguhnya dipakai berdasarkan persamaan sebagai berikut :

FV = (Fvo + Fvw) * FFsf * FFVcs………..(2.2)

Dimana :

FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk kondisi sesungguhnya (Km/jam).

FVw : Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (Km/jam). Fvo : Kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan ringan (w) (Km/jam).

FFVcs : Penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota.

FFVsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu.

(7)

II-7

Tabel 2.4 Kecepatan arus bebas dasar FVo jalan perkotaan.

Tipe Jalan

Kecepatan arus bebas dasar Fvo (Km/jam) Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) Semua Kendaraan (Rata-Rata) Enam lajur terbagi

(6/2) atau tiga lajur satu arah (3/1) Empat lajur terbagi (4/2 D) atau dua lajur satu arah (2/1) Empat lajur tak terbagi (4/2UD) Dua lajur tak terbagi (4/2 UD) 61 57 53 44 52 50 46 40 48 47 53 40 57 55 51 42

Sumber : MKJI 1997 : Hal. 5 – 44.

2. Faktor penyesuaian untuk pengaruh lebar jalur.

Lebar badan jalan sangat mempengaruhi banyaknya lalu lintas yang dapat dilewatkan, sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap lebar ideal, seperti tabel berikut:

Tabel 2.5 Penyesuaian FVw untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas pada

kecepatan arus bebas kendaraan ringan, jalan perkotaan

Tipe Jalan

Lebar jalur lalu lintas Efektif (Wc)

(M)

(FVw Km/Jam) Empat lajur terbagi atau

jalan satu arah

Per Lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4 Empat lajur tak terbagi Per Lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

(8)

II-8 Dua lajur tak terbagi Per Lajur

5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 0 3 4 6 7

Sumber : MKJI 1996 : Hal. 5-45.

3. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping.

Pada masing-masing type jalan, faktor ini tergantung pada lebar bahu atau kerb efektif serta kelas hambatan samping. Lebar efektif bahu /kerb adalah lebar bebas dari segala halangan yang dapat mengganggu fungsinya (contoh : PK5, pot bunga, pohon, reklame, pasar tumpah. dsb).

Untuk kelas hambatan samping, MKJI 1997, membagi terdapat beberapa kategori menurut besar bobot kejadian/200m/jam. Kejadian yang masuk sebagai hambatan samping adalah pejalan kaki, kendaraan berhenti dan parkir, kendaraan yang keluar dan masuk lahan di sisi jalan, serta arus kendaraan yang bergerak lambat. Tabel kelas hambatan samping sesuai dengan bobot dan kondisi berikut :

Tabel 2.6 Kelas hambatan samping. Kelas

hambatan samping

Kode Jumlah berbobot

kejadian/200 m/jam (dua sisi)

Kondisi Khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman; jalan dengan jalan samping

Rendah L 100 – 229 Daerah pemukiman; beberapa kend. Umum dsb

Sedang M 300 - 499 Daerah industri, beberapa toko di sisi jalan

Tinggi H 500 - 899 Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi

Sangat tinggi VH >900 Daerah komersial dg aktivitas pasar di samping jalan

(9)

II-9

Dari tabel diatas, maka dapat ditentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping seperti dua tabel berikut :

a. Jalan dengan bahu.

Tabel 2.7 Faktor penyesuaian FFVsf untuk pengaruh hambatan samping dan

lebar bahu pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan luar perkotaan dengan bahu.

Tipe Jalan

Kelas Hambatan

Samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

Lebar bahu efektif rata-rata Ws (M) <0,5 M 1,0 M 1,5 M >2 M Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 Dua lajur tak

terbagi (2/2 UD) atau jalan satu arah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,90 0,82 0,73 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91

(10)

II-10 b. Jalan dengan kerb.

Tabel 2.8 Faktor penyesuaian FFVsf untuk pengaruh hambatan samping

dan jarak kerb - penghalang pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan luar perkotaan dengan kerb.

Sumber : MKJI 1997 : hal. 5 – 47.

4. Faktor penyesuaian untuk ukuran kota.

Faktor ini merefleksikan popu;lasi pengemudi, yang jumlahnya akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam berlalu lintas. MKJI 1997 menyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 2.9 Faktor penyesuaian FFVcs untuk pengaruh ukuran kota pada

kecepatan arus bebas kendaraan ringan, jalan perkotaan

Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk ukuran kota <0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3,0 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

(11)

II-11 5. Kecepatan Operasional.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ). Menggunakan waktu tempuh sebagai ukuran kinerja ruas jalan, karena mudah dimengerti dan diukur. Kecepatan tempuh merupakan fungsi dari Ds dan FFlv.

Gambar 2.1Grafik fungsi DS dan FFlv untuk menentukan waktu tempuh. Sumber : MKJI hal. 5 – 58.

(12)

II-12

2.2.4 Kapasitas.

Kapasitas adalah tingkat arus maksimum dimana kendaraan dapat diharapkan untuk melalui suatu potongan pada periode waktu tertentu untuk kondisi lajur, lalu lintas, pengendalian lalu lintas dan kondisi cuaca yang berlaku. Rumus yang dipakai untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan, menurut MKJI ( 1997 ) adalah, sbb :

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FC cs………(2.3)

Di mana :

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam).

Co = Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi ideal tertentu (smp/jam).

FCw = Faktor Penyesuaian untuk kapasitas.

FCsp = Faktor penyesuaian untuk kapasitas pemisah arus. FCsf = Faktor penyesuaian untuk kapasitas hambatan samping 2 bahu jalan.

FCcs = Faktor penyesuaian untuk kapasitas ukuran kota.

Tabel 2.10 Kapasitas dasar Co untuk jalan perkotaan.

Tipe Jalan Kapasitas dasar

(SMP/jam) Catatan

Empat lajur tebagi atau jalan satu arah

Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi

1650 1500 2900

Per lajur Per lajur Total dua arah

(13)

II-13

Untuk faktor penyesuaian terhadap kapasitas jalan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur.

Tabel 2.11 Penyesuaian kapasitas FCw untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas

untuk jalan perkotaan

Tipe Jalan

Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc)

(M)

FCw Empat lajur terbagi atau jalan

satu arah Per Lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 Empat lajur tak terbagi Per Lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,91 0,95 1,00 1,05 1,34 Dua lajur tak terbagi Per Lajur

5 6 7 8 9 10 11 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

Sumber : MKJI 1997 :Hal. 5-51.

2. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah.

Tabel 2.12 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCsp)

Pemisah arah SP %-% 50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0 FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70 Empat lajur 4/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85

(14)

II-14

Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan nilai 1,0 sebaiknya dimasukan kedalam kolom 13.

3. Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping.

Tabel 2.13 Faktor penyesuaian FCsf untuk pengaruh hambatan

samping dan lebar bahu pada kapasitas jalan perkotaan dengan bahu.

Tipe Jalan

Kelas Hambatan

Samping (SFC)

Faktor penyesuaianuntuk hambatan samping dan lebar bahu (FCw)

Lebar bahu efektif rata-rata Ws (M) <0,5 M 1,0 M 1,5 M >2 M Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tiggi 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,96 0,91 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 Dua lajur tak

terbagi (2/2 UD) atau jalan satu arah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91

(15)

II-15

b. Jalan dengan Kerb.

Tabel 2.14 Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kerb

– penghalang ( FFVsf ) untuk kapasitas jalan perkotaan dengan kerb.

Type jalan Kelas hamb. samping FCsf

Lebar bahu efektif, Ws

 0,5 1,0 1,5  2,0 4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01 L 0,94 0,96 0,98 1,00 M 0,91 0,93 0,95 0,98 H 0,86 0,89 0,92 0,95 VH 0,81 0,85 0,88 0,92 4/2 UD VL 0,95 0,97 0,99 1,01 L 0,93 0,95 0,97 1,00 M 0,90 0,92 0,95 0,97 H 0,84 0,87 0,90 0,93 VH 0,77 0,81 0,85 0,90 2/2 UD atau jalan satu arah VL 0,93 0,95 0,97 0,99 L 0,90 0,92 0,95 0,97 M 0,86 0,88 0,91 0,94 H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber : MKJI 1997 : Hal. 5-54.

4. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota.

Tabel 2.15 Faktor penyesuaian FCcs untuk pengaruh ukuran kota pada

kapasitas jalan perkotaan

Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk ukuran kotaFCcs <0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3,0 0,86 0,90 0,94 1,00 1,04

(16)

II-16

2.2.5 Derajat Kejenuhan.

Derajat kejenuhan (Ds) merupakan rasio arus terhadap kapasitas yang digunakan sehingga faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja dan segmen jalan, nilai derajat kejenuhan juga menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan pada jalan tertentu dihitung sebagai berikut :

Ds =

C smp Q.

Di mana

Ds = Derajat kejenuhan (smp/jam) Q = Arus lalu lintas.

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

2.2.6 Tingkat Pelayanan.

Tingkat pelayanan (level of service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau simpang jalan yang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan, kepadatan dan hambatan yang terjadi. Dalam bentuk matematis tingkat pelayanan jalan ditunjukkan dengan V-C Ratio versus kecepatan (V = volume lalu lintas, C = kapasitas jalan). Tingkat pelayanan dikategorikan dari yang terbaik (A) sampai yang terburuk (tingkat pelayanan F). Pada gambar berikut ditunjukkan visualisasi yang diambil dari Highway Capacity Manual dari tingkat pelayanan.

(17)

II-17

Tabel 2.16 Tingkat pelayanan jalan.

NO Tingkat Pelayanan

V/C KARAKTERISTIK

1. A 0-0,3 Arus bebas, volume rendah,

kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki 2. B 0,3-0,45 Arus stabil, kecepatan sedikit

terbatas oleh lalu lintas, volume pelayanan yang dipakai untuk disain

jalan luar kota

3. C 0,45-0,7 Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh lalu lintas, volume pelayanan yang dipakai untuk disain jalan perkotaan 4. D 0,7-0,9 Mendekati arus yang tidak stabil,

kecepatan rendah

5. E 0,9-1 Arus yang tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume

mendekati kapasitas

6. F ≥ 1 Arus terhambat, kecepatan rendah,

volume di bawah kapasitas, banyak berhenti

Sumber : Pengantar dan Perencanaan Transportasi, Edward. K. Morlok, 1991.

2.3 Simpang.

Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan tempat lintasan-lintasan kendaraan yang saling berpotongan. Persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan, khususnya untuk daerah perkotaan (DLLAJ, 1987).

Simpang dibedakan menjadi dua jenis yaitu simpang jalan tanpa sinyal dan simpang dengan sinyal. Simpang jalan tanpa sinyal yaitu simpang yang tidak memakai sinyal lalu lintas. Pada simpang ini pemakai jalan memutuskan mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang. Simpang jalan dengan sinyal yaitu pemakai jalan dapat melewati simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi

(18)

II-18

pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu-lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpang (Morlock, 1978).

Simpang adalah suatu area kritis pada suatu jalan raya yang merupakan titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973). Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Tujuan pengaturan simpang adalah :

1. Untuk mengurangi kecelakaan.

Simpang merupakan sumber konflik bagi pergerakan lalu lintas sebab merupakan bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah menuju suatu area yang sama yaitu ruang di tengah simpang. Dapat digambarkan sebagai suatu kondisi “ Bottleneck” dimana arus dari kaki simpang merupakan bagian “upstream” dan area di tengah simpang sebagai “downstream”. Kondisi ini tidak menjadi masalah jika arus dari bagian pendekat tidak datang bersamaan. Namun kenyataannya sulit dijumpai pada persimpangan di perkotaan pada kenyataannya arus datang pada saat bersamaan sehingga rawan terjadi kecelakaan atau konflik antar kendaraan. Konflik kendaraan pada simpang terjadi karena :

a. Gerak saling memotong (crossing). b. Gerak menggabung (converging). c. Gerak memisah (diverging).

(19)

II-19 2. Untuk meningkatkan kapasitas.

Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan adanya pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas meningkat.

3. Meminimumkan tundaan.

Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian utama (major) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama merupakan arus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa pengaturan maka arus yang datang dari arah minor akan sulit menyela terutama jika arus dari arah major cukup tinggi. Dengan demikian maka arus dari arah minor akan mengalami tundaan yang besar.

Sistem lalu lintas berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pergerakan lalu lintas . Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan koordinasi lampu lalu lintas pada semua pertemuan jalan. Koordinasi lampu akan m enghasilkan sistem pengaturan yang optimal dengan mengatur jumlah fase, interval, dan waktu hijau tiap fase. Yang dipakai sebagai jara k optimal adalah jarak tempuh, kecepatan perjalanan, biaya kelambatan dan biaya berhenti. Selain itu diharapkan polusi dan kebisingan lalu lintas menjadi minimal.

(20)

II-20

2.3.1 Jenis-Jenis Pengaturan Simpang.

Jenis-jenis pengaturan simpang berdasarkan tingkatan arus dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Pengaturan dengan pemberian kesempatan jalan fasilitas pengaturan yang riil berupa rambu atau marka jalan. Pengaturan ini menitikberatkan pada pemberian hak jalan pada kendaraan lain ketika memasuki simpang dengan pembagian :

a. Memberi hak jalan pada kendaraan yang lebih dahulu memasuki simpang.

b. Memberi hak jalan pada kendaraan yang berada pada posisi lebih kiri daripada kendaraan tinjauan.

c. Kendaraan yang hendak belok ke arah kanan pada suatu persimpangan diwajibkan memberi hak jalan kepada kendaraan dari arah lainnya.

d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang menyentuh garis marka penyeberangan/zebra cross.

2. Dengan rambu Yield.

Dipasang pada arah jalan minor, pengemudi wajib memperlambat laju kendaraan dan meneruskan perjalanan bila kondisi lalu lintas cukup aman.

3. Dengan rambu Stop.

(21)

II-21 4. Kanalisasi Simpang.

Untuk mengarahkan kendaraan atau memisahkannya dari arah pendekat yang akan belok kekiri, lurus dan kanan. Berupa pulau dengan kerb yang lebih tinggi dari jalan atau hanya berupa garis marka jalan.

5. Dengan bundaran (roundabout).

Berupa pulau di tengah-tengah simpang yang lebih tinggi dari permukaan jalan rata-rata dan bukan berupa garis marka. Berfungsi untuk mengarahkan dan melindungi kendaraan yang akan belok kanan.

6. Pembatasan belok.

Untuk mengurangi jumlah konflik. Cara pengaturan yang dilakukan yaitu :

a. Larangan belok kiri Akan terjadi konflik dengan pejalan kaki sehingga kendaraan harus berhenti yang mengakibatkan kendaraan di belakang ikut pula berhenti.

b. Larangan belok kanan.

Kendaraan yang belok ke kanan harus menempuh arah lurus sampai pada tempat yang dipandang aman lalu berputar arah kemudian belok ke kiri.

7. Dengan lampu lalu lintas.

Tujuannya yaitu untuk mencegah konflik kendaraan berdasarkan interval waktu.

(22)

II-22 8. Dengan persimpangan tidak sebidang.

Bentuknya berupa jembatan layang (fly over) atau terowongan bawah tanah. Berfungsi untuk mencegah konflik antar kendaraan berdasarkan interval ruang.

2.3.2 Karakteristik Pergerakan Lalu Lintas.

Karakteristik pergerakan meliputi kejenuhan arus (saturation flow), waktu hijau efektif (effectivegreen time), dan waktu hilang (lost time). ditampilkan pada Gambar. 2.2

Gambar 2.2 Model dasar untuk arus jenuh (arcelik 1989). Sumber Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.

2.3.3 Simpang Bersinyal.

Simpang bersinyal merupakan suatu elemen yang cukup penting dalam sistem transportasi di kota besar. Pengaturan sinyal harus dilakukan semaksimal mungkin agar dapat membantu kelancaran laju kendaraan yang melalui persimpangan.

(23)

II-23

2.3.4 Satuan Mobil Penumpang.

Sebagaimana dalam analisis ruas, maka dalam perhitungan simpang dengan metode apapun, kendaraan yang ada harus dikonversi terhadap satuan mobil penumpang/ passenger car unit. Nilai faktor smp pada persimpangan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.17 Nilai faktor smp pada persimpangan.

No. Jenis kendaraan Emp untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan

1. Kendaraan ringan (LV) 1,0 1,0

2. Kendaraan berat (HV) 1,3 1,3

3. Sepeda motor (MC 0,2 0,4

Dari konversi tersebut dapat diketahui jumlah volume setiap arah pergerakan. Juga rasio belok kanan dan belok kiri, seperti rumus berikut :

pLT = Left turn (smp/jam) pRT = Right turn (smp/jam)

(24)

II-24

Sedangkan untuk tipe pendekat katagori terlindung dan terlawan dapat dilihat dari pola-pola gambar berikut ini:

Gambar 2.3 Penentuan Tipe Pendekat. Sumber : MKJI 1997 : hal. 2- 46.

(25)

II-25

……….……(2.5)

2.3.5 KAPASITAS SIMPANG.

Pengertian kapasitas simpang adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati kaki persimpangan tersebut. Besarnya dipengaruhi oleh arus jenuh yang tergantung kepada jumlah yang bisa lepas pada saat hijau dan waktu hijau serta waktu siklus yang telah ditentukan. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :

C = S x g/c

Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam) c =waktu siklus (detik)

S = arus jenuh (smp/jam) g = waktu hijau (detik)

Lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut :

2.3.6 Arus Jenuh.

Pada saat awal hijau, kendaraan membutuhkan beberapa waktu untuk memulai pergerakan dan kemudian sesaat setelah bergerak sudah mulai terjadi antrian pada kecepatan relatif normal. Keadaan ini disebut arus jenuh. Waktu hijau tiap fase adalah waktu untuk melewatkan arus jenuh menerus.

Arus jenuh mempunyai apa yang dinamakan arus Jenuh dasar seperti halnya webster, tetapi besarnya sangat tergantung pada tipe pendekat.

- Tipe P (arus terlindung), maka So = 600 We (smp/jam) atau dapat dilihat pada gamabr C-3:1 MKJI 1997.

(26)

II-26

………….……(2.6) - Tipe O (arus terlawan), besarnya So dipengaruhi oleh adanya pendekat

yang mempunyai lajur belok kanan atau tanpa lajur belok kanan. Hal itu bisa merujuk pada gambar C-3:2 dan C-3:3. MKJI.

Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya arus jenuh maka sesuai dengan rumus berikut:

S = So x Fcs xFsf x Fg x Fp x Frt x Flt.

Besarnya arus jenuh ini dipengaruhi oleh faktor-faktor penyesuaian berikut:

a. Pengaruh ukuran kota.

Faktor ini mengikuti jumlah penduduk kota seperti tabel dibawah ini baik untuk tipe O maupun P.

Tabel 2.18 Faktor Ukuran kota.

Penduduk kota Fcs >3,0 1,05 1,0 – 3,0 1,00 0,5 – 1,0 0,94 0,1 – 0,5 0,83 < 0,1 0,82

b. Pengaruh hambatan samping.

Pengaruh ini merupakan fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan rasio kensdaraan tidak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, maka dianggap tinggi. Untuk faktor hambatan samping ini dapat dilihat pada tabel C-4:4 MKJI 1997.

(27)

II-27

……….……(2.7)

……….……(2.8)

…….……(2.9)

c. Pengaruh kelandaian.

Merupakan fungsi dari kelandaian jalan seperti tercatat dalam data geometrik jalan. Faktor ini didapat dari gambar C-4:1 MKJI 1997, dimana untuk tanjakan simbolnya (+) dan turunan ( -).

d. Akibat pengaruh belok kanan.

Faktor penyesuaian ini hanya dipakai apabila pendekat bertipe P/terlindung, tanpa median,jalan 2 arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk, dengan ketentuan sebagai berikut atau gambar C-4:3 MKJI 1997.

FRT = 1,0 + pRT x 0,26.

e. Pengaruh belok kiri.

Faktor ini hanya berlaku untuk pendekat tipe P, tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk. Besarnya adalah seperti di bawah ini atau gambar C-4:4 MKJI 1997.

FLT = 1,0 –pLT x 0,16.

f. Pengaruh kendaraan parkir.

Pengaruh parkir merupakan fungsi jarak dari gari shenti sampai kendaraan yang diparkir pertama dan lebar pendekat. Faktor ini tidak perlu diperhitungkan apabila lebar efektif ditentukan oleh lebar keluar. Fp dapat dihitung menurut rumus berikut atau gambar C-4:2 MKJI 1997.

(28)

II-28

dimana : Lp = jarak gari shenti dan kendaran parkir pertama.

WA = lebar pendekat. G = waktu hijau pendekat.

2.3.7 Faktor-Faktor Pengaruh : ( Sumber MKJI 1997 ).

Gambar 2.4 Grafik Pengaruh Belok Kiri.

(29)

II-29

……….……(2.10)

Gambar 2.6 Grafik Pengaruh Kelandaian.

Gambar 2.7 Grafik Pengaruh Kendaraan Parkir.

2.3.8 Waktu Hijau efektif.

Merupakan lamanya waktu hijau tampilan sinyal dikurangi dengan kehilangan awal dan ditambah waktu hijau tambahan akhir. Waktu hijau ini memiliki kehilangan awal dan tambahan akhir yang sama yaitu 4,8 detik, sehingga besarnya sam dengan waktu hijau tampilan. Waktu hijau tiap fase dalam satu siklus adalah:

g = (cuo- LTI)x PRi.

(30)

II-30

……….……(2.11) ………..…….……….……(2.12) g : Tampilan waktu hijau masing-masing fase (detik).

cuo : Waktu siklus sebelum penyesuaian (detik). L : Total waktu hilang per siklus.

PRi : Rasio fase FR crit/  (Frcrit).

FR : rasio arus masing-masing pendekat = Q/S.

2.3.9 Waktu Siklus.

Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk serangkaian fase dimana semua pergerakan dilakukan. Atau selang waktu dari awal hijau sampai kembali hijau. Satu siklus dapat terdiri dari 2 fase atau lebih. Waktu siklus perlu dioptimumkan karena waktu siklus yang terlalu panjang akan mengakibatkan tundaan yang besar. Dikenal beberapa macam waktu siklus yaitu :

a. waktu siklus sebelum penyesuaian dapat mengikuti rumus berikut atau gambar C-6:1 MKJI 1997.

cuo = (1,5 x LTI + 5) / (1-IFR).

dimana :

cuo : Waktu siklus sebelum penyesuaian (detik). LTI : Total waktu hilang per siklus.

IFR : Rasio arus simpang =  (Frcrit).

Terdapat waktu siklus yang layak sesuai dengan jumlah fasenya di dalam MKJI, yaitu : 40-80 detik untuk 2 fase, 50-100 detik untuk 3 fase dan 80-130 detik untuk 4 fase.

b. Waktu siklus yang disesuaikan, berdasar waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang.

(31)

II-31

…………...……(2.13)

c = g + LTI.

2.3.10 Total waktu hilang (total lost time).

Waktu hilang terjadi pada sat awal periode hijau berupa terlambatnya memulai pergerakan (lost start) dan pada saat akan berakhirnya perode kuning (end lost). detik Total waktu hilang untuk satu siklus adalah :

LTI = (merah semua + kuning).

Dimana :

Merah semua i =

[ (L

EV

+l

EV

) - L

AV

]

maks ..

VEV

VAV

2.3.11 PENENTUAN LAMPU LALU LINTAS. 1. Fase.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam 1 waktu siklus terdapat beberapa fase, yaitu bagian dari suatu siklus sinyal dengan lampu hijau yang dialokasikan pada suatu kombinasi spesifik dari pergerakan lalu lintas. Membagi pergerakan dalam fase-fase bertahap dimaksudkan untuk mengurangi konflik. Namun penentuan jumlahnya juga harus diperhatikan sehingga waktu siklus tidak terlalu besar yang mengakibatkan tundaan bertambah. Untuk pergerakan belok kanan dapat diatur pada fase sinyal yang terpisah, tergantung dari pertimbangan kapasitas dan arus lebih besar dari 200 smp/jam.

(32)

II-32

…………..……..….……(2.14)

2. Periode antar hijau (intergreen).

Merupakan waktu antara berakhirnya sinyal hijau pada satu fase sampai dengan awal hijau fase berikutnya. Biasanya disimbolkan sebagai I = kuning + allred.

3. Diagram fase.

Produk akhir dari suatu perhitungan simpang adalah diagram fase, yang merupakan diagram dari pengaturan pergerakan pada suatu simpang dalam bentuk warna merah, kuning dan hijau sereta all red.

4. Analisa Perilaku.

Sebagai ukuran dari perilaku lalu lintas dapat ditentukan berdasar arus lal lintas dan derajat kejenuhan dan waktu sinyal, sebagaimana diuraikan berikut:

a. Panjang antrian.

Merupakan jumlah rata-rata antrian dalam smp pada awal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ditambah jumlah smp yang datang selama waktu merah.

NQ = NQ1 + NQ2. Jika DS > 0,5, maka : NQ1 = 0,25 x C x [ (DS –1) +  (DS – 1)2 + 8 x (DS – 0,5) ]. C Selain itu NQ1 = 0. NQ2 = c x 1 –[ GR /(1 – GR x DS)] x (Q/3600).

(33)

II-33

……….……(2.16) ………..….……(2.15)

……….……(2.17) b. Angka Henti.

Merupakan jumlah berhenti rata-rata per kendaraan sebelum melewati simpang, yang dirumuskan sebagai :

NS = 0,9 x NQ x 3600 Q x c

c. Rasio kendaraan terhenti.

Rasio ini dilambangkan sebagai psv, dan merupakan rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati simpang. Dirumuskan sebagai :

Psv = min (NS,I). d. Tundaan.

Tundaan pada simpang dapat terjadi karena 2 hal yaitu Tundaan lalu lintas (DT) dan tundaan geometri (DG), sehingga tundaan rata-rata untuk suatu pendekat adalah :

Dj = DTj + DGj.

Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j adalah : DT = c x 0,5 x (1 – GR)2 + NQ1 x 3600.

(1 – GR x DS) C

dimana :

DTj = Tundaan rata-rata pada pendekat (dt). GR = Rasio hijau =g/c.

DS = Derajat kejenuhan (q/s).

C = Kapasitas.

(34)

II-34

DGj = (1- psv) x pT x 6 + (psv x 4).

dimana :

DGj = Tundaan gheometri rata-rata pada pendekat (dt). psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat. pT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat.

2.3.12 Tingkat Pelayanan Simpang.

Tingkat pelayanan suatu simpang merupakan ukuran kualitas pelayanan simpang yang digambarkan sebagai rata-rata tundaan berhenti (stopped delay) per kendaraan untuk periode pengamatan 15 menitan. Tingkat pelayanan simpang dapat dilihat pada tabel 2.19 di bawah ini :

Tabel 2.19 Tingkat pelayanan simpang.

Gambar

Tabel 2.1 Efisiensi hambatan samping.
Tabel 2.2 Jalan perkotaan tidak terbagi.
Tabel 2.4 Kecepatan arus bebas dasar FVo jalan perkotaan.
Tabel 2.6 Kelas hambatan samping.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dkk.(2016) pada 65 narapidana umum Lapas kelas I Semarang untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa

Kabupaten Grobogan akan mendapatkan keuntungan lingkungan dan ekonomi yang maksimal dengan menerapkan aksi mitigasi PTT dan penggantian varietas dengan varietas

Selain itu, mengingat hutan tepi Sungai Menamang merupakan salah satu habitat penting bagi orangutan pada lanskap yang telah terdegradasi (Meijaard et al., 2010),

Kedua, Imam Malik menganggap bahwa perbuatan liwath adalah perbuatan jarimah (tindak pidana) karena ia sama seperti dengan perbuatan zina yang dikategorikan

Manakala untuk menyelesaikan masalah kita perlu berfikir sejenak dan men(ari jalan serta memeikirkan langkah#langkah tertentu yang mungkin tidak pernah di(uba sebelum itu,

Skripsi yang berjudul: Pengaruh Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Materi Hama dan Penyakit Tumbuhan Terhadap Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis

Obesitas kehamilan adalah terjadinya peningkatan berat badan pada masa hamil sama dengan atau lebih dari 2kg perbulan atau lebih dari ,1kg&amp; )anita.. obesitas

KANIT INTELKAM IPTU SOFYAN KASIUM IPDA HARTO URTAUD KANIT RESKRIM IPDA M.AKMAL SH KANIT LANTAS POLSUSEKTOR UR TAHTI PS KANIT BINMAS IPDA PARNO KANIT SABHARA IPTU SUHARTANA