• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Perpipaan

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk menghantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Adapun sistem pengaliran fluida dilakukan dengan metode gravitasi maupun dengan sistem aliran bertekanan.

Umumnya bagian perpipaan dan detailnya merupakan standart dari unit, seperti ukuran diameter, jenis katup yang akan dipasang, baut dan gasket pipa, penyangga pipa, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian akan terdapat keseragaman ukuran antara satu dengan lainnya. Sedangkan di pasaran telah terdapat berbagai jenis pipa dengan ukuran dan bahan-bahan tertentu sesuai dengan kebutuhan seperti dari bahan Carbon Steel, PVC (Polyvinil Chloride), stainless Steel, dan lain-lain.

Untuk merancang sistem pipa dengan benar, engineer harus memahami perilaku sistem akibat pembebanan dan regulasi (kode standard design) yang mengatur perancangan sistem pipa. Perilaku sistem pipa ini antara lain digambarkan oleh parameter-parameter fisis, seperti perpindahan, percepatan, tegangan, gaya, momen dan besaran lainnya. Kegiatan engineering untuk memperoleh perilaku sistem pipa ini dikenal sebagai analisa tegangan pipa atau dahulu disebut juga analisa fleksibilitas.

Code dan standard pada sistem pemipaan sangat berperan dalam

perancangan pipa, karena bertujuan untuk mendapatkan kepastian agar sistem pipa aman dan tidak membahayakan jiwa manusia. Selain itu code dan standard sistem perpipaan juga mempermudah dalam pemilihan dan pemakaian peralatan, jenis material dan prosedur perancangan pipa. Sehingga pada saat perancangan sistem pemipaan yang akan dibuat dapat menghemat biaya produksi. Diantaranya yang dipakai pada perancangan pipa adalah Code ASME (American Society of

Mechanical Engineers) B31.8 untuk Gas Transmission and Distribution Pipeline

dan API (American Petroleum Institute) 5l X65, dan Standard ANSI (American National Standard Institute) B16.5 tentang Pipe Flange and Flanged Fitting.

(2)

Pada saat ini ada beberapa buah kode standard dari komite B31.8 ini yang sering dipakai sebagai acuan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan bidang industri, yaitu :

• ASME/ANSI B31.1 untuk sistem perpipaan di industri pembangkit listrik;

• ASME/ANSI B31.3 untuk sistem perpipaan di industri proses dan petrokimia;

• ASME/ANSI B31.4 untuk sistem pipa transport minyak dan zat cair lainnya;

• ASME/ANSI B31.5 untuk sistem perpipaan pendingin; • ASME/ANSI B31.8 untuk pipa transport gas.

2.2. Aliran Fluida

Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk (distorsi) secara permanen. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa fluida, maka di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan – lapisan di mana lapisan yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress), yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap arah tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan. Pada temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu. Jika densitas hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan yang suhu dan tekanan yang relatif besar, fluida tersebut bersifat incompressible. Tetapi jika densitasnya peka terhadap perubahan variabel temperatur dan tekanan, fluida tersebut digolongkan compresible. Zat cair biasanya dianggap zat yang incompresible, sedangkan gas umumnya dikenal sebagai zat yang compresible.

Perilaku zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah fluida itu berada di bawah pengaruh bidang batas padat atau tidak. Di daerah yang pengaruh gesekan dinding kecil, tegangan geser dapat diabaikan dan perilakunya mendekati fluida ideal, yaitu incompresible dan mempunyai viskositas 0. Aliran fluida ideal yang demikian disebut aliran potensial. Pada aliran potensial berlaku

(3)

prinsip – prinsip mekanika Newton dan hukum kekekalan massa. Aliran potensial mempunyai 2 ciri pokok:

1. Tidak terdapat sirkulasi ataupun pusaran sehingga aliran potensial itu disebut aliran irotasional

2. Tidak terjadi gesekan sehingga tidak ada disipasi (pelepasan) dari energi mekanik menjadi kalor.

Prinsip – prinsip dasar yang paling berguna dalam penerapan mekanika fluida adalah persamaan-persamaan neraca massa atau persamaan kontinuitas, persamaan- persamaan neraca momentum linear, dan neraca momentum angular (sudut), serta neraca energi mekanik. Persaman-persamaan itu dapat dituliskan dalam bentuk diferensial yang menunjukkan kondisi pada suatu titik di dalam elemen volume fluida, atau dapat pula dalam bentuk integral yang berlaku untuk contoh volume tertentu atau massa.

2.3. Sifat Dasar Fluida

Cairan dan gas disebut fluida, sebab zat cair tersebut dapat mengalir. Untuk mengerti aliran fluida maka harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Adapun sifat - sifat dasar fluida yaitu; kerapatan (density), berat jenis (specific

gravity), tekanan (pressure), kekentalan (viscosity).

2.3.1 Kerapatan (Density)

Kerapatan atau density dinyatakan dengan ρ (rho) yang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara massa per satuan volume. Yang dirumuskan sebagai berikut:

ρ = m V (Kg/m 3) (2.1) dimana: ρ = kerapatan (Kg/m3 ) m = massa (Kg) V = Volume (m3)

Pada persamaan 2.1 diatas, dapat digunakan untuk menuliskan massa, dengan persamaan sebagai berikut:

(4)

Kerapatan adalah suatu sifat karakteristik setiap bahan murni. Benda tersusun atas bahan murni yang dapat memiliki berbagai ukuran ataupun massa, tetapi kerapatannya akan sama untuk semuanya. Satuan SI untuk kerapatan adalah kg/m3. Kadang kerapatan diberikan dalam g/cm3.

2.3.2 Berat Jenis (Spesific Gravity)

Berat jenis suatu bahan didefenisikan sebagai perbandingan kerapatan bahan terhadap kerapatan air. Berat jenis adalah besaran murni tanpa dimensi maupun satuan, dinyatakan pada persamaan 2.3 dan 2.4 sebagai berikut:

Untuk fluida cair, SGc = ρc (g cm 3) ⁄ ρw (g cm⁄ 3)

(2.3) Untuk fluida gas, SGg = ρg (g cm

3) ⁄ ρa (g cm⁄ 3)

(2.4) Dimana:

ρc = massa jenis cairan (g/cm3)

ρw = massa jenis air (g/cm3)

ρg = massa jenis gas (g/cm3)

ρa = massa jenis udara (g/cm3)

2.3.3 Tekanan (Pressure)

Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dengan gaya F dianggap bekerja secara tegak lurus terhadap luas permukaan (A), maka:

P = F A (N/m 2) (2.4) Dimana: P = tekanan (kg/m2) F = gaya (kg) A = luas permukaan (m2)

Konsep tekanan sangat berguna terutama dalam berurusan dengan fluida. Sebuah fakta eksperimental menunjukkan bahwa fluida menggunakan tekanan ke semua arah. Hal ini sangat dikenal oleh para perenang dan juga penyelam yang secara langsung merasakan tekanan air pada seluruh bagian tubuhnya. Pada titik tertentu dalam fluida diam, tekanan sama untuk semua arah. Ini diilustrasikan dalam gambar 2.1. Bayangan fluida dalam sebuah kubus kecil sehingga kita dapat mengabaikan gaya gravitasi yang bekerja padanya. Tekanan pada suatu

(5)

sisi harus sama dengan tekanan pada sisi yang berlawanan. Jika hal ini tidak benar, gaya netto yang bekerja pada kubus ini tidak akan sama dengan nol, dan kubus ini akan bergerak hingga tekanan yang bekerja menjadi sama.

Gambar 2.1 Distribusi Gaya (Wibowo, 2013)

2.3.4 Kekentalan (Viscocity)

Kekentalan (viscosity) didefinisikan sebagai gesekan internal atau gesekan fluida terhadap wadah dimana fluida itu mengalir. Ini ada dalam cairan atau gas, dan pada dasarnya adalah gesekan antar lapisan fluida yang berdekatan ketika bergerak melintasi satu sama lain atau gesekan antara fluida dengan wadah tempat ia mengalir. Dalam cairan, kekentalan disebabkan oleh gaya kohesif antara molekul-molekulnya sedangkan gas, berasal tumbukan diantara molekul – molekul tersebut.

Kekentalan fluida yang berbeda dapat dinyatakan secara kuantatif dengan koefisien kekentalan, μ yang didefinisikan dengan cara sebagai berikut: Fluida diletakkan diantara dua lempengan datar. Salah satu lempengan diam dan yang lain dibuat bergerak. Fluida yang secara langsung bersinggungan dengan masing-masing lempengan ditarik pada permukaanya oleh gaya rekat diantara molekul – molekul cairan dengan kedua lempengan tersebut. Dengan demikian permukaan fluida sebelah atas bergerak dengan laju v yang seperti lempengan atas, sedangkan fluida yang bersinggungan dengan lempengan diam bertahan diam.

Kecepatan bervariasi secara linear dari 0 hingga v seperti ditunjukkan gambar 2.2.

(6)

Gambar 2.2 Penentuan Kekentalan (Divo, 2008) μ = F�A V y � (2.5) Dimana:

μ = kekentalan fluida (Pa.s) F = gaya geser (N)

A = luas lempengan bergerak (m2) V = kecepatan fluida (m/s)

y = ketinggian fluida (m)

Viskositas dibedakan atas dua macam yaitu: a) Viskositas kinematik

Viskositas kinematik adalah perbandingan antara viskositas mutlak terhadap rapat jenis (density).

ϑ = μρ (2.6)

dimana :

μ = nilai viskositas mutlak (kg/m.s) ρ = nilai kerapatan massa fluida (kg/m3

) b) Viskositas dinamik

Viskositas dinamik atau viskositas mutlak mempunyai nilai sama dengan hukum viskositas Newton.

μ = du/dyτ (2.7)

dimana:

τ = tegangan geser pada fluida (kg/m2) du/dy = gradient kecepatan (m/s)

(7)

2.4. Karakteristik Aliran Fluida

Fluida yang bergerak dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Apakah alirannya steadi atau tak steadi, apakah fluidanya kompresibel (dapat mampat) atau inkompresibel (tak dapat mampat), apakah fluidanya viskos atau non-viskos, atau apakah aliran fluidanya laminar atau turbulen. Jika fluidanya steadi, kecepatan partikel fluida pada setiap titik tetap terhadap waktu. Fluida pada berbagai bagian dapat mengalir dengan laju atau kecepatan yang berbeda, tetapi fluida pada satu lokasi selalu mengalir dengan laju atau kecepatan yang tetap.

Fluida inkompressibel adalah suatu fluida yang tak dapat dimampatkan. Sebagian besar cairan dapat dikatakan sebagai inkompressibel. Dengan mudah anda dapat mengatakan bahwa fluida gas adalah fluida kompressibel, karena dapat dimampatkan. Sedangkan fluida viskos adalah fluida yang tidak mengalir dengan mudah, seperti madu dan aspal. Sementara itu, fluida tak-viskos adalah fluida yang mengalir dengan mudah, seperti air.

2.4.1. Aliran Laminar atau Turbulen

Aliran fluida dapat dibedakan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen, tergantung pada jenis garis alir yang dihasilkan oleh partikel - partikel fluida. Jika aliran dari seluruh partikel fluida bergerak sepanjang garis yang sejajar dengah arah aliran (atau sejajar dengan garis tengah pipa, jika fluida mengalir di dalam pipa), fluida yang seperti ini dikatakan laminar. Jika gerakan partikel fluida tidak lagi sejajar, mulai saling bersilang satu sama lain sehingga terbentuk pusaran di dalam fluida, aliran yang seperti ini disebut dengan aliran turbulen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut:

(8)

2.4.2 Bilangan Reynolds

Menurut Reynold, untuk membedakan apakah aliran itu turbulen atau laminar dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan Bilangan Reynold.

Re = ρVDμ (2.8)

Dimana:

Re = Bilangan Reynold (tak berdimensi) V = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s) D = diameter pipa (ft atau m)

v = μ/ρ = viskositas kinematik (m2

s) Pada Re < 2300, aliran bersifat laminar. Pada Re >4000, aliran bersifat turbulen.

Pada Re = 2300 – 4000, aliran bersifat transisi.

2.4.3 Daerah Masuk dan Aliran Berkembang Penuh

Setiap fluida mengalir dalam sebuah pipa harus memasuki pipa pada suatu lokasi. Daerah aliran didekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah masuk (entrance region) dan diilustrasikan pada gambar berikut.

Gambar 2.4 Daerah Masuk Aliran Sedang Berkembang dan Aliran

(9)

Dari gambar diatas ditunjukkan fluida biasanya memasuki pipa dengan profil kecepatan yang hampir seragam (bagian 1). Selagi fluida bergerak melewati pipa, efek viskos menyebabkan tetap menempel pada dinding pipa (kondisi lapisan batas tanpa-slip). Hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang relatif inviscid ataupun minyak yang sangat viskos. Jadi, sebuah lapisan batas (boundary layer) dimana efek viskos kecepatan awal berubah menurut jarak sepanjang pipa, sampai fluida mencapai ujung akhir dari panjang daerah masuk (bagian 2), dimana setelah diluar profil itu kecepatan tidak berubah lagi.

Lapisan batas telah berkembang ketebalannya sehingga mengisi pipa sepenuhnya. Efek viskos sangat penting didalam lapisan batas. Sedangkan efek viskos fluida di luar lapisan batas dapat diabaikan.

Bentuk dari profil kecepatan didalam pipa tergantung pada apakah laminar atau turbulen, sebagaimana pula panjang daerah masuk, le. Seperti pada banyak sifat lainnya dari aliran pipa, panjang masuk tak berdimensi, le/D, berkorelasi cukup baik dengan bilangan Reynolds. Panjang masuk pada umumnya diberikan oleh hubungan:

le

D = 0,06Re untuk aliran laminar dan

le

D= 4,4(Re)

1/4

untuk aliran turbulen

Untuk aliran-aliran dengan bilangan Reynolds sangat rendah panjang masuk dapat sangat pendek (le = 0,6D jika Re = 10), sementara untuk aliran-aliran

dengan bilangan Reynolds besar daerah masuk tersebut dapat sepanjang berkali-kali diameter pipa sebelum ujung akhir dari daerah masuk dicapai (le = 120D untuk Re = 2000). Untuk banyak masalah-masalah teknik praktis 104< Re < 105 sehingga 20D < le< 30D.

2.4.4. Tekanan dan Tegangan Geser

Beda tekanan (Δp = p1 – p2) antara satu bagian pipa horizontal

mendorong fluida mengalir melewati pipa. Efek viskos memberikan efek gaya penghambat sehingga mengimbangi gaya tekan, jika efek viskos tidak ada dalam aliran, tekanan akan konstan diseluruh pipa. Dalam daerah aliran yang tidak

(10)

berkembang penuh, seperti pada daerah masuk sebuah pipa, fluida mengalami percepatan atau perlambatan selagi mengalir (profil kecepatan berubah dari profil seragam pada bagian masuk pipa menjadi profil berkembang penuhnya pada ujung akhir daerah masuk), pada daerah masuk terdapat keseimbangan antara gaya – gaya tekanan, viskos, dan inersia (percepatan). Hasilnya adalah distribusi tekanan sepanjang pipa horizontal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Distribusi Tekanan Sepanjang Pipa Horizontal (Munson, dkk., 2009)

Besarnya gradien tekanan, δp/δx, lebih besar didaerah masuk dari pada di daerah berkembang penuh, dimana gradien tersebut merupakan konstanta, δp/δx = -Δp/ l<0. Sifat alamiah aliran pipa sangat tergantung apakah aliran tersebut laminar atau turbulen.

2.5. Aliran Dalam Pipa

Jika fluida tidak mempunyai kekentalan, ia dapat mengalir melalui tabung atau pipa mendatar tanpa memerlukan gaya. Oleh karena itu adanya kekentalan, perbedaan tekanan antara kedua ujung tabung diperlukan untuk aliran mantap setiap fluida nyata, misalnya air atau minyak didalam pipa. Laju alir dalam tabung bulat bergantung pada kekentalan fluida, perbedaan tekanan, dan dimensi tabung.

2.5.1 Fluida Newtonian dan Fluida non-Newtonian

Sebuah fluida Newtonian didefinisikan sebagai fluida yang tegangan gesernya berbanding lurus secara linier dengan gradien kecepatan pada arah tegak lurus dengan bidang geser. Definisi ini memiliki arti bahwa fluida

(11)

newtonian akan mengalir terus tanpa dipengaruhi gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Sebagai contoh, air adalah fluida Newtonian karena air memiliki properti fluida sekalipun pada keadaan diaduk. Sebaliknya, bila fluida non-Newtonian diaduk, akan tersisa suatu "lubang". Lubang ini akan terisi seiring dengan berjalannya waktu. Sifat seperti ini dapat teramati pada material-material seperti puding. Peristiwa lain yang terjadi saat fluida non- Newtonian diaduk adalah penurunan viskositas yang menyebabkan fluida tampak"lebih tipis" (dapat dilihat pada cat). Ada banyak tipe fluida non-Newtonian yang kesemuanya memiliki properti tertentu yang berubah pada keadaan tertentu. Hal ini diilustrasikan dengan jelas pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram Rheologi (Munson, 2009)

2.5.2 Persamaan Pada Fluida Newtonian

Konstanta yang menghubungkan tegangan geser dan gradien kecepatan secara linier dikenal dengan istilah viskositas. Persamaan yang menggambarkan perlakuan fluida Newtonian adalah:

τ = μdv

dx (2.9)

dimana :

τ = tegangan geser yang dihasilkan oleh fluida

µ = viskositas fluida-sebuah konstanta proporsionalitas dv/dx = gradien kecepatan tegak lurus dengan arah geseran

(12)

Viskositas pada fluida Newtonian secara definisi hanya bergantung pada temperatur dan tekanan dan tidak bergantung pada gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Jika fluida bersifat inkompresibel maka viskositas bernilai tetap di seluruh bagian fluida. Persamaan yang menggambarkan tegangan geser (dalam koordinat kartesian) adalah:

τij= μ � dvi dxj +dvj dxi� (2.10) Dimana

τij = adalah tegangan geser pada bidang ith dengan arah jth

vi = adalah kecepatan pada arah ith

xj = adalah koordinat berarah jth

Jika suatu fluida tidak memenuhi hubungan ini, fluida ini disebut fluida non-Newtonian. Fluida Newtonian (istilah yang diperoleh dari nama Isaac Newton) adalah suatu fluida yang memiliki kurva tegangan/regangan yang linier. Contoh umum dari fluida yang memiliki karakteristik ini adalah air. Keunikan dari fluida newtonian adalah fluida ini akan terus mengalir sekalipun terdapat gaya yang bekerja pada fluida. Hal ini disebabkan karena viskositas dari suatu fluida newtonian tidak berubah ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut. Viskositas dari suatu fluida newtonian hanya bergantung pada temperatur dan tekanan. Perbedaan karakteristik akan dijumpai pada fluida. Pada fluida jenis ini, viskositas fluida akan berubah bila terdapat gaya yang bekerja pada fluida.

2.5.3 Persamaan Kontinuitas

Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul zat cair. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan besaran yang disebut koefisien viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah N/m2.s atau pascal sekon.

Gerak fluida didalam suatu tabung aliran haruslah sejajar dengan dinding tabung. Meskipun besar kecepatan fluida dapat berbeda dari suatu titik ke titik lain didalam tabung. Pada gambar 2.7 menunjukkan tabung aliran untuk

(13)

membuktikan persamaan kontinuitas.

Gambar 2.7 Tabung Aliran Persamaan Kontinuitas (Wibowo, 2013)

Pada gambar 2.7, misalkan pada titik P besar kecepatan adalah V1, dan

pada titik Q adalah V2. Kemudian A1 dan A2 adalah luas penampang tabung

aliran tegak lurus pada titik Q. Didalam interval waktu Δt sebuah elemen fluida mengalir kira-kira sejauh V.Δt. Maka massa fluida Δm1 yang menyeberangi A1

selama interval waktu Δt adalah

Δm = ρ1 . A1 . V1. Δt (2.11)

dengan kata lain massa Δm1/Δt adalah kira-kira sama dengan ρ1 . A1 . V1. Kita harus mengambil Δt cukup kecil sehingga didalam interval waktu ini baik V maupun A tidak berubah banyak pada jarak yang dijalani fluida, sehingga dapat ditulis massa di titik P adalah ρ1 . A1 . V1 massa di titik Q adalah ρ2 . A2 . V2, dimana ρ1 dan ρ2 berturut-turut adalah kerapatan fluida di P dan Q.

Karena tidak ada fluida yang berkurang dan bertambah maka massa yang menyeberangi setiap bagian tabung per satuan waktu haruslah konstan. Maka massa P haruslah sama dengan massa di Q, sehingga dapatlah ditulis sebagai berikut.

ρ1 . A1 . V1 = ρ2 . A2 . V2 (2.12)

Persamaan (2.12) berikut menyatakan hukum kekekalan massa didalam fluida. Jika fluida yang mengalir tidak termampatkan, dalam arti kerapatan konstan maka persamaan (2.12) dapat ditulis menjadi:

A1 . V1 = A2 . V2 (2.13)

(14)

2.5.4 Persamaan Bernoulli

Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Asas Bernoulli menyatakan bahwa pada pipa mendatar, tekanan fluida paling besar adalah pada bagian yang kelajuan alirannya paling kecil. Sebaliknya, tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan alirannya paling besar

Suatu persamaan yang banyak dipakai, yang menghubungkan tekanan, kecepatan, dan elevasi bermula di masa Daniel Bernoulli dan Leonhrad Euler dalam abad ke-18.

Persamaan Bernoulli merupakan persamaan dasar dari dinamika fluida di mana berhubungan dengan tekanan (p), kecepatan aliran (v) dan ketinggian (h), dari suatu pipa yang fluidanya bersifat tak kompresibel dan tak kental, yang mengalir dengan aliran yang tak turbulen. Tinjau aliran fluida pada pipa dengan ketinggian yang berbeda seperti Gambar 2.8.

Bagian sebelah kiri pipa mempunyai luas penampang A1 dan sebelah

kanan pipa mempunyai luas penampang A2. Fluida mengalir disebabkan oleh

perbedaan tekanan yang terjadi padanya. Pada bagian kiri fluida terdorong sepanjang dl1 akibat adanya gaya F1 = A1p1 sedangkan pada bagian kanan dalam

selang waktu yang sama akan berpindah sepanjang dl2

(15)

Usaha yang dilakukan oleh gaya F1 adalah dW1 = A1 p1 dl1 sedang pada

bagian kanan usahanya dW2 = - A2 p2 dl2

dW1 + dW2 = A1 p1 dl1 - A2 p2 dl2

Sehingga usaha totalnya adalah:

W1 + W2 = A1 p1 l1 - A2 p2 l2

Bila massa fluida yang berpindah adalah m dan rapat massa fluida adalah ρ, maka diperoleh persamaan:

W = (p1 - p2) m/ρ

Persamaan diatas merupakan usaha total yang dilakukan oleh fluida. Bila fluida bersifat tak kental, maka tak ada gaya gesek sehingga kerja total tersebut merupakan perubahan energi mekanik total pada fluida yang bermasa m. Besarnya tambahan energi mekanik total adalah:

E = �1 2mv2 2 - 1 2mv1 2� + (mgh 2 - mgh1) (2.14) maka : �p1- p2�mρ = �1 2mv2 2 - 1 2mv1 2� + (mgh 2 - mgh1) (2.15) p 1 + 1 2 ρv1 2 + ρgh 1 = p2+ 1 2ρv2 2 + ρgh 2 (2.16)

2.6. Kerugian Head (Head Losses)

Adanya kekentalan pada fluida akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi. Secara umum

head losses dibagi menjadi dua macam, yaitu:

2.6.1. Kerugian Head Mayor

Kehilangan longitudinal, yang disebabkan oleh gesekan sepanjang lingkaran pipa. Ada beberapa persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan kehilangan longitudinal hf apabila panjang pipa L meter dan diameter

d mengalirkan kecepatan rata-rata V. Salah satu persamaan yang dapat digunakan adalah Persamaan Darcy-Weisbach yaitu:

hf = f L

D V2

(16)

dimana :

f = faktor gesekan (Diagram Moody) L = panjang pipa (m)

D = diameter pipa (m) V2/2g = head kecepatan

Dimana untuk mendapatkan nilai dari faktor kekasaran (e) dapat diperoleh dengan menggunakan diagram Moody atau dengan menggunakan nilai kekasaran pipa yang telah tersedia pada tabel.

Tabel 2.1 Nilai Kekerasan Dinding Untuk Berbagai Pipa Komersil

Bahan Kekasaran ft M Riveted Steel 0,003 – 0,03 0,0009 – 0,009 Concrete 0,001 – 0,01 0,0003 – 0,003 Wood Stave 0,0006 – 0,003 0,0002 – 0,009 Cast Iron 0,00085 0,00026 Galvanized Iron 0,0005 0,00015

Asphalted Cast Iron 0,0004 0,0001

Commercial Steel or Wrought Iron 0,00015 0,000046

Drawn Brass or Copper Tubing 0,000005 0,0000015

Glass and Plastic “smooth” “smooth”

(Sumber: Jack B. Evett, Cheng Liu. Fundamentals of Fluids Mechanics, 1987, Hal. 134)

Sedangkan untuk jenis material yang lain dapat diperoleh nilai kekasarannya dengan menggunakan diagram Moody.

(17)

Menurut Ram Gupta S. (1989) untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum dapat pula menggunakan persamaan Hazen – Williams, yaitu:

hf = 10,666 Q

1,85

C1,85 d4,85 L (2.18)

Dimana : hf = kerugian gesekan dalam pipa (m) Q = laju aliran dalam pipa (m3/s)

L = panjang pipa (m)

C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams d = diameter dalam pipa (m)

Tabel 2.2 Nilai Koefisien Kekasaran Pipa Hazen-Williams, C

Material Pipa Koefisien C

Brass, copper, aluminium 140

PVC, plastic 150

Cast iron new and old 130

Galvanized iron 100

Asphalted iron 120

Commercial and welded steel 120

Riveted steel 110

Concrete 130

Wood stave 120

Sumber: Ram Gupta, S., “Hydrology & Hydratlic Engineering System, 1989, Hal. 550)

Diagram Moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran fluida di dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa (f) dari rumus Darcy – Weisbach. Untuk aliran laminar dimana bilangan Reynold kurang dari 2000, faktor gesekan dihubungkan dengan bilangan Reynold, dinyatakan dengan rumus:

𝑓𝑓 =𝑅𝑅𝑅𝑅64 (2.19)

Untuk aliran turbulen dimana bilangan Reynold lebih besar dari 4000, maka hubungan antara bilangan Reynold, faktor gesekan dan kekasaran relatif

(18)

menjadi lebih kompleks. Faktor gesekan untuk aliran turbulen dalam pipa didapatkan dari hasil eksperimen, antara lain :

1. Untuk daerah complete roughness, yaitu :

1 √f = 2,0 log� 3,7 ε d � � (2.20)

Dimana: f = faktor gesekan

ε = kekasaran (m)

2. Untuk pipa sangat halus seperti glass dan plastik, hubungan antara bilangan Reynold dan faktor gesekan:

a. Blasius :𝑓𝑓 = 0,316 𝑅𝑅𝑅𝑅0,25 untuk, Re 3000-100000 (2.21) b. Von Karman : 1 𝑓𝑓 = 2,0 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑔𝑔 � 𝑅𝑅𝑅𝑅�𝑓𝑓 2,51 � untuk Re ≤ 3.10 6 (2.22) 3. Untuk pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi,

yaitu:

Von Karman : 1

𝑓𝑓 = 2,0 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑔𝑔 𝑑𝑑

𝜀𝜀 + 1,74 (2.26)

Dimana harga f tidak tergantung pada bilangan Reynold, Maka : Corelbrook – White : 1 𝑓𝑓 = −2,0𝑙𝑙𝑙𝑙𝑔𝑔 � 𝜀𝜀 𝑑𝑑 � 3,7 + 2,51 𝑅𝑅𝑅𝑅�𝑓𝑓� (2.23)

2.6.2. Kerugian Head Minor

Untuk setiap sistem pipa, selain kerugian tipe Moody yang dihitung untuk seluruh panjang pipa, ada pula yang dinamakan kerugian kecil (kerugian minor). Kerugian kecil ini disebabkan hal antara lain lubang masuk atau lubang keluar pipa, pembesaran atau pengecilan secara tiba - tiba, belokan, sambungan, katup dan pengecilan dan pembesaran secara berangsur-angsur. Karena pola aliran dalam katup maupun sambungan cukup rumit, teorinya sangat lemah. Kerugian ini biasanya diukur secara eksperimental dan dikorelasikan dengan parameter - parameter aliran dalam pipa. Kerugian kecil terukur biasanya diberikan sebagai nisbih kerugian hulu.

(19)

Belokan pada pipa menghasilkan kerugian head yang lebih besar dari pada jika pipa lurus. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan daerah-daerah aliran yang terpisah didekat sisi dalam belokan (khususnya jika belokan tajam) dan aliran sekunder yang berpusar karena ketidak seimbangan gaya-gaya sentripetal akibat kelengkungan sumbu pipa.

Ada dua macam belokan pipa, yaitu belokan lengkung atau belokan patah (mitter atau multipiece bend). Untuk belokan lengkung sering dipakai rumus Fuller, dimana nilai dari koefisien kerugian dinyatakan sebagai:

𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = [0,131 + 1,847 �2𝑅𝑅𝐷𝐷� 3,5

](90𝜃𝜃)0,5 (2.24)

dimana:

kkb = koefisien kerugian belokan

D = diameter pipa (m)

R = jari - jari belokan pipa (m) θ = sudut belokan (derajat)

Kemudian untuk mengetahui kerugian head dapat menggunakan persamaan:

ℎ𝑙𝑙 = ∑ 𝐾𝐾𝑣𝑣 2

2𝑔𝑔 (2.25)

Berikut adalah gambar kerugian belokan, dimana terjadi variasi koefisien kerugian karena pengaruh perubahan bilangan Reynoldnya. Sebagaimana terlihat pada (gambar 2.10), perbandingan jari-jari kelokan dengan diameter (r/d) juga mempengaruhi besar kerugiannya.

(20)

Gambar 2.10 Efek bilangan bilangan Reynolds terhadap koefisien kerugian

pada elbow 90o (Rahmat dan Adhe, 2010)

Selain belokan atau elbow kerugian minor juga dapat disebabkan oleh berbagai komponen yang terdapat pada sistem perpipaan dimana koefisien kerugiannya atau nilai KL. Metode yang paling umum digunakan untuk

menentukan kerugian-kerugian head atau penurunan tekanan adalah dengan menentukan koefisiean kerugian yang dapat didefinisikan sebagai :

K𝐿𝐿 = 𝑉𝑉2ℎ/2𝑔𝑔)L = ∆𝑝𝑝 1 2𝜌𝜌𝑉𝑉2 (2.26) Sehingga ∆𝑝𝑝 = 𝐾𝐾𝐿𝐿12𝜌𝜌𝑉𝑉2 (2.27) Atau h𝐿𝐿 = K𝐿𝐿V 2 2𝑔𝑔 (2.28

Kerugian minor kadang-kadang dinyatakan dalam panjang ekivalen leq, Dalam terminologi ini, kerugian head melalui sebuah komponen diberikan

dalam panjang ekivalen dari sebuah pipa yang akan menghasilkan kerugian

head yang sama dengan komponen tersebut. Artinya,

ℎ𝐿𝐿 = 𝑉𝑉 2 2𝑔𝑔 = 𝑓𝑓 𝑙𝑙𝑅𝑅𝑒𝑒 𝐷𝐷 𝑉𝑉2 2𝑔𝑔 (2.29) atau

(21)

𝑙𝑙𝑅𝑅𝑒𝑒 =𝐾𝐾𝐿𝐿𝑓𝑓𝐷𝐷 (2.30)

dimana D dan f berdasarkan pada pipa dimana komponen tersebut terpasang. Kerugian head dari sistem pipa sama seperti yang ditimbulkan pada sebuah pipa lurus yang panjangnya sama dengan pipa-pipa lurus dari sistem ditambah jumlah panjang-panjang ekivalen tambahan dari seluruh komponen sistem.

Gambar. 2.11 Komponen katup pada sistem perpipaan (Munson, 2009)

Kebanyakan analisis aliran pipa menggunakan metode kerugian daripada ekivalen untuk menentukan kerugian-kerugian minor. Sehingga dengan menggunakan koefisien kerugian yang sudah tersedia dapat mempermudah perhitungan minor losses pada sistem perpipaan, berikut tabel jenis koefisien kerugian pada berbagai macam jenis komponen perpipaan:

(22)

2.7 MEKANISME ALIRAN PADA PIPA 2.7.1 Pipa seri

Gambar 2.12 Pipa yang Dihubungkan Seri (Sagala, 2008)

Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri maka semua pipa akan dialiri oleh aliran yang sama. Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa, dirumuskan sebagai :

Q0 = Q1 = Q2 = Q3 (2.31)

Q0 = A1V1 = A2V2 = A3V3 (2.32)

Σ hl = hl1 + hl2 + hl3 (2.33)

Persoalan aliran yang menyangkut pipa seri sering dapat diselesaikan dengan menggunakan pipa ekuivalen, yaitu dengan menggantikan pipa seri dengan diameter yang berbeda-beda dengan satu pipa ekuivalen tunggal. Dalam hal ini, pipa tunggal tersebut memiliki kerugian head yang sama dengan sistem yang digantikannya untuk laju aliran yang spesifik.

(23)

2.7.2 Pipa Pararel

Gambar 2.13 Pipa yang Dihubungkan Paralel (Sagala, 2008)

Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara paralel, total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada sebuah cabang sama dengan pada yang lain, dirumuskan sebagai :

Q0 = Q1 + Q2 + Q3 (2.34)

Q0 = A1V1 + A2V2 + A3V3 (2.35)

hl1 = hl2 = hl3 (2.36)

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa persentase aliran yang melalui setiap cabang adalah sama tanpa memperhitungkan kerugian head pada cabang tersebut. Rugi head pada setiap cabang boleh dianggap sepenuhnya terjadi akibat gesekan atau akibat katup dan perlengkapan pipa, diekspresikan menurut panjang pipa atau koefisien losses kali head kecepatan dalam pipa.

Gambar

Gambar 2.1 Distribusi Gaya (Wibowo, 2013)
Gambar 2.2 Penentuan Kekentalan (Divo, 2008)
Gambar 2.3 Aliran Laminar dan Turbulen (Khamdani, 2012)
Gambar 2.4 Daerah Masuk Aliran Sedang Berkembang dan Aliran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain, seperti tingkat pendidikan,

Tujuan : Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan reproduksi mioma uteri yang meliputi pengkajian ,intervensi, implementasi dan evaluasi

PENGARUH DOSIS SPERMA YANG DIENCERKAN DENGAN NaCl FISIOLOGIS TERHADAP FERTILITAS TELUR PADA INSEMINASI BUATAN AYAM KAMPUNG.. THE EFFECT OF SPERM DOSES DILUTED IN PHYSIOLOGICAL NaCl

Masyarakat bantaran Sungai Wanggu Kelurahan Lalolara baik secara individu dan populasi masih aman dari risiko gangguan kesehatan bila mengonsumsi kerang kalandue

setelah muncul jendela seperti di atas, maka kamu tinggal pilih model grafik yang kamu inginkan, pada kolom Chart tipe (Jenis Grafik) sudah tersedia banyak pilihan, mau pilih

Sedangkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di masyarakat didapatkan data bahwa dari 10 responden sebanyak 3 responden (30%) yang mengetahui tentang upaya deteksi dini

Adapun kerja sama Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara dengan negara maju, seperti Jepang, Korea, Tiongkok, India, dan Perhimpunan Bangsa Eropa menggunakan bahasa

Untuk tahap awal perusahaan harus mengajukan Permohonan Izin Penyelenggaraan dengan mengisi form seperti dibawah dan jika semua permintaan telah diisi maka