• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009

TENTANG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI AGAM,

Menimbang : a. bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;

b. bahwa segala bentuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan akan memberikan dampak terhadap lingkungan hidup dan oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Agam;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3299);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);

(2)

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);

10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219);

11. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

12. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

14. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(3)

16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

18. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 12);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3338);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran

(4)

Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

29. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM dan

BUPATI AGAM MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Agam.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Agam.

3. Bupati adalah Bupati Agam.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Agam.

(5)

5. Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait selanjutnya disebut SKPDT adalah unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Agam yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab membina secara administratif dan fungsional Pengelolaan Lingkungan Hidup di wilayah Kabupaten Agam.

6. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

7. Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

8. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

9. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

10. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan kedalamnya.

11. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, dan sumber daya buatan.

12. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

13. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkan.

14. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang.

15. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

16. Bahan berbahaya dan racun adalah setiap bahan karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

17. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan

(6)

hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

18. Pemulihan lingkungan adalah usaha untuk mengembalikan kondisi lingkungan yang hampir menyerupai kondisi awal sebelum usaha dan/atau kegiatan dilaksanakan.

19. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

20. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

21. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disebut dengan SPPL adalah suatu pernyataan berupa komitmen dari pemrakarsa kegiatan dan/atau usaha yang tidak wajib memiliki UKL dan UPL.

22. Orang adalah Orang Perseorangan, dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum.

Pasal 2

Ruang Lingkup Lingkungan hidup meliputi ruang dan tempat Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya.

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN Pasal 3

Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab, berkelanjutan, dan bermanfaat serta tujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pasal 4 Sasaran Pengelolaan lingkungan hidup adalah :

a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;

b. terwujudnya manusia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;

c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

(7)

BAB III

WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 5

(1) Sumber daya alam Daerah dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, yang pengaturannya ditetapkan oleh Bupati;

(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah:

a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;

b. Mewujudkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan, masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup;

Pasal 6

Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Daerah dapat menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kecamatan yang sifatnya tidak teknis.

Pasal 7

Kewenangan Daerah dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup terdiri dari :

1. Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup;

2. Pelaksanaan kegiatan operasional pengelolaan lingkungan hidup;

3. Pengendalian pengelolaan lingkungan hidup;

4. Pemanfaatan dan evaluasi kualitas lingkungan;

5. Konservasi;

6. Penegakan hukum lingkungan;

7. Pengembangan Sumber Daya Manusia pengelola lingkungan hidup;

8. Pemberdayaan dunia usaha dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

BAB IV

PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP Pasal 8

(1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;

(8)

(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampung diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 9

(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup baik dampak besar dan kecil wajib memiliki dokumen lingkungan (Dokumen AMDAL, UKL/UPL dan SPPL);

(2) Tata cara penyusunan dokumen sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 10

Jenis-jenis rencana dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL dan UKL/UPL adalah sebagai mana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 11

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.

(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.

Pasal 12

(1) Setiap orang dilarang membuang limbah ke media lingkungan hidup Daerah tanpa izin.

(2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3).

(3) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi : menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.

(4) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V

HAK , KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 13

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran sertanya dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(3) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

(9)

BAB VI

PERSYARATAN PENATAAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian Kesatu

Perizinan Pasal 14

(1) Kelayakan Lingkungan merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh Bupati.

(2) Dalam izin sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.

(3) Bupati menolak permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan dokumen pengelolaan lingkungan hidup.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 15

(1) Bupati melakukan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin pengelolaan lingkungan hidup;

(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.

Pasal 16

(1) Untuk melakukan tugasnya pejabat pengawas sebagaimana tersebut dalam pasal 15 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.

(2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.

Bagian Ketiga Pemulihan Lingkungan

Pasal 17

(1) Setiap orang atau badan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup wajib melaksanakan pemulihan lingkungan hidup.

(10)

(2) Seluruh pembiayaan usaha pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat (1) sepenuhnya ditanggung oleh pemilik usaha dan/atau kegiatan.

Bagian Keempat Sanksi Administrasi

Pasal 18

(1) Bupati dapat mencabut izin usaha dan/atau kegiatan apabila melakukan pelanggaran terhadap pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada Bupati untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.

BAB VII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 19

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang sesuai dengan KUHAP Pasal 6 ayat (1) huruf b.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari , mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan lingkungan hidup agar laporan menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang priobadi atau badan tenang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidanabidang pengelolaan lingkingan hidup;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan dengan tindak pidana dibidang pengelolaan lingkungan hidup;

d. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik tindak pidana di bidang pengelolaan lingkungan hidup;

e. Memotrek seseorang yang berkaitan dengan tindak bidana bidang pengelolaan lingkungan hidup;

f. Memanggil orang untuk mendengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Menghentikan penyidikan;

h. Melakuan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidik tindak pidana dibidang pengelolaan lingkungan hidup menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;

(3) Penyidik sebagaimana diamksud ayat (1) sesuai dengan KUHAP pasal 109 dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang

(11)

merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu pada Penuntut Umum dengan surat pemberitahuan penyidikan.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA Pasal 20

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 21

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 22

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam.

Ditetapkan di Lubuk Basung

pada tanggal 26 Agustus 2009 BUPATI AGAM,

ARISTO MUNANDAR Diundangkan di Lubuk Basung

Pada tanggal 26 Agustus 2009

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN AGAM,

SYAFIRMAN, SH NIP. 19580524 198611 1 001

(12)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009

TENTANG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

1.UMUM

Lingkungan hidup merupakan tanggungjawab semua pihak, Pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kelestariannya yang diakibatkan dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab untuk merubah ekosistemnya, mengakibatkan terjadinya perusakan lingkungan baik dampaknya yang dapat dirasakan sekarang maupun dimasa yang akan datang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka Pemerintah Daerah berkewajiban menjaga, mengawasi penyelenggaraan pemeliharaan lingkungan di daerah. Pemerintah Daerah juga wajib menciptakan kenyamanan, kelestarian alam, kemudahan dan menjamin terselenggaranya pengelolaan lingkungan hidup di Daerah.

Mengingat kepentingan-kepentingan di atas dan sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tersebut, maka pengelolaan lingkungan hidup perlu diatur dengan Peraturan Daerah.

1.1.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas

(13)

Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas

(14)

LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM

NOMOR: 11 TAHUN 2009 TANGGAL: 26 AGUSTUS 2009

JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN DOKUMEN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

(AMDAL), UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL/UPL)

I. JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

A. Bidang Pertahanan

Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan resiko lingkungan dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan penggunaan lahan yang cukup luas.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1 Pembangunan Pangkalan TNI AL

Kelas A dan B • Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi mengubah ekosistem laut dan pantai

• Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair dan sampah padat. 2 Pembangunan Pangkalan

TNI AU

Kelas A dan B • Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair, sampai padat dan kebisingan pesawat.

3 Pembangunan Pusat Latihan Tempur - Luas

› 10.000 Ha • Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup bagi masyarakat.

• Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair, sampah padat dan kebisingan akibat ledakan.

B. Bidang Pertanian

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air akibat kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat beroperasi, serta perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan

(15)

pestisida/herbisida. Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.

Skala/Besaran yang tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan potensi dampak penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran tersebut merupakan luasan rata-rata dari berbagai uji coba untuk masing-masing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.

No Jenis kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1 Budidaya tanaman pangan dan hortikultura a. Semusim dengan atau

tanpa unit pengolahannya - Luas

b. Tahunan dengan atau tanpa unit

pengolahannya. - Luas

≥ 2.000 ha

≥ 5.000 ha

Kegiatan akan berdampak pada ekosistem, hidrologi dan

bentang alam.

2 Budidaya tanaman perkebunan

a. Semusim dengan atau tanpa unit pengolahannya: - Dalam kawasan budidaya non - Kehutanan, luas - Dalam kawasan budidaya kehutanan, luas b. Tahunan dengan

tanpa atau unit pengolahannya: - Dalam kawasan budidaya non kehutanan luas - Dalam kawasan kehutanan, luas ≥ 3.000 ha Semua besaran ≥ 3.000 ha Semua besaran C. Bidang Perikanan

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang, ikan adalah perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan hutan mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelipatan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada di kawasan tersebut.

No Jenis kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Usaha budidaya perikanan

a. Budidaya tambak udang/ikan tingkat teknologi maju dan madya dengan atau

• Rusaknya ekosistem mangrove yang menjadi tempat pemijahan dan pertumbuhan ikan (nursery areas) akan mempengaruhi produktivitas daerah setempat.

(16)

tanpa unit pengolahannya

- Luas ≥ 50 ha

• Beberapa komponen lingkungan yang akan terkena dampak adalah: kandungan bahan organik, perubahan BOD, COD, DO, kecerahan air, jumlah pythoplankton maupun peningkatan virusdan bakteri.

• Semakin tinggi penerapan teknologi maka produksi limbah yang di indikasikan akan menyebabkan dampak negatif terhadap perairan/ekosistem di sekitarnya.

b. Usaha budidaya perikanan terapung (jaringan apung dan pen system):

- Di air tawar (danau)

• Luas, atau • Jumlah - Di air laut • Luas, atau • Jumlah ≥ 2,5 ha ≥ 500 unit ≥ 5 ha ≥ 1.000 unit

• Perubahan kualitas perairan.

• Pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang perairan.

• Pengaruh terhadap estetika perairan.

• Mengganggu alur pelayaran.

D. Bidang Kehutanan

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem hutan, hidrologi, keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan potensi konflik sosial.

No Jenis kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

a. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK) dari hutan Alam (HA)

b. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK) dari Hutan Tanaman (HT)

Semua besaran

≥ 5.000 ha/etat

• Pemanenan pohon dengan diameter tertentu berpotensi merubah struktur dan komposisi tegakan.

• Mempengaruhi kehidupan satwa liar dan habitatnya.

Usaha hutan tanaman dilaksanakan melalui sistem silvikultur Tebang Habis Permukaan Buatan (THPB) berpotensi menimbulkan dampak erosi serta perubahan komposisi tegakan (menjadi homogen), satwa liar dan habitatnya.

(17)

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Pembangunan Jaringan Jalan Kereta Api

- Panjang ≥ 25 km

Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis dan dampak sosial.

2. Konstruksi bangunan jalan rel di bawah permukaan tanah

Semua besaran Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan kestabilan lahan (land subsidence), air tanah serta gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar kegiatan tersebut.

3. Pembangunan terminal terpadu Moda dan fungsi

- Luas ≥ 2 ha

Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran ekologis, tata ruang dan sosial. 4. a. Pengerukan perairan dengan Capital Dredging - Volume b. Pengerukan perairan sungai dan/atau

capital dreging yang

memotong material karang dan/atau batu

≥ 500.000 m3

Semua besaran

Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sistem hidrologi dan ekologis yang lebih luas dari batas tapak kegiatan itu sendiri, perubahan batimetri, ekosistem, dan mengganggu proses-proses alamiah di daerah perairan (sungai dan laut) termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial. Kegiatan ini juga akan menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas pelayaran perairan. 5. Pembangunan pelabuhan

dengan salah satu fasilitas berikut:

a. Dermaga dengan bentuk kontruksi seet pile atau open pile - Panjang, atau - Luas b. Dermaga dengan konstruksi masif ≥ 200 m ≥ 6.000 m2 Semua besaran

• Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar 5.000-10.000 DWT serta draf kapal minimum 4-7 m sehingga kondisi kedalaman yang dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS.

• Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap perubahan harus pantai / pendangkalan dan sistem hidrologi, ekosistem, kebisingan dan dapat

(18)

c. Penahan gelombang (talud) dan/atau pemecah gelombang (break water) - Panjang d. Prasarana pendukung pelabuhan (terminal, gudang, peti kemas, dan lain-lain)

- Luas

e. Single Point Mooring Boey - untuk kapal ≥ 200 ha ≥ 5 ha ≥ 10.000 DWT Menganggu proses-proses alamiah di daerah pantai (Coastal processes).

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap ekosistem, hidrologi, garis pantai dan batimetri serta menganggu proses-proses alamiah yang terjadi di daerah pantai.

Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, aksesibilitas trasportasi, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis, dampak sosial dan keamanan di sekitar kegiatan serta membutuhkan area yang luas.

Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar 5.000 – 10.000 DWT serta draft kapal minimum 4-7 m sehingga kondisi kedalaman yang dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS.

Berpotensi menimbulkan dampak berupa gangguan alur pelayaran, perubahan batimentri, ekosistem, dan mengganggu proses- proses alamiah di daerah pantai terutaman apabila yang dibongkiar muat minyak mentah yang berpotensi menimbulkan pencemaran laut dari tumpahan minyak. 6. Reklamasi ( Pengurugan): - Luas, atau - Volume ≥ 25 Ha ≥ 500.000 m3

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial, ekologis, perubahan garis pantai, kestabilan lahan, lalu lintas serta mengganggu proses- proses alamiah di daerah pantai.

7. Kegiatan penempatan hasil keruk ( dumping ) di darat :

- Volume, atau - Luas area dumping

≥ 500.000 m3

≥ 5 Ha

Menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan yang akan mempengaruhi ekologis, hidrologi setempat.

8. Pembangunan bandar udara baru beserta fasilitasnya ( untuk fixed

wing maupu rotary wing )

Semua besaran kelompok bandar udara (A, B, dan C) berserta hasil studi rencana

• Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi, harus memperhatikan ketentuan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional.

(19)

induk yang telah disetujui

• Berpotensi menimbulkan dampak berupa kebisingan getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara.

• Adanya ketentuan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) yang membatasi pemanfaatan ruang udara serta berpotensi menimbulkan dampak sosial. 9. Pengembangan bandar

udara beserta salah satu fasilitas berikut :

a. Landasan pacu - panjang

b. Terminal penumpang atau terminal kargo - Luas

c. Pengambilan air tanah

≥ 200 m

≥ 2.000 m2

≥ 50 liter/dtk (dari 1 sumur s/d 5 sumur dalam satu area ‹ 10 Ha

• Termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional.

• Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara, mobilisisi penumpang meningkat.

• Dampak petensial berupa limbah padat, limbah cair,udara dan bau yang padat mengganggu kesehatan

• Pengoperasian jenis pesawat yang dapat dilayani oleh bandara.

10. Perluasan bandar udara beserta/atau fasilitasnya : a. Pemindahan penduduk, atau Pembebasan lahan b. Reklamasi pantai : - Luas, atau - Volume urugan c. Pemotongan bukit dan

pengurungan lahan dengan volume ≥ 200 KK ≥ 100 Ha ≥ 25 Ha ≥ 100.000 m2 ≥ 500.000 m3 • termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional.

• Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangitan transportasi baik darat dan udara.

(20)

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Pembangunan fasilitas peluncuran satelit

Semua besaran • Kegiatan ini memerlukan persyaratan lokasi yang khusus (sepi penduduk, di daerah khatulistiwa/ekuator, dekat laut), teknologi canggih, dan tingkat pengamanan yang tinggi

• Bangunan peluncuran satelit dan fasilitas pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup bagi masyarakat.

G. Bidang Perindustrian

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Industri semen (yang dibuat melalui produksi klinker)

Semua besaran Industri semen dengan proses Klinker adalah Industri semen yang kegiatannya bersatu dengan kegiatan penambangan, dimana terdapat proses penyiapan bahan baku, pengilingan bahan baku (raw

mill process), penggilingan batu

bara (coal mill) serta proses pembakaran dan pendinginan klinker (rotary Kiln and Clinker

Cooler)

Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh:

• Debu yang keluar dari cerobong.

• Pengunaan lahan yang luas.

• Kebutuhan air cukup besar (3,5 ton semen membutuhkan 1 ton air)

• Kebutuhan energi cukup besar baik tenaga listrik ( 110-140 kWh/ton) dan tenaga panas (800-900 Kcal/ton).

• Tenaga kerja besar (±1-2 TK/3000 ton produk).

• Potensi berbagai jenis limbah: padat (tailing), debu (CaO, SiO2, Al2O3, FeO2) dengan radius 2-3 km, limbah cair (sisa cooling mengandung minyak lubrikasi/pelumas), limbah gas, (CO2,Sox, Nox) dari pembakaran energi batubara, minyak dan gas.

(21)

kertas yang terintegrasi dengan industri pulp, kecuali pulp dari kertas berkas dan pulp untuk kertas budaya.

kegiatan penyiapan bahan baku, pemasakan serpihan kayu, pencucian pulp, pemutihan pulp (bleaching) dan pembentukan lembaran pulp yang dalam prosesnya banyak mengunakan bahan-bahan kimia, sehingga berpotensi menghasilkan limbah cair (BOD,COD, TTS), limbah gas,(H2S, SO2, Nox, Cl2) dan limbah padat (ampas kayu, serat pulp, lumpur kering).

Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh:

• Pengunaan lahan yang luas (0,2 ha/1000 ton produk).

• Tenaga kerja besar.

• Kebutuhan energi besar (0,2 MW/1000 ton produk)

3. Industri petrokimia hulu Semua besaran Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah hasil tambang mineral (konsendat) terdiri dari Pusat Olefin yang menghasilkan Benzena, Propilena dan Butadiena Serta Pusat Aromatik yang menghasilkan Benzena, toluene,xylena, dan etil benzena.

Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh:

• Kebutuhan lahan yang luas.

• Kebutuhan air cukup besar (untuk pendingin 1l/dt/1000 ton produk).

• Tenaga kerja besar.

• Kebutuhan energi relatif besar (6-7 kW/ton produk) disamping bersumber dari lisrik juga energi listrik gas.

• Potensi berbagai limbah gas (SO2 dan Nox), debu (SiO2), limbah cair (TTS, BOD, COD, NH4Cl) dan limbah sisa katalis bekas yang bersifat B3.

4. Kawasan Industri (termasuk komplek industri yang terintegrasi)

Semua besaran Kawasan industri (industrial

estate) merupakan lokasi yang

dipersiapkan untuk berbagai jenis indusri manufaktur yang masih prediktif, sehingga dalam pengembangannya diperkirakan akan menimbulkan berbagai dampak penting antara lain

(22)

disebabkan:

Kegiatan grading

(pembentukan muka tanah) dan run off (air larian).

• Pengadaan dan

pengoperasian alat-alat berat.

• Mobilisasi tenaga kerja (90-110 TK/ha)

• Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial.

• Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan rata-rata 0,55-0,75 I/dt/ha.

• Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam kaitan

dengan jenis pembangkit ataupun trace jaringan (0,1 MW/ha).

• Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang masih prediktif terutama dalam cara hal pengelolaannya.

• Bangkitan lalu lintas. 5. Industri galangan kapal

dengan sistem graving

dock

≥ 50.000 DWT Sistem graving dock adalah galangan kapal yang di lengkapi dengan kolam perbaikan dengan ukuran panjang 150 m, lebar 30 m, dan kedalaman 10 m dengan sistem sirkulasi.

Pembuatan kolam graving ini dilakukan dengan mengeruk laut yang dikawatirkan akan menyebabkan longsoran ataupun abrasi pantai.

Perbaikan kapal berpotensi menghasilkan limbah cair (air

ballast, pengecatan lambung

kapal dan bahan kimia B3) maupun limbah gas dan debu dari kegiatan sand blasting dan pengecatan.

6. Industri amunisi dan bahan peledak

Semua besaran Industri amunisi dan bahan peledak merupakan industri yang dalam proses produksinya mengunakan bahan-bahan kimia yang bersifat B3, disamping kegiatannya membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi. 7. Kegiatan indusri yang

tidak termasuk angka 1 s/d 6

Pengunaan areal:

Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan:

• Tingkat pembebasan lahan.

(23)

a. Urban:

- Metropolitan, luas - Kota besar, luas - Kota sedang, luas - Kota kecil, luas b. Rural/pedesaan, luas ≥ 5 ha ≥ 10 ha ≥ 15 ha ≥ 20 ha ≥ 30 ha

daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan perhektar dan lain-lain.

Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa:

● Bangkitan lalu lintas ● Konflik sosial ● Penurunan kualitas

lingkungan.

H. Bidang Pekerjaan Umum

Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum mempertimbangkan skala/besaran kota yang menggunakan ketentuan yang menggunakan populasi, yaitu:

• Kota metropolitan : > 1.000.000 jiwa

• Kota besar : 500.000 - 1.000.000 jiwa

• Kota sedang : 200.000 - 500.000 jiwa

• Kota kecil : 20.000 - 200.000 jiwa

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Pembangunan

Bendungan/waduk atau Jenis tampungan air lainnya: - Tinggi, atau - Luas genangan ≥ 15 m ≥ 200 ha

 Termasuk dalam kategori “large dam” (Bendungan besar).

 Pada skala ini dibutukan spefikasi khusus baik bagi material dan desain konstruksinya.

 Pada skala ini diperlukan

quarry/burrow area yang besar,

sehingga berpotensi menimbulkan dampak.

 Dampak pada hidrologi.

 Kegagalan bendungan pada luas genangan sebesar ini berpotensi mengakibatkan genangan yang cukup besar dibagian hilirnya.

 Akan mempengaruhi pola iklim mikro pada kawasan sekitarnya dan ekosistem daerah hulu dan hilir bendungan / waduk.

 Dampak pada hidrologi. 2. Daerah Irigasi

a. Pembangunan baru dengan luas

≥ 2.000 ha

 Mengakibatkan perubahan pola iklim mikro dan ekosistem kawasan.

 Selalu memerlukan bangunan utama (headworks) dan bangunan pelengkapan (opportenants structures) yang besar dan sangat banyak sehingga berpotensi untuk mengubah ekosistem yang ada.

(24)

b. Peningkatan dengan luas tambahan c. Pencetakan sawah, luas ( perkelompok ) ≥ 1.000 ha ≥ 1.000 ha

tenaga kerja yang signifikan pada daerah sekitarnya, baik pada saat pelaksanaan maupun setelah pelaksanaan.  Membutuhkan pembebasan

lahan yang besar sehingga berpotensi menimbulkan dampak sosial .

 Berpotensi menimbulkan dampak negatif akibat perubahan ekosistem pada kawasan tersebut.

 Memerlukan bangunan tambahan yang berpotensi untuk merubah ekosistem yang ada.

 Mengakibatkan mobilisasi manusia yang dapat menimbulkan dampak sosial.  Memerlukan alat berat dalam

jumlah yang cukup banyak.  Perubahan tata air.

3. Pengembangan Rawa : Reklamasi Rawa untuk kepentingan irigasi

≥ 1.000 ha  Berpotensi mengubah ekosistem dan iklim migro pada kawasan tersebut dan berpengaruh pada kawasan di sekitarnya.

 Berpotensi mengubah sistem tata air yang ada pada kawasan yang luas secara drastis.

4. Pembangunan pengaman pantai dan perbaikan muara sungai :

- jarak dihitung tegak lurus pantai.

≥ 500 m  Pembangunan pada rentang kawasan pantai sebesar ≥ 500 m berpotensi merubah ekologi kawasan pantai dan muara sungai sehingga berdampak terhadap keseimbangan ekosistem yang ada.

 Gelombang pasang laut (tsunami) di Indonesia berpotensi menjangkau kawasan sepanjang 500 m dari tepi pantai, sehingga di perlukan kajian khusus untuk pengembangan kawasan pantai yang mencakup rentang lebih dari 500 m dari garis pantai.

5. Normalisasi sungai (termasuk sodetan) dan

 Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai yang

(25)

pembuatan kanal banjir a. Kota besar / metropolitan - panjang, atau - Volume pengerukan b. Kota sedang - panjang, atau - Volume pengerukan c. Pedesaan - panjang, atau - Volume pengerukan ≥ 5 km ≥ 500.000 m3 ≥ 10 km ≥ 500.000 m3 ≥ 15 km ≥ 500.000 m3 menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial, dan gangguan.

 Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dan dampak.

 Terjadi timbunan tanah galian dikanan kiri sungai yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial dan gangguan.

 Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dan dampak.

 Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial dan gangguan.

 Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dan dampak .

6. Pembangunan Jalan Tol ≥ 5 km Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial.

7. Pembangunan dan/ atau peningkatan jalan dengan pelebaran yang membutuhkan pengadaan tanah a. Kota besar/ metropolitan - panjang, atau - pembebasan lahan b. Kota sedang - panjang, atau - pembebasan lahan c. Pedesaan - panjang, atau - pembebasan lahan. ≥ 15 km ≥ 500.000 m3 ≥ 15 km ≥ 500.000 m3 ≥ 15 km ≥ 500.000 m3

Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi gangguan visual dan dampak sosial. 8. a. Pembangunan subway/underpass, terowongan/ tunnel b. Pembangunan jabatan ≥ 2 km ≥ 500 m Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan kestabilan lahan (land

subsidence), air tanah serta

gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) dan

(26)

dampak sosial di sekitar kegiatan tersebut. 9. Persampahan a. Pembangunan TPA sampah domestik pembuangan dengan sistem control landfill/

sanitary landfill

termasuk instalansi penunjangnya - luas kawasan TPA,

atau

- kapasitas total b. TPA didaerah pasang

surut,

- luas landfill, atau - kapasitas total c. Pembangunan transfer station - kapasitas d. Pembangunan Instalansi Pengolahan Sampah Terpadu - kapasitas e. Pengolahan dengan insinerator - kapasitas f. Composting plant - kapasitas g. Trasportasi sampah dan kereta Api - Kapasitas ≥ 10 ha ≥ 10.000 ton ≥ 5 ha ≥ 5.000 ha ≥ 1.000 ton/hari ≥ 500 ton/hari ≥ 500 ton/hari ≥ 100 ton/hari ≥ 500 ton/hari

Dampak potensial adalah pencemaran gas / udara, resiko kesehatan masyarakat pencemaran dari leachate .

Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate,

udara, bau, vektor penyakit dan gangguan kesehatan

Dampak potensial berupa pencemaran udara, bahu, vektor penyakit dan gangguan kesehatan.

Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate (lindi), udara, bau, gas beracun, dan gangguan kesehatan.

Dampak potensial berupa fly ash dan bottom ash, pencemaran udara, emisi biogas ( H2S, NOx, SOx, COx, dioxin) air limbah, cooling water, bau dan gangguan kesehatan.

Dampak potensial berupa pencemaran dari bau dan gangguan dan kesehatan.

Dampak potensial berupa pencemaran dari air sampah dan sampah yang tercecer, bau, gangguan kesehatan dan aspek sosial masyarakat di daerah yang dilalui kereta api.

10. Pembangunan

Perumahan/permukiman a. Kota metropolitan,

luas

b. Kota besar, luas c. Kota sedang dan

≥ 25 Ha

≥ 50 Ha

≥ 100 Ha

Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan:

 Tingkat pembebasan lahan  Daya dukung lahan; seperti

(27)

kecil, luas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar.

 Tingkat kebutuhan air sehari-hari.

 Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil kegiatan perumahan dan permukiman  Efek pembangunan terhadap

lingkungan sekitar (mobilisasi material dan manusia).

 KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB (koefisien luas bangunan).

11. Air Limbah Domestik a. Pembangunan

instalansi Pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk pasilitas penunjangnya - Luas, atau - Kapasitasnya b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya - Luas, atau - Beban organik c. Pembangunan sistim

perpipaan air limbah, luas layanan.

- luas layanan, atau - debit air limbah

≥ 2 Ha ≥ 11 m3/hari ≥ 3 Ha ≥ 2,4 ton/hari ≥ 500 Ha ≥ 16.000 m3/hari

 Setara dengan layanan untuk 100.000 orang.

 Dampak potensial berupa bau dan gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual.

 Setara dengan layanan untuk 100.000 orang.

 Setara dengan layanan 100.000 orang.

 Setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah

 Dampak potensial berupa gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau nilai kompensasi.

12 Pembangunan saluran drainase ( primer dan atau sekunder) di permukiman. a. Kota besar /metropolitan, panjang. b. Kota sedang, panjang ≥ 5 km ≥ 10 km Berpotensi menimbulkan gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana dan sarana umum, pencemaran di daerah hilir, perubahan tata air di sekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan perubahan perilaku masyarakat di sekitar jaringan. Pembangunan drainase sekunder di kota sedang yang melewati permunkiman padat.

13 Jaringan air bersih di kota besar/metropolitan.

Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan persoalan

(28)

a. Pembangunan jaringan distribusi. - luas layanan b. Pembangunan jaringan transmisi - panjang ≥ 500 ha ≥ 10 km keterbatasan air.

14 Pengambilan air dari danau, sungai, mata air permukaan, atau sumber air permukaan lainnya

- debit pengambilan ≥ 250 l/dt

 Setara kebutuhan air bersih 200.000 orang.

 Setara kebutuhan kota sedang.

15 Pembangunan pusat perkantoran,pendidikan, olah raga, kesenian, tempat ibadah, pusat perdagang / perbelanjaan relatif terkonsentrasi

- luas lahan, atau - bangunan ≥ 5 ha ≥ 10.000 m2 Besaran diperhitungkan berdasarkan:  Pembebasan lahan  Daya dukung lahan

 Tingkat kebutuhan air sehari-hari.

 Limbah yang dihasilkan.  Efek pembangunan terhadap

lingkungan sekitar (getaran kebisingan, polusi udara, dan lain-lain)

 KDB (koefisien Bangunan) dan KLB. (Koefisien Luas Bangunan)

 Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang.

Khusus bagi pusat perdagangan dan perbelanjaan relatif terkonsentrasi dengan luas tersebut diperkirakan akan menimbulkan dampak penting:  Konflik sosial akibat

pembebasan lahan (umumnya berlokasi di pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi)  Struktur bangunan bertingkat

tinggi dan basement menyebabkan masalah

dewatering dan gangguan

tiang-tiang pancang terhadap ekuifer sumber air sekitar.  Bangkitan pergerakan (traffic)

dan kebutuhan permunkiman dari tenaga kerja yang besar.  Bangkitan pergerakan dan

kebutuhan parker pengunjung.  Produksi sampah 16. Pembangunan kawasan permukiman untuk pemindahan penduduk/transmigrasi (Permukiman Berpotensi menimbulkan dampak yang disebabkan oleh:  Pembebasan lahan.

 Tingkat kebutuhan air.

(29)

Transmigrasi Baru Pola Tanaman Pangan)

- Luas lahan ≥ 2.000 Ha

daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar, dan lain-lain.

I.Bidang Sumber Daya Energi dan Mineral

No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah Khusus

A MINERAL, BATU

BARA,DAN PANAS BUMI 1. Mineral, batu bara, dan

panas bumi

- luas perizinan ( KP ), atau

- luas daerah terbuka untuk pertambangan

≥ 200 Ha

≥ 50 Ha (kumulatif / tahun)

 Dampak penting terhadap lingkungan antara lain: merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi.

 Lama kegiatan juga akan memberikan dampak penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran apabila mengunakan peledak, serta dampak dari limbah yang dihasilkan.

2 Tahap eksploitasi : a. Eksploitasi dan

pengembangan uap panas bumi dan / atau pengembangan panas bumi. b. Batu bara/gambut - Kapasitas, dan/atau - Jumlah material penutup yang dipindahkan c. Biji primer - Kapasitas, dan/ atau - Jumlah material penutup yang dipindah kan d. Biji Sekunder / endapan alluvial

- Kapasitas dan atau - Jumlah material

penutup yang dipindahkan e. Bahan galian bukan

logam atau bahan galian golongan C - kapasitas dan, atau - jumlah material penutup yang ≥ 55 MW ≥ 1.000.000 ton/tahun ≥ 4.000.000 ton ≥ 400.000 ton/tahun ≥ 1.000.000 ton ≥ 300.000 ton/tahun ≥ 1.000.000 ton ≥ 250.000 m3/tahun ≥ 1.000.000 ton

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap air, udara, flora, fauna, sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar.

Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap intensitas dampak yang akan terjadi.

Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap intensitas dampak yang akan terjadi.

Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap intensitas dampak yang akan terjadi.

Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap Intensitas dampak yang akan terjadi.

(30)

dipindahkan f. Bahan galian radioaktif, temasuk pengolahan, penambangan dan pemurnian g. Pengambilan air bawah tanah (Sumur tanah dangkal, sumur tanah dalam, dan mata air h. Tambang di laut Semua besaran ≥ 50 lt/dtk (dari 1 sumur s/d 5 sumur dalam area ‹ 10 ha) Semua besaran

Sampai saat ini bahan radioaktif digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir maupun senjata nuklir. Oleh sebab itu , selain dampak penting yang dapat ditimbulkan, keterkaitan dengan masalah pertahanan dan keamanan menjadi alasan mengapa kegiatan ini wajib dilengkapi AMDAL untuk semua besaran.

Potensi perubahan dan gangguan sistem hidrologi.

Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat sekitar.

3. Melakukan penempatan tailingdi bawah laut (Submarine Tailing

Disposal)

Semua besaran Memerlukan lokasi khusus dan berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah di daerah pantai termasuk menurunya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak social, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat sekitar.

4. Melakukan pengolahan bijih dengan proses sianidasi atau amalgamasi

Semua besaran Sianida dan air raksa merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berpotensi menimbulkan pencemaran air permukaan, air tanah dan udara. B MINYAK DAN GAS BUMI

1. Eksploitasi migas dan pengembangan produksi a. Di darat:

- Lapangan minyak ≥ 5.000 BOPD

 Potensi menimbulkan Limbah B3 dari lumpur pengeboran.  Potensi ledakan.

(31)

- Lapangan gas b. Di laut - Lapangan minyak - Lapangan gas ≥ 30 MMSCFD ≥ 15.000 BOPD ≥ 90 MMSCFD Jumlah total lapangan semua sumur tanah.

 Potensi kerusakan ekosistem  Pertimbangan ekonomis.

 Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran.  Potensi ledakan.

 Pencemaran udara, air dan tanah.

 Pertimbangan ekonomis.

 Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran.  Potensi ledakan.

 Pencemaran udara, air  Pertimbangan ekonomis.  Perubahan ekosistem laut. 2. Transmisi MIGAS di laut

- panjang, atau - bertekanan

≥ 100 km

≥ 16 bar

 Termasuk distribusinya dilakukan dari rumah ke rumah.  Pemamfaatan lahan yang tumpang tindih dengan aktivitas nelayan dianggap cukup luas lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu aktivitas nelayan.  Penyiapan area konstruksi

dapat menimbulkan gangguan terhadap daerah sensitf.

 Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan aktivitas lalu lintas kapal buang sauh, penambangan pasir.

 Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga berbahaya terhadap aktivitas/kegiatan nelayan, tambang pasir dan alur pelayaran. 3. Pembangunan kilang: - LPG - LNG - Minyak ≥ 50 MMSCFD ≥ 550 MMSCFD ≥ 10.000 BOPD

 Potensi komflik social

 Merupakan industri strategis.  Potensi dampak dari sarana

penunjang khusus.

 Proses pengolahan menggunakan bahan yang berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat turunan.  Berpotensi menghasilkan

limbah gas, padat dan cair yang cukup besar.

 Membutuhkan area yang cukup luas.

 Khusus LNG, berpotensi menghasilakan limbah gas H2S.

 Potensi perubahan dan gangguan sistem geohidrologi.

(32)

 Berpotensi mengubah ekosistem yang lebih luas. 4. Kilang minyak pelumas

bekas (termasuk fasilitas penunjang)

≥ 10.000 ton/th  Potensi konfiik social.

 Merupakan industri strategis.  Potensi dampak dari sarana

penunjang khusus.

 Proses pengolahan menggunakan bahan yang berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat turunan.  Berpotensi menghasilkan

limbah gas, padat dan cair yang cukup besar.

 Membutuhkan area yang cukup luas.

 Potensi perubahan dan gangguan sistem geohidrologi. C. LISTRIK DAN

PEMANFAATAN ENERGI

1. Pembangunan jaringan transmisi

≥ 150 kV  Keresahan masyarakat karena harga tanah turun.

 Adanya medan magnet dan medan listrik.

 Aspek sosial, ekonomi, dan budaya terutama pada pembebasan lahan dan keresahan masyarakat. 2 Pembangunan a. PLTD / PLTG / PLTU / PLTGU b. Pembangunan PLTP (Pengembangan Panas Bumi) c. Pembangunan PLTA dengan: - Tinggi Bendung atau ≥ 100 MW (dalam satu lokasi) ≥ 55 MW ≥ 15 m

Berpotensi menimbulkan dampak pada:

 Aspek fisik kimia, terutama pada kualitas udara (emisi, ambient, dan kebisingan) dan kualitas air (ceceran minyak pelumas, limbah bahang) serta air tanah.

 Aspek social, ekonomi dan budaya terutama pada pembebasan lahan dan pemindahan penduduk.

Berpotensi menimbulkan dampak pada:

 Aspek fisik kimia, terutama pada kualitas udara (bau dan kebisingan) dan kulitas air.  Aspek flora fauna.

 Aspek social, ekonomi dan budaya, terutama pada pembebasan lahan.

 Perubahan fungsi lahan.  Berpotensi menimbulkan

dampak pada:

(33)

- Luas genangan, atau

- Kapasitas daya (aliran langsung)

d. Pembangunan

pembangkit listrik dari jenis lain ( antara lain : OTEC ( Ocean

Thermal Energy Conversion ), surya,

angina, biomassa, gambut dan lain-lain.

≥ 200 Ha

≥ 50 MW

≥ 10 MW

pada kualitas udara ( bau dan kebisingan ) dan kualitas air.

- Aspek flora fauna.

- Asfek social, ekonomi dan budaya, terutama pada pembebasan lahan.

 Termasuk dalam kategori “ large dam” (bendungan besar)  Kegagalan bendungan (dam

break), akan mengakibatkan

gelombang banjir (flood

surge), yang sangat potensial

untuk merusak lingkungan di bagian hilirnya.

 Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus baik bagi material dan disain konstruksinya.

 Pada skala ini diperlukan

quarry/burrow area yang

besar, sehingga berpotensi menimbulkan dampak.

 Dampak pada hidrologi

 Membutuhkan areal yang sangat luas.

 Dampak visual (pandang).  Dampak kebisingan.

 Khusus penggunaan gambut berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ekosistem gambut.

J. Bidang Pariwisata

Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem, hidrologi, bentang alam dan potensi konflik sosial.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran AlasanIlmiah Khusus

1. a. Kawasan Pariwisata b. Taman Rekreasi

Semua besaran

≥100 ha

Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan fungsi lahan/ kawasan, gangguan lalu lintas, pembebasan lahan dan sampah. 2. Lapangan golf

( tidak termasuk driving

range )

Semua besaran Berpotensi menimbulkan dampak dari penggunaan pestisida/herbisida, limpasan air permukaan (run off), serta kebutuhan air yang relatif besar.

(34)

Secara umum, kegiatan - kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan dan penggunaan teknologi nuklir selalu memiliki potensi dampak dan risiko radiasi. Persoalaln kekhawatiran masyarakat yang selalu muncul terhadap kegiatan – kegiatan ini juga menyebabkan kecenderungan terjadinya dampak sosial.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran AlasanIlmiah Khusus

1. Pembangunan dan Pengoperasian reaktor nuklir : a. Reaktor Penelitian - Daya ≥100Kw Potensi dampak

pengoperasian reaktor penelitian dengan daya < 100 kW terbatas pada lokasi reaktor.

 Keamanan konsruksi.  Berisiko tinggi.

 Dampak radiasi pada tahap

decomisioning (pasca

operasi)

 Transportasi, penyimpanan, pengelolaan dan pembuangan bahan – bahan bekas dan limbah bahan radioktif.

2. Pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir non reaktor

a. Fabrikasi bahan bakar nuklir - Produksi b. Pengolahan dan pemurnian uranium - Produksi c. Pengelolaan limbah radioaktif (mencakup penghasilan, penyimpan, dan pengolahan ) d. Pembangunan Iradiator ( Kategori II s/d IV ) - Aktivitas sumber e. Produksi Radioisotop ≥125 elemen bakar/ tahun ≥100 ton yellow cake/tahun Semua instalasi ≥ 37.000 TBq (100.000 Ci) Semua instalasi

 efluen gas radioaktif yang terlepas dapat terakumulasi dalam berbagai komponen ekosistem.

 Membutuhkan air pendingin yang telah didemineralisasi dalam kolam beton. Air pendingin juga berfungsi sebagai perisai radiasi. Jika air pendingin berkurang, akan terjadi pengurangan perisai terhadap radiasi. Jika air pendingin kualitasnya menurun, akan terjadi korosi yang dapat meyebabkan terlepasnya zat radiaktif ke dalam air.

(35)

proses berpotensi menemari dan membahayakan

lingkungan dalam bentuk paparan radiasi.

L. Bidang Pengelolaan Limbah B3

Kegiatan yang menghasilkan limbah B3 berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, terutama kegiatan yang dipastikan akan akan mengkonsentrasikan limbah B3 dalam jumlah besar sebagaimana tercantum dalam tabel. Kegiatan - kegiatan ini juga secara ketat diikat dengan perjanjian internasional (konvensi basel) yang mengharuskan pengendalian dan penanganan yang sangat seksama dan terkontrol.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran AlasanIlmiah Khusus

1. Pengumpulan, pemanfaatan,

pengolahan dan / atau penimbunan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 ) Sebagai kegiatan utama a. Setiap kegiatan pengumpulan limbah B3 sebagai kegiatan utama, tidak termasuk kegiatan skala kecil seperti pengumpul minyak kotor dan slope oil, timah dan flux solder, minyak pelumas bekas, aki bekas, solvent bekas, limbah kaca terkontaminasi limbah B3 b. Setiap kegiatan pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama. c. Setiap kegiatan pengolahan limbah B3 sebagai kegiatan utama. - Pegolahan dengan insinerator. - Pengolahan secara biologis ( land farming, biopile, composting, bioventing, biosparging, bioslurping, alternate elctron acceptors, Semua besaran Semua besaran Semua besaran Semua besaran Berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

(36)

fitromediasi ) d. Setiap kegiatan penimbunan limbah B3 sebagai kegiatan utama. Semua besaran

M. Bidang Rekayasa Genetika

Kegiatan- kegiatan yang menggunakan hasil rekayasa genetik berpotensi menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus

1. Introduksi jenis – jenis tanaman, hewan, dan jasad renik produk bioteknologi hasil rekayasa genetika

Semua besaran Berpotensi menimbukan dampak terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.

2. Budidaya poduk bioteknologi hasil rekayasa genetika

Semua besaran Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.

(37)

II. JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL) DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UPL)

A. BIDANG PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI

NO JENIS KEGIATAN SATUAN SKALA/ BESARAN KETERANGAN A. 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. Perhubungan Darat Pembangunan terminal Pembangunan stasiun kereta api Depo (tempat penyimpanan/penumpu kan) Bengkel kendaraan bermotor Pengujian kendaraan bermotor

Jaringan rel kereta api dan fasilitas Ha Ha Ha M2 Kendaraan bermotor / hari Km ≥ 0,5 s.d ‹ 2 ≥ 0,5 s.d ‹ 2 ≥ 0,1 ≥ 500 ≥ 100 ≥ 2,5 s.d ‹ 25 A.2 1. 2. Perhubungan Laut Pembangunan pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut :

a. Dermaga dengan bentuk konstruksi sheet pile atau open pile dengan : - panjang atau - luas b. Prasarana pendukung pelabuhan (terminal, gudang, peti kemas, dll)

c. Penahan

gelombang dan atau pemecah gelombang (talud / break water) Pengerukan dan reklamasi m m2 Ha M2 ≥ 50 s.d ≤ 200 ≤ 6000 ≤ 5 ≥ 50 s.d ≤ 200

(38)

a. Pengerukan (pemeliharaan) b. Reklamasi (pengurugan) - Luas atau - volume c. Penempatan hasil keruk (dumping) - luas area - volume M3 M2 M3 Ha M3 ≤ 500.000 ≥ 2 s.d ≤ 25 ≥ 50.000 s.d 500.000 ≥ 1 s.d ≤ 5 ≥ 100.000 s.d ≤ 500.000 A.3 Telekomunikasi Pemasangan kabel telekomunikasi bawah tanah Pemancar radio / televisi Menara telekomunikasi di atas permukaan tanah dengan ketinggian Km Ha M ≥ 0,5 s.d ≤ 5 ≥ 0,5 s.d ≤ 1 ≤ 50

B. BIDANG PEMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

NO JENIS KEGIATAN SATUAN SKALA/ BESARAN KET 1.

2.

3.

4.

Bendungan atau waduk / situ atau jenis tampungan air lain. a. Pembangunan bendungan - tinggi atau - luas genangan Daerah irigasi a. Pembangunan baru b. Rehabilitasi dan peningkatan luas daerah c. Pencetakan sawah Pengembangan rawa untuk kepentingan irigasi Pembangunan pengaman pantai M Ha Ha Ha Ha Ha ≥ 5 s.d ‹ 15 ≥ 50 s.d ‹ 200 ≥ 500 s.d ‹ 2000 ≥ 500 s.d ‹ 1000 ≥ 100 s.d ‹ 500 ≥ 500 s.d ‹ 1000

(39)

5. 6. 7. 8. dan perbaikan muara sungai: a. Dihitung dengan sejajar pantai b. Dihitung dari tegak lurus pantai Normalisasi Sungai a. Kota sedang - Panjang b. Pedesaan - Panjang Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran dan pembebasan lahan a. Kota sedang - Panjang atau - Luas pembebasan lahan b. Pedesaan - panjang - luas pembebasan lahan Pembangunan jembatan Persampahan a. Pembangunan TPA dengan sistem control landfill / sanitary landfill - luas - kapasitas b. TPA di daerah pasang surut - luas - kapasitas c. Pemb. Transfer station d. Pengolahan dengan insenerator e. Bangunan composting dan Km M Km Km Km Ha Km Ha M Ha Ton/hari Ha Ton/hari Ton/hari Ton/hari › 1 ≥ 10 s.d ‹ 500 ≥ 3 s.d ‹ 10 ≥ 5 s.d ‹ 15 ≥ 3 s.d ‹ 10 ≥ 3 s.d ‹ 10 ≥ 10 s.d ‹ 30 ≥ 10 s.d ‹ 30 ≥ 60 s.d ‹ 500 ‹ 10 ‹ 10.000 ‹ 5 ‹ 5.000 ‹ 1.000 ‹ 500

(40)

9. 10. 11. 12. 13. daur ulang - luas - kapasitas Pembangunan perumahan dan pemukiman

a. Kota sedang dan kecil - luas - jumlah rumah Pengolahan Air Limbah Domestik a. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) - Luas b. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) - Luas c. Pemb. sistem perpipaan air limbah - luas layanan - debit limbah Drainase pemukiman a. Pemb. di kota sedang b. Pemb. di kota kecil Pembangunan pusat perkantoran, pendidikan, olahraga, kesenian, tempat ibadah, pusat perbelanjaan atau gedung lainnya

- Luas lahan - Luas bangunan Pengelolaan air bersih a. Pemb. jaringan distribusi - luas layanan b. Pemb. jaringan pipa transmisi - Panjang M2 Ton/hari Ha unit Ha Ha Ha M3/hari Km Km Ha M2 Ha Km ≥ 500 ≥ 10 s.d ‹ 100 ≥ 1 s.d ‹ 100 ≥ 100 ‹ 2 ‹ 3 ‹ 500 ‹ 16.000 ≥ 1 s.d ‹ 10 ≥ 5 ≥ 1 s.d ‹ 5 ‹ 10.000 ≥ 100 s.d ‹ 500 ≥ 2 s.d ‹ 10

Referensi

Dokumen terkait

Setelah adanya program PUAP, petani masih sulit memperoleh pinjaman modal untuk kegiatan agribisnis dengan mudah.. Program PUAP dapat menimbulkan masalah baru

Oleh karena itu, pada tugas akhir ini diberikan model kebijakan PM periodik yang optimal untuk sistem dengan asumsi bahwa sistem hanya menerima perbaikan minimal jika terjadi

Hipotesis ketiga, hasil pengujian hipotesis ketiga menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar sejarah siswa yang memiiliki

Penelitian pada PT.Indokarya Mandiri mengimplementasikan metode pendekatan Object Oriented Programming (OOP) dan untuk pengembangan sistem informasinya menggunakan

Implementasi adalah tahapan penerapan dan pengujian sistem. Implementasi merupakan salah satu tahapan dalam pengembangan sistem perangkat lunak. Pada tahap ini akan

4.1 Perbandingan ukuran agregat maksium dalam beton dengan diameter beton inti harus lebih besar dari 1:3, atau diameter benda uji beton inti untuk benda uji kuat tekan

1) Kegiatan budidaya yang telah ada sebelumnya, baik berupa bangunan, budidaya pertanian, hutan rakyat, dsb, pada prinsipnya harus dikeluarkan dari kawasan dengan kriteria

Bagaimana pendapat bapak/ibu terhadap lahan yang dimanfaatkan untuk Hutan Tanaman Rakyat?.