BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi masalah
serius. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus narkoba yang meningkat setiap tahun.
Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi
darurat narkoba. Menurutnya, hampir 50 orang meninggal setiap hari karena
narkoba.
Penyalahgunaan narkoba belakangan ini bisa dikatakan sudah melampui
batas. Narkoba menyebar luas setiap saat tanpa melihat batasan waktu, tidak peduli
pagi, siang, malam dan subuh. Bukan hanya orang dewasa menjadi targetnya, anak
remaja pun menajdi target empuk dalam penyebarluasan narkoba. Selain itu narkoba
juga sudah memasuk setiap sisi maupun sendi-sendi kehidupan masyarakat dan
menembus batas atau pun kasta yang ada.Masa bodoh targetnya orang kaya maupun
orang miskin, pejabat ataupun tukang parkir, guru ataupun siswa. Semua menjadi
sasaran dalam peredaran gelap narkoba. Bukankah tidak sedih rasanya melihat salah
satu korbannya adalah teman kita, tetangga, adik, kakak, bahkan bisa saja orang tua
kita sendiri.
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah berlangsung sejak lama dan
semakin lama semakin meningkat, khususnya pada lima tahun belakangan ini.
Menurut data Therapeutic Communities Indonesia (2009) diperkirakan ada sekitar
empat juta pecandu yang terjerat narkoba. Hal ini menjadi fokus perhatian
yang merupakan masa depan bangsa. Badan PBB, International Drug
ControlProgram, menyatakan pada tahun 2009 jumlah pemakai narkoba di seluruh
dunia telah mencapai 180 juta orang dan sedikitnya 100.000 di antara mereka
meninggal setiap tahun. Menilik melesatnya angka korban penyalahgunaan narkoba,
hal ini bukan lagi menjadi problem individu pengguna, atau menjadi masalah
keluarga si pengguna saja. Ini sudah menjadi ancaman bagi kelangsungan bangsa,
karena korbannya adalah generasi muda penerus bangsa
tanggal 10 Agustus 2015 pukul 12.10 wib).
Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2006,
pemakai narkotika di dunia sebanyak 162,4 juta orang pada tahun 2007, diperkirakan
terjadi peningkatan 4% penyalahgunaan narkotika di seluruh dunia, dari 200 juta
orang pada tahun 2007 menjadi 208 juta orang pada tahun 2008. Jumlah pengguna
diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan 2011, dari 24% pengguna tahun
2004 menjadi 28% ditahun 2011 (Badan Narkotika Nasiona, 2013: 8-10).
Di Indonesia, permasalahan penyalahgunaan narkoba pada akhir tahun ini
kian hari kian meningkat. Terbukti dengan semakin banyaknya pemberitaan melalui
media. Media massa hampir setiap hari memberitakan penangkapan para pelaku
penyalahgunaan narkoba oleh aparat keamanan. Data yang diperoleh dari Gerakan
Anti Narkoba (Granat) menyatakan sepanjang tahun 2012 terdapat sebanyak 26.458
kasus penyalahguna narkoba, yang terdiri dari 1.720 kasus narkotika, 1.599 kasus
psikotropika serta 7.239 kasus zat adiktif. Sementara, jumlah tersangka yang terkait
kasus narkoba ini mencapai 32.743 orang. Disisi lain, Gerakan Nasional Anti
Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan pusat
kesehatan Universitas Indonesia tahun 2008 juga mencatat angka prevelensi nasional
( Penyalahgunaan Narkoba) adalah 1,99% dari jumlah penduduk Indonesia (3,6 juta
jiwa) dan pada tahun 2012 akan mengalami kenaikan menjadi 2,8 % (5,1 juta jiwa).
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab Indonesia tidak lagi menjadi negara transit,
tetapi sudah menjadi negara pasar narkoba yang besar apalagi dengan harga yang
tinggi (great market, great price), sehingga Indonesia semakin rawan menjadi surga
bagi para sindikat narkoba (Badan Narkotika Nasionl, 2013: 3).
Diperkirakan sekitar 800.000-2.000.000 populasi Indonesia terutama
masyarakat usia produktif terjerat ketergantungan narkoba yang tersebar pada
berbagai tingkat sosio-ekonomi. Sehingga banyak menimbulkan implikasi yang
dihadapi masyarakat, seperti kriminalitas, kerugian ekonomi, pemutusan hubungan
kerja dan sebagainya. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena upaya
penanggulangan ketergantungan narkoba masih bersifat kontroversial
pukul 20.41 wib).
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika telah memberikan
perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum
undang-undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, peredar, bandar,
maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi
merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna
atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak pidana
narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang
narkotika. Kemudian di sisi lain, pecandu narkotika tersebut merupakan korban
ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap pecandu narkotika dapat
dijatuhi vonis rehabilitasi (Badan Narkotika Nasional, 2009: 47).
Masalah tersebut merupakan masalah yang berkaitan dengan berbagai segi
kehidupan, serta berakibat negatif tidak hanya bagi penyandang masalah saja,
melainkan juga bagi keluarga, lingkungan sosial, dan dapat membahayakan masa
depan bangsa dan negara. Masalah tersebut juga bukan hanya mengakibatkan
ketergantungan narkoba secara fisik maupun psikis semata, namun juga dapat
mengakibatkan kehancuran pada perkembangan kepribadian korban yang pada
akhirnya berlanjut pada perbuatan yang mengarah pada tindakan kriminalitas yang
menimbulkan keresahan, mengganggu ketentraman, dan keamanan masyarakat.
Data pada United Nation International Drug Control Program (UNDP), saat
ini lebih dari 200 juta orang diseluruh dunia telah menyalahgunakan narkoba. Hal
yang mencengangkan, dari jumlah itu 3,4 juta diantaranya adalah orang Indonesia.
Lebih mencengangkan lagi, lebih dari 80%-nya adalah remaja dan bahkan telah
merambah pula pada usia yang masih tergolong anak-anak.
Sementara pada tahun 2003, Survey nasional yang dilakukan oleh Badan
Narkotika Nasional terhadap 13.710 orang penyalahguna narkoba, ditemukan fakta
semakin dininya usia penyalahgunaan narkoba. Pada usia 7 tahun telah
mengkonsumsi narkoba jenis inhalan, pada usia 8 tahun meningkat ke ganja,
sedangkan pada usia 10 tahun jenisnya semakin bervariasi, seperti pil penenang,
ganja dan morphine. Dalam survey tersebut juga ditemukan fakta bahwa tindak
penyalahgunaan narkoba bukan hanya dilakukan oleh orang yang berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi yang tinggi, melainkan dan ternyata telah meluas
disemua usia dan tingkat kemampuan ekonomi
pukul 13.40).
Berdasarkan data-data yang telah ada sebelumnya, menunjukkan tiap tahun
angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat. Ini membuat
Indonesia tidak hanya menjadi tempat transit, akan tetapi Indonesia sekarang ini
telah menjadi produsen terbesar narkoba. Indonesia saat ini mempunyai impian untuk
bisa bebas dari narkoba pada tahun 2015, namun kenyataannya banyak pihak yang
meragukan impian tersebut. Untuk mewujudkan impian Indonesia bebas dari
narkoba, diperlukan usaha-usaha dalam mencegah penyalahgunaan yang semakin
meningkat, dengan memperbaiki hukum yang ada dan juga semakin meningkat
kewaspadaan terhadap para bandar narkoba. Usaha-usaha tersebut juga bisa
melibatkan para pihak penyuluh untuk bisa memberikan informasi bahaya narkoba
kepada semua lapisan masyarakat khususnya para remaja dan mengajak para orang
tua yang mempunyai anak pengguna narkoba untuk mau membawakan anaknya ke
panti rehabilitasi yang teah disediakan pihak pemerintah maupun pihak swasta untuk
memudahkan para pengguna narkoba mendapat pemulihan dari ketergantungan
narkoba.
Banyak cara yang telah dilakukan berbagai pihak dalam pemberantasan
perkembangan narkoba. Pemerintah misalnya, telah membentuk Badan Narkotika
Nasiona (BNN) secara ex-ooficio diketahui oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia. Badan ini memiliki struktur hingga kabupaten/kota. Ditingkat pusat,
badan ini bertugas membantu korban melaksanakan koordinasi dalam rangka
ketersediaan, pencegahan, dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
education) dan pengurangan permintaan (deman reducation). Pengurangan
pemasokan dilakukan dari sisi hukum dan peraturan, dengan memberikan sanksi
hukum yang berat bagi pengedar narkoba, sedangkan pengurangan permintaan
dilakukan dengan pembinaan pada masyarakat, khususnya generasi muda, agar tidak
terjebak dalam penyalahgunaan narkoba, juga upaya menghentikan penggunaan
(penyembuhan) bagi penyalahgunaan narkoba (Afiatin, 2008: 43).
Ancaman penyalahgunaan narkoba bersifat multi dimensional: kesehatan,
ekonomi, sosial pendidikan, keamanan dan penegakan hukum. Di lihat dari dimensi
kesehatan, penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan dan merusak kesehatan
manusia, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Di lihat dari dimensi
ekonomi, penyalahgunaan narkoba memerlukan biaya yang besar. Di lihat dari
dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebakan perubahan kearah perilaku asusila
dan anti social. Sedangkan dari dimensi keamanan dan penegakan hukum dapat
mendorong terjadinya tindakan-tindakan yang mengganggu masyarakat dan
pelanggaran hukum lainnya.
Secara langsung dampak penyalahgunaan narkoba berpengaruh terhadap
kondisi fisik korban dan psikologinya. Tentu hal ini membutuhkan penanganan yang
serius. Salah satunya dengan merujuk korban penyalahgunaan narkoba untuk
mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial sehingga korban narkoba tersebut dapat
kembali menjalankan fungsi sosialnya dengan baik.
Salah satu program yang dapat digunakan dalam terapi ketergantungan
narkoba adalah rehabilitasi. Program ini adalah pilihan yang baik untuk korban,
khususnya mereka yang mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan hidup tanpa
menggunakan narkoba dan seringkali kambuh. Namun, sampai saat ini pemerintah
adalah perawatan jangka panjang, yang biasanya berlangsung antara 3-12 bulan
diharapkan merupakan program lanjutan setelah dilakukan program detoksifikasi.
Sasaran utama dari program ini adalah abstinesia atau sama sekali tidak
menggunakan narkoba.
Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitasi yang ditempati
sekitar 16.000 orang pengguna narkoba menjalani rehabilitasi ditambah dua unit
lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang. BNN menyediakan anggaran
sebesar Rp 1 triliun pada 2013 untuk pengguna narkoba
diakses pada tanggal 13 Agustus 2015 pukul 20.06 wib).
Pengguna narkoba yang telah menjalani rehabilitasi di seluruh Indonesia baik
di masyarakat, di dalam panti maupun di tempat rehabilitasi lain sebanyak 6.373
orang. Sedangkan, yang terdaftar di BNN hanya sebanyak 837 orang. Secara khusus
di Sumatera Utara sendiri yang terdata menerima pengobatan hanya sebanyak 287
orang, yang 237 orang di rehabilitasi di panti pemerintah dan 50 orang lainnya
berada di luar panti (Badan Narkotika Nasional, 2013: 11).
Rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong para penyandang narkoba
dengan merawat dan merehabilitasi korban narkoba, diharapkan para korban narkoba
dapat kembali menjalankan fungsi sosial dengan baik yang sebelumnya pernah
terganggu. Sehingga dapat kembali kedalam lingkungan masyarakat bekerja serta
belajar dengan layak. Dalam proses pemulihan, disamping faktor-faktor dari luar
seperti mengikuti program-program pemulihan dipanti rehabilitasi, adanya faktor lain
yang tampaknya penting yaitu faktor dari dalam. Salah satu faktor dari dalam adalah
adanya keinginan individu untuk berhenti menggunakan narkoba serta memiliki
keyakinan bahwa dirinya akan mampu melepaskan diri dari pengaruh narkoba
Langkah awal yang dapat diambil oleh keluarga adalah merehabilitasi
anggota keluarganya yang terkait sebagai pemakai narkoba. Seperti yang
dicantumkan pada pasal 32 ayat (1) mengenai pengobatan dan rehabilitasi korban
penyalahgunaa narkoba, orangtua, wali dari seorang pecandu narkotika yang belum
cukup umur wajib melaporkan pecandu tersebut kepada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan dan wajib membawanya kerumah sakit atau kepada dokter yang
terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan yang diperlukan. Namun
keluarga dapat memilih untuk pengobatan dan perawatan atas biaya sendiri seperti
yang tercantum pada pasal 33, yakni hakim dalam memutuskan pidana yang
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (7) dapat memerintahkan yang bersalah untuk
menjalani pengobatan dan perawatan atas biaya sendiri (Sudarsono, 2004: 80).
Pada masa rehabilitasi dapat terjadi relaps, dimana terjadinya relaps pada
masa rehabilitasi khususnya pada tiga bulan pertama dapat disebabkan karena
perasaan pecandu NAPZA yang ambivalent tentang abstinensi, motivasi dan
komitmen yang tidak kuat untuk sembuh dari ketergantungan akan NAPZA, tidak
mempunyai strategi koping yang efektif dalam menghadapi masalah yang dialami
selama masa rehabilitasi serta kurangnya dukungan keluarga dan orang terdekatnya
tanggal 18 Agustus 2015 pukul 15.10 wib).
Penelitian yang dilakukan oleh Hawari membuktikan bahwa penyalahgunaan
NAPZA menimbulkan dampak antara lain merusak hubungan kekeluargaan,
menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, perubahan
mental dan perilaku menjadi anti sosial (psikopat), merosotnya produktivitas kerja,
kekerasan lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif dan akhirnya kematian yang
sia-sia (Hawari, 2009: 27).
Masalah narkoba sudah umum dan bukan dialami satu keluarga saja. Dalam
masa pemulihan, para orangtua bisa saling belajar dari orangtua lain saat
mendampingi anggota keluarga mereka yang sedang menjalani proses ini.
Momentum itu bisa menjadi awal rasa kebersamaan. Maka berdasarkan pemikiran
itu, Panti Parmadi Insyaf membuat suatu kegiatan dimana keluarga pecandu narkoba
yang sedang direhabilitasi dapat saling berbagi dan bertukar pikiran. Dengan adanya
rasa senasib sepenanggungan antar keluarga yang salah satu anggota keluarganya
sedang dalam masa pemulihan, akan membuat mereka saling mempercayai dan
memiliki kenyamanan dalam mengutarakan permasalahan yang dihadapi, khususnya
mengenai sebab dan akibat serta bagaimana cara menanggapi masalah yang mereka
hadapi.
Sebagian orang yang kecanduan narkoba dapat diobati. Namun pengobatan
ini sangat bergantung pada niat si pemakai sendiri untuk sembuh. Apabila tidak cepat
diobati justru bisa menimbulkan kerusakan pada organ tubuh, gangguan jiwa dan
bahkan bisa menyebabkan kematian.
Kasus lain yang berbeda dengan kasus Bapak Utomo dan Raffi Ahmad juga
aktor bintang film. Raffi Ahmad ditangkap Tim Satuan Narkoba Mabes Polri di
Perumahan Pondok Indah Jakarta miliknya, pada hari sabtu 22 Desember 2012.
Penangkapan di peroleh barang bukti berupa 0,5 gram shabu dan alat hisap (bong).
Kalau dalam kasus Bapak Utomo, beliau mentelantarkan anaknya berinisial D yang
memakai narkoba berbeda dengan Raffi Ahmad yang keluarganya menginginkan ia
untuk menjenguk Raffi Ahmad
Dukungan keluarga dalam masa pemulihan pasien NAPZA sangat diperlukan
mengingat salah satu faktor yang menyebabkan pasien menyalahgunakan NAPZA
adalah keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat atau sakit) anggota keluarganya.
Apabila dukungan keluarga tidak ada maka keberhasilan pemulihan (rehabilitasi)
akan sangat rendah .
Kurangnya dukungan keluarga selama proses rehabilitasi ataupun lingkungan
yang merendahkan dan tidak menghargai usaha yang dilakukan mereka untuk
sembuh akan menambah stress dan sulit mengendalikan perasaan sehingga membuat
individu rentan untuk menggunakan narkoba lagi atau relaps (Somar, 2001). Sikap
keluarga yang selalu mencurigai, memojokkan, mengungkit-ungkit masa lalu, serta
menjadikan pecandu sebagai “kambing hitam” untuk setiap kejadian yang tidak
menyenangkan sering menjadi penyebab terjadinya relaps.
Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan atau yang dikenal dengan PSPP
"Insyaf" Medan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat
Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI yang berdasarkan
KEPMENSOS RI No. 59/HUK/2003, mempunyai tugas melaksanakan Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang meliputi :
Bimbingan mental, sosial, fisik, dan pelatihan keterampilan praktis agar mereka
mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, rujukan regional, pengkajian,
kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai “Dukungan Keluarga dalam proses Rehabilitasi
Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Desa Laubakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini
adalah “Bagaimana dukungan keluarga dalam proses rehabilitasi korban
penyalahgunaan narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Laubakeri Kecamatan
Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang ?”.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan keluarga dalam
proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
rangka:
a. Pengembangan konsep dan teori-teori tentang proses rehabilitasi
b. Pengembangan konsep dan teori-teori tentang keluarga korban
penyalahgunaan narkoba.
1.4 Sistematika Penulisan
Adapum sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang teori-teori yang mendukung dalam
penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan
data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian serta analisis pembahasannya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran