BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya
jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat
C. Van Vollenhoven membagi wilayah hukum adat Indonesia ke dalam 19
wilayah hukum adat, yang diberi nama lingkungan hukum (rechtskring). Mulai
dari adat Aceh Besar, Singkel, Simeule sampai kepada hukum adat di ujung pulau
Papua.1
Masyarakat Indonesia di dalam kehidupan sehari-harinya sudah hidup
dalam suasana hukum adat, sehingga harus disadari bahwa hukum adat tersebut
merupakan hukum yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Adat istiadat
mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuataan
mengikatnya tergantung pada masyarakat yang mendukung adat istiadat tersebut
yang terutama berpangkal pada perasaan keadilannya.2
Hampir di semua lingkungan masyarakat adat menempatkan masalah
perkawinan sebagai urusan keluarga dan masyarakat, bukan semata-mata urusan
pribadi yang melakukan perkawinan itu saja. Tata tertib adat perkawinan
1Suardi Mahyuddin, Rustam Rahman, Hukum Adat Minangkabau Dalam
Sejarah Perkembangan Nagari Rao-Rao Katitiran Di Ujung Tunjuak, (Jakarta : Citatama
Mandiri, 2002), hal. 1.
2
masyarakat adat yang satu berbeda dengan masyarakat adat yang lain, antara suku
bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Dikarenakan perbedaan
tata tertib adat maka seringkali dalam menyelesaikan perkawinan antar adat
menjadi berlarut-larut, bahkan kadang-kadang tidak tercapai kesepakatan antara
kedua pihak dan menimbulkan ketegangan. 3
Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat
atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di
mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. Seperti halnya aturan
perkawinan bangsa Indonesia bukan saja dipengaruhi adat budaya masyarakat
setempat, tetapi juga dipengaruhi ajaran agama Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.
Jadi walaupun bangsa Indonesia kini telah memiliki hukum perkawinan nasional
sebagai aturan pokok, namun kenyataannya bahwa di kalangan masyarakat
Indonesia masih tetap berlaku hukum adat dan tata upacara perkawinan yang
berbeda-beda.4
Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, sejak
zaman dahulu hingga kini. Karena perkawinan merupakan masalah yang aktual
untuk dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum. Dari perkawinan
akan timbul hubungan hukum antara suami isteri dan kemudian dengan lahirnya
anak-anak, menimbulkan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak
3 Suardi Mahyuddin, Rustam Rahman, Op. Cit., h.12.
4
mereka. Dari perkawinan mereka memiliki harta kekayaan, dan ditimbulkan
hubungan hukum antara mereka dengan harta kekayan tersebut.5
Anak-anak dalam hubungannya dengan orang tua dapat dibedakan antara
anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak pungut, anak akuan dan anak piara,
yang berkedudukannya masing-masing berbeda menurut hukum kekerabatan
setempat, terutama dalam hubungannya dengan masalah warisan.6
Pengertian warisan adalah soal dan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih pada orang lain yang
masih hidup. Dengan demikian, hukum waris itu memuat ketentuan-ketentuan
yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak
berwujud) dari pewaris kepada ahli warisnya. Hukum waris adat memuat
peraturan-peraturan yang mengatur proses penerusan serta pengoperasian
barang-barang harta benda dan barang-barang-barang-barang yang tidak berwujud benda (Immateriale
Goerderen) dari suatu angkatan manusia (Generatie) kepada keturuannnya.7
Harta warisan menurut hukum adat bisa dibagikan secara turun-temurun
sebelum pewaris meninggal dunia, tergantung dari musyawarah masing-masing
pihak. Hal ini sangat berbeda dengan kewarisan hukum BW dan hukum Islam
yang mana harta warisan baru dibagikan pada saat ahli waris setelah pewaris
meninggal dunia. Apabila harta warisan diberikan pada saat pewaris belum
5 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta : Karya Gemilang,
2007), hal. 1.
6 Hilman Hadikusuma (buku 1), Op. Cit, h. 143.
7
meninggal dunia, maka itu disebut pemberian biasa atau dalam hukum Islam bisa
disebut sebagai hibah.
Dilihat dari orang yang mendapat warisan (kewarisan) di Indonesia
terdapat tiga macam sistem, yaitu sistem kewarisan mayorat, sistem kewarisan
individual, sistem kewarisan kolektif. 8 Dalam sistem kewarisan mayorat
digambarkan bahwa yang mewaris adalah satu anak saja yaitu anak tertua yang
berarti hak pakai, hak mengelola dan memungut hasilnya dikuasai sepenuhnya
oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara
adik-adiknya baik laki-laki maupun perempuan sampai mereka dapat berdiri sendiri.9
Sistem kewarisan individual pada umumnya banyak terdapat pada masyarakat
hukum adat yang bergaris keturunan atau kekeluargaan secara parental (garis ke
ibu-bapak-an) hal ini akibat dari tiap-tiap keluarga yang telah hidup berdiri sendiri
dan bertanggung jawab kepada keluarganya yang utama. Keluarga yang dimaksud
di sini adalah terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Fungsi warisan di sini untuk
pondasi dari keluarga tersebut untuk melangsungkan hidup serta berkembangnya
keluarga tersebut. 10
Sistem kewarisan kolektif, dipengaruhi oleh cara berpikir yang dijumpai
dalam masyarakat adat yang disebut cara berpikir yang komunal/kebersamaan.
Cara berpikir yang komunal ini menekankan pada rasa kebersamaan dalam ikatan
8Asri Thaher, Sistem Pewarisan Kekerabatan Matrilineal dan Perkembangannya
di Kecamatan Banuhampu Pemerintahan Kota Agam Provinsi Sumatera Barat, (Skripsi,
Universitas Diponegoro, Semarang, 2006), hal. 3.
9
Ibid, hal. 3.
yang kuat, senasib sependeritaan, secita-cita dan setujuan, meliputi seluruh
lapangan kehidupan. Cara berpikir komunal ini berkaitan dengan hukum waris
adat.
Hukum waris adat di Minangkabau merupakan masalah yang aktual yang
tidak henti-hentinya diperbincangkan dan dipersoalkan. Seperti yang diketahui
sejak dahulu sampai sekarang berlaku sistem keturunan dari pihak ibu
(matrilineal) yaitu garis keturunan dihitung menurut garis ibu. Dengan sendirinya
semua anak itu hanya dapat menjadi ahli waris dari ibunya sendiri dalam bentuk
harta pusaka tinggi saja. 11
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh
mengenai perkawinan antara Adat Minangkabau dengan Adat Batak, status anak
dari hasil perkawinan antara Adat Batak dengan Adat Minangkabau, hak
mewarisi anak dari hasil perkawinan antara Adat Batak dengan Adat
Minangkabau, serta pembagian harta warisan dari hasil perkawinan Adat Batak
dengan Adat Minangkabau ke dalam bentuk skripsi untuk memenuhi tugas akhir
kuliah dengan judul “Status dan Hak Mewarisi Anak dari Hasil Perkawinan Laki-Dengan adanya beragam bentuk sistem kewarisan hukum adat,
menimbulkan akibat yang berbeda pula, maka pada intinya hukum waris harus
disesuaikan dengan adat dan kebudayaan masing-masing daerah dengan kelebihan
dan kekurangan yang ada pada sistem kewarisan tersebut.
laki Batak dengan Perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan
Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat”.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
timbullah beberapa permasalahan yang perlu diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana status anak dari hasil perkawinan laki-laki Batak dengan
perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat sebelum tahun 1974 dan setelah
tahun 1974?
2. Bagaimana hak mewarisi anak dari hasil perkawinan laki-laki Batak dengan
perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ?
3. Bagaimana pembagian harta warisan untuk anak dari hasil perkawinan
laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah,
Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat?
4. Apa saja hambatan dalam pembagian warisan untuk anak dari hasil
perkawinan laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui status anak dari hasil perkawinan laki-laki Batak dengan
perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat sebelum tahun 1974 dan setelah
tahun 1974.
2. Untuk mengetahui hak mewarisi anak dari hasil perkawinan laki-laki Batak
dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan
Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar. Sumatera Barat.
3. Untuk mengetahui pembagian harta warisan untuk anak dari hasil perkawinan
laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah,
Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
4. Untuk mengetahui hambatan dalam pembagian warisan untuk anak dari hasil
perkawinan laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto
Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
D. Manfaat Penulisan
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis antara lain :
1. Secara teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan
menambah wawasan di bidang ilmu hukum baik dalam konteks teori dan
asas-asas hukum, dan diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan
pemikiran di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang Hukum Perkawinan Adat
dan Hukum Waris Adat.
2. Secara praktis
Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi
sumbangsih dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum positif dan
memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi kalangan yang berminat mempelajarinya.
E. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan
fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian pada
dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati
dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.12
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia
senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas
dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu
12
terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar
manusia lebih mengetahui dan mendalami.13
1. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan fakta-fakta
empiris di lapangan dengan menggunakan analisis normatif sehingga fakta-fakta
tersebut mempunyai makna dan kaitan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Metode pendekatan
Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia,
merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik
penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.14
Penulisan ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatif dan yuridis empiris. Metode penelitian yuridis normatif yaitu suatu
bentuk penelitian yang tidak terlepas dari norma-norma dan asas-asas hukum yang
ada.15 Hal ini dilakukan dengan menganalisa bahan-bahan yang diperoleh dari
peraturan perundang-undangan, buku-buku dan karya ilmiah serta bahan dari
internet yang berkaitan dengan peraturan-peraturan di Indonesia, dan yang
berkaitan dengan hukum perkawinan, hukum perkawinan adat, hukum waris, dan
hukum waris adat.
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1984), hal. 30. (selanjutnya disebut buku 2).
14 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1991),
hal. 27.
15
Metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian hukum melalui
fenomena hukum, masyarakat atau fakta sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Metode ini berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku ditengah
masyarakat. Titik tolak pengamatan ini berada pada kenyataan atau fakta-fakta
sosial yang ada dan hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai budaya hidup
masyarakat.16
5. Data penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara
langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga data asli.17
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain yang
sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan
di perpustakaan, atau milik pribadi. 18
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai
kekuatan hukum mengikat, dalam hal ini adalah norma atau kaidah dasar Bahan kepustakaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
16 Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997),
hal. 42.
17
Ibid, hal. 111.
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer yang digunakan dan dapat menganalisis, memahami
dan mendukung bahan hukum primer.19
Misalnya:
1) Buku-buku ilmu hukum tentang hukum adat, hukum perkawinan,
hukum perkawinan adat, hukum waris, dan hukum waris adat.
2) Jurnal ilmu hukum berkaitan dengan hukum perkawinan, hukum
perkawinan adat, hukum waris, dan hukum waris adat.
3) Artikel ilmiah hukum, bahan-bahan seminar, lokakarya dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, bahan hukum tertier yang digunakan di dalam
penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus umum, kamus hukum, dan ensiklopedia.20
6. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini
yaitu meliputi:
19
Ibid, hal. 113.
a. Studi kepustakaan (library research)
Mengumpulkan data dengan cara mendapatkan dan mempelajari
data-data secara teoritis sebagai bahan penunjang dalam penyusunan skripsi dengan
membaca buku literatur dari instansi maupun dari buku-buku pustaka, karya
ilmiah, serta referensi-referensi lainnya.21
b. Studi lapangan (field research)
Mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dengan terjun langsung ke
lapangan. Data diperoleh dengan cara wawancara. Wawancara (interview) adalah
situasi peran antar pribadi bertatap-muka (face-to-face), ketika seseorang yakni
pewawancara mengajuan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban
yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang narasumber.
Dalam hal ini narasumber yang diwawancarai yaitu:
1) Pimpinan kaum/suku di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
2) Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) Nagari Koto Tangah, Kecamatan
Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
3) Pihak-pihak yang melakukan perkawinan antara Adat Batak dengan Adat
Minangkabau
7. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah
pedoman wawancara. Pedoman wawancara adalah daftar pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan.
8. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Nagari Koto Tangah, yaitu terletak di Kecamatan
Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Nagari Koto Tangah
terletak di antara Nagari Pagaruyung, Nagari Saruaso, Nagari Tanjung Barulak.
Jumlah penduduk Nagari Koto Tangah yaitu 3.200 jiwa, yang terdiri dari laki-laki
1.649 jiwa, dan perempuan 1.651 jiwa. Dengan luas wilayah yaitu 12,61 km2 .
Nagari Koto Tangah terdiri dari dua jorong yaitu Jorong Koto Tangah dan Jorong
Sungai Salak. Mata pencaharian penduduk di Nagari Koto Tangah yaitu PNS,
petani, pedagang, wiraswasta, dan lain-lain. Penduduk Nagari Koto Tangah
dominan bersuku Minangkabau (Melayu, Bonca, Caniago, Sainapar, Koto,
Piliang, Bodi, dan lain-lain) dan ada juga pendatang ataupun yang menikah
dengan masyarakat Nagari Koto Tangah yang bersuku Batak, Jawa, Sunda,
Palembang, Melayu dan Betawi.
9. Analisis data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang telah terkumpul dianalisa
secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif. Metode deduktif yaitu
penarikan kesimpulan yang berawal dari pengetahuan yang bersifat umum
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang dilakukan, baik hasil-hasil
penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan di Program Strata Satu
(S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang
mengangkat masalah “Status dan Hak Mewarisi Anak dari Hasil Perkawinan
Laki-laki Batak dengan Perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah,
Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat”.
Berdasarkan hal tersebut di atas, objek kajian dalam penelitian ini
merupakan suatu permasalahan yang belum pernah tersentuh secara komprehensif
dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya penelitian ini adalah asli.
G. Sistematika Penelitian
Suatu penulisan ilmiah perlu dibatasi ruang lingkupnya agar hasil yang
akan diuraikan terarah dan data yang diperoleh relevan untuk menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Agar materi ini dapat diikuti dan dimengerti dengan
baik, maka disusun secara sistematis dalam pembahasan yang semakin meningkat
bab per bab. Secara keseluruhan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
Bab I menguraikan gambaran hal-hal yang bersifat umum, yang dimulai
dengan latar belakang kemudian dilanjutkan merumuskan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan bab ini
Bab II menguraikan mengenai tinjauan umum tentang perkawinan
menurut hukum adat. Bab ini berisikan uraian teoritis secara umum mengenai
pengertian perkawinan, asas-asas dan tujuan perkawinan, sahnya perkawinan, dan
akibat perkawinan.
Bab III menguraikan penjelasan tentang pembagian harta warisan
menurut hukum adat. Bab ini berisikan uraian teoritis secara umum mengenai
pengertian hukum waris adat, sistem kewarisan, unsur-unsur warisan, dan hukum
waris minangkabau.
Bab IV menguraikan tentang status dan hak mewarisi anak dari hasil
perkawinan laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto
Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Bab
ini memuat tentang pembahasan dan hasil penelitian tentang status anak dari hasil
perkawinan laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto
Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat
sebelum tahun 1974 dan setelah tahun 1974, hak mewarisi anak dari hasil
perkawinan laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari Koto
Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat,
pembagian harta warisan untuk anak dari hasil perkawinan laki-laki Batak dengan
perempuan Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, hambatan dalam pembagian warisan
Minangkabau di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten
Tanah Datar, Sumatera Barat.
Bab V menguraikan kesimpulan dan saran yang ditarik berdasarkan apa
yang telah dijabarkan secara jelas di dalam bab pembahasan, berdasarkan
kesimpulan ini kemudian diberikan saran yang dianggap dapat memberikan