BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Malaysia adalah satu diantara negara-negara di Asia yang memiliki
pertumbuhan ekonomi yang cukup bagus. Di bawah kepemimpinan Mahathir
Mohammad, Malaysia menjadi sebuah negara yang cukup disegani di pentas politik
Internasional. Banyak kebijakan pemerintahan Mahathir Mohammad yang
memberikan perubahan terhadap kehidupan politik dan ekonomi masyarakat
Malaysia. Salah satunya adalah kebijakan ”melihat ke timur dan meninggalkan barat”.
Suatu kebijakan yang membuat Malaysia menjadi negara mandiri yang tidak
bergantung kepada negara-negara Barat. 1
Malaysia adalah sebuah negara yang sistem politiknya relatif stabil dan
didukung oleh keberhasilan pembangunan ekonomi. Dalam hal pelembagaan
kehidupan politik dan kenegaraan, Malaysia juga termasuk yang lebih berhasil di
kalangan negara-negara Asia Tenggara. Tetapi sistem politik ini menghadapi masalah
yang mengancam integrasi nasionalnya, yaitu potensi konflik antar etnik yang
jumlahnya hampir seimbang. Pada kenyataannya kehidupan politik Malaysia, bahkan
sejak masih bernama Persekutuan Tanah melayu, sering diwarnai oleh masalah etnik
ini.2
Di Malaysia, sepanjang tahun 1945-1960 perkara identitas kebangsaan yang
diasaskan pada Islam menjadi isu yang hangat dalam proses pembangunan politik.
1
Mahathir adalah tokoh yang tidak suka bergantung dengan Negara asing, beliau berusaha untuk membuat kebijakan yang mengangkat martabat bangsa Melayu dan Malaysia di mata dunia. Dan strategi Mahathir ini tergolong berhasil. Karena Malaysia dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi. Bersama dengan Anwar Ibrahim sebagai menteri keungan ketika itu,Mahathir membuat kebijakan-kebijakan ekonomi yang memajukan Malaysia. Ini dapat dilihat mislanya dalam Zulfan Heri. Suara Reformasi dari Negeri Jiran. Pekanbaru : UNRI Press. 2001. Dan dapat juga dilihat pada Stanley S. Bedlington. Proses Politik di Malaysia. Dalam Mochtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 2001.
2Mochtar Mas’oed, dan Colin Mac Andrews.
Sebagaimana diketahui konsep keMelayuan dan keIslaman telah menjadi ikatan
kehidupan masyarakat dalam perbagai bidang kehidupan. Dalam bidang politik,
politik orang Melayu tidak bisa dipisahkan dengan Islam, dan selama orang Melayu
beragama Islam, tuntutan-tuntutan politik Islam mempengaruhi perkembangan politik
Melayu. Islam sebagai suatu kepercayaan yang lengkap, semestinya menyentuh
kehidupan dan budaya politik serta berkembangnya nilai-nilai dalam masyarakat
Melayu.3
Islam pada dasarnya memainkan peranan yang besar dalam pembentukan iklim
politik di Malaysia. Ini dapat dibuktikan melalui penyertaan golongan ulama dalam
kebangkitan kesadaran bangsa dari era dahulu. Sebagai contoh, golongan ulama
seperti Syeikh Syed Al Hadi dan Sheikh Tahir Jalalluddin adalah golongan intelektual
pertama yang menggagaskan peranan Islam dalam politik. Penumbuhan partai politik
kebanggaan seperti UMNO juga pada dasarnya mendapat dukungan para ahli agama.
Karena ia berfungsi sebagai media politik bagi orang Melayu yang rata-rata beragama
Islam. 4
Kaitan antara etnik Melayu dan Islam begitu erat sehingga tidak mengherankan
jika dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Malaysia tidak dapat dipisahkan dengan
Islam. Dan kaitan ini adalah suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam.5
3
Warjio. Perjuangan Ideologi Islam Dua Parti Politik: Kajian Kes Masyumi (Indonesia) dan Parti Islam Semalaysia (PAS) 1945-1969. Universitas Sains Malaysia. 2005. Hal. 5-6
4
Mohd. Rizal Hamdan. Aplikasi Politik Islam di Malaysia : Halangan dan Cabaran. http://www. Khairuummah. Com/index.php?option=com_content & task=view &id=197&itemid=iod. Rabu, 2 May 2007
5
Kajian mengenai hubungan Melayu-Islam dan negara di Malaysia telah
dilakukan oleh R.I Winzeler (1970). Karya ini merupakan karya yang sangat dasar
dalam menelaah bagaimana hubungan etnik Melayu yang mengakar kuat dengan
keIslaman. Kajian ini juga menjelaskan proses pembentukan maupun perumusan
ideologi negara dalam masyarakat Malaysia yang terdiri dari perbagai etnik.
Walaupun kajian ini dilakukan di Kelantan, R.I Winzeler telah berhasil menjelaskan
bagaimana sebenarnya etnik Melayu yang dianggap telah mengakar kuat
keIslamannya dengan persoalan-persoalan kenegaraan. 6
Berangkat dari apa yang dinyatakan oleh Winzeler, walaupun Islam telah
mengakar kuat dalam tubuh masyarakat Malaysia khususnya etnik Melayu sebagai
etnik mayoritas di Malaysia, namun kenyataannya aplikasi Islam dalam politik
Malaysia pada pelaksanaannya tidak menyeluruh dan hanya bersifat menjawab
polemik politik saja. Pelaksanaan Islam dalam politik Malaysia menghadapi berbagai
tekanan akibat dari pertentangan dengan ide-ide politik dan aplikasinya dalam iklim
politik Malaysia.
Hal ini terjadi karena pertentangan keras antara aliran politik Islam dan sekuler
di Malaysia. Kenyataannya, gerakan Islam dalam politik mulai memunculkan
kesadaran kepada semua pihak setelah pemikiran para revivalis Muslim seperti
Maududi, Hasan al-Banna, dan Sayyid Qutb mulai mempengaruhi pemikiran sarjana
muslim di negara ini. Kejayaaan revolusi Islam Iran, dimana semangatnya menjadi
inspirasi terhadap pertumbuhan politik juga menjadi faktor pendorong untuk memulai
perjuangan menegakkan prinsip Islam di Malaysia. 7
Yang tidak ketinggalan dalam menerapkan Islamisasi dalam iklim politik
Malaysia adalah kehadiran tokoh Islam ketika itu yaitu Anwar Ibrahim, telah
6
Warjio.Op. Cit, Hal. 20 7
menyemarakkan kembali ide pelaksanaan Islam dalam politik Malaysia. Antara lain
yang diperkenalkan yaitu, prinsip masyarakat madani,yaitu penerapan prinsip Islam
dalam pembentukan masyarakat yang harmoni.
Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai sebuah masyarakat yang
mengamalkan budaya hidup berdasarkan keadilan, keihsanan dan kebenaran dalam
semua aspek kehidupan seperti sosio-budaya, ekonomi dan politik. Masyarakat
madani adalah masyarakat yang menghormati hak-hak asasi manusia dan pelaksanaan
demokrasi yang berdasarkan pada kehidupan beragama, berakhlak dan keutamaan
melaksanakan tanggung jawab individu dan masyarakat dalam memelihara serta
mempertahankan kesejahteraan dan keamanan berlandaskan UU.
Masyarakat madani juga sebuah masyarakat yang memberi keutamaan kepada
keperluan asas, dinamika budaya, kecerdasan dan perkembangan ekonomi,
masyarakat yang menjunjung tinggi perkembangan ilmu pengetahuan, pembentukan
pribadi mulia, kaya dengan daya cipta yang kreatif dan inovatif. Model masyarakat
madani dalam persfektif Islam meletakkan kedaulatan rakyat terbanyak sewajarnya
dihormati tetapi tidak bertentangan dengan kedaulatan Allah SWT menekankan
kepada hak asasi berlandaskan kemanusiaan, bentuk kerajaan yang berlandaskan
keadilan. Menurut Anwar, masyarakat madani menjadi penting dalam proses
transformasi menghadapi penjajahan barat. Dengan demikian, pribadi Asia yang akan
muncul hasil pertentangan dengan budaya barat akan mempertahankan pandangan
hidup, peradaban dan prinsip akhlaknya.
”Salah satu tanda transformasi tersebut adalah perdebatan yang rancak tentang
aktivis masyarakat, seniman dan ahli politik yang memiliki keyakinan diri dan mendukung kesejagatan nilai demokrasi. Meskipun perkara ini sering di hubungkan dengan barat tetapi
bagi Asia pembahasan ini sebenarnya berakar umbi pada tradisi dan budayanya yang kaya”.
(Anwar, Gelombang Kebangkitan Asia,1997:43)8
Anwar memberikan pengertian bahwa masyarakat madani adalah satu konsep
masyarakat sivil yang bebas dari acuan dan pengalaman demokrasi barat dan
senantiasa mementingkan musyawarah. Ia didasarkan oleh prinsip akhlak dan
pemerintahan berlandaskan hukum agama bukannya tindakan yang lahir dari nafsu
manusia semata-mata. Masyarakat madani penuh dengan semangat kebebasan,
kemerdekaan diri dan mengembalikan nilai kemanusiaan. Dengan demikian, dapat
dikatakan masyarakat madani mempunyai perbedaan asas dengan gagasan yang
diungkapkan oleh pemikir barat. Penduduk Asia mempunyai pandangan berbeda
terutama melihat agama bukan sekedar persoalan pribadi tetapi mempunyai peranan
besar dalam masyarakat dan memberikan arah moral dalam dunia politik dan
ekonomi. Umumnya, menurut Anwar, masyarakat madani merujuk kepada sebuah
masyarakat bertamaddun, beradab, berilmu, memiliki kehidupan bermasyarakat yang
teratur dan tertib dalam peraturan hukum dan perundang-undangan. 9
Melihat kondisi sistem politik Malaysia yang sangat identik dengan Islam adalah
kondisi yang sangat wajar jika konsep masyarakat Madani ini diterapkan disana.
Namun pada kenyataannya pelaksanaan Islam di Malaysia tidak dilaksanakan secara
menyeluruh karena masih banyak pimpinan di negara ini yang tidak memahami
politik Islam dan lebih tertarik dengan politik Barat yang sudah jelas tidak tepat
dengan Islam dan tidak mementingkan aspek keagamaan dan moral dalam mengelola
8
Anwar Ibrahim. Masyarakat Madani vs masyarakat Sivil. http://syaitan. Wordpres. Com/2007/05/21/anwar-ibrahim-masy-madani-vs-masy-sivil/. Selasa, 21 May 2007
negara. Pelaksanaan Islam yang dilakukan di Malaysia adalah sekedar retorika politik
partai-partai politik saja tanpa usaha positif kearah memajukan Islam dalam politik
negara. Walaupun begitu, tetap ada beberapa pemikir politik di negara ini yang tetap
konsisten dan berusaha untuk terus memajukan politik Islam di Malaysia diantaranya
yaitu Anwar Ibrahim.
Menurut Anwar Ibrahim ajaran Islam tidaklah dipahami hanya sebagai ritual
melainkan ”sebuah jalan kehidupan”. Toleransi terhadap agama tidak bisa diyakini
sebagai toleransi terhadap korupsi, dekadensi moral, atau bahkan toleransi terhadap
sikap fanatik. Ketegasan sikap pemahaman keagamaan Anwar Ibrahim mendapat
penilaian beberapa tokoh politik Malaysia bahwa pandangan keIslaman Anwar
Ibrahim sangat membumi. Warna nasionalisme politik hampir tidak kentara,karena itu
Anwar Ibrahim menyatakan bahwa untuk mendapatkan inspirasi mengenai Islam,
Malaysia tidak perlu mencarinya di Timur Tengah. Islam di Malaysia sudah memiliki
akar di bumi sendiri.
Pemikiran Anwar Ibrahim dan juga karirnya dalam politik Malaysia yang cukup
cemerlang membawa Anwar kepada suatu keadaan dimana beliau mendapat
dukungan penuh dari rakyat Malaysia. Ambisi politiknya yang ingin menjadikan
Malaysia sebagai negara yang bisa menjalankan Islam secara keseluruhan dalam
berbagai aspek kehidupan seperti sosio budaya, ekonomi dan politik telah menarik
simpati rakyat Malaysia khususnya etnik Melayu. Berada di bawah kepemimpinan
Anwar Ibrahim sebagai wakil perdana menteri ketika itu, membuat masyarakat
melayu merasa dihargai setelah sekian lama berada dalam alienasi karena tidak
dianggap ada.
Di bawah kepemimpinan Mahathir dan juga Anwar lah masyarakat Melayu
yang di cetuskan oleh ”dwi tunggal” ini yang mendukung kepada rakyat miskin etnis
Melayu.
Di samping dikenal sebagai seorang yang progresif dan mandiri, Anwar Ibrahim
dinilai mempunyai obsesi yang sama dengan Mahathir : ”Membangun Kejayaan Malaysia dan membangkitkan kebesaran kaum Melayu dengan kesadaran barunya.”
Bentuk perwujudan Anwar terhadap penegakan Islam di Malaysia adalah
pendirian Bank Islam ketika beliau menduduki posisi menteri keuangan di
pemerintahan, kemudian membangun Universitas Islam pertama di Malaysia dan
mencetuskan konsep tentang masyarakat madani.
Pemikiran tentang masyarakat madani adalah salah satu bentuk sumbangan
pemikiran dari Anwar Ibrahim untuk Malaysia guna membangun suatu usaha untuk
memajukan dan mengembangkan prinsip Islam dalam perpolitikan di Malaysia. Ini
adalah salah satu bukti dari keinginan kuat Anwar Ibrahim untuk menciptakan politik
Malaysia yang seiring sejalan dengan Islam, karena menurutnya Malaysia mempunyai
akar sendiri yang bisa membawa Malaysia lebih baik di masa depan. Pemikiran
Anwar Ibrahim dan juga usaha-usaha yang dilakukannya untuk memajukan Islam dan
etnik melayu telah membawa Anwar sebagai sosok yang meraih dukungan besar dari
rakyat Malaysia. Dukungan yang diperolehnya bukan hanya dari para tokoh ulama
Islam ataupun dari masyarakat ekonomi melayu tetapi juga dari kalangan kaum muda
Malaysia.
Perjalanan politik Anwar Ibrahim yang cukup panjang dalam konstelasi politik
Malaysia telah menjadikan Anwar Ibrahim sebagai salah satu pemimpin Asia yang
cukup disegani baik di dalam negeri Malaysia maupun di dunia Internasional.
Berbagai macam gagasan yang dilahirkan Anwar Ibrahim memberikan sumbangan
politik Islam. Untuk itu penulis mencoba untuk menganalisa pemikiran politik Anwar
Ibrahim dan mengangkatnya dalam skripsi dengan judul ”Pemikiran Politik Anwar Ibrahim tentang Konsep Masyarakat Madani dan Relevansinya dengan Politik di
Malaysia”.
1.2Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah
yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu diteliti.
Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan
pemecahannya. Perumusan masalah merupakan penjabaran dari identifikasi masalah
dan pembatasan.10 Atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan
yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan
atas identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Perumusan masalah yang baik
berarti telah menjawab setengah masalah dalam penelitian.11
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas,
maka dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran Anwar Ibrahim tentang konsep Masyarakat Madani
dan relevansinya dengan politik di Malaysia?
1.3Pembatasan Masalah
Beragam pemikiran yang diungkapkan Anwar Ibrahim semasa karir politiknya
dalam konstelasi politik Malaysia telah memberikan warna tersendiri bagi jalannya
sistem politik Malaysia. Tidak banyak pemikir/tokoh di Malaysia yang memiliki
10
Husani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara. 2004. Hal. 26 11
komitmen cukup tinggi untuk menjalankan Islam dalam sistem politik
Malaysia,seperti yang diungkapkan dalam latar belakang masalah bahwa Islam hanya
dijadikan sebagai polemik saja, Islam tidak dijalankan sepenuhnya karena masih
banyak pemikir yang lebih tertarik dengan sistem politik barat.
Agar pembahasan tidak terlalu meluas sehingga tujuan penelitian tidak tercapai
dan pembahasan menjadi ambigu dan tidak orisinal, maka penulis membuat
pembatasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
” Gagasan –gagasan Anwar Ibrahim tentang Konsep Masyarakat Madani dan Relevansinya dengan Politik di Malaysia”.
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisa pemikiran Anwar Ibrahim mengenai
Konsep Masyarakat Madani dan bagaimana relevansinya
dengan politik di Malaysia.
2. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran Anwar Ibrahim
3. Untuk mengetahui perjuangan Anwar Ibrahim dalam
konstelasi politik Malaysia.
4. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi jatuhnya
Anwar Ibrahim dari kursi kekuasaan Pemerintahan
Malaysia.
1.4.2Manfaat Penelitian
Setiap Penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, baik untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan Ilmu
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah kemampuan
penulis dalam membuat karya tulis ilmiah dan melatih
penulis untuk membiasakan diri dalam membuat dan
mmebaca karya tulis. Melalui penelitian ini juga dapat
menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang
diteliti.
2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan
Ilmu Politik dalam hal pemikiran politik Islam mengenai
pemikiran Anwar Ibrahim tentang konsep masyarakat
Madani dan diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
Ilmu Sosial lainnya secara umum.
3. Menambah rujukan bagi mahasiswa departemen Ilmu Politik
FISIP USU mengenai penelitian studi tokoh.
1.5Tinjauan Pustaka
1.5.1 Konsep Masyarakat Sipil
Konsep masyarakat sipil digunakan dengan luas sebagai konsep deskriptif untuk
menilai keseimbangan antar kuasa negara dan persatuan atau badan privat. Bagi
tradisi liberal, masyarakat sipil dikaitkan dengan pilihan, kebebasan dan tanggung
jawab individu. Ini menjelaskan mengapa masyarakat sipil yang sehat dan kuat
merupakan ciri penting dari demokrasi liberal dan liberal klasik khususnya
melalui keinginan untuk meminimalkan ruang kuasa negara dan memaksimalkan
ruang privat. Kelompok-kelompok relawan, pergerakan sosial, media massa, dan
institusi di luar kerajaan dapat berfungsi tanpa pengawasan negara.
Tradisi Marxis juga menggunakan istilah masyarakat sipil untuk
menggambarkan keadaan tidak adil yang mengaitkan penguasa kelas memerintah
terhadap golongan pekerja serta bawahan dan mewujudkan ketidakadilan sosial.
Dengan itu, masyarakat sipil menjadi salah satu konsep di dalam politik modern yang
seringkali dibahas dan didebatkan di dalam masyarakat kontemporari sejajar dengan
tindakan demokrasi, peraturan UU, HAM, kewarganegaraan,keadilan dan pasar bebas.
Kemunculan masyarakat madani sebagai suatu konsep masyarakat sipil
berlandaskan Islam memberi harapan ke arah mewujudkan satu masyarakat sipil yang
sejalan dengan ajaran Islam berdasarkan hubungan manusia dengan pencipta (hablun
min Allah) dan hubungan manusia dengan masyarakat (hablun min nas). Yang
menjadi landasan dari masyarakat madani adalah ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW melalui hadist-hadist yang menyeru umat Islam utnuk berinteraksi
secara positif dengan manusia lain dan menjalankan kerja-kerja sosial untuk
meningkatkan keadilan sosial yang memberi menfaat kepada semua.12
Konsep civil society berasal dari sejarah peradaban Barat. Di tempat asalnya,
Eropa Barat, konsep ini sudah tidak banyak dibicarakan. Civil Society kembali
mengemuka ketika gerakan solidaritas di Polandia pimpinan Lech Walesa
melancarkan perlawanan terhadap dominasi pemerintahan Jenderal Jeruzelski. Dalam
perlawanan tersebut, solidaritas memakai civil society sebagai dasar sekaligus arah
perjuangan dengan tekanan utama pada perlawanan terhadap otoritarianisme negara.
Pola yang dipakai solidaritas ini menjalar ke beberapa negara Eropa Timur lain,
12
seperti bekas Chekoslovakia,seiring dengan runtuhnya rezim komunis di Uni Soviet.
Keberhasilan dari gerakan-gerakan tersebut kemudian menjadi pemicu ramainya
perbincangan civil society di berbagai belahan dunia/termasuk Amerika Utara dan
Eropa Barat sendiri.13
Secara historis civil society berakar kuat dalam perjalanan intelektual dan sosial
Eropa Barat. Inti dari konsep ini adalah penolakan terhadap segala jenis
Otoritarianisme dan totalitarianisme. Wujud civil society dapat ditemukan pada
episode-episode tertentu dalam sejarah Eropa. Misalnya, pada masa kerajaan Romawi
pada saat kekuasaan dipegang oleh beberapa tangan, yakni raja, bangsawan dan
penduduk. Ketiganya memiliki kekuasaan relatif yang sanggup menangkal terjadinya
hegemoni atau dominasi antara satu kekuatan terhadap yang lain. Masing-masing
pihak mempunyai kekuatan tawar menawar, sehingga mekanisme kontrol kekuasaan
berjalan baik.14
Untuk memahami makna dari civil society tersebut,maka ada beberapa
pengertian yang diberikan oleh para ahli,diantaranya Ferguson dalam bukunya An
Essay on The History of Civil Society (1767), memaknai civil society sebagai ”suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang cukup kuat mengimbangi
kekuasaan negara, sehingga terhindar dari dominasi dan despotisme negara”. Dalam pengertian Ferguson,civil society adalah masyarakat yang ”polity”, fase akhir dari ”savage” ke ”barbarian” menuju ke ”commercial” dan ”polite”.15
Pengertian lainnya dari masyarakat sipil adalah kemampuan untuk hidup
bersama secara umum dan kebiasaan berkumpul itu menggalakkan ketertiban
tindakan masyarakat di dalam sebuah kegiatan politik yang demokratik. Ini
13
Hendro Prasetyo,dkk. Islam dan Civil Society, pandangan muslim Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2002. Hal. 1-2.
14
Ibid., Hal. 2 15
dikemukakan oleh Adam Ferguson di pertengahan abad ke-18 dengan latar belakang
kemunculan masyarakat kapitalisme yang mengalami pengikisan dari segi tanggung
jawab sosial dan berkembangnya pengaruh individualisme. Dengan itu, Ferguson
mengibaratkan masyarakat sipil sebagai masyarakat yang hidup dengan ciri-ciri
solidaritas yang kuat, bermoral tinggi dan sebagainya.16
Selain itu, Ernest Gellnerr memberi pengertian bahwa masyarakat sipil sebagai
masyarakat yang terdiri dari berbagai institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk
mengimbangi negara. Walaupun tidak bertujuan menghalangi negara dalam
memenuhi dan melaksanakan perannya sebagai penjaga keamanan dan keselamatan
serta bertindak sebagai hakim antara negara dan rakyat. Masyarakat sipil tetap dapat
menghalangi usaha-usaha negara dalam mendominasi warganya. Model ini
dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville berdasarkan pengalaman demokrasi di
Amerika Serikat yang merupakan perwujudan kelompok-kelompok relawan dalam
masyarakat yang membuat keputusan di tingkat bawah dan menghindari campur
tangan pemerintah. Gerakan masyarakat sipil dikenal sebagai wadah penyaluran
aspirasi rakyat dalam perbagai kegiatan seperti politik,sosial dan ekonomi disamping
mampu memberi kesan kepada hubungan negara dan rakyat.17
Bagi tradisi Marxis,masyarakat sipil adalah ideologi kelas dominan yang
dikemukakan oleh Karl Marx setelah dicetuskan oleh Hegel. Masyarakat sipil
dipahami sebagai masyarakat borjuis yang menjadi produk kapitalis dan harus
dihapuskan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas.18
Sedangkan menurut Locke, civil society diibaratkan dengan masyarakat dalam
keadaan alamiah. Dalam karyanya Two Treaties of Government mengemukakan
tentang asal muasal pemerintahan. Menurutnya, asal muasal pemerintahan adalah
16
Anwar Ibrahim.Op Cit. http:// syaitan.wordpress.com/2007 17
Ibid., 18
suatu keadaan alamiah. Dalam keadaan alamiah itu terdapat hukum alam yang tidak
lain berisi hukum tuhan. Hukum alam itulah yang mengatur keadaan alamiah.
Keadaan alamiah menurut Locke merujuk pada keadaan dimana manusia hidup dalam
kedamaian, kebajikan, saling melindungi,penuh kebebasan, tidak ada rasa takut dan
penuh kesetaraan. Manusia dalam keadaan alamiah yang pada dasarnya baik, selalu
terobsesi untuk berdamai dan menciptakan perdamaian, saling tolong, dan memiliki
kemauan baik dan telah mengenal hubungan-hubungan sosial. Manusia dalam
keadaan alamiah juga tidak akan merusak kehidupan, kesehatan, kebebasan dan
hak-hak pemilikan manusia lainnya.19
Dengan demikian civil society bukanlah entitas sosial yang terdiri dari
kumpulan manusia. Ia juga bukan manifestasi dari sistem komunal yang dikenal luas
dalam masyarakat tradisional. Civil society merupakan ruang publik yang berisikan
manusia sebagai individu-individu dengan segala atribut intrinsiknya. Oleh
karenanya, civil society memiliki karakteristik yang juga terdapat dalam konsep
manusia sebagai individu. Jika individu merupakan ruang pribadi, civil society
merupakan ruang publik. Karena itu, di dalam civil society juga harus terdapat
kebebasan, kesederajatan dan nilai-nilai lain yang terkait seperti otonomi,
kesukarelaan atau keseimbangan. Ciri-ciri tersebut harus terwujud dalam gerak
anggota yang ada di dalamnya maupun dalam relasi civil society dengan civil society
lain dan bahkan dalam hubungannya dengan negara.20
Di Indonesia, masyarakat sipil mengalami penerjemahan yang berbeda-beda
dengan sudut pandang yang berbeda pula, diantaranya adalah masyarakat sipil,
19
Jhon Locke. Two Treaties of Government. New York dan Toronto: The New American Library. 1965. dalam Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001. Hal. 190
20
masyarakat kewargaan, masyarakat warga, civil society (tanpa diterjemahkan),
masyarakat madani dan lain sebagainya.
Masyarakat sipil merupakan penurunan langsung dari term civil society, istilah
ini banyak diungkapkan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat
masyarakat dan negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru
dan lebih baik. 21
Masyarakat kewargaan,konsep ini pernah digulirkan dalam sebuah seminar
Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia XII di Kupang,NTT. Wacana ini digulirkan
oleh Muhammad Ryas Rasyid dengan tulisannya ” Perkembangan Pemikiran Masyarakat Kewargaan”, Riswanda Immawan, dengan karyanya ”Rekruitmen Kepemimpinan dalam Masyarakat Kewargaan dalam Politik Malaysia”. Konsep ini
merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga negara sebagai bagian
integral negara yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan kemajuan
negara (state).
Civil Society, term ini (dengan tidak menerjemahkannya) merupakan konsep
yang digulirkan oleh Muhammad AS Hikam. Menurutnya konsep civil society yang
merupakan warisan wacana yang berasal dari Eropa Barat, akan lebih mendekati
substansinya jika tetap disebutkan dengan istilah aslinya.22 Menurutnya, pengertian
civil society (dengan memegang konsep de’ Tocquiville) adalah merupakan
wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting),
21
Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : Prenada Media. 2003. Hal.241
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan
norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.23
1.5.2 Konsep Masyarakat Madani
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep
civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam
ceramahnya pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada acara
Festival Istiqlal,26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar
Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok
masyarakat yang memiliki peradaban maju.
Paradigma dengan pemilihan term masyarakat madani ini dilatarbelakangi oleh
konsep kota ilahi, kota peradaban atau masyarakat kota. Disisi lain, pemaknaan
masyarakat madani ini juga dilandasi oleh konsep tentang Al-Mujtama’ Al Madani yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib Al-Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban
Islam dari Malaysia dan salah seorang pendiri Institute For Islamic Thought and
Civilization (ISTAC), yang secara definitif masyarakat madani merupakan konsep
masyarakat ideal yang mengandung dua komponen besar yakni masyarakat kota dan
masyarakat yang beradab.24
Kemudian konsep masyarakat madani ini yang pertama kali dicetuskan oleh
Anwar Ibrahim dikembangkan di Indonesia oleh para tokoh indonesia seperti
Nurcholis Madjid, M. Dawam Rahardjo, Azyumardi Azra, dan sebagainya.
Penggunaan masyarakat madani sebagai penerjemahan civil society menurut
Muhammad AS Hikam adalah bukan sekedar soal pengalihbahasaan, ia adalah suatu
konsep yang bersifat khusus dan ada perbedaan soal cakupan.”Masyarakat madani”
23
Muhammad AS Hikam. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES. 1997. Dalam Adi Suryadi Culla. Masyarakat madani: Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan cita-cita Reformasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1999. Hal. 122
24
lebih merupakan penggunaan paradigma yang bersifat partikularistik,khususnya Islam
dengan menggunakan momentum dimana kajian civil society sudah dilupakan. 25
Menurut Anwar (Anwar Ibrahim,pen), masyarakat madani merujuk kepada
sebuah masyarakat bertamadun, beradab, berilmu, memiliki kehidupan bermasyarakat
yang teratur dan tertib dalam kawalan hukum serta undang-undang dan
penguatkuasaan keadilan. Ia juga dikaitkan dengan tamadun yang digambarkan
sebagai kehidupan insan yang bermasyarakat dan telah mencapai suatu kehalusan
tatasusila dan kebudayaan luhur bagi seluruh masyarakat. Ia juga mempunyai sistem
sosial yang subur dengan prinsip-prinsip moral yang dapat menjamin keseimbangan
antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat serta mendorong kepada
daya usaha dan inisiatif individu. Era kebangkitan Islam yang melanda dunia Islam
pada 1960-an turut menyumbang kepada perkembangan masyarakat madani sebelum
membuat perbandingan dengan masyarakat sipil yang berasal dari pengalaman politik
Barat.26
Masyarakat Madani merujuk pada Madinah, sebuah kota yang sebelumnya
bernama Yastrib di wilayah Arab. Dimana masyarakat Islam di bawah kepemimpinan
Nabi Muhammad SAW masa itu pernah membangun peradaban tinggi.27 Nabi
Muhammad SAW memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan
masyarakat berperadaban. Setelah belasan tahun berjuang di Makkah tanpa hasil yang
terlalu menggembirakan, Allah memberinya petunjuk untuk hijrah ke kota Yastrib,
kota wahah atau Oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara kota Makkah. Setelah
mapan dalam kota hijrah itu,Rasulullah mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinah
25
Muhammad AS Hikam. Nahdlatul Ulama, Civil Society dan Proyek Pencerahan. Dalam Pengantar Ahmad Baso. Civil Society Versus Masyarakat Madani.Bandung : Pustaka Hidayah.1999. Hal. 9-11 26
Anwar Ibrahim.Op Cit. http:// syaitan.wordpress.com/2007 27
artinya ”kota” yang kemudian seringkali dilengkapkan menjadi Madinah an-Nabi
(Kota Nabi). 28
Secara konvensional, perkataan madinah memang diartikan sebagai kota. Tetapi,
secara ilmu kebahasaan, perkataan itu mengandung makna ”peradaban”. Dalam bahasa Arab, ”peradaban” memang diungkapkan dalam kata-kata madaniyyah atau
tamaddun, selain juga dalam kata hadharah. Karena itu, tindakan Nabi Muhammad
SAW mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah
pernyataan niat atau proklamasi bahwa beliau bersama para pendukungnya yang
terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar hendak mendirikan dan membangun
masyarakat beradab. 29
Tidak bisa dilupakan bahwa prinsip terciptanya masyarakat madani bermula
sejak Hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Makkah ke
Madinah. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan
penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita
membentuk masyarakat yang madaniyyah (beradab). Selang dua tahun pasca hijrah
atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur
masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa
perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk
membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian
antara berbagai ras, suku, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar
dan lainnya yang beragama saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.30
Perjanjian itu disebut dengan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dalam
dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan antara lain
28
Nurcholis Madjid. Menuju Masyarakat Madani. Dalam Tim MAULA (Ed). Jika Rakyat Berkuasa : Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal. Bandung : Pustaka Hidayah. 1999. Hal. 321
29
Ibid., hal. 321-322 30
kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, serta tanggung
jawab sosial dan politik, khususnya pertahanan secara bersama. Dan di Madinah itu
pulalah sebagai pembelaan kepada masyarakat madani, Nabi Muhammad SAW dan
kaum beriman diizinkan mengangkat senjata berperang membela diri dalam
menghadapi musuh-musuh peradaban. 31
Melalui Piagam Madinah tersebut, tampak Rasulullah hendak menegakkan
sebuah konstitusi yang mampu dijadikan pijakan dasar bersama dalam konteks hidup
bermasyarakat. Titik balik peradaban yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada
gilirannya mengantarkan masyarakat Yatsrib menjadi masyarakat yang madaniyyah.
Sebuah masyarakat yang erat kaitannya dengan nilai-nilai atau karakter yang adil,
egaliter, partisipatif, humanis, toleran dan demokratis. Masyarakat tersebut juga patuh
dan tunduk kepada kepatuhan (din) dan dinyatakan dalam supremasi hukum dan
paeraturan. Atau dalam pandangan senada, Robert N Bellah berpendapat bahwa
masyarakat Madinah saat itu sarat dengan nilai, moral, maju, beradab, dan sangat
menghargai nilai-nilai kemanusiaan.32
Menurut Anwar Ibrahim, konsep masyarakat madani di Madinah menjadi asas
kepada satu kehidupan bertamaddun dengan kombinasi elemen perundangan,
penyertaan politik dari berbagai kalangan rakyat serta kesediaan memenuhi keperluan
berbagai budaya. Azizuddin (2002) berpendapat masyarakat madani dinilai dan
diamalkan berasaskan kepada prinsip-prinsip agama, nilai dan rohaniah Islam.
Revolusi kerohanian dan akliah yang dibawa Islam kemudian menggerakkan tradisi
sosial yang meletakkan asas susunan baru kemasyarakatan dan kenegaraan. Ia
memperkenalkan cita-cita keadilan sosial dan pembentukan masyarakat madani yaitu
sebuah masyarakat sipil yang bersifat demokratik. Ia menghubungkan keadaan sosial,
31
Nurcholis Madjid. Menuju Masyarakat Madani. Op Cit. Hal. 322 32
kebudayaan, agama dan politik di dalam kerangka moral sosial yang dikehendaki
pada peringkat individu dan masyarakat.
Masyarakat madani menonjolkan sistem sosial yang adil serta pelaksanaan
pemerintahan menurut Undang-Undang. Dengan itu, politik negara akan dipandu oleh
prinsip moral, etika dan keIslaman yang mengasaskan masyarakat sipil yang beretika.
Ia merupakan satu konsep yang berkembang sejak zaman kebangkitan intelektual
Islam seperti al-Farabi, Ibnu Miskawayh dan Ibnu Khaldun yang masing-masing
menjelaskan konsep masyarakat Madani sebagai masyarakat yang bertamaddun.
Al- Farabi menjelaskan konsep dalam masyarakat madani tahap rendah,
anggota-anggota masyarakat saling bekerjasama tapi dari segi untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, berdagang. Pada tahap tinggi, tokoh-tokoh masyarakat akan
bekerjasama untuk membina tamadun luhur melalui pencarian kebenaran, mencapai
kebahagiaan bersama, memupuk kecintaan kepada ilmu dan memakmurkan
masyarakat dengan hal-hal mulia. Ibnu Miskawayh berpendapat masyarakat madani
adalah masyarakat bertamaddun dan merujuk kepada makna Madaniyyah yaitu
keadaaan kota dan kemakmuran yang dicapai melalui kerjasama kebaikan rakyat.
Bagi Ibnu Khaldun, masyarakat madani adalah rujukan kepada peradaban dan
kemakmuran hidup serta sangat berkait erat dengan masyarakat bertamaddun.33
Berpangkal dari pandangan hidup bersemangat Ketuhanan dengan konsekuensi
tindakan kebaikan kepada sesama manusia, masyarakat madani tegak berdiri diatas
landasan keadilan. Yang antara lain bersendikan keteguhan berpegang kepada hukum.
Masyarakat berperadaban tidak akan terwujud jika hukum tidak ditegakkan dengan
adil, yang dimulai dengan ketulusan komitmen pribadi. Masyarakat berperadaban
33
memerlukan adanya pribadi-pribadi yang dengan tulus mengikatkan jiwanya kepada
wawasan keadilan.34
Dengan demikian, masyarakat madani bakal terwujud hanya jika terdapat cukup
semangat katerbukaan dalam masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari
perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara positif dan
optimis. 35
1.6Metodologi Penelitian
Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat
penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu (dalam kemajuan dan kemunduran).
Demikian pentingnya metode tersebut, Mukti Ali pernah mengatakan bahwa yang
menentukan dan membawa stagnasi (tidak mengalami kemajuan),kebodohan, atau
kemajuan bukan karena ada atau tidaknya orang jenius, melainkan karena metode
penelitian dan cara melihat sesuatu.36
Uraian diatas mempertegas bahwa untuk mencapai kemajuan, kejeniusan saja
belum cukup jika tidak dilengkapi dnegan ketepatan memilih metode yang akan
digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan. Metode yang tepat adalah masalah
pertama yang harus diusahakan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu, perlu diimbangi dengan
kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat
dikembangkan. Untuk itu didalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
sebagai berikut :
34
Nurcholis Madjid. Menuju Masyarakat Madani. Op Cit. Hal. 324-325 35
Ibid., Hal. 327 36
1.6.1. Jenis Penelitian
Ada masa tertentu dalam sejarah,boleh jadi pada masa kita, bahwa sebagian
besar ulama, tenaga pengajar, dan mahasiswa, lebih banyak memiliki ”budaya lisan” dan seringkali merasa sulit untuk menyampaikan pesan melalui tulisan, dan tidak
memiliki ”budaya tulis”. Sehingga dari zaman ke zaman gagasan seorang tokoh tetap
memberikan tempat tersendiri dalam perjalanan ilmu pengetahuan, oleh karenanya
kajian mengenai tokoh menjadi demikian penting di setiap zamannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi tokoh. Pengkajian Studi
tokoh yaitu pengkajian secara sistematis terhadap pemikiran/gagasan seorang pemikir,
keseluruhannya atau sebahagiannya. Pengkajian meliputi latar belakang internal,
eksternal, perkembangan pemikiran, hal-hal yang diperhatikan dan kurang
diperhatikan,kekuatan dan kelemahan pemikiran tokoh, serta kontribusinya bagi
zamannya dan masa sesudahnya.37
Dalam penelitian studi tokoh metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik
fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk
mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui, metode kualitatif
juga dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan
oleh metode kuantitatif.38
Di samping itu, metode kualitatif dapat dipergunakan untuk menyelidiki lebih
mendalam mengenai konsep-konsep atau ide-ide. Konsep dan ide yang pernah ditulis
dalam karya-karya tokoh akan dapat dikaji dengan melihat kualitas dari tulisan – tulisannya yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pemikiran selanjutnya.
37
Syahrin Harahap. Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam. Jakarta dan Medan : Istiqamah Mulya Press. 2006. Hal. 7
38
Pengaruh tersebut tidak hanya dalam perkembangan teori, tetapi juga dalam hal
praktek sehingga akan dapat dikatakan apakah pemikiran tokoh tersebut dikatakan
ilmiah dan memenuhi kriteria ilmu pengetahuan. Dari pengaruh terhadap
perkembangan pemikiran tersebut akan terlihat kekuatan dari pemikiran tokoh
tersebut.
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.39
Penelitian kualitatif mengacu kepada berbagai cara pengumpulan data yang berbeda,
yang meliputi penelitian lapangan, observasi partisipan, wawancara mendalam,
etnometodologi, dan penelitian etnografi.40 Contohnya dapat berupa penelitian tentang
kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang, disamping juga tentang peranan
organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik. Sebagian datanya dapat
dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif. 41
Penelitian studi tokoh dengan metode kualitatif menelusuri pemikiran melalui
karya-karya, peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut dan pengaruh
dari karya yang dihasilkan. Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan
deskripsi keadaan, kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data
kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan
komponen-komponen keterangan yang analitis,konseptual dan kategoris dari data itu
sendiri.42
Pendekatan kepada data menunjukkan adanya interaksi dengan orang yang
sednag diselidiki, pemahaman budaya mereka, termasuk nilai, kepercayaan, pola -pola
39
Ibid., Hal. 4 40
Bruce A. Chadwick,dkk. Social Science Research Methods. Terj. Sulistia, dkk. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang : IKIP Semarang Press. 1991. Hal. 234.
41
Anselm Strauss dan Juliet Corbin. Loc Cit. 42
perilaku dan bahasa dan usaha merasakan atau mengalami motif dan emosi mereka.
Peneliti kualitatif dapat memahami perilaku sosial, karena dia :
... menemukan ”definisi situasi” dari pelakunya yakni persepsinya dan interpretasinya tentang
realitas dan bagaimana ini mempengaruhi perilakunya... Akhirnya, agar peneliti sampai pada pemahaman semacam itu, dia harus mampu (meskipun tidak sepenuhnya) memasuki jiwa dan pribadi orang lain. (Schwartz dan Jacobs, 1979: 7-9)43
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipakai adalah studi
dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa
berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.
Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis
oleh orang yang lamngsung mengalami suatu peristiwa dan dokumen sekunder, jika
peristiwa yang dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini.
Otobiografi adalah contoh dokumen primer dan biografi seseorang adalah contoh
dokumen sekunder.
Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat,
catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen-dokumen lainnya.44
Dalam penelitian studi tokoh ini, penulis memulai dengan mengumpulkan
kepustakaan. Pertama, mengumpulkan karya-karya Anwar Ibrahim secara pribadi
maupun karya bersama mengenai gagasan-gagasan pemikirannya, dalam hal ini
tentang konsep masyarakat madani. Kemudian karya-karya tersebut dibaca dan
ditelusuri lebih dalam lagi.
43
Ibid., Hal. 235 44
Kedua, penulis menelusuri karya-karya orang lain mengenai Anwar Ibrahim dan
mengenai masyarakat madani (sebagai data sekunder).
1.6.3 Teknik Analisa Data
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam analisis data penelitian
tokoh. Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah interpretasi.
Interpretasi dimaksudkan sebagai upaya tercapainya pemahaman yang benar terhadap
fakta (yaitu suatu perbuatan atau kejadian), data (pemberian dalam wujud hal atau
peristiwa yang disajikan, atau dalam wujud sesuatu yang tercatat tentang hal,
peristiwa, atau kenyataan lain yang dapat dijadikan dasar keterangan sealnjutnya), dan
gejala ( sesuatu yang nampak sebagai tanda adanya peristiwa atau kejadian).45
Interpretasi merupakan landasan bagi hermeneutika. Hermeneutika (to interpret)
yang berarti menginterpretasikan, menjelaskan, menafsirkan atau menerjemahkan.
Zygmunt Bauman menjelaskan bahwa hermeneutik adalah upaya menjelaskan dan
menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak
jelas, kabur, remang-remang dan kontradiksi sehingga menimbulkan keraguan dan
kebingungan pendengar atau pembaca.
Sedangkan Richard E. Palmer memahami hermeneutik sebagai proses, menelaah
isi dan maksud yang mengejewantah dari sebuah teks sampai ditemukan maknanya
yang terdalam dan laten.46
Dalam suatu interpretasi perlu disadari adanya Emik dan Etik. Emik adalah data
-data, kalimat-kalimat dan teks, sebagaimana dipahami pemikir yang merupakan
perumusan kalimat seorang tokoh terhadap masalah yang dipahaminya. Sedangkan
45
Syahrin Harahap. Op Cit. Hal. 59 46
Etik adalah pemahaman peneliti terhadap pikiran (data, kalimat, teks dan rumusan)
tokoh yang diteliti.47
Dalam penelitian ini, penulis juga memakai metode kesinambungan historis
artinya dalam melakukan analisis penulis melihat benang merah yang
menghubungkan pemikiran-pemikiran Anwar Ibrahim, baik lingkungan historis dan
pengaruh-pengaruh yang dialaminya maupun perjalann\an hidupnya sendiri,karena
seorang tokoh adalah anak zamannya.
Untuk melihat latar belakang internal penulis memeriksa riwayat hidup Anwar
Ibrahim, pendidikannya, pengaruh yang diterimanya, relasi dengan pemikir-pemikir
sezamannya, dan segala macam yang membentuk pengalamannya. Sedangkan untuk
melihat latar belakang eksternal, penulis melihat keadaan khusus yang dialami oleh
Anwar Ibrahim dari segi ekonomi, politik budaya dan intelektual.
47