• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Mata Kuliah Seminar Killer Yeast

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Mata Kuliah Seminar Killer Yeast"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Mata Kuliah Seminar Killer Yeast di Daerah Tropis

Disusun oleh Marta Diana Kuncoro

31101236

Fakultas Bioteknologi

(2)

Halaman Pengesahan

Naskah Seminar dengan judul : Killer Yeast di Daerah Tropis

merupakan hasil olahan jurnal-jurnal berikut :

1. Tan, H.W. & Tay, S.T. (2010). Anti-Candida activity and biofilm inhibitory effects of secreted products of tropical environmental yeasts. Tropical Biomedicine 28(1): 175 180.

2. Abranches, J., Morais, P.B., Rosa, C.A., Mendonca-Hagler, L.C., & Hagler, A.N. (1997). The incidence of killer activity and extracellular proteases in tropical yeast

communities. Can.J. Microbiol. 43: 328-336.

3. Lim, S.L. & Tay, S.T. (2011). Diversity and killer activity of yeasts in Malaysian fermented food samples. Tropical Biomedicine 28(2): 438-443.

disusun oleh Marta Diana Kuncoro

31101236

disajikan dalam matakuliah Seminar

Disetujui, Pembimbing I,

(3)

ABSTRAK

Killer yeast adalah strain yeast tertentu yang dapat memproduksi protein toksin bersifat

lethal bagi strain yeast sensitif. Killer yeast berperan dalam pembentukan struktur komunitas yeast. Pada habitat tropis, killer yeast ditemukan di buah, bunga, daun, kaktus, bromelia,

Drosophila, serta berbagai macam makanan fermentasi. Ditemukan beberapa genus yang bersifat

lethal terhadap Candida, antara lain Aureobasidium, Cryptococcus, Issatchenkia, Kloeckera apis,

Kluyveromices, Pichia, Pseudozyma, Trichosporon, dan Ustilago. Beberapa diantara genus

tersebut memiliki kemampuan menghambat aktivitas metabolisme biofilm Candida albicans. Aktivitas proteolitik pada komunitas yeast yang ditemukan pada berbagai habitat menggambarkan kekayaan nutrien pada habitat tersebut dan mungkin penting bagi keberadaan atau kompetisi yeast terkait.

ABSTRACT

Killer yeasts are yeasts that secrete proteinaceous killer toxins lethal to sensitive yeast strains. Killer yeast plays a role in the formation of community structure. In tropical habitats, killer yeasts could be found on fruits, flowers, leaves, cacti, bromeliad, Drosophila and various fermented foods. Among these interesting yeast, there are several genera that are lethal to

Candida, including Aerobasidium, Cryptococcus, Issatchenkia, Kloeckera, Kluyveromices,

Pichia, Pseudozyma, Trichosporon, and Ustilago. Some of theme has the ability to inhibit

Candida albicans biofilm. Proteolytic activities were also found for yeast communities reflecting

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

Yeast atau khamir adalah mikroorganisme eukariotik bersel tunggal yang termasuk dalam

kerajaan Fungi. Yeast telah dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman dahulu, bahkan sebelum bahasa tulisan berkembang. Oleh karena itu, yeast dikenal sebagai “Man’s oldest industrial company” dalam bidang pangan, khususnya berperan sebagai mikroorganisme yang memfermentasi jus anggur menjadi wine dan berperan pula dalam proses pembuatan roti dimana karbondioksida yang dihasilkan membuat roti dapat mengembang.

Seiring dengan perkembangan pengetahuan, saat ini telah ditemukan kelompok yeast yang disebut dengan killer yeast. Killer yeast adalah strain yeast tertentu yang dapat memproduksi protein toksin bersifat lethal bagi strain yeast sensitif. Banyak penelitian membuktikan bahwa protein toksin memiliki aktivitas anti-mycotic untuk menghambat pertumbuhan strain yeast sensitif.

Sama seperti yeast lainnya, killer yeast secara alami dapat ditemukan pada berbagai habitat. Pada habitat alami, killer yeast dapat ditemukan di tanah, tumbuhan dan serangga(1,2). Selain itu, dapat juga ditemukan di dalam makanan, antara lain tape, tempe, wine, cuka, miso, fermentasi buah dan sayuran(3). Dalam habitat tersebut, yeast, khususnya killer yeast memiliki peran yang unik, baik itu dapat merugikan atau membawa manfaat bagi manusia. Aktivitas proteolitik penting bagi yeast untuk beradaptasi di dalam habitatnya. Aktivitas proteolitik menjadi sarana yeast untuk mengambil nutrien dalam substrat. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kemampuan killer dan kemampuan proteolitik yeast berperan dalam kompetisi di dalam suatu habitat.

Killer yeast dan toksin yang diproduksinya, secara potensial dapat diaplikasikan baik

dalam bidang lingkungan, kesehatan maupun industri. Dalam bidang industri fermentasi atau pengawetan makanan, Sulo et al. (1992) menyatakan kehadiran killer yeast dapat mengeliminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam bidang kesehatan, killer yeast dimungkinkan dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen bagi manusia, contohnya

(5)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Yeast

Yeast adalah organisme eukariotik bersel tunggal yang termasuk dalam kerajaan

Fungi. Yeast biasanya tumbuh di lingkungan lembab yang memiliki nutrisi sederhana,

seperti gula dan asam amino. Hal tersebut juga yang menjadi alasan mengapa yeast secara umum dapat ditemui pada tumbuhan (daun, bunga, buah akar), serangga, dan juga berbagai jenis makanan(5). Sebuah studi menyatakan bahwa buah yang rusak atau membusuk merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan yeast karena kondisi keasamannya, faktor pendukung suksesi dan intensitas yang tinggi akan hadirnya vektor serangga(2).

Kemampuan dari banyak yeast untuk mengatur komunitasnya sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Selama beberapa tahun terakhir, studi mengenai Saccharomyces cerevisiae mengungkapkan beberapa karakter dari komunitas

yeast. Sementara itu, matriks ekstraseluler di sekeliling komunitas dapat melindungi

mereka dari stress lingkungan dan berperan dalam pengeluaran sinyal oleh sel (cell

signaling) yang berkontribusi terhadap organisasi dalam komunitas, sehingga lingkup

komunitas yang berbeda akan mengekspresikan gen dan sifat organisme yang berbeda(11). Peran yeast di dalam kehidupan serangga telah banyak dipelajari, salah satunya adalah hubungan yeast dengan lalat buah (Drosophila). Pada studi tersebut menyatakan bahwa yeast mampu mensintesis accessory substance (nutrisi tambahan) yang dibutuhkan oleh Drosophila (pada buah)(6). Dari hasil studi ini, akhirnya yeast diaplikasikan untuk menjebak Drosophila suzukii yang menjadi hama buah cherry karena adanya kecenderungan jenis lalat buah tersebut bertelur pada buah yang terdapat yeast di dalamnya (berhubungan dengan accessory substance yang dibutuhkan untuk nutrisi larva)(12).

Yeast tertentu mengambil peran utama dalam proses fermentasi makanan,

(6)

suatu jenis yeast menjadi indikator adanya yeast lain dalam lingkungan yang sama karena

yeast selalu ditemukan dalam komunitas. Yeast-yeast tersebut dapat mendukung maupun

menghambat proses fermentasi makanan(3).

2.2 Killer Yeast

Killer yeast adalah strain yeast yang memiliki kemampuan untuk mensekresi

protein atau glikoprotein toksin (killer toxin) yang bersifat lethal bagi strain yeast tertentu (sensitive yeast). Penemuan killer toxin tersebut pertama kali dilaporkan oleh Bevan dan Makover (1963) pada strain yeast Saccharomyces cerevisiae. Berdasarkan penemuan itu, maka dalam suatu komunitas, yeast dikelompokkan menjadi killer, neutral dan sensitive. Strain yeast dikatakan netral apabila tidak memproduksi killer toxin tetapi juga tidak sensitif terhadap strain yeast lain. Sedangkan, dinyatakan sebagai killer apabila toksin yang dihasilkan (killer toxin) bersifat lethal terhadap strain yeast tertentu yang kemudian disebut sensitive yeast. Setelah itu, pada tahun 1970-an, ditemukan bahwa kemampuan

Saccharomyces cerevisiae untuk memproduksi killer toxin berhubungan dengan

keberadaan suatu virus double stranded RNA (dsRNA)(4). Seiring dengan perkembangan penelitian yang dilakukan, ditemukan spesies yeast lain (selain S. cerevisiae) yang memiliki killer toxin, contohnya beberapa spesies dari genus Pichia, Kluyveromyces,

Debaryomyces, Ustilago, Pseudozyma, dan Candida(1,2,3).

Kini, diketahui bahwa killer toxin yang diproduksi oleh spesies yeast yang berbeda, ada yang dikode oleh plasmid DNA maupun RNA. Dengan perbedaan pengkode pada masing-masing killer toxin tersebut, maka targetnya pun berbeda, baik jenis strain

yeast sensitifnya maupun reseptor yang diserang(7).

2.3 Killer Toxin

Jenis killer toxin dari dsRNA-killer yeast yang sering dipelajari yaitu toksin pada

Saccharomyces cerevisiae. Killer yeast ini memiliki killer toxin K1, K2 dan K28 yang

dikode oleh jenis virus ScV-M1, ScV-M2, ScV-M28 yang merupakan virus dsRNA sejenis

mycovirus yang terus berkembang pada yeast dan fungi. Pada Saccharomyces cerevisiae ini,

(7)

mengkode enkapsidasi, pembentukan struktur partikel virus dan sebagai RNA polymerase. Sedangkan, M virus merupakan pengkode toksin sekaligus memberikan imunitas kepada

Saccharomyces cerevisiae terhadap toksin tersebut(4).

Pada beberapa strain killer lainnya, killer toxin yang dimiliki dikode oleh dsDNA plasmid. Salah satu contohnya adalah strain killer Kluyveromyces lactis IFO1267 yang memiliki plasmid pGKL1 dan pGKL2(8). Hasil studi berbagai macam killer toxin menunjukkan bahwa karakteristik umum killer toxin hampir semuanya merupakan protein yang sensitif terhadap protease, labil pada temperatur tinggi dan aktif hanya pada pH rendah (asam)(9).

2.5 Killer Yeast dan Habitatnya

Sama seperti yeast pada umumnya, killer yeast dapat hidup di alam (tumbuhan, tanah, serangga)(1,2), maupun pada makanan fermentasi (tape, tempe, wine, cuka, miso, fermentasi buah dan sayuran)(3). Sejauh ini belum diketahui pasti fungsi killer toxin di komunitas alami yeast dan spekulasi mengenai peran killer toxin(10).

Buah merupakan habitat yang optimal bagi aktivitas killer toxin, yaitu memiliki pH rendah (asam) dan kandungan gula tinggi sehingga tidak mengherankan apabila komunitas killer yeast pada buah memiliki proporsi yang tinggi(10). Pada buah yang membusuk, killer yeast dapat lebih unggul karena pada lingkungannya yang sesuai tersebut, keuntungan yang akan didapat lewat sekresi killer toxin lebih besar daripada energi yang diperlukan untuk proses sekresi toksin. Sementara itu, misalnya pada kaktus busuk dan batang pohon lapuk yang bukan merupakan habitat ideal bagi aktivitas killer

toxin, energi yang dikeluarkan untuk mensekresi killer toxin lebih besar daripada

keuntungan yang didapatkan, sehingga fenotip killer di habitat semacam ini mengalami kerugian. Dalam keadaan ini, kompetisi yang bersifat eksploitatif lebih kerap terjadi(10).

Killer yeast dapat ditemukan lebih banyak pada habitat alami daripada dalam koleksi

(8)

BAB 3 ISI

3.1 Killer Yeast pada Sampel Makanan

Killer yeast dapat diisolasi dari berbagai sampel makanan. Berikut adalah contoh

killer yeast yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari sampel makanan.

Tabel 1. Killer Yeast pada Sampel Makanan yang Ditemukan di Malaysia

Di Malaysia (pasar Klang valley) diambil sampel makanan fermentasi antara lain tape, tempe, kecap, rice wine, yogurt, cuka, fermentasi kacang dan miso, serta fermentasi buah dan sayuran. Dari total 19 spesies yeast yang diisolasi dari makanan tersebut, ditemukan 4 spesies killer yeast yang bersifat lethal terhadap beberapa strain Candida (C.

albicans ATCC90028, C. parapsilosis ATCC22019, Candida krusei ATCC6258, dan

isolate klinis C. dubliniensis, C. tropicalis, C. glabrata, C. guilliermondii, C. rugosa), yaitu Trichosporon asahii, Pichia anomala, Pichia norvegensis dan Issatchenkia

orientalis.

Berdasarkan hasil uji aktivitas anti-Candida, Trichosporon asahii yang diisolasi dari tempe memiliki aktivitas killer yang paling luas terhadap berbagai jenis Candida, yaitu C. tropicalis, C. guilliermondii, C. rugosa, C. glabrata, C. parapsilosis

(9)

Trichosporon pullulans, Trichosporon asteroids dan Trichosporon porosum (Lim, S.L.

dan Tay, S.T., 2011)

Studi ini menunjukkan adanya aktivitas killer pada C. dubliniensis, C. tropicalis,

C.guilliermondii dan C. rugosa. Pichia norvegensis sebelumnya dilaporkan memiliki

spektrum killer yang luas terhadap berbagai jenis fungi patogen oportunistik, seperti C. albicans. Sementara itu, pada studi ini Pichia norvegensis menunjukkan killer activity pada C. glabrata, C. guilliermondii, C. rugosa. Sedangkan Issatchenkia orientalis menunjukkan killer activity hanya pada C. glabrata, dan C. krusei ATCC6258.

3.2 Killer Yeast pada Sampel Bunga, Daun dan Tanah (Malaysia)

Penelitian dilakukan dengan mengisolasi yeast dari bunga, daun dan tanah kawasan kampus University of Malaya, Kuala Lumpur. Dari total 100 sampel bunga, daun dan tanah, didapat 4 genus yeast yang dinyatakan sebagai killer yeast, yaitu Aureobasidium pullulans,

Ustilago (U. sparsa, U. trichophora, U. tragana), Candida (C. parapsilosis, C. tropicalis)

dan Pseudozyma (P. hubeiensis, P. spp.). Dalam studi ini, Aureobasidium pullulans dinyatakan sebagai isolat yang paling banyak ditemukan (50% dari total isolat teridentifikasi) dan merupakan killer yeast yang paling unggul. Studi lain menyatakan bahwa yeast ini mudah ditemukan di permukaan (phyllosphere) tumbuhan dan bermacam-macam buah tropis (Lotrakul et al., 2009). Organisme ini diketahui memproduksi antifungal aureobasidin A yang memiliki aktivitas fungisidal yang kuat.

Pada studi lain, genus Ustilago yang teridentifikasi sebagai killer yeast hanya spesies

Ustilago maydis. Namun, pada studi ini untuk pertama kalinya dilaporkan U. sparsa, U.

trichophora, U. tragana memiliki aktivitas killer.

Sensitive yeast yang digunakan dalam uji aktivitas killer ini, antara lain C. albicans

ATCC90028, C. parapsilosis ATCC22019, C. parapsilosis ATCC90018, C. krusei ATCC6258 dan isolat klinis C. dubliniensis, C. tropicalis, C. glabrata, C. guilliermondii dan

C. rugosa. Dari semua sensitive yeast yang digunakan untuk uji aktivitas killer, C. rugosa

(10)

Killer toxin yang disekresi oleh killer yeast, diuji aktivitas penghambatannya terhadap

biofilm Candida albicans ATCC90028. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan filtrat kultur (killer yeast) ke dalam medium berisi biofilm C. albicans. Efek penghambatan biofilm ditentukan dari persentase reduksi aktivitas metabolik dari biofilm tersebut.

Uji tersebut menunjukkan bahwa Aureobasidium pullulans, Candida tropicalis,

Ustilago sparsa, Ustilago tragana dan Pseudozyma spp. dapat menghambat pertumbuhan

biofilm Candida albicans dengan tingkat penurunan aktivitas lebih dari 50%. Isolat

Pseudozyma menunjukkan presentase penurunan aktivitas metabolism biofilm Candida

tertinggi yaitu 71,9% (gambar 1). Ada banyak faktor yang memengaruhi formasi biofilm C.

albicans. Diperkirakan bahwa kandungan produk alkohol seperti ethanol, isoamyl alcohol,

2-phenylethanol, 1-dodecanol, E-nerolidol, glycolipid biosurfactant dan signaling molecules

yang ditemukan pada kultur filtrat killer yeast, dapat memengaruhi pertumbuhan biofilm C.

albicans.

3.2 Killer Yeast pada Bunga, Buah, Bromelia, Kaktus dan Serangga

Pada studi ini, yeast diisolasi dari buah Parahancornia amapa dan lalat Drosophila terkait di hutan hujan Brazilian Amazon, lalat Drosophila di hutan hujan Atlantis, kaktus

Pilosocereus arabidae, kaktus Opuntia vulgaris dan Drosophila serido terkait, air dari

kantung bromelia Neoregelia cruenta, serta bunga Ipomea litoralis dan Ipomoea pes-caprae dari ekosistem pasir pantai Rio de Janeiro dan Espirito Santo. Semua isolat diuji sifat

(11)

nya terhadap Candida glabrata IMUFRT-50083 (NCYC 388).Yeast yang dinyatakan sebagai killer kemudian diuji aktivitas killer-nya terhadap yeast lain dalam satu komunitas.

Killer yeast ditemukan pada semua habitat kecuali pada bunga Ipomea dan air dari

kantung bromelia N. cruenta. Semua killer yeast diuji aktivitas killer-nya terhadap yeast dalam satu komunitas. Killer yeast yang ditemukan, antara lain Candida apis dan

Kluyveromyces marxianus pada lalat Drosophila di hutan hujan Atlantis; Candida krusei,

Candida sorbosa, Hanseniaspora uvarum, Issatchenkia occidentalis, dan Pichia

membranaefaciens dari buah amapa dan Drosophila terkait; yeast yang menyerupai Pichia

ohmeri dan Sporobolomyces roseus dari kaktus; Candida bombicola, Candida fructus, dan

Kloeckera apis dari komunitas amapa dan hutan hujan Atlantis; Pichia kluyveri var. kluyveri

dari ketiga komunitas, yaitu buah amapa, kaktus dan lalat hutan. Komunitas yeast dari buah amapa memiliki diversitas killer yeast paling tinggi.

Studi pada buah Amapa menunjukkan Pichia kluyveri var. kluyveri termasuk killer

yeast yang memiliki aktivitas killer paling tinggi. Pichia kluyveri var. kluyveri

IMUFRJ-51498 memiliki spektrum aktivitas killer paling luas dan membunuh 38% dari isolat yang mewakili 46 dari spesies yang diuji dari buah amapa.

Candida sorboxyla menjadi yeast yang paling sensitif (ditemukan pada buah amapa)

dari semua yeast. Sementara itu, hampir semua Candida citrea, Candida fructus, Candida

krusei, Candida norvegensis, Candida sorbosa, lssatchenkia occidentalis, Kloeckera

apiculata, Kloeckera apis, Pichia acaciae, Pichia kluyveri, Pichia membranaefaciens, dan

Pichia pijperi bersifat sensitif terhadap toksin Pichia kluyveri var. kluyveri.

Dalam komunitas yang ditemukan pada Drosophila dari hutan hujan Atlantis, hampir semua yeast yang ditemukan bersifat resisten terhadap semua isolat killer Pichia kluyveri var.

kluyveri, Kloeckera apis, Candida fructus, Candida bombicola, Candida apis, dan

Kluyveromyces marxianus. Sementara itu, komunitas yeast pada Pilosocereus arabidae,

Opuntia vulgaris dan Drosophila serido memiliki diversitas paling rendah. Hampir semua

spesies pada komunitas ini memiliki isolat sensitif. Di dalam komunitas ini, Candida

guilliermondii hanya dapat dibunuh (sensitif) oleh Pichia kluyveri var. kluyveri.

(12)

mungkin berhubungan dengan kenyataan bahwa yeast tersebut diisolasi dari kaktus O. vulgaris dan diuji aktivitas killer-nya terhadap sensitive yeast dari komunitas lain (Pilocereus arabidae). Selain itu, bukti lainnya adalah fenomena M. mucilagina yang dibunuh oleh Pichia

ohmeri yang berasal dari kaktus tetapi tidak dapat dibunuh oleh Pichia kluyveri var. kluyveri

dari kaktus yang sama.

3.3 Aktivitas Proteolitik

Dalam studi yang dibahas dalam sub bab 3.3, semua yeast yang diisolasi dan diidentifikasi, diuji aktivitas proteolitiknya di dalam dua jenis medium, yaitu medium yang kaya protein (kasein) dan kaya karbohidrat (gelatin). Uji aktivitas proteolitik iini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah ada hubugan antara resistensi sensitive yeast terhadap killer toxin. Aktivitas proteolitik (produksi protease) tersebar di dalam komunitas

yeast. Berdasarkan uji protease pada komunitas yeast Amapa, 67% spesies positif di dalam

malt-gelatin pada pH 4,2; sebanyak 62% spesies positif di dalam malt-gelatin pada pH 7; dan

50% spesies mampu menghidrolisais kasein pada pH 7. Isolat killer lebih banyak dapat menghidrolisis kasein daripada gelatin dan hanya Pichia kluyveri var. kluyveri yang dinyatakan proteolitik dari 3 uji tersebut.

Kelompok yeast yang diisolasi dari bunga Ipomea dan kantung N. cruenta menunjukkan frekuensi strain proteolitik yang tinggi (64% spesies positif terhadap sedikitnya terhadap satu jenis uji protease). Dari hasil uji yang positif dari komunitas yeast pada Ipomea, kebanyakan spesies dapat menghidrolisis kasein (67% spesies positif dalam medium kasein; 52% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; 46% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 7). Sementara itu, pada kantung air bromelia N. cruenta, 58% positif dalam medium kasein, 42% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; dan 27% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 7.

(13)

positif dalam medium malt-gelatin pH 4,2; 36% spesies positif dalam medium malt-gelatin pH 7).

Tabel 2. Jumlah Yeast yang melakukan Aktivitas Proteolitik di Berbagai Habitat

Dalam studi ini, tidak semua uji mendeteksi semua proteolityc yeast sehingga diperlukan adanya uji lanjutan. Studi sebelumnya menyatakan bahwa produksi protease ekstraseluler merupakan salah satu faktor dimana killer yeast dapat hidup berdampingan dengan sensitive

yeast (coexist). Protease ekstraseluler diklaim mampu melindungi isolat sensitif dengan cara

memotong atau memecah toksin. Walaupun begitu, data statistik tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara resistensi terhadap killer toxin dengan produksi protease ekstraseluler.

(14)

yeast pada Drosophila memiliki diversitas yang tinggi tetapi frekuensinya rendah karena

Drosophila mendatangi substrat yang berbeda-beda.

3.5 Dinamika Populasi Killer Yeast dan Perannya di dalam Habitat

Keberadaan killer yeast berbeda pada masing-masing jenis habitat (baik di alam maupun makanan). Di alam, diversitas killer yeast terbanyak ditemukan pada buah. Studi ini sejalan dengan J. Pintar dan Starmer (2003) yang menyatakan bahwa pada buah yang membusuk,

killer yeast dapat lebih unggul karena memiliki kondisi yang optimal untuk aktivitas killer

toxin. Di lain sisi, studi tersebut juga menunjukkan bahwa aktivitas produksi dari faktor killer

menjadi indikator dari kompetisi dan suksesi yeast dalam suatu fermentasi alami. Oleh karena itu, killer yeast dinyatakan sebagai salah satu faktor yang bertanggungjawab terhadap hilangnya strain sensitive selama suksesi yang terjadi pada buah. Selain itu, diversitas yang tinggi juga berhubungan dengan peran serangga (lalat). Serangga memiliki kebiasaan berpindah-pindah substrat dan membawa berbagai yeast dari satu substrat ke substrat lain.

(15)

Tabel 3. Beberapa Killer Yeast yang memiliki Daya Anti-Candida(*)

*Keterangan : Data diolah dari Tan, H.W. & Tay, S.T (2010 dan 2011) dan Abranches, J. et al. (1997)

(16)

yeast pada wine memengaruhi populasi Saccharomyces yang menjadi yeast utama dalam

proses fermentasi. Namun begitu, killer yeast dalam proporsi tertentu dapat menambah citarasa pada wine karena killer yeast ternyata juga memengaruhi komposisi senyawa yang ada di dalam wine(13).

Berbagai killer yeast pada berbagai habitat di daerah tropis memiliki aktivitas

anti-Candida. Candida dikenal sebagai organisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi pada

(17)

KESIMPULAN

Killer yeast di daerah tropis dapat ditemukan buah, bunga, daun, kaktus, bromelia,

Drosophila, serta pada makanan fermentasi (tape, tempe, kecap, rice wine, yogurt, cuka,

fermentasi kacang dan miso, seta fermentasi buah dan sayuran). Killer yeast yang sering ditemukan, antara lain genus Aureobasidium pullulans, Cryptococcus infirmo-miniatus,

Cryptococcus macerans, Issatchenkia occidentalis, Issatchenkia orientalis, Kloeckera apis,

Kluyveromices marxianus, Pichia anomala, Pichia fermentans, Pichia kluyveri, Pichia

membranaefaciens, Pichia norvegensis, Pichia ohmeri, Pseudozyma spp., Trichosporon asahii,

Ustilago sparsa, Ustilago tragana, Ustilago trichophora. Diduga mereka berperan dalam

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Schmitt, J.M., Breinig, F. (2006). Yeast viral killer toxin: lethality and self protection. Nature Publishing Group. 4:212-220

2. Daecon, Jim. The microbial world: yeast-like fungi

http://archive.bio.ed.ac.uk/jdeacon/microbes/yeast.htm. Institute of Cell and Molecular Biology, The University of Edinburgh. Diakses pada 26 November 2013]

3. Northrop, J.H., (1917). The role of yeast in the nutrition of an insect (Drosophila). J. Biol. Chem. 1917, 30:181-187

4. Marquina, D., Santos, A., Peinado, J.M. (2002). Biology of killer yeast. Int Microbiol 5: 65 71

5. Sugisaki, Y., Gunge, N., Kenji, S., Yamasaki, M., Tamura, G. (1985). Transfer of DNA killer plasmids from Kluyveromyces lactis to Kluyveromyces fragilis and Candida

pseudotropicalis. Journal of Bacteriology, Dec. 1985, p. 1373-1375.

6. Vondrej.V., Janderova B., Valasek L., (1996).Yeast killer toxin k1 and exploitation in genetic manipulations. Folia Microbiol. 41(5), 379-394.

7. Pintar, J., Starmer, T., (2003). The cost and benefits of killer toxin production by the yeast

Pichia kluyvery. Antonie van Leeuwenhoek 83: 89–98, 2003.

8. Honigberg, Saul M., (2011). Cell signals, cellcontacts, amd the organization of yeast communities. Eukaryot Cell. 2011 April; 10(4): 466–473.

9. K.A., Hamby, Hernández A, Boundy-Mills K, Zalom FG. (2012). Associations of yeasts with spotted-wing Drosophila (Drosophila suzukii; Diptera: Drosophilidae) in cherries and raspberries. Appl Environ Microbiol. 78(14):4869-73.

10. Heard, G.M., Fleet, G.H., (1987). Occurrence and growth of killer yeast during wine fermentation. Applied and Environmental Microbiology. 53(9):2171-2174 11. K.A., Hamby, Hernandez A, Boundy-Mills K, Zalom FG, (2012). Association of yeast with

(19)

Gambar

Gambar 1. Kenampakan biofilm C. albicans(a) filtrat kultur  selama 48 jam terhadap paparan Pseudozyma spp
Tabel 2. Jumlah Yeast yang melakukan Aktivitas Proteolitik di Berbagai Habitat
Tabel 3. Beberapa Killer Yeast yang memiliki Daya Anti-Candida(*)

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah pelaku pengambil kebijakan dan regulator, khususnya dalam bidang hukum antidumping untuk tujuan melindungi industri dalam negeri dari pengaruh perdagangan tidak

Tingkat resiko yang telah terjadi sangat tinggi dengan tidak adanya jaminan, disebabkan karena dana yang diberikan kepada mitra yang dibiayai dengan akad

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). dengan pendekatan pendekatan studi kasus dengan sumber data berasal dari kepala, penghulu dan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode descriptive.Pengambilan data tutupan ekosistem karang menggunakan teknik UPT Underwater Photo Transek, Analisis data wisata

“Boedi Harsono mengemukakan bahwa penggunaan nonna-norma hukum adat sebagai pelengkap tanah yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, bahkan Pasal

Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai

Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 15,8 persen, sektor listrik, gas dan air

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga publikasi "Kecamatan Maesan Dalam Angka Tahun 2015"