1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan paku (paku-pakuan, Pteridophyta atau Filicophyta) merupakan satu divisi tumbuhan yang telah memiliki sistem pembuluh sejati (kormus), tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksinya. Karena itu, perkembang biakannya dilakukan menggunakan spora. Jenis tumbuhan ini tersebar di seluruh dunia, kecuali di daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Paku-pakuan sebagian besar tumbuh di daerah tropika yang basah atau lembab. Total spesies paku-pakuan yang telah diketahui berjumlah sekitar 10.000, 3.000 di antaranya tumbuh di Indonesia.
Salah satu tumbuhan paku yang umum di telinga masyarakat setempat adalah kelakai. Tumbuhan yang memiliki nama latin Stenochlaena palustris mempunyai beberapa ciri-ciri, seperti tumbuh di tanah, apabila dalam populasi yang cukup banyak akan membentuk semak. Stipe hingga 15 cm. Frond 40-70 cm, dukung hingga 15 pasang pinnae. Steril pinnae bulat telur-lanset, bergigi tidak teratur, mengkilap pada permukaan atas, dengan jaringan urat paralel sempit pada permukaan yang lebih rendah, sekitar 15 cm, lebar 3 cm, tetapi variabel dalam ukuran, pendek mengintai. Dengan sporangia pada seluruh permukaan yang lebih rendah.
Kelakai dalam bahasa Dayak sering disebut “kalakai” merupakan tumbuhan paku yang umum di temukan di daerah Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah mempunyai luas sekitar 15,4 juta hektar yang terdiri dari beberapa agroekosistem yang mendukung pertumbuhan berbagai jenis tanaman, salah satunya adalah kelakai. Tanaman ini mempunyai masa panen yang relatif singkat (4-6 hari) artinya dalam jangka waktu tersebut dapat dilakukan panen kembali, dan tumbuh baik pada daerah-daerah yang mempunyai kelembaban tinggi seperti lahan gambut (Mirmanto, 2003). Kelakai juga mudah ditemui di pasar-pasar tradisional di Kalimantan Tengah dengan harga setiap ikat (sekitar 200 g) kalakai Rp 1.000,- hingga Rp1.500,-. Di Kabupaten Kapuas kelakai dijadikan bahan makanan yang menarik, diantaranya kripik kelakai, oseng kelakai, dan juhu kelakai.
Kelakai merupakan tumbuhan yang dipercaya orang-orang Dayak memiliki banyak manfaat. Diantaranya sebagai obat awet muda, obat pelancar ASI, pereda demam. Orang-orang Dayak memanfaatkan tumbuhan kelakai secara maksimal. Daun serta pucuknya dapat digunakan sebagai bahan makanan dan obat-obatan. Bahkan, menurut kepercayaan orang-orang Dayak spora dari kelakai dapat menghilangkan ketombe.
Dari penjelasan di atas saya tertarik untuk mengangkat sebuh judul makalah penelitian yaitu “ PEMANFAATAN SPORA KELAKAI (STENOCHLAENA PALUSTRIS) UNTUK MENGHILANGKAN KETOMBE PADA KULIT KEPALA “. Zaman sekarang banyak orang kembali pada yang alami istilah tren nya yaitu back to nature. Tanpa adanya zat kimia ( tidak ada efek samping ) mudah didapat, terjangkau, murah, dan mudah dalam pemakaiannya, mungkin itu yang banyak di cari masyarakat saat ini. Setelah berbagai cara dilakukan untuk menghilangkan ketombe pada kulit kepala tidak juga berhasil. Dengan adanya makalah ini, saya berharap dapat mengenalkan sebuah informasi baru kepada masyarakat tentang manfaat dari spora Kelakai (Stenochlaena palustris ).
1.2 Perumusan Masalah
Dalam makalah penelitian ini saya merumusan permasalahan sebagai berikut :
- Apakah benar spora kelakai menurut kepercayaan orang-orang Dayak dapat menghilangkan ketombe pada kulit kepala ?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah dan untuk memberikan cara baru dalam
menghilangkan ketombe secara alami. Serta membuktikan secara ilmiah
kebenaran kepercayaan orang-orang Dayak.
1.4 Manfaat
Sehubungan dengan tujuan penelitialn tersebut diatas maka penelitian ini diharapkan hendaknya memberikan manfaat sebagai berikut :
- Agar dapat memberikan informasi kepada masyarakat, cara baru untuk menghilangkan ketombe.
- Agar membuktikan secara ilmiah kebenaran kepercayaan orang-orang Dayak.
1.5 Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : - Pemanfaatan spora kelakai (Stenochlaena palustris)
- Penyebab ketombe
- Cara menghilangkan ketombe menggunakan spora kelakai 1.6 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori
Tumbuhan paku (paku-pakuan, Pteridophyta atau Filicophyta) merupakan satu divisi tumbuhan yang telah memiliki sistem pembuluh sejati (kormus), tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksinya. Karena itu, perkembang biakannya dilakukan menggunakan spora. Jenis tumbuhan ini tersebar di seluruh dunia, kecuali di daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Paku-pakuan sebagian besar tumbuh di daerah tropika yang basah atau lembab. Total spesies paku-pakuan yang telah diketahui berjumlah sekitar 10.000, 3.000 di antaranya tumbuh di Indonesia.
Salah satu tumbuhan paku yang umum di telinga masyarakat setempat adalah kelakai. Tumbuhan yang memiliki nama latin Stenochlaena palustris mempunyai beberapa ciri-ciri, seperti tumbuh di tanah, apabila dalam populasi yang cukup banyak akan membentuk semak. Stipe hingga 15 cm. Frond 40-70 cm, dukung hingga 15 pasang pinnae. Steril pinnae bulat telur-lanset, bergigi tidak teratur, mengkilap pada permukaan atas, dengan jaringan urat paralel sempit pada permukaan yang lebih rendah, sekitar 15 cm, lebar 3 cm, tetapi variabel dalam ukuran, pendek mengintai. Dengan sporangia pada seluruh permukaan yang lebih rendah.
Tumbuhan dengan klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan),Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Divisi: Pteridophyta (paku-pakuan), Kelas: Pteridopsida, Sub Kelas: Polypoditae,Ordo: Polypodiales,Famili:
Polypodiaceae , Genus: Stenochlaena, Spesies: Stenochlaena palustris Bedd, dikenal masyarakat memiliki banyak manfaat. Diantara sebagai obat diare. Kalakai yang berwarna merah sangat potensial untuk mengatasi anemia (kekurangan zat besi).
Secara garis besar terdapat 2 (dua) jenis kalakai, yakni kalakai merah dan kalakai hijau. Kalakai merah adalah jenis pakis/paku-pakuan dengan warna kemerah-merahan, sedang kalakai hijau adalah jenis pakis/paku-pakuan dengan warna hijau muda. Kalakai merah lebih banyak dimanfaatkan masyarakat untuk tujuan konsumsi.
Kelakai dalam bahasa Dayak sering disebut “kalakai” merupakan tumbuhan paku yang umum di temukan di daerah Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah mempunyai luas sekitar 15,4 juta hektar yang terdiri dari beberapa agroekosistem yang mendukung pertumbuhan berbagai jenis tanaman, salah satunya adalah kelakai. Tanaman ini mempunyai masa panen yang relatif singkat (4-6 hari) artinya dalam jangka waktu tersebut dapat dilakukan panen kembali, dan tumbuh baik pada daerah-daerah yang mempunyai kelembaban tinggi seperti lahan gambut (Mirmanto, 2003). Kelakai juga mudah ditemui di pasar-pasar tradisional di Kalimantan Tengah dengan harga setiap ikat (sekitar 200 g) kalakai Rp 1.000,- hingga Rp1.500,-. Di Kabupaten Kapuas kelakai dijadikan bahan makanan yang menarik, diantaranya kripik kelakai, oseng kelakai, dan juhu kelakai.
Kelakai merupakan tumbuhan yang dipercaya suku Dayak memiliki banyak manfaat. Diantaranya sebagai obat awet muda, obat pelancar ASI, pereda demam. Suku Dayak memanfaatkan tumbuhan kelakai secara maksimal. Daun serta pucuknya dapat dinukan sebagai bahan makanan dan obat-obatan. Bahkan, menurut kepercayaan suku Dayak spora dari kelakai dapat menghilangkan ketombe.
Spora adalah satu atau beberapa sel (bisa haploid ataupun diploid) yang terbungkus oleh lapisan pelindung. Sel ini dorman dan hanya tumbuh pada lingkungan yang memenuhi persyaratan tertentu, yang khas bagi setiap spesies. Fungsi spora sebagai alat persebaran (dispersi) mirip dengan biji, meskipun berbeda jika ditinjau dari segi anatomi dan evolusi.
Ketombe merupakan masalah bagi setiap orang pada masa globalisasi yang menjunjung norma mode di keseharian. Karna ketombe selain menggangu penampilan ketombe juga membuat si penderita gelisah dan tidak nyaman. Sebagian orang menganggap sepele masalah ketombe. Padahal, apabila ketombe dibiarkan akan menyebabkan kerusakan rambut.
Gejala-gejala yang muncul apabila seseorang terkena ketombe adalah kulit mati berbentuk serpihan yang tampak putih & berminyak yang mengotori rambut & bahu. Kulit kepala yang bersisik. Rasa gatal pada kulit kepala.
Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala. Ketombe juga dapat disebabkan oleh Malassezia (jamur yang dapat menyebabkan seborrheic dermatitis yaitu radang pada kulit). Ketombe dapat juga merupakan gejala seborrhoeic dermatitis, psoriasis, infeksi jamur atau kutu rambut. Pada ketombe didapati peningkatan jumlah jamur Pityrosporum ovale, suatu yeast lipofilik dari genus Malassezia yang merupakan flora normal pada kulit kepala. Selain itu didapati pula berbagai factor yang memudahkan
seseorang berketombe, antara lain factor genetic, hiperproliferasi epidermis, produksi sebum, stress, nutrisi, iritasi mekanis dan kimia, serta kontak dengan jamur penyebab ketombe. Bila mengalami ketombe, menggaruk kepala secara berlebihan harus dihindari. Menggaruk bagian tersebut dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko infeksi, terutama sekali dari bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus.
2.2 Metodelogi Penelitian
2.2.1 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Pada Oktober 2012 hingga November 2012.
2.2.2 Populasi, Sampel, Sampling - Populasi : Kelakai
- Sampel : Spora kelakai
- Sampling : 10 orang sukarelawan 2.2.3 Langkah Kerja
- Siapkan “buah kelakai” yang ada spora dibawahnya. - Carilah “buah kelakai” yang tua.
- Tumbuk spora beserta batangnya tersebut.
- Usapkan pada bagian kulit kepala yang diinginkan. - Diamkan beberapa saat.
- Bilas menggunakan air hingga bersih.
2.2.4 Tehnik Pengumpulan Data dan Analisis Data Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan
bahan-bahan yang bersifat teoritis dalam menyusun landasan penelitian,
baik berupa konsep, definisi yang digunakan sebagai dasar dalam
menjelaskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
- Tehnik Eksperimen
Jumlah 2 orang 6 orang 2 orang
Jumlah 2 orang 2 orang 6 orang
Dari 10 orang sampel yang mencoba spora kelakai sebagai obat ketombe, ada 6 orang sampel yang berhasil. Spora kelakai tidak berpengaruh terhadap ketombe orang ke-9 dan orang ke-10 karna penyebab dari ketombenya adalah pengelupasan sel-sel kulit mati yang berlebihan. Dan spora kelakai juga tidak menghilangkan ketombe orang ke-6 dan orang ke-8 karna ketombenya sudah sangat parah dan tebal. Hingga memerlukan perawatan yang lebih lama dan kompleks.
Persentase keberhasilan penggunaan spora kelakai sebagai obat ketombe
6
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN
4.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Spora pada daun kelakai dapat menghilangkan ketombe.
Karena telah dibuktikan melalui survei dan persentasi keberhasilannya mencapai 60 %.
4.2 Saran
Dalam penelitian ini dapat penulis sarankan sebagai berikut : 1. Spora kelakai yang digunakan yang tua.
2. Carilah kelakai yang berada di sekitar rumah.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Spora
http://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhan_paku
http://fmipa.unlam.ac.id/sainskimia/wp-content/uploads/2012/04/Vol-4-No-2_pp.179-190.pdf
http://porabudparkapuas.wordpress.com/2011/05/15/keripik-kelakai-snack-khas-kabupaten-kapuas/
http://floranegeriku.blogspot.com/2011/06/paku-udang-stenochlaena-palustris-bedd_13.html
http://triasmara.wordpress.com/2009/05/24/tanaman-kelakai-stenochlaena-palustris/
tanaman kelakai (Stenochlaena palustris)
http://kalteng.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=185:kalakai-sayuran-lokal-potensial-dan-kaya-manfaat&catid=28:artikel&Itemid=80
http://habibahsoraya.blogspot.com/2012/08/kripak-kriuk.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ketombe
http://salafy.web.id/ketombe-bisa-diatasi-seborrheic-dermatitis-175.htm
http://ken-zoo.blogspot.com/2012/07/tentang-ketombe-penyebab-dan.html
http://www.cara-mengatasi.com/penyebab-ketombe-dan-cara-mengatasi-ketombe/
http://superampuh.com/cara-menghilangkan-ketombe