• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman,"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman, perkebunan, dan pertanian tidak terlepas dari masalah keruangan karena terkait dengan pemanfaatan lahan. Aktifitas tersebut merupakan fenomena penting yang menyangkut gambaran geografis suatu wilayah baik aspek spasial maupun aspek non spasial. Aktifitas yang dilakukan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk, pola, dan kecenderungan serta interaksi dari suatu wilayah geografis. Pesatnya kebutuhan ruang karena terjadinya peningkatan populasi seperti peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah seperti perkotaan akan mengakibatkan meningkatnya intensitas pemanfaatan lahan.

Kota merupakan suatu zona atau daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan, serta pemusatan penduduk dengan cara hidup yang heterogen. Perkembangan kehidupan di kota bersifat dinamis, pertumbuhan penduduk merupakan salah satu dinamika kehidupan di perkotaan. Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya urbanisasi. Urbanisasi secara demografi berarti perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia hal ini dikarenakan belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama antar daerah pedalaman dengan daerah perkotaan. Semakin besarnya perbedaan

(2)

antar tingkat pertumbuhan wilayah menyebabkan semakin tingginya tingkat urbanisasi.

Urbanisasi di suatu wilayah akan memberikan dampak terhadap penyediaan lahan untuk aktivitas perkotaan yang notabene sebagai engine of growth pun akan meningkat drastis seperti kebutuhan permukiman, kebutuhan pangan, dan kebutuhan akan lapangan pekerjaan termasuk kebutuhan pelayanan transportasi. Penyediaan infrastruktur dan pelayanan transportasi tentunya merupakan satu tantangan terbesar sebab pertumbuhan penduduk ini menciptakan sekelompok masyarakat yang hidup di bawah standar kehidupan umumnya yang membutuhkan pengendalian biaya transportasi yang lebih rendah.

Tata guna lahan dan transportasi mempunyai suatu hubungan yang interaktif yaitu tata guna lahan merupakan salah satu penentu pergerakan dan aktifitas atau dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip generation) yang menentukan jenis fasilitas transportasi yang akan dipakai untuk melakukan pergerakan dan ketika fasilitas tambahan telah tersedia, maka tingkat aksesibilitas akan meningkat. Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan yang akan mempengaruhi penggunaan lahan sehingga jika terjadi perubahan penggunaan lahan maka tingkat bangkitan perjalanan akan berubah (Khisty dan Lall, 2005).

Berdasarkan pendapat Khisty dan Lall maka dapat disimpulkan jika tata guna lahan dalam transportasi selanjutnya disetarakan dengan pemanfaatan lahan dalam penelitian ini karena merujuk pada fungsi bangunan merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik lahan dan aktifitas manusia yang menentukan besarnya perjalanan dengan menggunakan jenis transportasi untuk melakukan pergerakan.

(3)

Pemanfaatan lahan terdiri dari berbagai jenis antara lain permukiman, pertokoan, sekolah, dan swalayan dan dijadikan sebagai dasar analisis kajian keruangan pada perencanaan transportasi.

Secara umum proses perencanaan transportasi menggunakan model transportasi empat tahap yang merupakan gabungan beberapa submodel yaitu model bangkitan perjalanan, model sebaran perjalanan, model pemilihan moda, dan model pemilihan rute. Model bangkitan perjalanan yang dibagi menjadi bangkitan dan tarikan perjalanan pada penelitian ini merupakan model awal dan erat kaitannya dengan jenis pemanfaatan lahan karena setiap jenis pemanfaatan lahan mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda dalam hal jumlah arus lalulintas, jenis lalulintas maupun waktunya yang merupakan fungsi parameter kondisi sosial ekonomi. Sebagai contoh jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh pemanfaatan lahan seperti perumahan Bougenville di Palembang pada Tahun 2009 sebesar 3.370 orang/hari dan diperkirakan pada Tahun 2014 sebesar 3.759 orang/hari (Hamdi, 2011) sedangkan rata-rata jumlah pergerakan kendaraan per 100 m2 pada penggunaan lahan sebagai tarikan perjalanan yaitu gedung perkantoran sebesar 13 dan rumah sakit sebesar 18 (Black, 1978 dalam Tamin, 2000).

Pada pemodelan transportasi, zona merupakan satuan analisis transportasi. Pengukuran kegiatan dalam zona antara lain jumlah manusia yang bermukim di zona tersebut, jumlah pekerja untuk masing-masing pemanfaatan lahan, jumlah dan ukuran pusat perbelanjaan sehingga perjalanan yang berasal dari dan menuju ke setiap zona akan diperkirakan. Secara umum batas administrasi sering

(4)

dijadikan batas penentuan zona untuk pengumpulan data di lapangan karena lebih memudahkan dan lebih murah dibandingkan cara sensus jika wilayah penelitian relatif luas dengan tingkat kepadatan yang tinggi tetapi mempunyai kelemahan karena karakteristik pergerakan dalam batas administrasi dianggap seragam atau sama. Atas pertimbangan tersebut maka data penginderaan jauh digunakan sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan dengan mendefinisikan sistem zona lebih detil berdasarkan jenis pemanfaatan lahan.

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemetaan penggunaan lahan telah lama digunakan. Pada tahun 1974, Polle telah menggunakan foto udara berskala 1 : 6.000 untuk melakukan revisi peta berskala 1: 1.000 dengan cukup baik dan telah memetakan penggunaan lahan untuk lima kota di Eropa dengan menggunakan foto udara berskala 1 : 7.500 hingga 1 : 12.500, sedangkan

pemetaan penggunaan lahan di pusat kota menggunakan foto udara berskala 1 : 1.000 hingga 1 : 6.000. Gautam (1976 dalam Sutanto, 1981) telah memetakan

penggunaan lahan Kota Binaker India menjadi delapan kategori dengan menggunakan foto udara skala 1 : 25.000. Di Indonesia, Sutanto telah melakukan pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan foto udara skala 1 :10.000 di Kotamadya Yogyakarta dan foto udara skala 1 : 6.000 untuk peta penggunaan lahan pusat Kotamadya Yogyakarta.

Selain foto udara dikenal juga citra sistem satelit seperti citra Landsat, citra Aster, citra Ikonos, dan citra Quickbird. Citra sistem satelit memiliki resolusi yang berbeda satu sama lainnya baik resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, maupun resolusi temporal. Berdasarkan resolusi spasialnya citra

(5)

satelit dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: (1) citra satelit resolusi rendah, contoh NOAA, (2) citra satelit resolusi menengah contoh Landsat TM, SPOT, Aster dan Hyperion, dan (3) citra satelit resolusi tinggi contoh Ikonos dan Quickbird. Perbedaan resolusi pada citra tersebut menjadi salah satu pertimbangan jenis penggunaan citra untuk berbagai tema penelitian.

Menurut Sutanto (1994), beberapa alasan yang mendasari penggunaan citra penginderaan jauh di berbagai sektor, yaitu: (a) citra penginderaan jauh dapat menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak obyek yang mirip wujud dan letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap, dapat meliputi daerah luas dan bersifat permanen, (b) dari jenis citra tertentu atau foto udara dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila pengamatannya dilakukan dengan alat stereoskop, (c) karakteristik obyek yang tak tampak dapat

diwujudkan dalam bentuk citra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya, (d) citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi

secara terestrial, (e) merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana, (f) citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek.

Seiring peningkatan resolusi khususnya resolusi spasial pada citra satelit sumberdaya alam, maka foto udara dan citra satelit sumberdaya telah diaplikasikan dalam bidang transportasi. Menurut Ekern (2001), ada beberapa alasan yang mendasari penggunaan data penginderaan jauh dalam transportasi,

yaitu: (1) pengumpulan data informasi penginderaan jauh tidak mengganggu, (2) kemampuan untuk menjangkau tempat yang tidak mungkin atau

(6)

ketelitian memperbaiki (spasial dan spektral) juga bisa dikurangi jika dibandingkan dengan metode tradisional dalam hal pengumpulan data.

Berdasarkan kelebihan dari data penginderaan jauh khususnya kemampuan resolusi spasialnya maka menjadi sangat menarik untuk mengkaji karakteristik zona berdasarkan jenis pemanfaatan lahan guna mengestimasi jumlah perjalanan pada tahap bangkitan dan tarikan perjalanan dan diharapkan mampu meminimalkan kegiatan lapangan yang membutuhkan biaya yang tinggi, personil yang banyak, dan waktu yang relatif cukup lama.

1.2. Perumusan Masalah

Kota Makassar merupakan kota terbesar keempat di Indonesia yang merupakan salah satu kota metropolitan berdasarkan jumlah penduduk di atas 1.000.000 jiwa. Menurut Ilham Arief Sirajuddin salah satu beban Makassar pada tingginya angka urbanisasi karena tergiur pekerjaan dan aktivitas ekonomi (http: //www.fajar.co.id/read-20111229001836-makassar-penopang-ekonomi- sulsel). Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Makassar sebesar 1.339.374 jiwa atau 16.7% total penduduk Sulawesi Selatan yang mencapai sekitar 8.032.551 jiwa dengan luas wilayah 175.79 km2 dan Tahun 2011 jumlah penduduknya sebesar 1.352.136 jiwa (BPS, 2012). Jumlah kendaraan bermotor wajib uji di kota Makassar pada tahun 2009 adalah sebanyak 21.219 kendaraan dibandingkan tahun 2008 jumlah kendaraan bermotor wajib uji mengalami kenaikan sebesar 6,97 % sedangkan panjang jalan di Kota Makassar sejak tahun 2005 sampai tahun 2009 tidak mengalami perubahan yaitu 1.593,46 kilometer.

(7)

kendaraan di Kota Makassar mengakibatkan beberapa ruas jalan seperti Jalan Andi Pangeran Pettarani, Jalan Veteran, Jalan Perintis Kemerdekaan sekitar Tello, Jalan Sultan Alauddin pada jam-jam sibuk dipadati kendaraan baik roda dua maupun roda empat disamping itu kondisi tata ruang Kota Makassar dengan terjadinya percampuran pemanfaatan lahan (mix land use) di sepanjang ruas jalan tersebut yang terdiri dari perkantoran, sekolah, pertokoan, rumah toko, dan perdagangan makin memperparah kondisi padatnya ruas jalan karena dengan tata ruang tersebut semakin mempersulit pelebaran dan penambahan ruas jalan baru.

Menurut Tamin (2000), tata ruang mempunyai keterkaitan erat dengan transportasi karena ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan di atas lahan kota sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Sejalan dengan pendapat Tamin tersebut maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keruangan atau lebih spesifik kajian keruangan atau analisis spasial. Analisis spasial pada umumnya selalu bertitik tolak pada sistem informasi spasial. Sistem informasi merupakan sekumpulan data dan alat/peralatan untuk bekerja dengan data tersebut. Berdasarkan pengertian itu maka analisis spasial dapat diartikan sebagai sebuah analisis yang melibatkan aspek lokasi atau posisi kebumian dari suatu obyek serta mengintegrasikannya dengan data lainnya sesuai tujuan analisis yang dilakukan.

Pada umumnya proses perencanaan transportasi menggunakan model perencanaan transportasi empat tahap, yang terdiri dari: (1) model bangkitan perjalanan, (2) model sebaran pergerakan, (3) model pemilihan moda, dan

(8)

(4) model pemilihan rute. Pemodelan bangkitan perjalanan merupakan proses awal untuk meramalkan jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh suatu zona (kawasan) per satuan waktu dan merupakan tahap pemodelan transportasi untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) suatu zona/kawasan ke suatu zona/kawasan pada masa yang akan datang per satuan waktu. Menurut Morlok (1984), banyaknya perjalanan pada tahun rencana sangat ditentukan oleh karakteristik penggunaan lahan/petak-petak lahan (kawasan-kawasan) serta karakteristik sosial ekonomi tiap-tiap kawasan tersebut yang terdapat dalam ruang lingkup wilayah kajian tertentu. Citra penginderaan jauh dapat digunakan untuk memperoleh data yang mendukung pemodelan transportasi terutama yang menyangkut bangkitan dan tarikan perjalanan.

Metode analisis yang digunakan pada tahap bangkitan perjalanan sangat tergantung pada basis perjalanan dan pendekatan analisis. Ada dua pendekatan yang sering dipergunakan untuk mengestimasi kebutuhan perjalanan yaitu berdasarkan pendekatan agregat dan pendekatan disagregat. Pendekatan agregat dilakukan secara menyeluruh dengan memahami atribut-atribut zona baik zona asal maupun zona tujuan seperti aktifitas sosial ekonomi suatu zona, penduduk zona, perkembangan wilayah dan pola penggunaan lahan sebuah zona sedangkan

pendekatan disagregat dilakukan perindividu dengan memahami langsung faktor-faktor yang berpengaruh menimbulkan perjalanan tetapi melekat pada diri

orang yang melakukan perjalanan tersebut.

(9)

data menggunakan zona berdasarkan batas administrasi. Batas administrasi memudahkan pengumpulan data jumlah penduduk, jumlah perjalanan, kondisi sosial ekonomi dan lain-lain terutama untuk kota di negara berkembang yang mempunyai keterbatasan dalam hal sumber daya manusia, waktu, dan biaya yang kurang memadai dan pendekatan tersebut dapat menimbulkan berbagai kesalahan (de la Barra, 1989). Kesalahan tersebut disebabkan, oleh:

a. Keanekaragaman karakter setiap individu; b. Keanekaragaman pilihan;

c. Individu dalam sebuah group mempunyai keseragaman informasi melalui pilihan tertentu;

d. Variasi dalam fungsi pemanfaatan tidak mempunyai bobot yang sama;

e. Lokasi pasti dari konsumen bahkan ketika mereka berada di kawasan yang sama;

f. Kondisi sosial ekonomi dari setiap individu di dalam grup; g. Kriteria arti grup bervariasi; dan

h. Pilihan pertama yang terbaik tidak selamanya tersedia.

Pendekatan disagregat dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan tersebut tetapi kelemahannya harus dilakukan dengan cara sensus. Cara sensus mempunyai ketelitian yang tinggi tetapi untuk wilayah yang luas akan memakan waktu yang lama, biaya yang mahal, dan personil yang banyak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dianalisis suatu alternatif pendekatan untuk menjembatani antara pendekatan agregat dan pendekatan disagregat. Pendekatan baru tersebut menggunakan citra penginderaan jauh sebagai alat bantu dalam pengumpulan data dan informasi

(10)

terutama yang menyangkut kenampakan obyek seperti jenis pemanfaatan lahan. Citra satelit mengalami perkembangan yang pesat dan dapat digunakan untuk menggantikan fungsi foto udara sebagai sumber data karena citra satelit mempunyai kelebihan, yaitu: (a) peningkatan kualitas resolusi spasial, (b) resolusi temporalnya sangat baik, (c) penambahan jumlah saluran panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman data, (d) penambahan jumlah dan jenis sensor yang dibawa dalam satu wahana, (e) dalam format digital, (f) citra yang dihasilkan mempunyai proyeksi orthogonal, dan (g) relatif mudah perolehan datanya.

Berdasarkan uraian kelebihan citra satelit, maka suatu tantangan untuk memperoleh metode pendekatan baru dalam menjembatani metode pendekatan agregat dan pendekatan disagregat sangat penting. Hal ini dimaksudkan untuk mengestimasi kebutuhan perjalanan dengan mendefinisikan sistem zona dari citra penginderaan jauh. Pada ranah ini citra Quickbird memiliki resolusi spasial 0,61 cm sehingga obyek terkecil yang nampak jelas terlihat berukuran 0,61 cm dan kenampakan blok jalan dijadikan sebagai batas zona melalui interpretasi visual.

Beberapa pertanyaan rinci yang perlu dijawab dalam kaitannya dengan persoalan yang akan dipecahkan pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana cara identifikasi karakteristik zona berdasarkan citra Quickbird? 2. Bagaimana klasifikasi pemanfaatan lahan berdasarkan citra Quickbird untuk

menetapkan model bangkitan dan tarikan perjalanan?

3. Bagaimana akurasi model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan luas bangunan dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird untuk level perkotaan?

(11)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik zona berdasarkan citra Quickbird.

2. Mengembangkan klasifikasi pemanfaatan lahan dalam penyusunan model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan citra Quickbird.

3. Menguji model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan luas bangunan dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:

1. Memberikan sumbangan konsep dan pemikiran baru tentang redefinisi zona terkait pengumpulan data luas bangunan dan tinggi bangunan untuk jumlah perjalanan di setiap zona sebagai dasar analisis pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan.

2. Memberikan suatu metode baru berupa langkah kerja pengumpulan data jumlah perjalanan untuk penyusunan model bangkitan dan tarikan perjalanan dengan menggunakan citra Quickbird sebagai dasar analisisnya. 3. Memberikan bahan masukan berupa data luas bangunan dan tinggi

bangunan berdasarkan jenis penggunaan lahan bagi perencana transportasi dalam proses pengumpulan informasi jumlah perjalanan agar lebih ekonomis, akurat, dan membutuhkan personil yang lebih sedikit pada pengumpulan datanya.

(12)

1.5. Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian yang terkait dengan pemanfaatan citra satelit sumberdaya alam resolusi tinggi untuk berbagai bidang sudah dilakukan seperti pemanfaatan citra untuk studi kota, bidang pertanian, dan perkebunan sedangkan pemanfaatan citra satelit di bidang transportasi baru dilakukan oleh beberapa peneliti. Adapun perbandingan beberapa penelitian dengan penelitian kami selain aplikasi penginderaan jauh untuk transportasi maka penelitian pemanfaatan lahan juga dibahas sebab pada zona transportasi yang menjadi dasar analisisnya adalah pemanfaatan lahan. Beberapa penelitian tersebut yaitu: Hazarika et al (1999), Tamin dkk (2000), McCord et al (2001), El-Shair (2002), Alba-Flores (2005), Zhang dan Guindon (2006), Dantas et al (2006), K. Lee dan H. Chi (2008), Dalumpines (2008), Elhadi dan Zomrawi (2010), dan Walde et al (2012).

Keaslian penelitian yang diuraikan pada penelitian ini lebih difokuskan pada penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan pemanfaatan citra resolusi tinggi untuk pemanfaatan lahan yang merupakan bagian dari redefinisi zona dan beberapa aplikasi citra resolusi tinggi untuk bidang transportasi dan penelitian tentang bangkitan perjalanan. Beberapa penelitian tersebut antara lain, yaitu: 1) Hazarika et al (1999), membandingkan penerapan penginderaan jauh untuk

identifikasi jalan di beberapa lokasi di Thailand dengan lebar jalan masing-masing 5 m, 15 m, 35 m dan 64 m. Pada penelitian ini menggunakan data SPIN-2 (2m), ADEOS Pankromatik (8 m), SPOT Pankromatik (10 m), ADEOS Multispektral (16 m), dan Landsat TM (30 m). Metode yang dipakai untuk memperkirakan luas jalan yaitu metode analog dan metode digital.

(13)

Hasil yang diperoleh dari metode analog yaitu penggunaan data SPIN 2 untuk lebar jalan 64 m kemudian divariasikan dari 64 m sampai 66 m diperoleh kesalahan maksimum 2 m, pemanfaatan ADEOS Pankromatik dan SPOT Pankromatik untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, sedangkan untuk penggunaan ADEOS Multispektral dengan variasi lebar jalan 60 m sampai 75 m diperoleh kesalahan maksimum 11 m dan Landsat TM dengan variasi lebar jalan 50 m sampai 70 m tingkat kesalahan maksimumnya paling tinggi yaitu 14 m.

Hasil yang diperoleh dari metode digital, yaitu penggunaan ADEOS Pankromatik untuk lebar jalan mulai 56 m sampai 64 m tingkat kesalahan maksimumnya 8 m, SPOT Pankromatik untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, ADEOS Multispektral dan Landsat TM tingkat kesalahan maksimum masing-masing 16 m dan 26 m.

2) Dantas et al (2000), mengkaji model spasial geografis buatan (artificial

intelligent) untuk ramalan transportasi kota. Data yang dipakai yaitu data

penginderaan jauh, data perjalanan, dan peta-peta penunjang. Pengolahan datanya dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Software Neural Network (NN). Model yang diperoleh berupa aplikasi artificial intelligent untuk aktifitas ramalan perjalanan dapat dipakai untuk aktifitas perencanaan kota.

3) Tamin dkk (2000) mengkaji tentang dampak resolusi sistem zona dan definisi jaringan jalan pada pemilihan rute dan tampilan jaringan jalan dengan studi kasus di Kota Bandung, Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan adalah

(14)

metode agregat dengan batas zonanya adalah batas administrasi. Hasil akhir yang diperoleh yaitu level optimal dari zona dengan pendekatan agregat sebanyak 2 level dengan zona kecamatan dan sistem jaringan jalan dengan 3 level dan kombinasi antara zona dan jaringan sebanyak 5 level.

4) McCord et al (2001), mengidentifikasi kendaraan dari foto udara selanjutnya membandingkan dengan automatic traffic recorder (ATR’s). Metode yang dipakai yaitu thresholding tanpa subtraction, metode kedua subtraction tanpa transformasi dan metode ketiga substraction dengan transformasi. Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa dari fotografi diperoleh visualisasi kendaraan berupa mobil dan truk dan dari citra satelit diidentifikasi informasi pola spasial untuk karakteristik lalulintas.

5) El-Shair (2002) mengkaji keakuratan keberadaan rute bus dan pemberhentian bus di daerah Birkenhead dengan menggunakan Citra SPOT tahun 1994 yang memiliki tiga band multispektral dan foto udara. Metode yang digunakan metode buffer dengan jarak 200 m dan 300 m dengan menggunakan software ArcInfo. Hasil yang diperoleh yaitu menentukan lokasi 65 pemberhentian bus dengan rute normal maupun rute pada jam puncak dan memberikan masukan untuk penambahan pemberhentian bus.

6) Alba-Flores (2005), mengevaluasi pemanfaatan citra penginderaan jauh dalam hal ini citra Ikonos Pankromatik untuk mendeteksi dan mengidentifikasi kendaraan di jalan raya dan kemungkinan aplikasi arus lalulintas, kepadatan lalulintas (jumlah lalulintas, kecepatan perjalanan) dalam perencanaan kota, dan mengeksplorasi kemungkinan penggunaan citra satelit resolusi tinggi

(15)

untuk mendeteksi es dan salju di jalan raya. Studi kasusnya di Perancis dan Baghdad. Metode yang digunakan, yaitu teknik pemroresan data dengan teknik segmentasi yang menggunakan dua pendekatan yaitu edge finding dan

thresholding yang tersedia pada software MATLABTM. Teknik thresholding

dengan algoritma Calculating Threshold T dipakai untuk mengekstrak jalan raya dari subimages. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kemampuan citra dan software yang dapat mendeteksi jalan raya dengan kendaraan dan jalan raya tanpa kendaraan dengan binary image dan intensity image.

7) Zhang dan Guindon (2006), memanfaatkan data penginderaan jauh untuk memperoleh data penggunaan lahan kota, transportasi kota, dan hubungannya dengan hasil konsumsi energi akibat perembetan kenampakan kota (urban

sprawl). Citra penginderan jauh yang digunakan yaitu Landsat MSS, Landsat

TM, dan Landsat ETM+. Metode yang digunakan, yaitu statistik dan analisis spasial. Studi kasus di daerah Ottawa-Gatineau dan Calgary. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kepadatan penduduk pada daerah Ottawa-Gatineau tinggi sedangkan daerah Calgary lebih rendah, pencampuran penggunaan lahan di daerah Ottawa-Gatineau lebih tinggi dibanding daerah Calgary, kekompakan di daerah Calgary lebih tinggi dibanding daerah Ottawa-Gatineau, dan jarak perjalanan di daerah Ottawa-Gatineau lebih jauh dibanding daerah Calgary.

8) K. Lee dan H. Chi (2008), meneliti tentang penggunaan citra resolusi tinggi untuk aplikasi transportasi kota. Adapun pendekatan yang dipakai yaitu pendekatan ekstraksi indeks kuantitatif meliputi indeks konektivity dan indeks

(16)

sirkuity dengan menggunakan sistem pemrograman komputer algoritma indeks alpha dan indeks gamma yang merupakan informasi dasar untuk struktur jaringan lalulintas, dan indeks shimbel. Software yang dipakai untuk algoritma indeks adalah AvenueTM. Adapun hasil akhirnya yaitu program GIS dapat diimplementasikan untuk karakteristik jalan dan informasi kuantitatif karakteristik lingkungan transportasi kota dapat lebih mudah ditentukan. 9). Dalumpines (2008) mengkaji tentang ekstraksi bentuk kota dan informasi

penggunaan lahan dalam pengembangan indikator untuk mendukung kajian jejak ekologis angkutan kota di Kota Ahmedabad India. Adapun citra yang digunakan yaitu IRS-P6. Indikator tersebut adalah ekstraksi dan quantification. Metode yang dipakai adalah klasifikasi piksel, supervised dan unsupervised, pengukuran tekstur matriks, dan pengukuran spasial. Hasil yang diperoleh yaitu dengan metode klasifikasi supervised akurasi keseluruhannya 54,87% dan Kappa 0,0706 tapi mempunyai keterbatasan dalam mengekstrak klas penggunaan lahan seperti permukiman, komersil, institusi, dan bangunan industri sedangkan untuk pengukuran tekstur (Kappa 0,1137).

10) Elhadi dan Zomrawi (2010) meneliti tentang penggunaan citra Quickbird untuk klasifikasi penggunaan lahan/penutup lahan dengan memanfaatkan

CART Decision Tree dengan lokasi penelitian di Cina Selatan. Hasil yang

diperoleh membagi jenis penggunaan lahan menjadi 8 kategori, yaitu Area terbangun dengan kepadatan tinggi, Area terbangun dengan kepadatan

(17)

rendah, air, lahan irigasi, padang rumput, lahan kosong, Lahan bekas panen, Lahan basah dengan tingkat akurasi 98,5%.

11) Walde et al (2012) menggunakan citra Quickbird untuk pemetaan penggunaan lahan kota dan Lidar untuk model ketinggian bangunan. Metode yang digunakan untuk pemetaan tersebut yaitu pendekatan graph based yang disadur dari pengolahan citra industri, ilmu kedokteran, dan informatika. Hasil yang diperoleh membagi kelas penggunaan lahan berdasarkan pantulan warna atap menjadi pusat kota, perumahan dengan satu keluarga, perumahan blok bangunan, dan daerah industri.

(18)

Tabel 1.1. Perbandingan antara Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan No

(1) Nama Peneliti (2) Tahun (3) Lokasi (4) Tujuan (5) Metode (6) Hasil dan Kesimpulan (7) 1 Hazarika et al 1999 Thailand Membandingkan

penerapan

penginderaan jauh untuk identifikasi jalan di beberapa lokasi di Thailand dengan lebar jalan masing-masing 5 m, 15 m, 35 m dan 64 m

Metode yang dipakai untuk memperkirakan luas jalan yaitu metode analog dan metode digital

Berdasarkan metode analog, SPIN 2 dapat dipakai untuk identifikasi lebar jalan mulai dari 64 m sampai 66 m dengan tingkat kesalahan kesalahan maksimum 2 m, ADEOS Pankromatik dan SPOT Pankromatik untuk lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, dan ADEOS Multispektral untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 75 m diperoleh kesalahan maksimum 11 m dan Landsat TM untuk variasi lebar jalan 50 m sampai 70 m diperoleh tingkat kesalahan maksimum paling tinggi yaitu 14 m sedangkan hasil yang diperoleh dari metode digital, untuk ADEOS Pankromatik dengan lebar jalan 56 m sampai 64 m tingkat kesalahan maksimumnya 8 m, SPOT Pankromatik untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, ADEOS Multispektral dan Landsat TM diperoleh tingkat kesalahan maksimum masing-masing 16 m dan 26 m.

2 Dantas et al 2000 Mengkaji model

spasial geografis buatan (artificial intelligent) untuk ramalan transportasi kota Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Software Neural Network (NN)

Aplikasi artificial intelligent untuk aktifitas ramalan perjalanan dapat dipakai untuk aktifitas perencanaan kota

3 Tamin dkk 2000 Kota Bandung Mengkaji dampak resolusi sistem zona dan definisi jaringan jalan pada pemilihan rute dan tampilan jaringan jalan

Metode agregat dengan batas zonanya

adalah batas administrasi

Level optimal dari zona dengan pendekatan agregat sebanyak 2 level dengan zona kecamatan dan sistem jaringan jalan dengan 3 level dan kombinasi antara zona dan jaringan sebanyak 5 level.

(19)

Sambungan Tabel 1.1

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

4 McCord et al 2001 Amerika Mengidentifikasi kendaraan dari fotografi dan pola spasial untuk karakteristik

lalulintas

Teknik yang dipakai, yaitu thresholding tanpa subtraction, subtraction tanpa transformasi, dan substraction dengan transformasi

Dari fotografi diperoleh visualisasi kendaraan berupa mobil dan truk dan dari citra satelit diidentifikasi informasi pola spasial untuk karakteristik lalulintas

5 El-Shair 2002 Birkenhead Mengkaji keakuratan

keberadaan rute bus dan pemberhentian bus di daerah Birkenhead dengan menggunakan Citra SPOT tahun 1994 yang memiliki tiga band multispektral dan foto udara

Metode yang digunakan metode buffer dengan jarak 200 m dan 300 m dengan menggunakan software ArcInfo

Menentukan lokasi 65 pemberhentian bus dengan rute normal maupun rute pada jam puncak dan memberikan masukan untuk penambahan pemberhentian bus

6 Alba-Flores 2005 Minneapolis • Menggunakan algoritma untuk mendeteksi jalan • Mendeteksi, mengklasifikasi, dan menghitung jumlah kendaraan di jalan Teknik pemroresan data dengan teknik segmentasi yang menggunakan dua pendekatan yaitu edge finding dan thresholding yang tersedia pada software

MATLABTM

Algoritma dengan Multiple Thresholds hasilnya sangat baik untuk mendeteksi dan mengklasifikasi kendaraan

(20)

Sambungan Tabel 1.1

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

7 Zhang dan

Guindon 2006 Ottawa Calgary dan Menggunakan data penginderaan jauh untuk memperoleh data penggunaan lahan kota, transportasi kota, dan hubungannya dengan hasil konsumsi energi akibat perembetan kenampakan kota (urban sprawl)

Statistik dan analisis

spasial Kepadatan penduduk pada daerah Ottawa-Gatineau tinggi sedangkan daerah Calgary lebih rendah, pencampuran penggunaan lahan di daerah Ottawa-Gatineau lebih tinggi dibanding daerah Calgary, kekompakan di daerah Calgary lebih tinggi dibanding daerah Ottawa-Gatineau, dan jarak perjalanan di daerah Ottawa-Gatineau lebih jauh dibanding daerah Calgary

8 K. Lee dan

H. Chi 2008 Seoul Mengkaji citra resolusi tinggi untuk penggunaan aplikasi transportasi kota

Pendekatan ekstraksi indeks kuantitatif meliputi indeks konektivity dan indeks sirkuity dengan menggunakan sistem pemrograman komputer algoritma indeks alpha dan indeks gamma

Program GIS dapat diimplementasikan untuk karakteristik jalan dan informasi kuantitatif karakteristik lingkungan transportasi kota dapat lebih mudah ditentukan

9 Dalumpines 2008 India Mengkaji tentang ekstraksi bentuk kota dan informasi penggunaan

lahan dalam pengembangan indikator

untuk mendukung kajian jejak ekologis angkutan kota di Kota Ahmedabad India klasifikasi piksel, supervised dan unsupervised, pengukuran tekstur matriks, dan pengukuran spasial

Penggunaan metode klasifikasi supervised akurasi keseluruhannya 54,87% dan Kappa 0,0706 tapi mempunyai keterbatasan dalam mengekstrak klas penggunaan lahan seperti permukiman, komersil, institusi, dan bangunan industri sedangkan untuk pengukuran tekstur (Kappa 0,1137)

(21)

Sambungan Tabel 1.1

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

10 Elhadi dan Zomrawi 2010 Cina Selatan Mengkaji penggunaan citra Quickbird untuk klasifikasi penggunaan lahan/penutup

lahan dengan memanfaatkan CART

Decision Tree

Teknik algoritma CART

Decision Tree

Dari citra Quickbird dengan teknik CART penggunaan lahan dibagi menjadi 8 kategori, yaitu Area terbangun dengan kepadatan tinggi, Area terbangun dengan kepadatan rendah, air, lahan irigasi, padang rumput, lahan kosong, Lahan bekas panen, Lahan basah dengan tingkat akurasi 98,5%

11 Walde et al 2012 Jerman Pemetaan penggunaan lahan

kota dengan citra Quickbird

Teknik graph based yang disadur dari

pengolahan citra industri, ilmu kedokteran, dan

informatika

Kelas penggunaan lahan berdasarkan pantulan warna atap menjadi pusat kota, perumahan dengan satu keluarga, perumahan blok bangunan, dan daerah industri

12 Qadriathi Dg Bau 2013 Kota Makassar Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik zona berdasarkan citra Quickbird,

Mengembangkan klasifikasi pemanfaatan lahan untuk pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan citra Quickbird, Menguji model

bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan luas dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird

Interpretasi citra Quickbird dan pengolahan data dengan

GIS, dan metode analisis regresi (MAR)

Menghasilkan pendekatan zona semi agregat yang diinterpretasi dari citra Quickbird yang terbagi atas zona bangkitan perjalanan dan zona tarikan perjalanan. Mengembangkan jenis pemanfaatan lahan yang diinterpretasi dari citra Quickbird yang dibagi menjadi permukiman dan 11 kategori non permukiman, yaitu: sekolah, perguruan tinggi, perkantoran, pertokoan (toko dan ruko), hotel, mall, mesjid, rumah sakit, tempat rekreasi, industri/pabrik, dan pasar dengan ketelitian interpretasi berdasarkan uji keseluruhan sebesar 93,17% dan koefisien Kappa sebesar 0,89. Menghasilkan model bangkitan dan tarikan perjalanan dari variabel bebas luas dan tinggi bangunan hasil pengolahan citra Quickbird. Adapun model yang dihasilkan untuk bangkitan perjalanan, yaitu = 1,128 + 0,061(X1) + 0,038 (X2) sedangkan model tarikan perjalanan adalah = 103,295+ 0,077 X1 + 1,973 X2 dengan. Setelah kedua model dibentuk dalam MAT kemudian disandingkan dengan OD 2007, maka dihasilkan model bangkitan dan tarikan perjalanan citra Quickbird hasil koreksi, yaitu: Fk = 1869,5 + 0,8606 . YQb

(22)

Berdasarkan uraian singkat 12 penelitian tersebut citra penginderaan jauh

telah digunakan untuk berbagai aplikasi di bidang transportasi. Adapun perbedaan

dasar penelitian ini dengan penelitian sebelumnya meliputi perbedaan konsep,

metode yang digunakan, obyek, dan hasil penelitian. Secara rinci perbedaan

tersebut yaitu:

1. Penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan zona berdasarkan agregat

atau batas administrasi untuk pengumpulan data perjalanan sedangkan

penelitian ini menggunakan pendekatan zona berdasarkan semi agregat

dengan kriteria pemanfaatan lahan berupa bangkitan digabungkan dengan

kepadatan bangunan keteraturan bangunan dan pemanfaatan lahan tarikan

yaitu non permukiman.

2. Penelitian ini menggunakan klasifikasi pemanfaatan lahan yang

dikelompokkan menjadi bangkitan dan tarikan perjalanan yang diinterpretasi

dari citra Quickbird tetapi untuk validasi dan kalibrasi dengan OD 2007 maka

jumlah pergerakan berdasarkan pendekatan semi agregat di kelompokkan

menggunakan batas administrasi.

3. Penelitian ini menggunakan luas dan tinggi bangunan yang diperoleh dari

citra Quickbird sebagai variabel bebas pada pemodelan bangkitan dan tarikan

(23)

Tabel 1.2. Perbedaan antara Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya Dirujuk dari Tabel 1.1.

No Peneliti Tema Tujuan Interpretasi Sistem PJ Lokasi

Alat Citra

1 Hazarika et al X X √ X X X

2 El-Shair X X √ X X X

3 Alba-Flores X X √ √ X X

4 McCord et al X X √ X X X

5 Zhang dan Guindon √ X √ X √ X

6 Dantas et al √ X √ √ X X

7 Tamin et al √ X √ X X X

8 K. Lee dan H. Chi √ X X √ X X

9 Dalumpines √ X X X X X

10 Elhadi dan Zomrawi X X √ √ X X

11 Walde et al X X √ √ X X

Sumber: Hasil penelusuran pustaka

Catatan : √ = sama atau mirip dengan penelitian yang dilakukan X = berbeda dengan penelitian yang dilakukan

1.6. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan pada penelitian ini diuraikan untuk membantu dalam penyamaan persepsi agar tidak terjadi makna yang berbeda. Definisi yang digunakan sebagian merujuk pada pustaka dan sebagian merupakan definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini.

Bangkitan perjalanan merupakan tahap awal dari empat langkah pemodelan transportasi untuk memprediksi perjalanan serta kebutuhan transportasi yang dibedakan menjadi bangkitan dan tarikan perjalanan (Wright and Ashford, 1989, Ortuzar dan Willumsen, 1994)

Kalibrasi merupakan proses yang dilakukan untuk menaksir nilai parameter atau koefisien sehingga hasil yang didapatkan mempunyai galat yang sekecil mungkin dibandingkan dengan hasil yang sebenarnya (realita) (Tamin, 2000)

(24)

Matrik asal tujuan (MAT) merupakan matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu (Tamin, 2000,)

Model adalah penyederhanaan dan abtraksi dari teori dan realitas, yang menyatakan keadaan atau hubungan yang sederhana sampai yang bersifat

kompleks (Ortuzar dan Willumsen, 1994, Brimicombe, 2003, Alfandi, 2001)

Perencanaan adalah aktivitas atau proses yang menguji potensi tindakan pada masa mendatang untuk memberikan arahan pada suatu kondisi atau sistem pada arah yang diinginkan (Papacostas, 1987 dalam Tamin, 2000) Pemanfaatan lahan atau tata guna lahan adalah penggunaan lahan untuk suatu

aktifitas berdasarkan fungsinya.

Pemodelan adalah aktifitas meringkas dan menyederhanakan kondisi realistis (nyata) (Brimicombe, 2003)

Proses kalibrasi adalah proses menaksir nilai parameter suatu model dengan berbagai teknik yang sudah ada (Glass and Hopkins, 2007)

Resolusi spasial adalah ukuran obyek yang masih dapat dideteksi oleh sistem pencitraan (Xiong, 2004, Lillesand et al, 2004, Gopalan, 2006)

Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan obyek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya (Xiong, 2004, Lillesand et al, 2004, Gopalan, 2006)

Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor untuk mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital/data numerik

(25)

(digital coding) yang dinyatakan dalam bit. Sistem penginderaan jauh dengan resolusi radiometrik 8 bit akan mempunyai skala keabuan (gray

scale) antara 0 – 255 (28 = 256) (Xiong, 2004)

Resolusi temporal merupakan kemampuan sistem penginderaan jauh untuk merekam ulang daerah yang sama (Xiong, 2004, Lillesand et al, 2004) Regresi linear adalah alat statistik yang dipergunakan untuk mengetahui

pengaruh antara satu atau beberapa variabel terhadap satu buah variabel (Ghozali, 2011; Glass and Hopkins, 2007)

Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau obyek yang saling berkaitan (Tamin, 2000)

Sebaran perjalanan merupakan jumlah (banyaknya) perjalanan yang bermula dari suatu zona analisis transportasi asal yang menyebar ke bayak zona analisis transportasi tujuan atau sebaliknya jumlah (banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona analisis transportasi tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona analisis transportasi asal (Wright and Ashford, 1989, Ortuzar dan Willumsen, 1994)

Validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penaksiran skor tes sesuai dengan penggunaan tes. Oleh karena itu validitas merupakan fundamen paling dasar dalam mengembangkan dan mengevaluasi suatu tes (Mardapi, 2007)

Zona adalah satu kesatuan keseragaman tata guna lahan (Tamin, 2000) atau satuan analisis transportasi (Khisty dan Lall, 2006)

Gambar

Tabel 1.1. Perbandingan antara Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang  Dilakukan  No  (1)  Nama Peneliti (2)  Tahun (3)  Lokasi (4)  Tujuan (5)  Metode
Tabel 1.2. Perbedaan antara Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya  Dirujuk dari Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Standart akademik para guru SDN Klino 2 Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro sembilan puluh delapan prosen (98%) berpendidikan akhir S1 dan mayoritas guru mengajar

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporanT. Hasil Pengujian Senyawa Alkaloid Tabel Hasil Pengujian

Sari Novalianda, Menik Ariani, Fiber Monado, Zaki Su’Ud/Studi Awal Perhitungan Sel Bahan Bakar Berbasis Uranium Oksida (UO 2 ) pada Reaktor Cepat Berpendingin

Instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah mengimplementasikan karce (kartu cerdas) dalam pembelajaran fisika pada pokok bahasan besaran dan pengukuran kelas X

Kendala pada proses pemolesan Untuk menghasilkan 1 buah meja diperlukan waktu 2 jam dan untuk menghasilkan 1 buah kursi diperlukan waktu 4 jam pada

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) kartosuwiryo merupakan tokoh utama dibalik pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan sekaligus sebagai panglima

Perbaikan dengan metode discovery prototyping meningkatkan nilai usability, saran perbaikan yang didapat dari responden seperti menambah setelan yang dapat

1) Output daya listrik dari kapal yang didesain sebesar 144 MW. 3) Perhitungan teknis yang dilakukan telah memenuhi. Perhitungan berat yang telah dilakukan menghasilkan